Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL PENELITIAN

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN

RANCANG BANGUN ALAT KONVERSI SAMPAH PLASTIK


MENJADI BAHAN BAKAR MINYAK SETARA BENSIN DAN SOLAR
DENGAN SISTEM SIRKULASI WAX

TIM PENYUSUN :
Cristiano Ronaldo
(NIM : 18320158)

DOSEN PEMBIMBING :
Dr. Eng. Mochamad Syamsiro

JURUSAN TEKNIK MESIN


UNIVERSITAS JANABADRA
APRIL, 2020
BAB 1. PENDAHULUAN

Sampah plastik saat ini telah menjadi momok yang sangat menakutkan bagi

masyarakat pada umumnya dan para pecinta lingkungan pada khususnya. Seperti diketahui

bersama bahwa plastik tidak dapat terurai dalam tanah, hal ini berbeda dengan sampah

jenis organik seperti sisa-sisa makanan yang akan sangat mudah terurai. Sehingga hal ini

dikhawatirkan akan menyebabkan degradasi fungsi tanah. Berdasarkan data dari

Kementerian Lingkungan Hidup (KNLH, 2008), sampah plastik memberikan kontribusi

hingga 14% dari total produksi sampah keseluruhan. Hal ini menjadi sangat berbahaya

apabila tidak ditangani secara serius.

Sampai saat ini, plastik memang masih menjadi bahan yang sulit tergantikan

untuk berbagai kebutuhan kita sehari-hari seperti kemasan makanan, tas, produk-produk

elektronik, otomotif, mainan dan masih banyak yang lainnya. Penggunaan plastik akan

terus meningkat mengingat kelebihan yang dimilikinya antara lain ringan dan kuat, tahan

terhadap korosi, transparan dan mudah diwarnai, dan sifat insulasinya yang cukup baik.

Sehingga secara otomatis produksi sampah plastik akan terus meningkat dari tahun ke

tahun.

Pembuangan sampah plastik dengan metode landfill sangat tidak cocok mengingat

plastik sangat sulit terdegradasi di dalam tanah. Sehingga perlu dikembangkan solusi

jangka panjang yang dapat mengurangi sampah jenis ini sekaligus dapat menghasilkan

produk lain yang bermanfaat. Proses daur ulang (recycling) menjadi sangat popular saat ini.

Sampah plastik dilebur lagi menjadi bahan baku plastik dengan kualitas yang lebih rendah.

Namun demikian, ada batasan kemampuan daur ulang plastik hingga kualitasnya menurun

dan tidak bisa lagi didaur ulang dengan metode ini. Salah satu alternatif daur ulang yang

lain yaitu dengan mengkonversi sampah plastik menjadi bahan bakar setara bensin dan

solar dengan menggunakan metode pirolisis. Hal ini bisa dilakukan karena pada dasarnya

1
plastik sendiri berasal dari minyak bumi, sehingga hanya mengembalikannya ke bentuk

semula. Keuntungan sampah plastik adalah tidak menyerap air, sehingga kadar airnya

sangat rendah dibandingkan dengan sampah kertas, sisa makanan dan biomassa. Di sisi

lain, plastik juga mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi mencapai 40 MJ/kg setara

dengan bahan bakar fosil seperti bensin dan solar seperti terlihat di Tabel 1 (Al-Salem dkk.,

2009).

Tabel 1. Nilai kalor atau kandungan energi sampah plastik dibandingkan dengan bahan
bakar fosil (MJ/kg)
Plastik Bahan bakar fosil

Polyethylene (PE) 43,3-46,5 Minyak tanah 46,5


Polypropylene (PP) 46,5 Solar 44,8
Polystyrene (PS) 41,9 Bensin 47,3

Pirolisis adalah proses degradasi termal bahan-bahan polimer seperti plastik

maupun material organik seperti biomassa dengan pemanasan tanpa melibatkan oksigen di

dalamnya. Proses ini umumnya berlangsung pada temperatur antara 500-800 oC (Aguado

dkk., 2007). Produk dari pirolisis ini terdiri dari fraksi gas, cair dan padatan (Buekens dan

Huang, 1998). Pada suhu tersebut, plastik akan meleleh dan kemudian berubah menjadi

gas. Pada saat proses tersebut, rantai panjang hidrokarbon akan terpotong menjadi rantai

pendek. Selanjutnya proses pendinginan dilakukan pada gas tersebut sehingga akan

mengalami kondensasi dan membentuk cairan. Cairan inilah yang nantinya menjadi bahan

bakar, baik berupa bensin maupun bahan bakar diesel. Namun demikian, degradasi termal

menggunakan metode pirolisis mempunyai beberapa kelemahan yaitu kualitas produk cair

yang dihasilkan khususnya terkait dengan produksi wax yang akan membeku atau

menggumpal pada suhu udara kamar sehingga akan mengganggu penggunaan minyak dari

sampah plastik ini.

