Anda di halaman 1dari 9

Plastik dan masterbatch

2.1 Plastik Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebabkan polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer yang tersusun sambungmenyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Proses polimerisasi yang menghasilkan polimer berantai lurus mempunyai tingkat polimerisasi yang rendah dan kerangka dasar yang mengikat antar atom karbon dan ikatan antar rantai lebih besar daripada rantai hidrogen. Bahan yang dihasilkan dengan tingkat polimerisasi rendah bersifat kaku dan keras (Flinn dan Trojan, 1975).

2.1.1 Polimerisasi plastik Pada umumnya proses polimerisasi (pembentukan polimer) dibagi menjadi dua cara, yaitu polimerisasi kondensasi, polimerisasi adisi. 2.1.1.1 Polimerisasi kondensasi Menurut M.A Cowd pada tahun 1991, polimerisasi kondensasi yaitu polimerisasi yang terjadi pada saat zat bermassa molekul rendah, dimana terjadi reaksi antara dua molekul bergugus fungsi banyak (molekul yang mengandung dua gugus fungsi atau lebih yang dapat bereaksi) dan terbentuk satu molekul besar bergugus fungsi banyak, disertai pemutusan molekul kecil (seperti air). Contohnya, jika campuran etanol (etil alkohol) dan asam etanoat (asam asetat) dipanasi bersama sedikit asam sulfat pekat, akan dihasilkan ester etil etanoat (etil asetat) yang disertai penyingkiran air, reaksinya sebagai berikut : CH3COOH + C2H5OH -----> CH3COOC2H5 + H2O

Reaksi berhenti sampai disini, karena tidak terdapat gugus fungsi yang dapat bereaksi (pada contoh ini gugus COOH dan -OH), akan tetapi, jika tiap molekul pereaksi mengandung dua atau tiga gugus fungsi, maka reaksi berikutnya dapat terjadi. Misalnya reaksi antara 2 monomer asam heksanadioat (asam adiapat) dan etana 1,2-diol : HOOC(CH2)4COOH + HO(CH2)2OH H2O Polimerisasi kondensasi hampir selalu berlangsung secara bertahap dengan reaksi antara pasangan gugus fungsi, sehingga terbentuk dimer, trimer, tetramer, dan seterusnya hingga terbentuk polimer. Polimer yang terbentuk mengandung kesatuan yang berulang : -----> HO(CH2)2COO(CH2)4COO(CH2)2OH +

[-O(CH2)2COO(CH2)4CO-]n Dengan demikian massa molekul nisbi bertambah secara bertahap selama reaksi berlangsung dan waktu rekasi lama jika diperlukan massa molekul polimer nisbi yang besar.

2.1.1.2 Polimerisasi Adisi Polimerisasi adisi adalah polimerisasi yang melibatkan reaksi rantai dan disebabkan oleh radikal bebas (partikel reaktif yang mengandung elektron tak berpasangan). Polimer penting yang dihasilkan melalui polimerisasi adisi adalah turunan etena berbentuk CH2=CHX atau CH2=CXY, yang disebut monomer vynil. Menurut F.W Billmeyer pada tahun 1984, tahap-tahap yang terjadi pada Polimerisasi adisi yang disebabkan oleh radikal bebas yaitu: 1. Inisiasi (tahap pemicuan) Reaksi pada proses inisiasi akan menghasilkan zat antara yang sangat reaktif dalam bentuk radikal bebas dan molekul monomer dinyatakan dengan CH2=CHx. Proses pemicuan radikal bebas dengan monomer dapat digambarkan sebagai berikut : R2 2.
----->

2R

Propagasi (tahap perambatan) Pada tahap ini terbentuk rantai radikal, dan dapat berturut-turut bereaksi dengan monomer sehingga memperbanyak rantai : Tahap ini berjalan terus menerus sampai suplai monomer habis.

3.

Terminasi (tahap pengakhiran) Tahap terminasi dapat tercapai dengan dua cara, yaitu :

Kombinasi atau Coupling Disproporsionasi

Transfer hidrogen menghasilkan dua bentuk akhir molekul jenuh dan tak jenuh. Terminasi Polistirena lebih banyak menggunakan cara kombinasi. Sedangkan Poly

(methylmethacrylate) menggunakan disproporsionasi.

