Anda di halaman 1dari 28

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian sampah plastik


Menurut definisi dari plastik sebagai material polimer atau bahan
pengemas yang dapat dicetak menjadi bentuk yang diinginkan dan mengeras
setelah di dinginkan atau pelarutnya diuapkan. Polimer adalah molekul yang
besar yang telah mengambil peran yang penting dalam teknologi karena mudah
dibentuk dari satu bentuk ke bentuk lain dan mempunyai sifat, struktur yang
rumit. Hal ini disebabkan oleh jumlah atom pembentuk yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan senyawa yang berat atomnya lebih rendah. Umumnya
suatu polimer dibangun oleh satuan struktur yang tersusun secara berulang dan
diikat oleh gaya tarik menarik yang kuat yang disebut ikatan kovalen. Plastik
adalah suatu material organik sintetik atau material organik semi sintetik yang
berasal dari minyak bumi dan gas alam.
Dari produk plastik, dihasilkan polyethylene terephthalate (PET), high
density polyethylene (HDPE), polyvinyl chloride (PVC), low density polyethylene
(LDPE), polypropylene (PP), polistirena (PS), polyurethane dan polifenol,
menghasilkan limbah plastik yang kira-kira terdiri dari 50-60% jenis PE, 20-30%
dari PP, 10-20% PS dan,10% PVC. Plastik merupakan suatu komoditi yang
sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hampir semua peralatan atau
produk yang digunakan terbuat dari plastik dan sering digunakan sebagai
pengemas bahan baku. Namun pada kenyataannya, sampah plastik menjadi
masalah lingkungan karena plastik membutuhkan waktu yang cukup lama
untukmengalami proses daur ulang. Plastik memiliki beberapa keunggulan
seperti ringan, fleksibel, kuat, tidak mudah pecah, transparan, tahan air serta
ekonomis. Semakin meningkatnya sampah plastik ini akan menjadi masalah
serius bila tidak dicari penyelesaianya. Penanganan sampah plastik yang populer
selama ini adalah dengan metode 3R (Reuse, Reduce, Recycle). Reuse adalah
memakai berulang kali barang-barang yang terbuat dari plastik. Reduce adalah
mengurangi pembelian atau penggunaan barang-barang dari plastik, terutama
barang-barang yang sekali pakai. Recycle adalah mendaur ulang barang barang
yang terbuat dari plastik. Alternatif lain penanganan sampah plastik yang saya
teliti adalah mengkonversi sampah plastik menjadi bahan bakar minyak. Cara ini
sebenarnya termasuk dalam recycle akan tetapi daur ulang yang dilakukan adalah
tidak hanya mengubah sampah plastik langsung menjadi plastik lagi. Dengan
cara ini dua permasalahan penting bisa diatasi, yaitu bahaya menumpuknya
sampah plastik dan diperolehnya kembali bahan bakar minyak yang merupakan
salah satu bahan baku plastik (Abidin, 2017).
Pemusnahan sampah plastik dengan cara insinerasi kurang efektif karena
beresiko menyebabkan munculnya polutan dari gas buang seperti CO2, CO,
NOx, dan SOx dan beberapa partikulat pencemar lainnya sehingga diperlukan
cara pengolahan lain untuk mengolah sampah plastik. Teknologi daur ulang
sampah plastik saat ini memiliki beberapa alternatif diantaranya adalah dengan
teknologi daur ulang thermochemical atau biasa dikenal dengan pirolisis
(Gunawan, 2017).
Bahan plastik yang paling besar digunakan di dunia adalah polyetilena
(PE), Poly vinil klorida (PVC) Poly propilena (PP) dan Polystirena (PS). Sampai
saat ini, sebagian besar limbah plastik telah ditimbun atau dibakar bersama
dengan limbah rumah tangga lainnya. Penanganan limbah plastik semacam ini
menyebabkan polusi udara oleh gas beracun yang dihasilkan dari proses
pembakaran. Limbah plastik hanya sebagian kecil didaur ulang, sementara
sebagian besar plastik tidak biodegradasi. Sehingga limbah ini perlu
diperlakukan secara memadai untuk mencegah masalah lingkungan dan
memungkinkan pembangunan berkelanjutan bagi masyarakat modern (Marnoto,
2012).
Dengan semakin berkembangnya teknologi, sampah plastik yang
dulunya merupakan masalah lingkungan dapat dirubah menjadi bahan bakar
alternatif dengan cara menggunakan proses daur ulang memanfaatkan energi
panas yaitu pirolisis. Proses pirolisis ini dilakukan karena pada dasarnya bahan
baku pembuatan plastik berasal dari turunan pertama minyak bumi yaitu nafta,
lalu senyawa olefin dan aromatik hingga akhirnya ada yang menjadi bahan bakar
dan produk plastik seperti LDPE, HDPE, PP, PS dan plastik film. melakukan
pirolisis sampah plastik dengan campuran jenis PE, PS dan other menyimpulkan
bahwa semakin banyak plastik polistiren maka persentase produk cair yang
dihasilkan semakin meningkat, sebaliknya penambahan plastik jenis other akan
menghasilkan minyak pirolisis yang lebih sedikit (Yuriandala, 2016).
Sampah plastik merupakan salah satu permasalahan pokok yang
dihadapi saat ini yang dapat berdampak buruk pada manusia
maupun lingkungan karena sifatnya yang non-biodegradable. Salah satu metode
pengolahan sampah plastik yang dilakukan saat ini adalah dengan mengkonversi
sampah plastik menjadi bahan bakar hidrokarbon. Hal ini mengingat bahan baku
plastik berasal dari turunan minyak bumi sehingga dapat dikembalikan menjadi
hidrokarbon sebagai bahan dasar energi. Konversi sampah plastik dapat
dilakukan dengan proses perengkahan (cracking), yaitu reaksi pemutusan ikatan
C - C dari rantai karbon panjang dan berat molekul besar menjadi rantai karbon
pendek dengan berat molekul yang kecil (Wahyudi, 2016: 17-18).
Jika plastik dilihat dari proses pembuatannya yang menggunakan hasil
distilasi minyak bumi jenis nafta dan gas alam. Maka sampah plastik berpotensi
untuk diolah menjadi bahan bakar alternative. Melalui proses pemanasan,
hidrokarbon yang merupakan komponen penyusun plastik akan menguap
menjadi gas. Selanjutnya gas tersebut dikondensasi dan terbentuklah zat cair
yang kualitasnya hampir sama dengan bahan bakar. Jenis plastik yang digunakan
dalam konversi sampah plastik menjadi minyak menentukan kualitasnya. Hal ini
dikarenakan monomer penyusunnya yang berbeda (Sari, 2017:7).
Plastik yang ditimbun, akan membutuhkan waktu yang lama agar
plastik dapat terurai oleh tanah secara sempurna dan jika dibakar, sampah plastik
akan menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan. Untuk
mengatasi masalah tersebut, sampah plastik dapat di daur ulang menjadi bentuk
lain yang memiliki fungsi berbeda dari fungsi semula (Wasesa, 2016 :152).
Pada umumnya sampah plastik memiliki komposisi 46% polyethylene
(HDPE dan LDPE), 16% polypropylene (PP), 16% polystyrene (PS), 7%
polyvinyl chloride (PVC), 5% polyethylene trepthalate (PET), 5% acrylonitrile-
butadiene-styrene (ABS), dan polimer polimer lainnya. Salah satu cara untuk
memanfaatkan limbah plastik tersebut adalah dengan memanfaatkannya menjadi
bahan bakar cair. Hal ini dapat dilakukan karena plastik merupakan bahan yang
tersusun atas monomer-monomer yang membentuk polimer. Lebih dari 70%
plastik yang dihasilkan saat ini adalah polyethylene (PE), polypropylene (PP),
polystyrene (PS), dan polyvinyl chloride (PVC), sehingga sebagian besar study
baru padadaur ulang limbah plastik berurusan dengan keempat jenis polimer
tersebut. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menkonversi sampah
plastik menjadi bahan bakar cair, seperti: pyrolysis, thermal cracking, catalic
cracking. Diantara ketiga metode tersebut metode pirolisis adalah metode yang
dianggap paling menjanjikan. Pirolisis dapat dilakukan dengan atau tanpa katalis,
dengan menggunakan katalis dapat menurunkan temperatur proses pirolisis
(Praputri, 2016: 160).
Penelitian mengenai penggunaan berbagai sampah plastik menjadi
bahan bakar cair dengan cara pirolisis masih terus dikembangkan saat ini dan
dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti bahan bakar fosil. Sampah
plastik dari jenis pembungkus makanan (Low Density Polyethylene atau LDPE)
pada temperatur pemanasan 425oC, dan hasilnya ditampilkan senyawa-senyawa
yang memiliki sifat mudah terbakar antara lain aseton dan siklopentanon (1,68 %
Area). senyawa siklopentanon merupakan senyawa keton siklik yang berpotensi
menimbulkan gas bersifat karsinogenik (beracun). Selain itu asam borat juga
berbahaya jika terhirup, dapat menyebabkan iritasi pada membran mukosa
disertai nyeri tenggorokan, batuk, dan pernapasan menjadi pendek (Mustofa,
2014).
B. Polistyrena
Sampah styrofoam memiliki nilai kalor 9.503,8 kal/gram, nilai kalor yang
didapatkan mendekati nilai kalor polistiren dengan nilai kalor
polistiren yang dihasilkan sebesar 10.061,9 kal/gram. Terjadinya perbedaan nilai
kalor yang dihasilkan disebabkan karena setiap sampah kemasan dan polistiren
memiliki komposisi plastik yang berbeda-beda ataupun mendapatkan bahan
tambahan yang dapat menurunkan dan menaikkan nilai kalor dari sampah
tersebut. Terjadinya perbedaan nilai kalor yang dihasilkan disebabkan karena
setiap sampah kemasan dan polistiren memiliki komposisi plastik yang berbeda-
beda ataupun mendapatkan bahan tambahan yang dapat menurunkan dan
menaikkan nilai kalor dari sampah tersebut (Yuriandala, 2018: 14-16).
Polistirena mampu digunakan sebagai bahan pembuatan membran
elektrolit. Polistirena sebagai bahan termoplastik mampu dijadikan bahan
membran elektrolit dengan terlebih dahulu dilakukan sulfonasi untuk
menghasilkan Polistirena Tersulfonasi (PST) agar dapat diaplikasikan pada Fuel
cell. Gugus sulfonat mampu menghantarkan proton PST dibuat komposit dengan
bahan lain untuk meningkatkan kemampuan tukar kation. Penambahan Kitosan
termodifikasi Vanilin (Kitosan –Vanilin/KV) mampu mendukung kemampuan
daripertukaran kation yang disebabkan adanya gugus OH fenolik dari
Vanilin. Zeolit ditambahkan pada material komposit karena zeolit sebagai proton
konduktor memiliki sifat hidrofilik sehingga dapat meningkatkan konduktivitas
ionik membran. Disamping itu, penambahan oksida dapat meningkatkan sifat
fisik dan ketahanan termal dari membran. Membran PST/KV/Zeolit bersifat
getas dan pecah–pecah jika dicetak. Untuk itu digunakan pemlastik (plastisizer)
sehingga membran lebih elastis dan mudah dibentuk. Dalam penelitian ini dibuat
komposit dari PST/KV/PEG/Zeolit untuk aplikasi membran polimer elektrolit
dalam sel bahan bakar dengan memvariasikan konsentrasi berat zeolit dan PEG
untuk mengetahui pengaruhnya pada KTK dan SD. Peningkatan yield rata-rata
setiap kenaikan rasio plastik sekitar 5 %, hal ini dikarenakan suhu yang
digunakan jauh lebih tinggi dari pada titik leleh plastik PS, titik leleh plastik PS
lebih rendah dibandingkan plastik PP yaitu titik leleh plastik PS 180-260oC dan
titik leleh plastik PP 200-300oC. Peningkatan yield yang tidak signifikan
disebabkan karena proses perengkahan PS pada suhu yang tinggi berlangsung
cepat dan lebih banyak menjadi gas tidak terkondensasi (Gunawan, 2016: 1-4).
Polysterena mempunyai rumus molekul :