2
Untuk meningkatkan kualitas produk pirolisis khususnya fraksi cair, penggunaan

katalis menjadi metode paling umum digunakan untuk mengatasi masalah ini. Penggunaan

katalis diharapkan dapat menurunkan suhu reaksi, mempercepat laju dekomposisi, dan

memodifikasi produk akhir (Lin dkk., 2010). Katalis homogen dan heterogen telah

digunakan oleh banyak peneliti untuk perengkahan katalitik sampah plastik. Secara umum,

katalis heterogen lebih banyak digunakan karena kemudahan dalam pemisahan dan

penggunaannya bisa berulang-ulang (Aguado dkk., 2006). Keberadaan katalis mendorong

selektifitas produk akhir sesuai dengan yang diinginkan.

Namun demikian, penggunaan katalis masih menjadi kendala khususnya di negara

berkembang seperti Indonesia karena harganya yang sangat mahal. Biaya operasional

penggunaan katalis yang sangat tinggi menjadikan metode ini sulit untuk

diimplementasikan pada skala komersial, khususnya untuk skala kecil dan medium

mengingat pengelolaan sampah plastik belum terorganisir secara baik sehingga tidak

memungkinkan mengembangkan teknologi ini pada skala besar.

Untuk itulah penelitian kali ini mengusulkan penggunaan metode pirolisis dengan

sistem non katalis menggunakan sistem sirkulasi wax. Kendala kualitas produk khususnya

dengan dihasilkannya wax pada proses perengkahan non katalitik diatasi dengan

mengusulkan desain baru sistem sirkulasi wax sehingga diharapkan mempunyai cukup

waktu bagi wax untuk terdegradasi menjadi fraksi yang lebih ringan. Desain baru ini

diharapkan bisa diimplementasikan untuk sampah plastik jenis utama seperti poliolefin

yaitu polietilen densitas rendah (LDPE), polietilen densitas tinggi (HDPE) dan polipropilen

(PP) yang mencapai 67% dari total sampah plastik, baik yang bersih maupun yang kotor

untuk penerapan skala kecil dan menengah, sehingga bisa digunakan pada skala komunitas

maupun pada tempat pembuangan akhir (TPA) sampah skala medium seperti di tingkat

kabupaten dan kecamatan.

3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pirolisis adalah proses yang melibatkan perubahan secara simultan komposisi

kimia dan fasa secara fisik serta bersifat tidak dapat balik (irreversible). Selama proses

pirolisis, struktur makromolekul dari sampah plastik dipecah menjadi molekul yang lebih

kecil dan menghasilkan hidrokarbon dengan panjang rantai yang beragam. Pirolisis plastik

melibatkan tiga mekanisme dekomposisi yaitu : 1) pemotongan secara random rantai

polimer yang menyebabkan terbentuknya rantai polimer yang lebih pendek, 2) pemotongan

pada ujung rantai dimana molekul kecil dan rantai panjang polimer akan terbentuk, 3)

pemisahan rantai polimer membentuk molekul-molekul kecil. Proses ini umumnya

berlangsung secara simultan.

Jenis plastik yang digunakan dalam proses pirolisis akan sangat berpengaruh

terhadap kualitas minyak yang dihasilkan seperti distribusi atom karbon, flash point, pour

point dan bilangan setana atau oktan tergantung jenis minyak yang dihasilkan. Tiap jenis

plastik mempunyai struktur kimia yang berbeda seperti terlihat pada Gambar 1 dan oleh

karenanya mempunyai mekanisme reaksi yang berbeda. Polietilen (PE) adalah jenis plastik

yang paling banyak dijumpai disamping poliproilen (PP) dan polistiren (PS). Ketiga jenis

plastik ini menyumbang hampir 70% dari sampah plastik yang ada.

