Anda di halaman 1dari 17

CRACKING KATALITIK LIMBAH PLASTIK

POLIPROPILENA DENGAN KATALIS


LEMPUNG ALAMASAL MAPPI


Diajukan kepada Universitas Cenderawasih untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program Sarjana Kimia.











OLEH
YAFETH Y. KAFIAR
NIM. 05 601 440






UNIVERSITAS CENDERAWASIH
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
JAYAPURA
2010


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Krisis energi yang ditandai dengan langka dan mahalnya BBM menuntut upaya
pencarian sumber energi alternatif. Salah satu sumber energi alternative adalah limbah
plastik yang merupakan suatu hidrokarbon polimerik yang sangat potensial untuk diubah
menjadi bahan bakar minyak.
Sebagian besar penduduk di dunia memanfaatkan plastik dalam menjalankan
aktivitasnya. Bukan suatu yang mengheran jika plastik banyak digunakan karena plastik
memiliki banyak kelebihan jika dibandingkan dengan bahan lainya. Secara umum plastik
memiliki densitas yang rendah, bersifat isolasi terhadap listrik, mempunyai kekuatan mekanik
yang bervariasi, ketahanan suhu terbatas, serta ketahanan bahan kimia bervariasi. Sifat plastik
yang ringan akan cenderung terangkat ke permukaan bila ditimbun sehingga akan mengotori
lingkungan sekitar. Bila tercecer di atas permukaan air maka akan menyumbat selokan dan
bila dibakar akan menimbulkan asap yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Bahkan
plastik juga tidak dapat diuraikan di dalam tanah. (Kompas, 2002).
Plastik banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari, sehingga penggunaan plastik
dalam masyarakat modern mengalami peningkatan yang amat pesat, karena plastik
mempunyai keunggulan-keunggulan seperti kuat, ringan dan stabil, namun sulit terurai oleh
mikroorganisme dalam lingkungan (Pranamuda, 2004). Sebagian besar plastik yang
digunakan masyarakat merupakan jenis plastik polipropilena (PP). Polipropilena banyak
digunakan sebagai gelas air minum kemasan, mangkuk plastik, tutup dan mainan plastik.
Polipropilena sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya juga serupa.
Polipropilena lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang
baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap.
(http://www.smallcrab.com/others/706, 2010).
Sebagai akibatnya jumlah limbah plastik meningkat secara drastis dari waktu ke
waktu. Sampah plastik adalah salah satu jenis sampah yang banyak ditemui di kota-kota
besar. Timbunan sampah plastik yang sulit terdegradasi secara hayati, lambat laun dapat
merusak dan mencemari lingkungan. Sifatnya yang tidak ramah lingkungan dan jumlahnya
yang semakin lama semakin banyak, membuat masalah ini menjadi semakin serius (Lembaran
Publikasi LEMIGAS, 1997/1998). Berdasarkan densitasnya ada dua jenis polietilena, yaitu
High Density Polyethylene (HDPE) dan Low Density Polyethylene (LDPE). HDPE banyak
digunakan sebagai mangkuk plastik, tutup dan mainan plastik, sedangkan LDPE banyak
digunakan sebagai plastik pengemas, kantung sampah, dan botol plastik. (http://www.chem-
is-try.org?sect=artikel, 2007, dalam Ayomi Andini). Sebenarnya jenis-jenis bahan plastik
dapat dikelompokkan menjadi : PET (polyethylene terepthalate), HDPE (High-density Poly
Ethylene), PVC (Polyvinyl Chloride), LDPE (Low-density Polyethylene), PP (Poly
Propylene), PS (Poly Styrene) dan Poly Carbonate. Plastik jenis PP yang banyak digunakan
sebagai kemasan gelas air mineral dan kedapatannya di lingkungan sangat melimpah sehingga
peneliti tertarik untuk menjadikannya sebagai sampel pada penelitian ini.
Cara lain untuk penanggulangan sampah plastik yang diharapkan berpotensi dan
bermanfaat secara ekonomis ialah pengolahan sampah plastik menjadi BBM (Bahan Bakar
Minyak) sintesis melalui proses pirolisis. Proses pirolisis adalah proses peruraian senyawa
kimia yang bermolekul besar atau polimer menjadi molekul yang lebih sederhana dengan
menggunakan suhu yang relatif tinggi tanpa kehadiran udara yang atau dengan udara terbatas
(Lembaran Publikasi LEMIGAS 1997/1998 ).
Katalis umumnya diartikan sebagai bahan yang dapat mempercepat proses reaksi
kimia dan banyak digunakan industri dan umumnya digunakan katalis heterogen. Katalis
heterogen yang digunakan biasanya dalam bentuk logam murni bentuk logam pengemban.
Pemilihan pengemban harus memperhatikan sifat-sifat pengemban itu sendiri, seperti
stabilitas termal yang tinggi, memiliki rongga-rongga yang memungkinkan terjadi adsorpsi,
mempunyai kemampuan uuntuk mengikat logam sebagai katalis serta mempunyai luas
permukaan yang besar (Setyawan, 2002)
Pada umumnya orang mengenal lempung sebagai benda yang tidak terlalu bernilai.
Padahal lempung memiliki banyak kegunaan, salah satunya berfungsi sebagai adsorben, yang
sedang hangat diperbincangkann para ahli sekarang. Dengan kemampuanya sebagai adsorben,
maka lempung bisa digunakan untuk penjernihan minyak (seperti minyak cengkeh), dan juga
ke depan sebagai alternatif untuk mengatasi masalah limbah, terutama logam berat
(http://ppsdms.org, 2009).
Sementara itu lempung adalah material yang mempunyai pori-pori besar dan
kandungan keasamannya kecil (http://www.wikipedia.net, 2007). Hal tersebut prospektif
untuk menjadikan lempung sebagai katalis pengganti zeolit. Polimer besar seperti minyak
bumi dan plastik polipropilena diharapkan lebih sukses berdifusi ke dalam pori lempung yang
besar. Sehingga proses pemecahan/cracking menjadi lebih optimal. Proses cracking yang baik
pada material dengan keasaman rendah diharapkan memberikan hasil fraksi gas sedikit dan
fraksi cair banyak. Dari latar belakang ini penulis tertarik untuk meneliti proses cracking
katalitik limbah plastik Polipropilena dengan katalis lempung alam asal Mappi.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik katalis lempung asal Mappi yang meliputi komposisi mineral dan
nilai keasaman?
2. Berapakah kondisi optimum dari proses cracking katalitik limbah plastik jenis PP dengan
katalis lempung asal Mappi?
3. Bagaimanakah komposisi fraksi cair hasil cracking limbah plastik jenis PP dengan katalis
lempung asal Mappi menurut penggolongan jenis-jenis BBM ?