Gambar Rumus molekul Polystiren


Sifat fisis Polystirena pada suhu kamar berupa padatan dengan spesifik
grafity 1,054, melunak pada suhu 100oC, pada suhu 120-180oC menjadi cairan
kental dan pada suhu 250oC menjadi encer. Polystirena larut dalam ester,
hidrokarbon aromatis dan tidak larut dalam hidrokarbon alifatis. Penggunaan
Polystirene berupa gabus atau yang disebut Styrofoam dan juga bentuk plastik
(pada penelitian ini berbentuk granular). Hasil utama reaksi pirolisis PS adalah
Stirena (40%) dan Toluen (2,4%) dan produk lain dengan jumlah yang kecil.
Reaksi pirolisis stirena berbasis polimer dapat dimodelkan sebagai pemotongan
rantai akhir, atau lebih fleksibel merupakan D08-2 kombinasi degradasi acak dan
spesifik terhadap rantai yang lemah. Pada ikatan posisi tertentu akhir polimer
dengan energi ikatan relatif rendah mudah diserang oleh rantai-akhir
pemotongan, melepaskan monomer, dimer, trimerdan seterusnya.
Menggabungkan kedua jalur reaksi dapat diasumsikan degradasi polimer terjadi
dengan pemotongan acak dan secara bersamaan/simultan.
PolyStirena→Stirena + Toluen + Isopropil Benzen + Benzen + Xylena
Oleh karena reaksi secara simultan, dapat didekati dengan reaksi paralel seperti
berikut :
Pirolisis PS dilakukan di dalam reaktor batch, reaksi ini mengikuti
order satu, dan harga konstanta kecepatan reaksi (k) dianggap mengikuti
persamaan Arhenius merujuk neraca massa disekitar reaktor didapat:

Polistiren tidak hanya tersusun oleh monomer-monomer stiren,


akan tetapi ada bahan aditif tambahan misalnya untuk pembusa dan filer,
sehingga diasumsi berat polystiren sama dengan berat cairan hasil (Marnoto,
2012: 1-3).
Beberapa penelitian yang terkait dengan proses pirolisis sampah PS
dan platik berlapisan aluminium foil antara, penelitian reynaldi (2012) dan
Efendi (2012) menunjukkan penambahan aditif PE dan PP pada pirolisis PS akan
meningkatkan kualitas (karakteristik) liquid yang dihasilkan. Pada penelitian
Pratama dan Saptoadi (2014) menunjukkan penambahan PS dan PP pada pirolisis
PE akan meningkatkan persentase liquid yield yang dihasilkan. Susilo (2014)
melakukan pirolisis sampah plastik dengan campuran jenis PE,PS dan other
menyimpulkan bahwa semakin banyak plastik polistiren maka persentase produk
cair yang dihasilkan semakin meningkat, sebaliknya penambahan plastik jenis
other akan menghasilkan minyak pirolisis yang lebih sedikit (Yuriandala, 2016:
11).
Semakin banyak penambahan sampah Plastik berlapisan aluminium
foil (multilayer atau kemasan) maka akan mempercepat prosespirolisis mencapai
suhu optimal (450oC), sedangkan Kuantitas (yield (%wt)) minyak hasil pirolisis
sampah polistiren dan sampah plastik berlapisan aluminium foil PS, PS10, PS20,
PS30, PS40 dan AL pada temperatur 450oC berturut turut 88%; 81,07%;
79,50%; 76,62%;72,96% dan 19,56%. Sedangkan kuantitas berdasarkan v/wo
(ml/gram) pirolisis PS , PS10, PS20, PS30, PS40 dan AL berturut turut 1,044
ml/gram; 0,9818 ml/gram; 0,9550 ml/gram; 0,9214 ml/gram dan 0,2780
ml/gram. Dari hasil analisa GC-MS didapatkan pada pirolisis PS, PS10, PS20,
PS30, dan PS40 sebagian besar senyawa yang terkandung didalamnya adalah
senyawa aromatik dengan persentase berturut turut 85,12%; 90,92%;97,94%;
86,21% dan 86,21%. Sedangkan untuk minyak yang dihasilkan dari pirolisisAL
sebagian besar terdiri atas senyawa olefin (55,09%) danmengandung senyawa
aromatik sebesar 6,42% (Yuriandala,2016 Hal 19-20).

C. Pengertian Polipropilena
Polipropilena merupakan polimer hidrokarbon yang termasuk ke dalam
polimer termoplastik yang dapat diolah pada suhu tinggi. Polipropilena berasal
dari monomer propilena yang diperoleh dari pemurnian minyak bumi. Struktur
molekul propilena CH2=CH-CH3 (Sriyanto, 2016).
Secara industri, polimerisasi polipropilen dilakukan dengan menggunakan
katalis koordinasi. Proses polimerisasi ini akan menghasilkan suatu rantai linear
yang berbentuk -A-A-A-A-A-, dengan A merupakan propilena. Reaksi
polimerisasi dari propilena secara umum dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar Reaksi Polimerisasi dari Propilena Menjadi Polipropilena


(Sumber : Sriyanto,2016)
Polipropilena merupakan jenis bahan baku plastik ringan, densitas 0,90-
0,92 kg/m2, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang tinggi dan bersifat kurang
stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan
pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang
baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan
(stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi. Kerapuhan polipropilena
dibawah 0oC dapat dihilangkan dengan penggunaan bahan pengisi dengan
bantuan pengisi dan penguat akan terdapat adhesi yang baik (Sriyanto, 2016).
Polimer yang memiliki konduktivitas panas rendah seperti polipropilena
(konduktivitas = 0,12 W/m) kristalinitasnya sangat rentan terhadap laju
pendinginan. Misalnya dalam suatu proses pencetakan termoplastik membentuk
barang jadi yang tebal dan luas, bagian tengah akan menjadi dingin lebih lambat
daripada bagian luar yang bersentuhan langsung dengan cetakan. Akibatnya akan
terjadi perbedaan derajat kristalinitas pada permukaan dengan bagian tengahnya.
Polipropilena mempunyai tegangan (tensile) yang rendah, kekuatan benturan
(impact strength) yang tinggi dan ketahan yang tinggi terhadap pelarut organik.
Polipropilena juga mempunyai sifat isolator yang baik mudah diproses dan
sangat tahan terhadap air karena sedikit menyerap air dan sifat kekakuan yang
tinggi. Seperti polyolefin lain, polipropilena juga mempunyai ketahanan yang
sangat baik terhadap bahan kimia anorganik non pengoksidasi, deterjen, alkohol
dan sebagainya. Tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi
seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida. Sifat kristalinitasnya yang tinggi
menyebabkan daya regangannya tinggi, kaku dan keras (Sriyanto,2016).
Polypropilena (PP) adalah sebuah polimer termoplastik yang dibuat oleh
industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya adalah untuk
kantong plastik, gelas plastik, ember dan botol. Polypropylene bersifat lebih
tahan panas, keras, fleksibel dan dapat tembus cahaya. Polypropilena dapat
mengalami degradasi rantai saat terkena radiasi ultra ungu dari sinar matahari
(Nugraha, 2013).
Polipropilena merupakan salah satu jenis plastik termoplastik.
Polipropilena memiliki sifat sangat kaku, mempunyai berat jenis terendah
diantara termoplastik yang dikenal dan bersifat tahan terhadap bahan kimia,
asam, basa, juga memiliki permukaan yang licin, kekuatan regang yang besar,
ketahanan terhadap gesekan dan mempunyai sifat isolator. Polipropilena dibuat
dari hasil reaksi polimerisasi monomer propilena yang berasal dari nafta dengan
proses perengkahan minyak bumi. Propilena ini diolah dengan teknologi yang
sangat tinggi sehingga menghasilkan jenis plastik yang baik dan bermutu
(Arlofa,2017).
Sifat fisik dan mekanik suatu polimer sangat bergantung pada struktur
molekul polimer. Struktur ataktik pada polipropilena dapat dilihat dengan
Nuclear Magnetic Resonance (NMR) atau dengan menggunakan prinsip
kelarutan untuk mencari persen taktisitas. Taktisitas didalam polipropilena
menjadi salah satu parameter utama dalam analisis polipropilena karena nilai
ataktik dalam polipropilena akan berpengaruh terhadap sifat fisik polipropilena
yaitu semakin tinggi nilai ataktiknya maka polipropilena akan semakin lentur
sehingga mengurangi nilai kuat tekan dan kuat tariknya (Arlofa, 2017).
Menurut Rijani (2015) mengatakan bahwa polipropilena biasanya
digunakan dalam pembuatan botol minuman, kotak makanan, dan wadah
penyimpanan makanan lainnya yang dapat dipakai berulang-ulang. Bahan ini
merupakan jenis plastik terbaik yang bisa digunakan sebagai kemasan makanan
dan minuman, karena mampu mencegah terjadinya reaksi kimia dan tahan
terhadap panas.