2.1.2 Klasifikasi plastik Syarief et al., (1989) membagi plastik menjadi dua berdasarkan sifat-sifatnya terhadap perubahan suhu, yaitu:

a.

Termoplastik: meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan mempunyai sifat dapat balik (reversibel) kepada sifat aslinya, yaitu kembali mengeras bila didinginkan,

b.

Termoset: tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversibel). Bila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan yang tinggi tidak akan melunakkan termoset melainkan akan membentuk arang dan terurai karena sifatnya yang demikian sering digunakan sebagai tutup ketel, seperti jenis-jenis melamin. Plastik jenis termoset tidak begitu menarik dalam proses daur ulang karena selain sulit penanganannya juga volumenya jauh lebih sedikit (sekitar 10 %) dari volume jenis plastik yang bersifat termoplastik (Moavenzadeh dan Taylor, 1995). Banyak macam plastik yang digunakan dalam pembuatan produk baik kemasan maupun kebutuhan lainnya, misalnya: polietilen, polipropilen, polistiren, poliamida, polisulfon, poliester, poliuretan, polikarbonat, polivinilklorida, polifenilinoksida,

polivinilasetat, poliakrilonitril dan melamin formaldehid. Plastik diatas dapat digunakan dalam bentuk lapis tunggal, ganda maupun komposit, dengan demikian kombinasi dari berbagai ragam plastik dapat menghasilkan ratusan jenis kemasan atau produk lainnya (Crompton, 1979). Namun, hanya ada tujuh buah kelompok tanda pengenal jenis plastik yang berkaitan dengan jenis bahan dan dampak pemanfaatannya bagi manusia. Perlu diketahui bahwasanya secara internasional telah diatur kode untuk kemasan plastik, kode ini dikeluarkan oleh The Society of Plastic Industry pada tahun 1988 di Amerika Serikat dan diadopsi pula oleh lembaga-lembaga yang mengembangkan sistem kode, seperti ISO (International Organization for Standardization). Adapun tanda (kode) pengenal plastik ditunjukkan pada gambar di bawah ini :

Simbol dengan angka 1 Polyethylene Terphthalate, angka 2 untuk High Density Polyethilene, angka 3 untuk vinyl, angka 4 untuk Low Density Polyethilene, angka 5 untuk polipropylene, angka 6 untuk polystyrene, angka 7 untuk jenis plastik yang lainnya.

2.1.3 Manfaat dan kerugian plastik Kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan yaitu sifatnya kuat tapi ringan, inert, tidak karatan dan bersifat termoplastik (heat seal) serta dapat diberi warna. Kelemahan bahan ini adalah adanya zat-zat monomer dan molekul kecil lain yang terkandung dalam

plastik yang dapat melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas (Winarno, 1994). Berbagai jenis bahan kemasan lemas seperti misalnya polietilen, polipropilen, nilon poliester dan film vinil dapat digunakan secara tunggal untuk membungkus makanan atau dalam bentuk lapisan dengan bahan lain yang direkatkan bersama, kombinasi ini disebut laminasi. Sifat-sifat yang dihasilkan oleh kemasan laminasi dari dua atau lebih film dapat memiliki sifat yang unik. Contohnya kemasan yang terdiri dari lapisan

kertas/polietilen/aluminium foil/polipropilen baik sekali untuk kemasan makanan kering. Lapisan luar yang terdiri dari kertas berfungsi untuk cetakan permukaan yang ekonomis dan murah. Polietilen berfungsi sebagai perekat antara aluminium foil dengan kertas. Sedangkan polietilen bagian dalam mampu memberikan kekuatan dan kemampuan untuk direkat atau ditutupi dengan panas. Dengan konsep laminasi, masing-masing lapisan saling menutupi kekurangannya menghasilkan lembar kemasan yang bermutu tinggi (Winarno, 1994). Pada kemasan plastik, perubahan fisiko kimia pada wadah dan makanannya sebenarnya tidak mungkin dapat dihindari. Industri pangan hanya mampu menekan laju perubahan itu hingga tingkat minimum sehingga masih memenuhi syarat konsumen. Banyak ragam kemasan plastik untuk makanan dan minuman, beberapa contoh misalnya: polietilen, polipropilen, polistiren, poliamida, polisulfon, poliester, poliuretan, polikarbonat,