Gambar 1. Struktur molekul PE, PP dan PS.

Selain itu, kuantitas dan kualitas produk minyak hasil pirolisis juga dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yaitu tipe reaktor, suhu dan waktu tinggal (Miskolczi dkk., 2004).

4
Pirolisis adalah proses endotermik, sehingga sejumlah energi harus disuplai minimal

sebesar energi disosiasi dari ikatan C-C. Hubungan antara energi disosiasi dan temperatur

dekomposisi dari berbagai jenis plastik dapat dilihat di Gambar 2 berikut ini. PE

mempunyai temperatur dekomposisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan PP dan PS

sebagai akibat dari perbedaan struktur molekul seperti telah diuraikan sebelumnya.

Gambar 2. Hubungan antara energi disosiasi ikatan C-C dan temperatur dekomposisi untuk
berbagai jenis plastik (Aguado dan Serrano, 1999)

2.1. Perengkahan Termal versus Katalitik

Perengkahan termal dan katalitik menunjukkan perbedaan yang cukup berarti.

Dilihat dari mekanismenya, perengkahan termal terjadi berdasarkan reaksi rantai radikal

yang meliputi tahap transfer hidrogen bersamaan dengan pemecahan rantai polimer secara

progresif. Mekanismenya terdiri dari beberapa langkah berikut ini :

• Inisiasi, biasanya terjadi pada posisi random atau ujung rantai

• Depropagasi, yaitu pelepasan fragmen monomerik olefinik dari radikal utamanya.

• Reaksi transfer rantai hidrogen, bisa terjadi sebagai proses antar molekul ataupun

dalam molekul, menyebabkan formasi spesies olefinik dan fragmen polimerik.

Radikal sekunder dapat juga dibentuk dari pemisahan hidrogen melalui reaksi

5
transfer antar molekul antara radikal primer dan fragmen polimerik.

• Pembelahan-B dari radikal sekunder yang menyebabkan grup olefinik ujung rantai

dan radikal primer.

• Terminasi, terjadi dengan cara bimolekular atau dengan disproporsi dari

makroradikal primer.

Karakteristik perengkahan termal dan katalitik dapat di uraikan berdasarkan produk

akhirnya sebagai berikut :

Reaksi termal :

• Produksi C1 dan C2 yang tinggi dalam produk gasnya

• Olefin mempunyai cabang yang sedikit

• Beberapa diolefin terbentuk pada suhu tinggi

• Selektivitas bensin rendah, distribusi produknya sangat lebar

• Produk gas dan padatan tinggi

• Reaksi berlangsung lambat

Reaksi katalitik :

• Produkdi C3 dan C4 tinggi

• Olefin menjadi produk utama dan banyak cabang dengan proses isomerisasi

• Selektivitas bensin tinggi, distribusinya lebih menyempit

• Aromatik terbentuk oleh dehidrogenasi naftan dan siklisasi olefin

• Molekul yang lebih besar menjadi lebih reaktif

• Aromatik murni tidak bereaksi

• Parafin terbentuk oleh transfer hidrogen

• Beberapa isomerisasi terjadi

Pirolisis sampah plastik dengan metode perengkahan katalitik saat ini sedang

mendapatkan perhatian yang cukup serius sebagai jalan untuk mendaur ulang sampah

6
plastik menjadi bahan bakar atau bahan kimia. Bermacam-macam jenis katalis heterogen

telah digunakan oleh para peneliti diantaranya zeolit, silika alumina, dan fluid catalytic

cracking (FCC). Degradasi katalitik dari sampah plastik telah diteliti secara luas oleh

banyak peneliti menggunakan zeolit Y, ZSM-5, mordenite dan silika alumina (Lee, 2009;

Uddin dkk., 1997; Walendziewski dan Steinger, 2001).

Ada dua metode penggunaan katalis dalam pirolisis sampah plastik. Yang pertama

adalah perengakahan katalitik secara langsung dengan mencampur katalis dan plastik.