Gambar Logo Polipropilena

Nilai kalor dari plastik polipropilena ditunjukkan pada tabel berikut:


Tabel Nilai Kalor Plastik dan Bahan Lainnya

(Sumber : Rijani, 2015)


D. Pirolisis
Pirolisis, juga berarti thermolysis (Greek: pur = api; thermos = hangat;
luo = longgar), adalah suatu proses dekomposisi kimia dan termal, yang pada
umumnya membentuk molekul yang lebih kecil. Secara bahasa, istilah
thermolysis lebih cocok daripada pirolisis, karena kata "api" menunjukkan
adanya oksigen. Padahal, pada sebagian besar proses pirolisis, digunakan
udara yang bebas oksigen, untuk alasan kualitas, yield, dan safety. Pirolisis
dapat dilakukan pada berbagai level suhu, waktu reaksi, tekanan, dan dengan
adanya katalis atau tidak.
Pirolisis plastik dapat berlangsung pada suhu rendah (<400oC), sedang
(400-600oC) atau tinggi (>600oC). Kondisi tekanan biasanya pada tekanan
atmosfer (1atm). Tekanan subatmosfer (vakum) biasanya digunakan jika
produk yang diinginkan tidak stabil secara termal, contohnya pada proses
repolimerisasi, pirolisis karet dan stirena.
Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui proses
pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau reagen lainnya, di mana material
mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas. Pirolisis
adalah kasus khusus termolisis. Pirolisis ekstrem, yang hanya meninggalkan
karbon sebagai residu, disebut karbonisasi (Rijani,2015).

Gambar Pirolisis dan Destilasi Sederhana


(Sumber : Rijani,2015)
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan
kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap
(volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga
menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan.
Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode
termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan massa Penerapan
proses didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing
komponen akan menguap pada titik didihnya (Rijani, 2015).
1. Kondisi Operasi Pirolisis
a. Komposisi Bahan
- Konservasi massa mengatakan bahwa produk pirolisis terdistribusi
ke dalam tiga fase, gas, liquid, dan solid, terdiri dari elemen - elemen
yang sama dengan raw materialnya dan jumlahnya relatifnya tetap.
Elemen - elemennya terdistribusi selama proses pirolisis, hidrogen
dan klorin lebih banyak menjadi fase gas, sedangkan karbon banyak
terdapat di arang (fase solid).
- Terdapat hubungan yang nyata antara struktur polimer dengan
produk pirolisis primernya, produk primer dari pemutusan ikatan
kemudian mengalami penataan ulang molekul - molekul dan radikal
bebas. Tentunya, reaksi sekunder benar - benar terjadi dan secara
bertahap mengkonversi produk primer menjadi lebih stabil, dan tidak
reaktif. Oleh karena itu, distribusi produk tergantung pada waktu,
kecepatan pemutusan ikatan dan proses selanjutnya. Sebagai
akibatnya, Pemutusan ikatan lebih mudah pada suhu tinggi.
b. Suhu adalah variabel operasi terpenting, karena ini menentukan baik
kecepatan dekomposisi termal dan stabilitas raw material dan produk
reaksi. Suhu tinggi (>600 oC) dan kondisi operasi vakum
menghasilkan produk gas-gas sederhana, suhu rendah dan tekanan
tinggi menghasilkan produk yang lebih viscous, rate pirolisis yang
tinggi, kecenderungan membentuk arang, lebih banyak produk
sekunder, dan dehidrogenasi. Pirolisis untuk sebagian besar plastik,
mulai terjadi pada suhu sekitar 300 oC dan untuk thermosensitive resin
bahkan pada suhu lebih rendah, contohnya vinyl-based polymer.
Permulaan dari reaksi pirolisis sangat dipengaruhi oleh adanya zat
aditif, seperti stabilizer, plasticizer, dan pigments. Dalam kebanyakan
proses, temperatur sedang (400- 500 oC) menghasilkan plastik dalam
wujud lelehan.
c. Waktu Reaksi
Waktu reaksi yang dibutuhkan pada prinsipnya ditentukan oleh
suhu reaksi. Pembentukan produk primer seperti monomer, biasanya
pada waktu tinggal yang pendek, sementara untuk pembentukan
produk - produk yang stabil secara termodinamika (H2, CH4, senyawa
aromatik, karbon), membutuhkan waktu yang lama. Tekanan rendah
(vakum) menghasilkan produk primer berupa monomer, sementara
tekanan tinggi menghasilkan produk fraksi liquid kompleks.
d. Tipe Reaktor
Pemilihan tipe reaktor utamanya didasarkan pada pertimbangan
teknis, transfer panas, dan kemudahan untuk karakterisasi feed dan
residunya. Dalam beberapa proses yang diusulkan, polimer pertama -
tama dilarutkan dalam suatu bath berisi lelehan polimer atau wax, atau
didispersikan ke dalam salt bath, untuk mengurangi viskositas dari
lelehannya. Proses yang lain menganjurkan penggunaan reaktor
dengan properties heat transfer dan pencampuran yang bagus, reaktor
fluidized bed termal atau catalytic. Kenaikan suhu mempunyai
pengaruh terhadap properti termodinamika nya, seperti relative
stability berbagai produknya dan juga pada kondisi fisik dan kinetik
dari campuran yang bereaksi. Suhu dan kecepatan pemanasan yang
tinggi, tekanan operasi yang rendah, dan waktu tinggal yang singkat,
menghasilkan produk primer yang kurang stabil. Sebaliknya, waktu
tinggal yang lama menghasilkan produk yang lebih stabil. Di
Hamburg, proses pirolisis yang dikerjakan oleh professor kaminsky
dan professor sinn, kondisi diatur sedemikian rupa sehingga apapun
feed nya, akan diperoleh produk berupa aromatik.
2. Dekomposisi Pada Pirolisis dan Produknya
Dekomposisi pada pirolisis umumnya dibagi berdasarkan pola
reaksi yang terutama ditentukan oleh struktur molekul dan kehadiran
katalis. Tabel menyajikan hasil pirolisis, dan dekomposisi yang terjadi
sesuai dengan resinnya.
Tabel Polimer resin, produk utama, dan macam dekomposisi
pada pirolisis:
Resin Dekompos Produk pada Produk pada
isi yang suhu rendah suhu tinggi
terjadi
PE Random Waxes , Gasses and
chain paraffin oils, light oils
rupture a-olefins
PP Random Vaseline, Gasses and
chain olefins light oils
rupture
PVC Eliminasi HCl (<300 o Toluena (>300
HCl dari benzene oC)
rantai,
dehidroge
nasi, dan
pembentu
kan rantai
siklik
PS Kombinas Stirena dan Stirena dan
i dari oligomernya oligomernya
unzipping
dan chain
rupture ,
untuk
membentu
k
oligomers
PMM Unzipping MMA MMA dalam
A jumlah lebih
sedikit,
dekomposisi
lebih lanjut
PTFE Unzipping Monomer TFE
PE Transfer Asam benzoat dan vinyl
β- terephthalate
hidrogen,
penataan
ulang dan
dekarboksi
lasi
PA-6 Unzipping Caprolactam
(Sumber : Rijani, 2015)
Poliolefin, terutama PP dan PE, yang merupakan komoditas utama
plastik, terdekomposisi menjadi parafin dan olefin. Distribusi massa molekul
dan rasio parafin terhadap olefin menurun dengan meningkatnya suhu dan
lama waktu reaksi. Polistirena PS terutama menghasilkan stirena, dan
oligomernya, dimer dan trimer. Campuran PS + PE terdekomposisi dalam
pengaruh PS, dengan produk pirolisis yang lebih jenuh, PE bertindak sebagai
penyedia hidrogen. Dekomposisi PE sedikit dipercepat dengan kehadiran PS.
PET terdekomposisi melalui transfer β-hidrogen, penataan ulang, dan
dekarboksilasi, dengan produk utama asam benzoat dan vinil terephthalate
(Rijani, 2015).
Pirolisis yaitu pemanasan pada kondisi bebas oksigen. Dalam proses
pirolisis komponen organik dalam bahan dapat menghasilkan produk cair dan
gas, yang dapat berguna sebagai bahan bakar atau sumber bahan kimia.
Bahan-bahan anorganik tetap praktis tidak berubah dan bebas dari bahan
organic mengikat, sehingga logam dapat dipisahkan dan padat yang tersisa
dapat digunakan kembali atau sebagai pilihan terakhir, akan menjadi limbah
untuk dikubur. Proses pirolisis adalah teknik daur ulang terutama cocok untuk
limbah yang mengandung plastik berbeda-beda dan bahan lainnya (Nugraha,
2013).
Pirolisis merupakan salah satu pengolahan sampah yang dapat
mengurangi berat dan volume sampah, serta menghasilkan produk yang lain,
antara lain:
- Gas yang mengandung nilai kalori rendah hingga sedang, sehingga dapat
digunakan untuk bahan bakar alternatif;
- Char/residu hasil pembakaran sampah yang mengandung nilai kalori tinggi,
dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif;
- Wax yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif dan merupakan
sumber dari bahan kimia, selain itu juga proses tersebut akan menghasilkan
air yang mengandung bahan-bahan organik (Rachmawati, 2015).