polivinilklorida, polifenilinoksida, polivinilasetat, poliakrilonitril dan melamin formaldehid. Plastik di atas dapat digunakan dalam bentuk lapis tunggal, ganda maupun komposit, dengan demikian kombinasi dari berbagai ragam plastik dapat menghasilkan ratusan jenis kemasan (Crompton, 1979). Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplatis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan (Winarno, 1987). Ryall dan Lipton (1972) menambahkan bahwa plastik juga merupakan jenis kemasan yang dapat menarik selera konsumen. Plastik memilki sifat yang tidak mudah terurai. Oleh karena itu maka diperlukan penanganan yang serius terhadap sampah plastik. Apabila tidak diilakukan penanganan yang serius maka dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan baik adalah sebagai berikut (Pratiwi dkk, 2010) : a. Gangguan Kesehatan

b. Menurunnya kualitas lingkungan c. Menurunnya estetika lingkungan d. Terhambatnya pembangunan Negara Limbah plastik merupakan masalah yang sudah dianggap serius bagi pencemaran lingkungan khususnya bagi pencemaran tanah. Bahan plastik merupakan bahan organik yang tidak bisa terurai oleh bakteri. Dan alangkah baiknya jika limbah plastik tersebut dapat digunakan lagi dengan cara mendaur ulang dan dijadikan produk baru. Upaya pengelolaan daur ulang sampah plastik telah banyak dilakukan oleh pemerintah, seperti dengan menyediakan tempat sampah yang sudah dipecah menjadi beberapa kategori sampah (sampah basah dan sampah kering). Akan tetapi strategi ini masih belum memberikan hasil yang signifikan dalam reduksi jumlah sampah plastik. Dengan kata lain, manajemen yang ada saat ini belum sepenuhnya berjalan efektif. Masih banyak masyarakat yang membuang sampah tidak berdasarkan kategori sampah (Pratiwi dkk, 2010).

2.2 Polipropilena Polipropilena merupakan polimer termoplastik yang dapat dibuat melalui proses polimerisasi adisi monomer propilena. Polimerisasi propilena dengan katalis Ziegler-Natta akan menghasilkan kristalin isotaktik. Polimer isotaktik terbentuk bila terjadi orientasi monomer dengan konfigurasi yang paling mantap. Gugus-gugus metal di dalam polipropilena isotaktik seluruhnya berada pada sisi yang sama di dalam rantai polimer (Wirjosentono, 1997). 2.2.1 Struktur molekul polipropilena Kristalinitas merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer. Kristalinitas merupakan ikatan antara rantai molekul sehingga menghasilkan susunan molekul yang lebih teratur. Rantai polimer polipropilena yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin (molekul tersususn teratur) dan bagian lain membentuk daerah amorf (molekul tersususn secara tidak teratur) (Cowd MA, 1991). Menurut Natta, ada tiga macam bentuk konfigurasi ruang yang berbeda dari rantai polimer polipropilena, perbedaan ini berdasarkan letak gugus metil (CH3). Dua bentuk konfigurasi memiliki susunan yang teratur, masing-masing dinamakan isotaktik dan sindiotaktik. Sedangkan yang tidak teratur dinamakan ataktik. Gugus-gugus metil pada polipropilena isotaktik seluruhnya berada pada sisi yang sama di dalam rantai polimer. Pada stuktur sindiotaktik, gugus-gugus metil berada pada posisi yang bergantian di sepanjang

rantai utamanya. Sedangkan struktur ataktik merupakan distribusi daripada struktur isotaktik dan sindiotaktik.

2.2.2 Sifat polipropilena Polipropilena merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitas 0,90 0,92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi, kerapuhan polipropilena dibawah 0 oC dapat dihilangkan dengan penggunaan bahan pengisi. Dengan bantuan pengisi dan penguat, akan terdapat adhesi yang baik (Gachter, 1990). Polipropilena merupakan polimer yang memiliki konduktivitas panas rendah (konduktivitas = 0,12 W/m) kristalinitasnya sangat rentan terhadap laju pendinginan. Misalnya dalam suatu proses pencetakan termoplastik membentuk barang jadi yang tebal dan luas, bagian tengah akan menjadi dingin lebih lambat dari pada bagian luar, yang bersentuhan langsung dengan cetakan. Akibatnya, akan terjadi perbedaan derajat kristalinitas pada permukaan dengan bagian tengahnya. Polipropilena mempunyai tegangan yang rendah, kekuatan benturan (impact strength) yang tinggi dan ketahan yang tinggi terhadap pelarut organik. Polipropilena juga mempunyai sifat isolator yang baik mudah diproses dan sangat tahan terhadap air karena sedikit sekali menyerap air, dan sifat kekakuan yang tinggi, seperti poliolefin lain, polipropilena juga mempunyai ketahan yang sangat baik terhadap bahan kimia anorganik non pengoksidasi, deterjen, alkohol dan sebagainya. Tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida. Sifat kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan daya regangannya tinggi, kaku dan keras. (Almaika, S, 1983).