Metode ini telah digunakan secara luas karena beberapa keuntungan, khususnya dalam hal

efisiensi energi, yaitu mengurangi jumlah penggunaan reaktor, penurunan suhu reaksi dan

waktu tinggal yang lebih singkat. Yang kedua adalah pemisahan antara reaksi pirolisis

dengan reformasi katalitik. Metode ini pertama kali diteliti oleh Bagri dan Williams (Bagri

dan Williams, 2002; Williams dan Bagri, 2004) untuk plastik jenis polietilen dan polistiren

menggunakan katalis zeolit Y dan ZSM-5. Penggunaan katalis yang lain seperti silika

alumina, Al-MCM-41 telah dilakukan oleh beberapa peneliti (San Miguel dkk., 2009;

Wang dan Wang, 2011).

Penulis juga telah meneliti pirolisis sampah plastik menggunakan metode ini

dengan katalis zeolit Y dan zeolit alam. Fraksi cair yang dihasilkan terdiri dari komponen

bensin dan solar serta sebagian minyak berat. Komposisi fraksi gas didominasi oleh

propana dan propena yang mengindikasikan bahwa produk gas yang dihasilkan setara LPG

yang komponen utamanya adalah propane (Syamsiro, 2015).

2.2. Mekanisme Terbentuknya Wax

Secara umum perengkahan termal menghasilkan kualitas produk yang lebih

rendah dibandingkan dengan perengkahan katalitik, khususnya dengan dihasilkannya wax.

Namun demikian, penggunaan katalis akan meningkatkan biaya operasional proses yang

7
sulit diterapkan di Indonesia. Untuk itu perlu dipelajari mekanisme terbentuknya wax

sehingga dapat diperoleh informasi bagaimana caranya menurunkan fraksi wax di dalam

produk akhir tanpa perlu menggunakan katalis.

Ada beberapa mekanisme reaksi pirolisis yang dikembangkan oleh para peneliti

seperti ditunjukkan oleh Gambar 3. Skema 1 diusulkan oleh Wasterhout dkk. untuk

pirolisis plastik pada reaktor fluidized bed. Pada reaksi pertama wax terbentuk untuk

selanjutnya menghasilkan aromatik dan coke. Begitu juga dengan skema 2 dan 3 dimana

wax dihasilkan pada reaksi awal untuk selanjutnya dikonversi menjadi cairan. Pada skema

3 sebagian cairan kemudian dikonversi menjadi gas (Onwudili dkk., 2009). Dari

keseluruhan skema dapat dilihat bahwa wax terbentuk pada awal reaksi, sehingga waktu

tinggal gas pirolisis menjadi sangat penting untuk mengkonversi wax menjadi produk

cairan.

Gambar 3. Mekanisme reaksi pirolisis plastik yang diusulkan oleh Wasterhout dkk., Elordi
dkk., dan Onwudili dkk. (Onwudili dkk., 2009)

8
2.2. Pengaruh Waktu Tinggal

Ada beberapa metode untuk mengurangi fraksi wax di dalam produk pirolisis

sampah plastik. Seperti diuraikan di atas bahwa parameter waktu tinggal menjadi sangat

penting terkait dengan terbentuknya wax, maka kajian mengenai pengaruh waktu tinggal

gas pirolisis di dalam reaktor perlu diteliti lebih lanjut. Beberapa peneliti telah mencoba

meneliti pengaruh waktu tinggal terhadap distribusi produk akhir pirolisis.

Lopez dkk. (2011) telah meneliti pengaruh waktu reaksi pada pirolisis sampah

plastik di dalam reaktor semi batch skala laboratorium menggunakan nitrogen sebagai gas

pembawa. Penelitian dilakukan pada rentang waktu 0-120 menit. Hasilnya menunjukkan

bahwa terjadi peningkatan yang cukup drastis hasil cairan dan gas pada rentang waktu 0-15

menit. Sebaliknya terjadi penurunan pada hasil padatannya. Setelah 15 menit, jumlah

padatan relatif tetap, hal ini mengindikasikan bahwa proses dekomposisi yang sempurna

telah terjadi setelah rentang waktu tersebut. Maksimum cairan yang diperoleh dicapai

setelah waktu 30 menit dan tidak ada perubahan lagi setelahnya. Namun demikian,

penelitian ini lebih menggambarkan kebutuhan waktu untuk proses pirolisis, belum

menggambarkan secara nyata lamanya waktu tinggal gas pirolisis di dalam reaktor.