1.3 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari penafsiran yang salah dari penelitian ini, maka penulis membatasi
permasalahan hanya pada:
1. Limbah plastik yang digunakan adalah jenis plastik Polipropilena dari botol gelas kemasan
air minum.
2. Reaksi cracking dilakukan dengan sistem semi batch.
3. Lempung yang digunakan adalah lempung alam asal Mappi

1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengkarakterisasi sifat katalis lempung alam asal Mappi yang meliputi komposisi mineral dan
nilai keasaman.
2. Melakukan optimasi parameter-parameter yang terlibat dalam proses cracking
katalitik limbah plastik dengan katalis lempung alam asal Mappi yang meliputi: rasio
berat feed plastik/katalis lempung dan waktu cracking .
3. Memisahkan fraksi-fraksi penyusun produk cair hasil cracking menurut titik didihnya
dan menggolongkannya dalam fraksi BBM.

1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan solusi penanganan limbah plastik, khususnya plastik jenis PP.
2. Memberikan solusi alternatif dalam menangani masalah krisis bahan bakar minyak.
3. Meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomi dari lempung alam dari Kabupaten Mappi
Provinsi Papua.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Plastik
Sampah plastik menjadi masalah lingkungan berskala global. Plastik banyak dipakai
dalam kehidupan sehari-hari, karena mempunyai keunggulan-keunggulan seperti kuat, ringan
dan stabil, namun sulit terurai oleh mikroorganisme dalam lingkungan sehingga menyebabkan
masalah lingkungan yang sangat serius di tengah-tengah masyarakat.
Pada tahun 2001, berdasarkan data Environmental Protection Agency (EPA) Amerika
Serikat menyatakan bahwa penduduk Amerika Serikat menggunakan sedikitnya 25 juta ton
plastik setiap tahunnya. Plastik memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan bahan
lainnya. Material plastik yang sudah dikenal sejak puluhan tahun silam sebagai bahan hasil
rekayasa polimer, kini telah muncul dalam berbagai jenis produk mulai dari kantung plastik,
tas kresek, sampai komponen berteknologi tinggi seperti barang elektronik, otomotif, dan
pesawat terbang. Secara umum, plastik memiliki densitas yang rendah, bersifat isolasi
terhadap listrik, kekuatan mekanik yang bervariasi, ketahanan suhu terbatas, serta ketahanan
terhadap bahan kimia yang bervariasi. Selain itu, plastik digunakan karena mempunyai Bila
dibakar dapat menimbulkan asap yang dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan
manusia.
Plastik banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari, sehingga penggunaan plastik dalam
masyarakat modern mengalami peningkatan yang amat pesat, karena plastik mempunyai
keunggulan-keunggulan seperti kuat, ringan dan stabil, namun sulit terurai oleh
mikroorganisme dalam lingkungan (Pranamuda, 2004). Sebagian besar plastik yang
digunakan masyarakat merupakan jenis plastik polipropilena.
Dilihat dari jenisnya, limbah plastik merupakan komponen ketiga terbanyak yang
dibuang setelah limbah organik dan kertas. Meskipun dari segi jumlah tidak tergolong
banyak, limbah plastik merupakan masalah lingkungan yang terbesar karena materialnya tidak
mudah diurai oleh alam, baik curah hujan dan panas matahari maupun mikroba tanah. Karena
ringan maka jika tercecer di selokan, plastik cenderung dapat menyumbat aliran air. Bila
dibakar dapat menimbulkan asap yang dapat membahayakan linkungan dan kesehatan
manusia (http://www.chem-is-try.org?sect=artikel, 2007).
Plastik secara sederhana didefinisikan sebagai material polimer yang dapat dicetak
atau diekstraksi menjadi bahan yang diinginkan dan yang mengeras setelah didinginkan atau
pelarutnya diuapkan. Polipropilena sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat
penggunaannya juga serupa. Polipropilena lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap
yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup
mengkilap.Monomer polypropilen diperoleh dengan pemecahan secara thermal naphtha