Metode pirolisis dapat digunakan untuk mengolah sampah yang


berasal dari rumah tangga, seperti: sampah campuran/makanan, sampah buah
dan sayur, sampah kertas, sampah plastik, dan sampah tekstil. Pengolahan
sampah dengan pirolisis rata-rata menghasilkan 52,2% wax, 25,2%
char/residu, 22,6% gas. Cairan yang dihasilkan dari proses pirolisis
merupakan campuran kompleks senyawa organik antara lain stirena, etil-
benzena, toluena, dan lain-lain. Proses pirolisis menghasilkan padatan yang
mengandung char/residu dan bahan anorganik yang terkandung dalam bahan
baku. Selain itu, pirolisis menghasilkan gas yang terdiri dari hidrokarbon, CO
dan CO2 yang memiliki nilai kalor yang tinggi (Rachmawati, 2015).
Pirolisis atau devolatilisasi adalah proses fraksinasi material oleh
suhu. Proses pirolisis dimulai pada temperatur sekitar 230 °C, ketika
komponen yang tidak stabil secara termal, dan volatile matters pada sampah
akan pecah dan menguap bersamaan dengan komponen lainnya. Produk cair
yang menguap mengandung tar dan polyaromatic hydrocarbon. Produk
pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas (H2, CO, CO2, H2O, dan
CH4), tar (pyrolitic oil), dan arang. Parameter yang berpengaruh pada
kecepatan reaksi pirolisis mempunyai hubungan yang sangat kompleks,
sehingga model matematis persamaan kecepatan reaksi pirolisis yang
diformulasikan oleh setiap peneliti selalu menunjukkan rumusan empiris yang
berbeda. Selain itu, plastik merupakan polimer yang berat molekulnya tidak
bisa ditentukan, ataupun dihitung. Karena itu, kecepatan reaksi dekomposisi
didasarkan pada perubahan massa atau fraksi massa per satuan waktu. Produk
pirolisis selain dipengruhi oleh suhu dan waktu, juga oleh laju pemanasan.
Perengkahan sampah plastik jenis polipropilena dari kemasan air mineral
dalam reaktor pirolisis terbuat dari stainless steel, dilakukan pada temperatur
475C dengan dialiri gas nitrogen (100 mL/menit) (Wicaksono, 2017).
Pirolisis plastik dengan bahan baku 40% PE, 35% PP, 18% PS, 4%
PET dan 3% PVC telah dilakukan oleh A.Lopez dkk. Yang menghasilkan
produk minyak 78.1% C5-C9, 7.4% C10-C13, 8.5% C13+ pada suhu 4600.
Dari hasil tersebut terlihat bahwa produk terbesar pirolisis plastik tersebut
adalah C5-C9 yang merupakan komponen dasar penyusun Gasoline/bensin
(Nugraha, 2013).