Hasil yang lebih akurat diperoleh Onwudili dkk. (2009) pada pirolisis polietilen

dan polistiren menggunakan reaktor batch tertutup. Dengan menggunakan reaktor tertutup,

gas hasil pirolisis akan tertahan di dalam reaktor sehingga memungkinkan terjadinya reaksi

sekunder gas. Penambahan waktu tinggal akan menyebabkan penurunan fraksi

cairan/minyak dan peningkatan fraksi gas dan padatan. Hal ini disebabkan karena adanya

peluang untuk terjadinya reaksi sekunder seperti isomerisasi, aromatisasi dan hidrogenasi,

sehingga sejumlah minyak akan terkonversi menjadi gas dan padatan/char. Dari hasil ini

dapat dilihat bahwa penambahan waktu tinggal akan memecah hidrokarbon rantai panjang

9
menjadi lebih pendek termasuk juga wax. Sehingga penambahan waktu tinggal diharapkan

dapat mengurangi jumlah fraksi wax di dalam produk akhir.

DAFTAR PUSTAKA
Aguado, J., Serrano, D.P., 1999. Feedstock recycling of plastic wastes. Royal Society of
Chemistry, Cambridge, UK.
Aguado, J., Serrano, D.P., Escola, J.M., 2006. Catalytic upgrading of plastic wastes. in: J.
Scheirs (Ed.) Feedstock recycling and pyrolysis of waste plastics. John Wiley &
Sons, West Sussex - UK, pp. 73-110.
Aguado, J., Serrano, D.P., San Miguel, G., Castro, M.C., Madrid, S., 2007. Feedstock
recycling of polyethylene in a two-step thermo-catalytic reaction system. Journal of
Analytical and Applied Pyrolysis, 79, 415-423.
Al-Salem, S.M., Lettieri, P., Baeyens, J., 2009. Recycling and recovery routes of plastic
solid waste (PSW): A review. Waste Management, 29, 2625-2643.
Bagri, R., Williams, P.T., 2002. Catalytic pyrolysis of polyethylene. Journal of Analytical
and Applied Pyrolysis, 63, 29-41.
Lee, K.-H., 2009. Thermal and catalytic degradation of pyrolytic oil from pyrolysis of
municipal plastic wastes. Journal of Analytical and Applied Pyrolysis, 85, 372-379.
Lin, H.-T., Huang, M.-S., Luo, J.-W., Lin, L.-H., Lee, C.-M., Ou, K.-L., 2010.
Hydrocarbon fuels produced by catalytic pyrolysis of hospital plastic wastes in a
fluidizing cracking process. Fuel Processing Technology, 91, 1355-1363.
Lopez, A., Marco, I., Caballero, B.M., Laresgoiti, M.F., Adrados, A., 2011, Influence of
time and temperature on pyrolysis of plastic wastes in a semi-batch reactor,
Chemical Engineering Journal.
Miskolczi, N., Bartha, L., Deák, G., Jóver, B., 2004. Thermal degradation of municipal
plastic waste for production of fuel-like hydrocarbons. Polymer Degradation and
Stability, 86, 357-366.
Onwudili J.A., Insura, N., Williams, P.T., 2009. Composition of products from the
pyrolysis of polyethylene and polystyrene in a closed batch reactor: Effects of
temperature and residence time, J. Anal. Appl. Pyrolysis 86, pp. 293-303.
San Miguel, G., Serrano, D.P., Aguado, J., 2009. Valorization of Waste Agricultural
Polyethylene Film by Sequential Pyrolysis and Catalytic Reforming. Industrial &
Engineering Chemistry Research, 48, 8697-8703.
Syamsiro, M., 2015. Effect of Catalytic Reforming on Pyrolytic Oil Production from Waste
Plastics, Ph.D Thesis, Tokyo Institute of Technology, Japan.

10
Uddin, M.A., Koizumi, K., Murata, K., Sakata, Y., 1997. Thermal and catalytic degradation
of structurally different types of polyethylene into fuel oil. Polymer Degradation
and Stability, 56, 37-44.
UNEP, 2009. Converting waste plastics into resource: compendium of technologies. United
Nations Environment Programme, Osaka.
Walendziewski, J., Steininger, M.a., 2001. Thermal and catalytic conversion of waste
polyolefines. Catalysis Today, 65, 323-330.
Williams, P.T., Bagri, R., 2004. Hydrocarbon gases and oils from the recycling of
polystyrene waste by catalytic pyrolysis. International Journal of Energy Research,
28, 31-44.

11

Anda mungkin juga menyukai