(distalasi minyak kasar) etilen, propylene dan homologues yang lebih tinggi dipisahkan
dengan distilasi pada temperatur rendah. Dengan menggunakan katalis Natta- Ziegler
polypropilen dapat diperoleh dari propilen.

Gambar 2.1 Struktur polipropilena

Polipropilena memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
Ringan, mudah dibentuk, transparan dan jernih dalam bentuk film. Tetapi dalam
bentuk kemasan kaku maka PP tidak transparan.
Kekuatan terhadap tarikan lebih besar dibandingkan PE.
Pada suhu rendah akan rapuh.
Dalam bentuk murni pada suhu -30C mudah pecah sehingga perlu ditambahkan PE
atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan.
Tidak dapat digunakan untuk kemasan beku.
Lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek sehingga dalam penanganan dan distribusi.
Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang.
Tidak baik untuk mengemas produk yang peka terhadap oksigen.
Tahan terhadap suhu tinggi sampai 150C, sehingga dapat digunakan untuk mengemas
produk pangan yang memerlukan proses sterilisasi.
Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak.
Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzene, silken, toluene, terpentin asam
nitrat kuat. (http://www.smallcrab.com/others/706, 2010).

2.2 Mineral Lempung
Selama ini proses cracking limbah plastik kebanyakan menggunakan katalis berbasis
zeolit (Manos et al, 2000; Songip, et al, 1993; Sharrat et al, 1997). Sebagaimana telah
diketahui bahwa zeolit merupakan katalis yang umum digunakan pada perengkahan minyak
bumi (Weitkamp, 2000), hanya saja keterbatasan mendasar pada zeolit adalah ukuran rongga
yang kecil (5-10 ) (Vaughan, 1988). Penggunaan katalis berbasis zeolit dalam cracking
plastik terkendala juga oleh terjadinya pembentukan molekul-molekul produk yang kecil yang
menyebabkan sebagian produk yang dihasilkan berupa fasa gas sehingga produk yang berupa
fasa cair berkurang. Hal ini disebabkan sisi aktif zeolit memiliki keasaman yang sangat kuat
yang menyebabkan cracking molekul plastik secara keras (Manos et al, 2000; Songip, et al,
1993; Sharrat et al, 1997). Untuk mengatasi keterbatasan katalis zeolit tersebut akhir-akhir ini
penelitian diarahkan pada penggunaan katalis berbasis lempung.
Lempung merupakan mineral alam yang melimpah di Indonesia. Menurut direktorat
sumber daya mineral menyatakan bahwa cadangan lempung bentonit mencapai jumlah
380.156.000 ton yang terbesar dibeberapa wilayah Indonesia. Lempung (clay) mineral yang
dihasilkan melalui peristiwa pelapukan mineral primer oleh air dan panas.Komposisinya dapat
sangat bervariasi sebagai akibat penggantian satu unsur dengan unsur yang lain. Pada
umumnya, berbentuk mikrokristal atau serbuk dan biasanya terhidrasi. Lempung sering
digunakan sebagai pendukung untuk katalis, sebagai zat dan sebagai wahana penukar ion
(Oxtoby, dkk,2009). Struktur lempung mempunyai lapisan yang dapat mengembang yang
dengan adanya proses pertukaran kation, antar lapisan tersebut dapat disisipi dengan gugus
bermuatan positif baik yang berukuran kecil atau meruah. (Figueras, 1998)
Secara geologis lempung adalah mineral alam dari keluarga silikat yang berbentuk
kristal dengan struktur berlapis berukuran lebih kecil dari 12 mikrometer. Menurut
grim(1968) terdapat dua unit penyusun yang terlibat dalam kisi-kisi atom pada sebagian besar
mineral lempung. Satu unit tersusun dari oksigen atau hidroksida dengan aluminium, besi atau
magnesium yang terkordinasi dalam sistem oktahedral. Penggabungan dari unit-unit
oktahedral ini dapat membentuk struktur lapis oktahedral (gambar 2.2(a)). Sedangkan unit
pembangun yang lain adalah sistem tetrahedral dari silikon dengan oksigen dan hidroksida.
Rangkaian unit-unit tetrahedral ini juga dapat membentuk struktur lapis tetrahedral (gambar
2.2(b)). Diantara lapisannya terdapat kation-kationnya yang berfungsi menyeimbangkan
muatan negatif yang ada
bidang
lapisnya
(Darwanta, 2002)
