E. Katalis Al2O3
1. Alumina (Al2O3)
Alumina merupakan material yang sangat penting untuk diaplikasikan
sebagai katalis atau penyangga katalis pada berbagai proses seperti pemurnian
minyak bumi, reaksi Claus dan pengendaliemisi otomotif. Hal ini dikarenakan
gabungan karakteristiknya yaitu memiliki luas permukaan yang besar dan
active sites pada permukaannya (Maryani, 2014).
Alumina merupakan oksida dari aluminium yang banyak digunakan
sebagai katalis, terutama pada reaksi perengkahan. Alumina sangat cocok
digunakan untuk kondisi operasi yang sangat tinggi karena mempunyai luas
permukaan yang sangat besar dan titik leleh yang tinggi sebesar 2318◦C.
Alumina juga mempunyai sifat yang relatif stabil, mudah dibentuk, hantaran
listriknya rendah, struktur porinya besar dan relatif kuat secara fisik. Alumina
dapat dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan. Dimana partikel
alumina dikalsinasi pada temperatur tinggi. Pemanasan pada 2100◦C akan
memberikan bentuk α, sedangkan pemanasan lebih dari 2100◦C akan
memberikan bentuk γ. Industri katalis mempunyai spesifikasi untuk sifat-sifat
yang harus dimiliki oleh alumina sebagai pendukung katalis. γ-Al2O3
merupakan pendukung katalis yang umum karena harganya relatif murah,
stabil pada suhu tinggi dan dapat dibuat dengan pori-pori yang bervariasi. γ-
alumina banyak dipakai sebagai katalis maupun pendukung katalis dalam
reaksi dehidrasi dan dehidrogenasi alkohol. Keaktifan dan kereaktifan katalis
heterogen ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain adalah luas permukaan
katalis padatan, volume dan besarnya pori serta distribusi sisi aktif. γ- alumina
banyak digunakan sebagai katalis dan pendukung katalis, karena selain
memiliki luas permukaan yang besar (150-300 m2/g) juga memiliki sisi aktif
yang bersifat asam dan basa (Miskah,Dkk.2016).
Zeolit alam dapat digunakan sebagai bahan pengemban logam aktif
untuk katalis. Zeolit alam di Indonesia banyak mengandung silika alumina
amorf dan kristal mordenit, yang dengan cara aktivasi dan modifikasi zeolit
akan mempunyai aktivitas kerja yang baik untuk proses perengkahan.
Keuntungan zeolit sebagai pengemban ini dikarenakan zeolit mempunyai
struktur berpori, mempunyai luas permukaan yang tinggi, harganya murah,
serta mudah diperoleh. Pengembanan logam transisi pada zeoli mempunyai
tujuan untuk memperbanyak jumlah situs aktif (active site). Keadaan seperti ini
diharapkan pada saat proses konversi, kontak antara reaktan dengan katalis
diharapkan akan semakin besar, sehingga reaksi akan berjalan dengan cepat
dan produk cepat terbentuk. Adapun tujuan lain digunakannya pengembanan
ion logam adalah untuk mengatur jumlah logam yang dibutuhkan dan
meningkatkan aktivitas katalis agar dapat bekerja dengan baik (Andarini,
2011).
2. Pengertian Katalis
Katalis merupakan zat yang dapat mempercepat reaksi mencapai
kesetimbangan. Tanpa katalis reaksi akan berlangsung lama dan akan
membutuhkan energi dan biaya produksi lebih besar. Penggunaan katalis asam
cair pada produksi biodiesel seperti asam sulfat memerlukan
temperatur tinggi dan waktu yang lama. Ada beberapa keuntungan
menggunakan katalis asam sebagai pengganti katalis basa yaitu: jika minyak
nabati mengandung asam lemak bebas >1%, katalis basa akan rusak (tidak
stabil), sedangkan katalis asam akan tetap efektif. Penggunaan katalis fasa cair
baik basa maupun asam menyebabkan proses pemisahan dari produk lebih
sukar. Selain itu, penggunaan katalis ini hanya sekali saja tidak bisa berulang-
ulang. Penggunaan katalis asam dan basa cair dilaporkan dapat menyebabkan
terganggunya lingkungan. Penelitian ini menggunakan katalis asam padat yaitu
Al2O3. Pemilihan material katalis ini didasari pada dugaan bahwa sifat dari
oksida-oksida tersebut sangat asam, sehingga efektif digunakan untuk
transesterifikasi minyak nabati menjadibiodiesel. Selain itu oksida-oksida ini
memilikiluas permukaan yang besar. Katalis ZrO2/Al2O3 dibuat melalui
proses impregnasi senyawa ZrOCl2.8H2O (Merck) dengan γ-Al2O3. Kedua
senyawa dengan jumlah tertentu sesuai dengan variasi persentase Zr yang
digunakan (2, 5, 15 dan 20 wt%) dicampur dengan aquadest dan diaduk dengan
menggunakan magnetic stirrer selama 6 jam. Campuran selanjutnya
dikeringkan dalam oven pada temperatur 110oC selama 12 jam dan dilanjutkan
dengan kalsinasi dalam reaktor pipa dengan mengalirkan udara pada
temperatur 500oC selama 5 jam. Katalis yang terbentuk dikarakterisasi dengan
metoda XRD untuk identifikasi komponenkomponen dalam katalis. Analisis
ini dilakukan dengan menggunakan Lab-X serie 6000 Shimadzu (Syamsuddin,
2010).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dapat disimpulkan
bahwa katalis Ni/γ-Al2O3 dapat digunakan untuk reaksi hidrogenasi senyawa
turunan furfural hasil kondensasi dengan aseton (Rahman, 2015). Katalis asam
padat alumina merupakan alumina transisi yang terdiri dari berbagai jenis
seperti θ-alumina, δ-alumina, η-alumina, dan -alumina. Diantara beberapa
jenis transisi alumina tersebut, -alumina (-Al2O3) merupakan jenis transisi
alumina yang yang paling sering digunakan baik sebagai katalis langsung
maupun sebagai pengemban katalis. Keunggulan γ-Al2O3 sebagai pengemban
katalis adalah luas area permukaanya yang besar serta porositasnya yang
bersifat well-defined. Karakter keasaman γ-Al2O3 dengan keberadaan
bersamasitus asam/basa di permukaan juga telahmenjadikan γ-Al2O3 menarik
untuk dimanfaatkan sebagai pengemban katalis. Oleh karena itu untuk
mendapatkan produk isopulegol dengan kuantitas dan selektivitas yang tinggi,
γ-Al2O3 dipilih sebagai katalis pengemban untuk asam Lewis ZnBr2 dalam
siklisasi sitronelal menjadi isopulegol. Hal ini yang mendorong dilakukannya
sintesis katalis ZnBr2/γ- Al2O3 (Iftitah, 2013).
Suatu katalis dapat ditingkatkan kinerjanya dengan menambahkan suatu
penyangga katalis. Penyangga katalis yang digunakan disini adalah γ-Al2O3.
Gamma alumina (γ-Al2O3) digunakan sebagai penyangga katalis karena
memiliki luas permukaaan yang besar (150-300 m2/g) juga memiliki sisi aktif
yang bersifat asam dan basa yang bersifat amfoter dengan kekuatan yang
berbeda tergantung dari cara pembuatanya. Selain itu, γ-Al2O3 memiliki
fungsi utama yaitu menyediakan area permukaan untuk komponen aktif yang
bertujuan untuk memperluas kontak antara inti aktif dan reaktan tanpa
mengurangi aktivitas instrinsik fasa aktif (Aziz, 2016).
Katalis homogen dapat bekerja spesifik dan tidak membutuhkan
temperatur dan tekanan tinggi, sulit dipisahkan dari campurannya. Sehingga
penggunaan katalis heterogen lebih menguntungkan karena mudah dipisahkan
dari campurannya, bersifat multifungsi, dan efektif sehingga dapat memenuhi
kaidah dan prinsip “Green Chemistry”. Katalis asam padat alumina merupakan
alumina transisi yang terdiri dari berbagai jenis. Salah satu jenisnya. adalah γ-
Al2O3 yang merupakan jenis transisi alumina yang paling sering digunakan,
baik sebagai katalis langsung maupun pengembanpada penelitian ini dilakukan
karakterisasi katalis heterogen Cu/ZnBr2/γAl2O3 untuk reaksi hidrogenasi
terhadap sitronelal (Purwonugroho, 2014).
Preparasi katalis Cu/ZnO/Al2O3 dilakukan dengan metode impregnasi.
Garam Cu(NO3).3H2O dan Zn(NO3)2.6H2O masing- masing ditimbang
dengan perbandingan tertentu lalu ditambahkan sejumlah akuades dan diaduk
selama 1 jam dengan menggunakan pengaduk magnetik. Campuran tersebut
diimpregnasi dengan penyangga γ- Al2O3 dan diaduk selama 4 jam. Sampel
dikeringkan dalam oven pada temperatur 110oC selama 12 jam dan dilanjutkan
dengan kalsinasi pada temperatur 500oC selama 5 jam dalam reaktor dengan
mengalirkan udara pada laju alir 25 mL/menit (Tanaka dkk., 2003). Katalis
hasil sintesa sebagian dikarakterisasi dan sebagian lagi disimpan dalam
desikator sebelum digunakan untuk reaksi (Syamsuddin, 2008).
Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang
melimpah. Bahan-bahan alami yang siap diolah banyak tersedia di negeri ini.
Mulai dari minyak, gas, tanah, dan berbagai bahan mineral lain. Tidak
terkecuali bahanbahan oksida seperti yang sering diaplikasikan pada teknologi
yang semakincanggih di jaman sekarang, seperti Al2O3, SiO2, TiO2, MgO,
dan ZnO. Aluminium oksida (Al2O3 atau alumina) tergolong salah satu jenis
keramik oksida atau keramik teknik yang aplikasinya cukup luas, misalnya di
bidang elektronik, termal, kimia katalis dan mekanik.
Alumina merupakan polimorfi, yang berdasarkan struktur kristalnya
dapat digolongkan menjadi γ-alumina, β-alumina, δ-alumina, θ-alumina,
κalumina, Ҳ-alumina dan α-alumina Al2O3 atau disebut korundum.
1. Sebagai bahan paling tahan suhu tinggi yang berkisar sampai temperatur
1700, juga merupakan material yang sangat keras dan kuat sehingga sering
dipakai sebagai bahan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat.
Di samping itu, konduktivitas listriknya sangat rendah sehingga cocok
digunakan sebagai bahan isolator listrik
2. Alumina terdiri dari alumina murni dan tidak murni, Tujuh modifikasi
kristal dari alumina mendekati anhidrat dari pemanasan hidrat, alumina
murni dikategorikan sebagai α~, γ~, δ~, η~, ~ ,κ~ , dan χ-alumina. Untuk
alumina tidak murni adalah ~ dan -alumina. Berbagai macam alumina
diatas memiliki struktur η~ alumina berbentuk kubik, γ~, δ~,~ alumina
berbentuk spinel dan κ~ alumina tidak kubik (Wardani, 2014).