Gambar 2.2 (a) Unit oktahedral dan struktur lapis oktahedral, (b) Unit tetrahedral dan
struktur lapis tetrahedral

Sifat lempung yang penting adalah plastisitasnya (keliatannya) dan kemampuannya
untuk mengembang. Hal ini terjadi karena kation antar lapisannya mengalami hidrasi
sehingga bersifat licin dan lengket. Derajat keliatannya tergantung dari: susunan dan
kehalusan dari butiran mineral, banyaknya air yang di dalamnya, banyaknya garam lain yang
larut dalam air dan jumlah bahan organik yang ada (Theopilus, 2005). Lempung merupakan
material hasil pelapukan batuan yang terkumpul melalui pengendapan dalam waktu yang
lama. Kelimpahan lempung di Papua dijumpai terutama pada daerah dataran sebagai tempat
akhir pengendapan, misalnya Sota (Merauke), Klasaman (Sorong), Koya ( Jayapura.
Sementara itu Mappi juga mempunyai potensi lempung dengan karakter fisik putih krem dan
lengket dimana sampai sekarang belum dikarakterisasi dan diupayakan penggunaannya.

2.3 Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu tanpa
mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam
reaksi tetapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi
berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan
yang dipicunya terhadap pereaksi katalis menimbulkan efek yang nyata pada laju reaksi,
meskipun dengan jumlah yang sangat sedikit. Katalis menyediakan suatu jalur reaksi pilihan
dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk
berlangsungnya reaksi. Katalis dapat dibagi dalam dua jenis yaitu: Katalis heterogen dan
katalis homogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan
pereaksi dalam reaksi yang dikatalisisnya, sedangkan katalis homogen berada dalam fase
yang sama (http://www.wikipedia.net, 2007).
Menurut Walling (1950) dalam Hadisaputro (1993) keasaman suatu padatan meliputi
3 hal pokok, yaitu: (i) penentuan jumlah situs asam yang terdapat pada permukaan padatan,
(ii) penentuan kekuatan asam dan (iii) perhitungan pusat asam dari berbagai permukaan


padatan. Metode yang paling lazim digunakan untuk menentukan keasaman suatu padatan
adalah metode serapan gas. Untuk menentukan kekuatan asam, yang diperhatikan hanya
molekul-molekul basa yang terikat secara kimiawi saja. Jumlah asam atau keasaman suatu
padatan adalah jumlah mmol asam per satuan berat atau per satuan luas permukaan. Besaran
ini diperoleh melalui pengukuran jumlah basa yang bereaksi dengan jumlah asam yang ada
pada padatan yang bersangkutan. Dasar pemikirannya adalah jumlah basa dari fasa gas yang
diadsorpsi oleh permukaan padatan adalah ekivalen dengan jumlah asam pada permukaan
yang menyerap basa itu. Basa yang lazim digunakan adalah quinolin, piridin, pirol, ammonia,
trimetilamin, dan piperidin. Metode penimbangan merupakan metode yang paling sederhana
untuk menetukan keasaman permukaan padatan terutama untuk menentukan jumlah gugus
asamnya berdasarkan jumlah gugus yang teradsorpsi (Hadisaputro, 1993).