Alumina (Al2O3) merupakan salah satu material keramik yang paling


banyak penggunaanya sebagai katalis,support katalis (Alviany, 2018).
Aluminium merupakan unsur yang sangat reaktif sehingga mudah teroksidasi.
Karena sifat kereaktifannya maka Aluminium tidak ditemukan di alam dalam
bentuk unsur melainkan dalam bentuk senyawa baik dalam bentuk oksida
alumina maupun silikon. Sumber Aluminium yang sangat ekonomis adalah
bauksit. Bauksit adalah biji yang banyak mengandung Alumina (Al2O3) yakni
30 - 60 % serta 12 - 30 % adalah air. Makin banyak oksida besi yang
mengotori maka akan semakin gelap warnanya (Hakim, 2017).
Dalam penelitian ini dikembangkan penggunaan katalis basa heterogen
Ca/γAl2O3, yaitu katalis padat basa (CaO) yang disupport oleh katalis alumina
(γ-Al2O3). Katalis alumina (γ-Al2O3) banyak digunakan sebagai support
untuk memproduksi biodiesel karena memiliki performance porositas tinggi,
stabilitas mekanik dan thermal untuk reaksi esterifikasi maupun
transesterifikasi.
Menurut Mahfud (2016) katalis heterogen basa memiliki banyak
kelebihan, antara lain:
a. Stabil pada suhu tinggi,
b. Dapat diregenerasi sehingga biaya produksi rendah,
c. Proses pemisahan sangat mudah,
d. Waktu pemisahan lebih cepat dan lebih ramah lingkungan

Alumina adalah penyangga yang paling banyak digunakan karena


harganya yang tidak mahal, stabil secara struktur dan dapat dipreparasi dengan
ukuran pori dan distribusi pori yang bervariasi. Katalis komersial yang tersedia
dengan luas permukaan dari 100 hingga 600 m2 /g adalah alumina nonporos.
Alumina mempunyai beberapa sifat, antara lain :
a. relatif stabil pada suhu tinggi,
b. mudah dibentuk,
c. memiliki titik leleh yang tinggi,
d. struktur porinya yang besar
e. relatif kuat secara fisik.

Karateristik ini menyebabkan alumina digunakan sebagai adsorben,


katalis, dan pendukung katalis. Biasanya alumina dipreparasi melalui dehidrasi
berbagai aluminium hidroksida, bahkan jika bentuk dari hidroksidanya
merupakan gel, sudah dapat dikonversi menjadi bentuk kristalin dengan cara
heating. Bentuk kristalin khusus yang diperoleh bergantung pada cara yang
kompleks pada waktu temperatur-lingkungan dimana hidroksida diletakkan,
dan hal ini cukup susah untuk dikontrol, khususnya pada skala besar. Alumina
untuk penggunaan sebagai penyangga adalah alumina transisi. γ Al2O3 adalah
material yang paling diminati karena memiliki luas area yang besar dan relatif
stabil pada interval temperatur pada sebagian besar reaksi katalitik. Dahulu, α-
Al2O3 juga diminati karena memiliki keasaman yang lebih tinggi daripada γ-
Al2O3 sehingga dapat menjadi support yang sangat berguna untuk reaksi
catalytic reforming (Sinaga, 2011).
Daftar Pustaka