2.4 Cracking Katalitik
Cracking (perengkahan) merupakan suatu proses pemutusan senyawa kimia yang
mempunyai temperatur yang relatif tinggi. Reaksi perengkahan adalah reaksi pemutusan
ikatan C-C yang bersifat endotermis dan memerlukan temperatur yang tinggi untuk dapat
berlangsung. Ikatan antar atom C yang putus selanjutnya segera direduksi oleh gas hidrogen,
sehingga proses tersebut sering disebut reaksi hidrorengkah. Reaksi perengkahan dibedakan
menjadi 2 jenis, pertama: reaksi perengkahan termal (thermal cracking), reaksi ini
memerlukan suhu yang tinggi antara 455-730
o
C dengan tekanan berkisar 1000 psi. Reaksi-
reaksi yang dapat terjadi pada proses ini adalah: pemutusan ikatan C-C, dehidrogenasi,
isomerisasi dan polimerisasi. Kedua: reaksi perengkahan katalitik (catalytic cracking) yaitu,
reaksi perengkahan yang dikatalisis oleh suatu permukaan yang bersifat asam melalui
mekanisme pembentukan ion karbonium sebagai produk utama (intermediate) (Darwanta,
2002).
Mekanisme dasar dari perengkahan alkana meskipun rumit tetapi telah terbangun
dengan baik. Menurut Weitkamp dan Puppe (1999) bahwa perengkahan hidrokarbon terjadi
melalui tahap ion karbokation dalam fasa uap yang dikatalisis oleh suatu material yang
mempunyai keasaman Bronsted atau Lewis. Dua mekanisme yang diyakini memainkan
peranan penting dalam perengkahan hidrokarbon terkatalisis adalah: (1) mekanisme melalui
ion karbenium, (2) mekanisme melalui ion karbonium.

2.5 Difraksi sinar-X
Sinar-X diketahui pertama kali secara tidak sengaja pada tahun 1895 oleh Wilhelm C.
Roentgen seorang ahli fsika berkebangsaan Jerman. Ketika itu Roentgen menyalakan sumber
listrik tabung sinar katoda. Sinar tersebut ternyata dapat terpendar pada layer yang terbuat dari
barium platina sianida (Wijaya dan Tahir, 2001). Dewasa ini sinar-X dapat dihasilkan dengan
cara menembaki target logam bernomor tinggi dengan elektron cepat dalam suatu tabung
vakum sinar katoda. Eleltron cepat berasal dari pemanasan filamen yang berfungsi sebagai
katoda sedangkan logam yang menjadi sasaran berfungsi sebagai anoda.
Difraksi sinar-X (X-Ray Difraction, XRD) digunakan untuk mengidentifikasikan
mineral-mineral seperti dalam material kristalin lainnya. Pada saat berkas sinar-X mengenai
sampel dan difraksikan oleh bidang kristal, maka kita dapat mengukur jarak antar bidangnya.
Posisi berkas difraksi sinar-X suatu kristal tergantung pada ukuran dan bentuk ulangan satuan
primer kristal dan dari sinar-X. Sedangkan intensitas berkas sinar yang terdifraksi juga
tergantung pada jenis atom dan kedudukannya dalam satuan primer kristal. Oleh karena itu
setiap zat mempunyai difraktogram yang spesifik setiap senyawa kristal dapat
diidentifikasikan meskipun berada dalam campuran. Menurut Schoonheydt,et.al (1999) dalam
Darwanta (2002) fenomena senyawa berlapis, interkalasi dan pemilaran dapat dikarakterisasi
dengan baik menggunakan XRD, misalnya : peningkatan basal spacing (d
001
), stabilitas termal
dan kerusakan strukturnya. Material lempung sebagai bahan alam anorganik kemungkinan
tersusun oleh campuran jenis mineral yang akan teridentifikasi menggunakan XRD.




2.6 Destilasi Fraksinasi
Sejarah Destilasi pertama kali ditemukan oleh kimiawan Yunani sekitar abad pertama
masehi yang akhirnya perkembangannya dipicu terutama oleh tingginya permintaan akan
spritus. Hypathia dari Alexandria dipercaya telah menemukan rangkaian alat untuk destilasi
dan Zosimus dari Alexandria-lah yang telah berhasil menggambarkan secara akurat tentang
proses destilasi pada sekitar abad ke-4 Bentuk modern distilasi pertama kali ditemukan oleh
ahli-ahli kimia Islam pada masa kekhalifahan Abbasiah, terutama oleh Al-Razi pada
pemisahan alkohol menjadi senyawa yang relatif murni melalui alat alembik, bahkan desain
ini menjadi semacam inspirasi yang memungkinkan rancangan distilasi skala mikro, The
Hickman Stillhead dapat terwujud. Tulisan oleh Jabir Ibnu Hayyan (721-815) yang lebih
dikenal dengan Ibnu Jabir menyebutkan tentang uap anggur yang dapat terbakar, ia juga telah
menemukan banyak peralatan dan proses kimia yang bahkan masih banyak dipakai sampai
saat kini. Kemudian teknik penyulingan diuraikan dengan jelas oleh Al-Kindi (801-873)
(http://airlangga25.wordpress.com/2009/11/18/distilasi-3/).
Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau didefinisikan juga
teknik pemisahan kimia yang berdasarkan perbedaan titik didih. Dalam penyulingan,
campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke
dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.
Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan
proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan
menguap pada titik didihnya. Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan
Hukum Dalton (http://airlangga25.wordpress.com/2009/11/18/distilasi-3/)
Distilasi Fraksionasi (Bertingkat), sama prinsipnya dengan distilasi sederhana, hanya
distilasi bertingkat ini memiliki rangkaian alat kondensor yang lebih baik, sehingga mampu
memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang berdekatan. Proses
kerja destilasi fraksinansi adalah kolom pemisah terlebih dahulu dipanaskan dalam aliran pipa
dalam furnace (tanur) dengan suhu 350C. Minyak mentah yang sudah dipanaskan tersebut
kemudian masuk kedalam kolom fraksinasi pada bagian flash chamber (biasanya berada pada
sepertiga bagian bawah kolom fraksinasi). Untuk menjaga suhu dan tekanan dalam kolom
maka dibantu pemanasan dengan steam (uap air panas dan bertekanan tinggi)
Hasil dari destilasi fraksinasi ini dapat digolongkan dalam fraksi-fraksi hidrokarbon
penyusun minyak bumi berdasarkan titik didih disajikan dalam tabel 2.1 sebagai berikut.
Tabel 2.1 Penggolongan fraksi cair minyak bumi menurut titik didih
Fraksi
Titik didih
(
0
C)
Jumlah atom C Kegunaan
Gas 0-50 1-5 Bahan bakar pemanas
Bensin (gasolin) 50-85 6-11 Bahan bakar motor
Minyak tanah (kerosin) 105-135 21-30 Bahan bakar kompor
Minyak berat 135-300 31-40 Minyak pelumas,lilin
Residu >300 31-30 Bahan bakar pemanas

Karena perbedaan titik didih setiap komponen hidrokarbon maka komponen-komponen
tersebut akan terpisah dengan sendirinya, di mana hidrokarbon ringan akan berada dibagian
atas kolom diikuti dengan fraksi yang lebih berat dibawahnya. Pada tray (sekat dalam kolom)
komponen itu akan terkumpul sesauai fraksinya masing-masing. Pada setiap tingkatan atau
fraksi yang terkumpul kemudian dipompakan keluar kolom, didinginkan dalam bak
pendingin, lalu ditampung dalam tanki produknya masing-masing. Pada setiap tingkatan atau
fraksi yang terkumpul kemudian dipompakan keluar kolom, didinginkan dalam bak
pendingin, lalu ditampung dalam tanki produknya masing-masing.
(http://www.acehforum.or.id/menara destilasit)


BAB III
METODE PENELITIAN


Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan
mendiskripsikan data yang diperoleh dan menggunakan studi kepustakaan.

3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Cenderawasih Jayapura.

3.2 Variabel Penelitian
Tabel 3.1 Variabel penelitian
Variabel Bebas Variabel terikat
- Jenis lempung - Mineral penyusun
- Keasaman permukaan katalis
- Rasio berat katalis : plastik - Konversi total
- Selektivitas pembentukkan produk cair
- Waktu cracking - Konversi total
- Selektivitas pembentukkan produk cair

3.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah limbah plastik .
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah hidrokarbon yang terkandung dalam limbah plastik.