Arlofa, N dan Hendro, H. 2017. Perbandingan Analisis Gugus Ataktik pada


Polimer Polipropilena Dengan Metode Gravimetri dan Fourier Transform
Infra Red (FTIR). Seminar Nasional Riset Terapan.
Rachmawati,Q dan Welly, H .2015. Pengolahan sampah secara pirolisis dengan
variasi rasio komposisi sampah dan jenis plastik. Jurnal teknik ITS. 4 (1) : D-
27.
Wicaksono, M.A dan Arijanto. 2017. Pengolahan sampah plastik jenis pet
(polyethilene perepthalathe) menggunakan metode pirolisis menjadi bahan
bakar alternatif. Jurnal Teknik Mesin S-1. 5 (1) : 10.
Nugraha, dkk. 2013. Pembuatan Fuel dari Liquid Hasil Pirolisis Plastik
Polipropilen Melalui Proses Reforming Dengan Katalis NiO/Γ-Al2O3.
JURNAL TEKNIK POMITS. 2 (2) : F-229.
Rijani, M dan Rangkuli. 2015. Konversi Plastik Polipropilena Menjadi Bahan
Bakar Minyak. Seminar Nasional Cendekiawan.
Sriyanto. 2016. Study sifat fisis dan mekanis bahan polipropilena pada produk
penutup spion sepeda motor merk a dan merk b. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Maryani,dkk. 2014. Sintesis Dan Karakterisasi –Alumina Nanofiber Dari Kaolin
Melalui Metode Pengarahan Struktur Fiber Menggunakan Surfaktan.
Research And Development On Nanotechnology In Indonesia, Vol.1, No.1,
Issn : 2356-3303.
Miskah,Dkk. 2016. Pengaruh Penggunaan Katalis Cu-Al2o3 TerhadapPembuatan
Bahan Bakar Cair Dari Bahan Ldpe Dan Pet. Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol.
22.
Andarini. 2011. Studi Aktivitas Katalis Ni(Ii)/H5nza Dan Co(Ii)/H5nza Pada
Perengkahan Katalitik Metil Ester Jatropha. Jurnal Ilmu Dasar Vol. 12 No. 1
Rahman. 2015. Studi Reaksi Hidrogenasi Senyawa Turunan Furfural
Menggunakan Katalis Ni/Γ-Al2o3. Kimia Student journal. Vol.1 , No. 1.
Iftitah. 2013. Karakterisasi Dan Aktivitas Katalitik Berbagai Variasi
KomposisiKatalis Ni Dan Znbr2 Dalam Γ-Al2o3 Untuk Isomerisasi Dan
Hidrogenasi (R)-(+)-Sitronelal. Jurnal Mipa. 36 (1).
Aziz. 2016. Pembuatan Katalis Asam (Ni/Γ-Al2o3) Dan Katalis Basa (Mg/Γ-
Al2o3) Untuk Aplikasi Pembuatan Biodiesel Dari Bahan Baku Minyak
Jelantah. Jurnal Kimia Valensi: Jurnal Penelitian Dan PengembanganIlmu
Kimia, 2(1.)
Purwonugroho. 2014. Karakterisasi Katalis Cu/Znbr2/Γ-Al2o3 Untuk Hidrogenasi
Sitronelal. Kimia Student Journal. Vol. 1, No. 2.
Syamsuddin. 2008. Hidrogenasi Co2 Menjadi Metanol Dengan Menggunakan
Katalis Zeolit Alam, Zeolit Sintesa Zsm-5 Dan Katalis Sintesa
Cu/Zno/Al2o3. Jurnal Purifikasi. Vol. 9, No. 1.
Syamsuddin. 2010. Pembuatan Katalis Padat Zro2/Al2o3 Untuk Produksi
Biodiesel Dari Minyak Jarak. Jurnal Rekayasa Kimia Dan Lingkungan Vol.
7, No. 3, Hal. 112-117.
Wardani. 2014. Identifikasi Fasa Pada Sintesis Al2o3 Dengan Metode Logam-
Terlarut Asam. Jurnal Sains Dan Seni Pomits. Vol. 3, No.2.
Hakim. 2017. Pemanfaatan Limbah Aluminium Foil Untuk Produksi Gas
Hidrogen Menggunakan Katalis Natrium Hidroksida (Naoh). Jurnal
Teknologi Kimia Unimal 6 (1).
Alviany. 2018. Proses Produksi Katalis -Al2o3 Menggunakan Metode
Impregnasi. Jurnal Teknik Kimia.12 (2).
Mahfud. 2016. Studi Kinetika Reaksi Transesterifikasi Minyak Kelapa Dengan
Katalis Ca/Γ-Al2o3 Menggunakan Microwave. Jurnal Esdm. Volume 8,
Nomor 1.
Sinaga. 2011. Preparasi, Karakterisasi, Dan Uji Reaksi Katalis Nano Nio/Al2o3
Untuk Sintesis Bahan Bakar Bio Non Ester Dari Minyak Jarak Melalui
Pirolisis Berkatalis. Skripsi. Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia :
UI.
AbidinZ, Sugeng T.A, Arijanto.2017.Pengujian Alat Pengolah
Limbah Plastik Jenis Ps (Polystyrene) Menjadi Bahan
BakarAlternatif.Jurnal Teknik Mesin S-1, Vol. 5, No. 2, Hal.
100-10.
GunawanR,Syarfi D, Elvi Y. 2017. Pengaruh Suhu Dan Variasi Rasio
Plastik Jenis Polypropylene Dan PlastikPolytyrene Terhadap Yield
Dengan Proses Pirolisis.Jom FTEKNIK, Vol.4,No.2
Marnoto T, Endang S. 2012. Tinjauan Kinetika Pyrolysis Limbah
Polystiren.Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan”Pengembangan Teknologi Kimia Untuk
Pengolahan Sumber Daya Alam
Indonesia.ISSN: 1693-4393
Yuriandala Y,Siti, Harwin S. 2016. Pirolisis Campuran
SampahPlastik Polistirena Dengan Sampah PlastikBerlapisan
Aluminium Foil (Multilayer).Jurnal Sains Dan Teknologi
Lingkungan. Vol8, No Ha6l. 10-20p-ISSN:2085-1227 Dan E-
ISSN:2502-6119
Wahyudi E, Zultiniar, Edy S. 2016.Pengolahan Sampah
PlastikPolipropilena (PP) Menjadi BahanBakar Minyak
Dengan Metode Perengkahan KatalitikMenggunakan Katalis
Sintetis.Jurnal Rekayasa Kimia Dan Lingkungan. Vol. 11,
No.1, Hlm. 17 - 23, Juni 2016ISSN 1412-5064, E-ISSN 2356-
1661
Sari G.L.2017.Kajian Potensi Pemanfaatan Sampah PlastikMenjadi
Bahan Bakar Cair.Al-Ard: Jurnal Teknik Lingkungan Vol.3
No.1 –Hal (06-13).
Wasesa R.S, Nur H, Budi T. 2016. Pengolahan Sampah Plastik
Menjadi Bahan Bakar DenganAlat Pengolahan Sampah Plastik
Fixed-Bed Reaktor,Dua Kondensor.Keslingmas.Vol. 35 Hal.
152-277
Praputri E, Dkk. 2016.Pengolahan Limbah Plastik
PolypropyleneSebagai Bahan Bakar Minyak (BBM) Dengan
Proses Pyrolysis.Seminar Nasional Teknik Kimia – Teknologi
Oleo Petro Kimia IndonesiaPekanbaru, Indonesia. Hal 159-
168.ISSN : 1907-0500
Mustofa D.K,FuadZ. 2014. Pirolisis Sampah Plastik Hingga Suhu
900oC Sebagai UpayaMenghasilkan Bahan Bakar Ramah
Lingkungan.Simposium Nasional Rapi XIII. ISSN 1412-9612
Salamah S, Maryudi. 2016. Pirolisis Sampah Sterofoam Dengan
Katalis Ni/Silika.Simposium Nasional Teknologi Terapan
(SNTT). Hal 350-355.ISSN : 2339-028x

Anda mungkin juga menyukai