3.4 Tehnik Pengumpulan Data
3.4.1 Alat dan Bahan :
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu seperangkat alat destilasi Fraksinasi,
seperangkat alat destilasi atau cracking, timbangan analitik, thermocouple, pemanas listrik,
ayakan 200 mesh, lumpang dan alu, furnace, difraktometer X-6000,.
Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas plastik kemasan air
minum dan lempung alam asal Mappi.
3.4.2 Prosedur Kerja
3.4.2.1 Karakterisasi Lempung Alam Asal Kabupaten Mappi
Lempung dibersihkan, dikeringkan dengan oven pada suhu 100
o
C sampai mudah
digerus. Selanjutnya gerusan lempung diayak, hasil ayakan 200 mesh selanjutnya dianalisis
dengan XRD untuk menentukan jenis-jenis mineral penyusunnya.
3.4.2.2 Penentuan Nilai Keasaman Lempung Asal Kabupaten Mappi
Adapun cara untuk menentukan nilai keasaman dari lempung alam asal Mappi
dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri yaitu masing-masing 0,5 gram sampel
yang telah dipanaskan di dalam oven pada suhu 100
o
C selama satu jam ditimbang dengan
teliti, lalu dimasukkan ke dalam desikator, kemudian desikator tersebut divakumkan. Ke
dalam desikator vakum tersebut dialirkan uap piridin hingga jenuh dan dibiarkan selama satu
malam (24 jam).
Desikator kemudian dibuka beberapa saat dan dibiarkan uap piridin yang ada dalam
wadah menguap selanjutnya sampel ditimbang kembali dengan teliti. Berat piridin yang
teradsorpsi dapat dihitung dari selisih berat sebelum dan setelah adsorpsi piridin untuk
menghitung keasaman digunakan rumus sebagai berikut:

Ka = x 1000.......................................................................(1)


Di mana: K
a
= keasaman lempung ( mmol/g )
W
1
= berat lempung (gram)
W
2
= berat basa yang teradsorpsi (gram)
M
b
= berat molekul basa ( piridin = 79,10 g/mol )

3.4.2.3 Aplikasi Katalis Lempung Alam Asal Mappi Pada Reaksi Cracking Katalitik
Plastik.
Dalam eksperimen ini digunakan dua kajian untuk reaksi cracking katalitik plastik, yaitu
rasio berat (berat katalis lempung/berat feed plastik) yaitu: 0,5:1; 1:1 ; 2:1 dan 3:1, dan
perbandingan waktu 30 menit; 60 menit; 90 menit dan 120 menit.

3.4.2.3.1 Variasi Rasio (Berat Feed Plastik/ Berat Katalis Lempung):
Untuk perbandingan rasio (berat feed plastik/berat katalis lempung; 0,5:1) dengan
menggunakan suhu cracking 470
o
C dan waktu selama 3,5 jam. Yaitu sebanyak 10 gram
lempung dimasukkan ke dalam alat destilasi (cracking) yang telah dipanaskan di atas
pemanas (hot plate) hingga mencapai suhu 200
o
C dicampur ke dalam 5 gram plastik (gelas
plastik air mineral) yang telah dilelehkan dan dihaluskan menjadi serbuk, kemudian plastik
menguap habis selama 3,5 jam dan diperoleh destilat cair yang berwarna bening agak
kekuningan.
Dengan prosedur yang sama dilakukan variasi rasio 1:1, 2:1 dan 3:1, dapat dilihat pada
tabel 3.2:

Tabel 3.2 Perbandingan rasio berat (feed plastik/katalis lempung)


3.4.2.3.2 Variasi Waktu Cracking:
Perbandingan waktu, berat berat feed plastik/katalis lempung (0,5:1) dengan
menggunakan suhu cracking 470
o
C dan waktu selama 30 menit, yaitu sebanyak 10 gram
lempung dimasukkan ke dalam alat destilasi (cracking) yang telah dipanaskan di atas
pemanas (hot plate) hingga mencapai suhu 200
o
C dicampur ke dalam 5 gram feed plastik
(gelas plastik air mineral) yang telah dilelehkan dan dihaluskan menjadi serbuk, kemudian
diperoleh destilat cair yang berwarna bening agak kekuningan. Selanjutnya dengan prosedur
yang sama dilakukan kajian waktu cracking 60 menit, 90 menit dan 120 menit. Perlakuan
cracking dengan variasi waktu dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Variasi waktu cracking
Waktu
(menit)
Berat Plastik
(gram)
Berat katalis
(gram)
Rasio ( feed plastik/
katalis lempung)
Berat plastik
(gram)
Berat katalis
(gram)
0,5:1 5 10
1:1 10 10
2:1 20 10
3:1 30 10
30 10 5
60 10 5
90 10 5
120 10 5

3.4.2.3.3 Penentuan Nilai Konversi Total Pada Reaksi Cracking Katalitik Plastik Digunakan
Rumus:

Konversi total (%) = (persentase produk cair + persentase produk gas)% ......(2)

3.4.2.3.4 Penentuan Nilai Selektivitas Pembentukan Produk Cair Pada Reaksi Cracking Katalitik
Plastik Digunakan Rumus:

Selektivitas pembentukan produk cair = ............(3)





















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Preparasi Umpan / Feed Limbah Plastik
Salah satu cara untuk mengatasi limbah plastik yang makin meningkat dikaji melalui
proses cracking. Dalam proses ini limbah plastik (plastik gelas air kemasan) dibersihkan, di
potong-potong kecil kemudian dilelehkan di dalam furnace dengan suhu 200
o
C kemudian
dihaluskan dengan menggunakan bor listrik dan diblender. Serangkaian langkah preparasi
tersebut bertujuan untuk mendapatkan ukuran plastik yang kecil sehingga luas permukaannya
besar. Luas muka yang besar akan lebih memungkinkan kontak plastik dengan katalis
lempung lebih besar sehingga pada akhirnya diperoleh proses cracking yang lebih optimal.
Selain itu ukuran yang kecil juga memudahkan untuk dimasukkan dalam reaktor. Hasil
preparasi ini berupa bubuk plastik seperti dalam gambar lampiran 8.5

4.2 Preparasi Katalis Lempung Alam Asal Mappi
Katalis lempung yang digunakan dalam proses cracking ini adalah lempung alam yang
berasal dari Mappi. Preparasi lempung dengan cara membersihkan dari kotoran yang mungkin
berupa ranting, akar, daun, batu dan lain-lain. Lempung kemudian dikeringkan dalam oven
dengan suhu 105
o
C selama 3 jam. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air
sehingga lempung mudah digerus dan diayak. Gerusan lempung selanjutnya diayak sehingga
lolos ayakan ukuran 200 mesh. Penghalusan dan pengayakan bertujuan untuk pengecilan
ukuran dan penyeragaman. Hal tersebut juga bertujuan untuk memperbesar luas permukaan
sehingga memaksimalkan kontak antara katalis lempung dengan bubuk plastik sehingga
proses cracking menjadi lebih optimal.
4.3 Karakterisasi Katalis Lempung
4.3.1 Penentuan Mineral Penyusun Lempung Alam Asal Mappi dengan XRD (Difraksi Sinar-
X)
Sampel lempung hasil preparasi ukuran 200 mesh dianalisis menggunakan XRD pada
daerah sudut 2 = 5 60 derajat. Hal tersebut untuk mengetahui komposisi mineral penyusun
sampel lempung. Analisis dilakukan dengan membandingkan kesesuaian harga d
hkl
dan
intensitas relatif dari puncak-puncak yang muncul pada sampel dengan standar dalam
Minerals Powder Diffraction File (MPDF). Hasil analisis data difraksi sinar-X untuk lempung
alam asal Mappi diberikan dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1. Harga-harga d
hkl
dan I/I
1
dari lempung alam
Asal Mappi dengan mineral-mineral yang sesuai dalam MPDF
Sampel lempung
asal Mappi
Data mineral dalam MPDF
Quartz Kaolinite Nordstandite Orthoclase Monteponite Nickeline
d
hkl
I/I
1
d
hkl


d
hkl
I/I
1
d
hkl
I/I
1
d
hkl
I/I
1
d
hkl
I/I
1
d
hkl
I/I
1

3,34406 100 3,34 100 - - - - 3,31 100 - - - -
4,25311 19,31 4,26 35 - - - - 4,22 70 - - - -
1,81877 18,34 1,82 17 - - - - - - - - - -
2,28195 10,21 - - - - 2,27 30 - - - - - -
2,45840 9,95 - - - - - - - - - - - -
2,23691 9,92 - - - - - - - - - - - -
1,81348 8,18 - - - - - - - - - - 1,81 80
2,12844 7,52 - - - - - - - - - - - -
1,66797 7,21 - - - - - - - - 1,66 43 - -
2,55760 6,39 - - - - - - - - - - - -
4,46567 5,95 - - 4,44 65 - - - - - - - -
3,51894 5,19 - - 3,56 100 - - - - - - - -
1,65923 5,06 - - - - - - - - - - - -
2,33562 4,87 - - - - - - - - 2,35 8 - -
1,98050 4,62 - - - - - - - - - - 1,96 90
2,49328 4,37 - - - - - - - - - - - -
7,15018 4,05 - - - - - - - - - - - -
3,58188 3,96 - - 3,58 80 - - - - - - - -
1,65502 3,95 - - - - - - - - - - - -

Anda mungkin juga menyukai