2.3 Zat Warna 2.3.1 Pengertian zat warna untuk plastik Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. Zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen. Gugus kromofor adalah gugus

yang menyebabkan molekul menjadi berwarna (Renita, 2004). Gugus kromofor dari zat warna ditunjukkan pada tabel 2.1: Tabel 2.1 Daftar gugus fungsi dari zat warna Nama Gugus Nitroso Nitro Grup Azo Grup Etilen Grup Karbonil Grup Karbon Nitrogen Grup Karbon Sulfur Struktur Kimia NO atau (-N-OH) NO2 atau (NN-OOH) -N = N-C = C-C = O-C=NH ; CH=N-C=S ; -C-S-S-C-

Zat warna adalah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk memberi warna pada suatu objek (Fessenden & Fessenden, 1994). Bahan pewarna berfungsi untuk meningkatkan penampilan dan memperbaiki sifat tertentu dari bahan plastik. Pertimbangan yang perlu diambil dalam memilih warna yang sesuai meliputi : 1) Aspek yang berkaitan dengan penampilan bahan plastik selama pembuatan produk warna, meliputi daya gabung, pengaruh sifat alir pada system dan daya tahan terhadap panas serta bahan kimia. 2) Aspek yang berkaitan dengan produk akhir, antara lain ketahanan terhadap cuaca dan bahan kimia.

2.3.2 Klasifikasi zat warna Zat warna alami mengandung pigmen yang secara umum berasal dari tumbuhtumbuhan, tetapi beberapa zat warna alami tidak menguntungkan, tidak stabil selama proses dan penyimpanan. Kestabilan zat warna alami tergantung pada beberapa faktor antara lain cahaya, oksigen, logam berat, oksidasi, temperatur, keadaan air, dan pH, sehingga penggunaan zat warna sintetik pun semakin meluas. Keunggulan zat warna sintetik antara lain lebih murah, lebih mudah untuk digunakan, lebih stabil, lebih tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan, daya mewarnainya lebih kuat, dan memiliki rentang warna yang lebih luas (Nollet, 2004). Pigmen dapat dikelompokkan menjadi 2 tipe, yaitu: 1. Pigmen anorganik

Pigmen anorganik mempunyai molekul yang lebih besar dan luas permukaanya lebih kecil, permukaannya buram karena menyebarkan sinar. Contoh pigmen anorganik: titanium dioksida yang memberi warna putih, besi oksida memberi warna kuning, coklat, merah dan hitam, cadmium yang memberi warna kuning terang dan merah (J.Baird. 1986). 2. Pigmen Organik Pigmen organik adalah suatu bahan yang terbuat dari bahan-bahan organik baik dari alam maupun sintetis yang ditandai dengan sifat brightness dan transparency yang baik. Material organik biasanya digunakann untuk plastik transparan, mudah terdispersi, ukuran partikel kecil, biasanya digunakan untuk food packaging. Keuntungan pigmen ini adalah kekuatan warna (tidak mudah luntur) lebih tinggi, aman untuk kesehatan. Sedangkan kerugiannya adalah ketahanan terhadap panas lebih rendah kecerahannya lebih rendah, opacity lebih rendah sehingga untuk mencapai warna yang diinginkan penggunaan warnanya boros dan harganya relatif mahal. Contoh pigmen organik antara lain: condenazo pigmen, flavantrone, halogenasi, isoindolinone, phtalocyanine blue. Penggolongan zat warna menurut "Colours Index" volume 3, yang terutama menggolongkan atas dasar sistem kromofor yang berbeda misalnya zat warna azo, antrakuinon, ftalosia, nitroso, indigo, benzodifuran, okazin, Polimetil, triaril Karbonium, poliksilik, romatik karbonil, quionftalen, sulfur, nitro, nitrosol dan lain-lain. Zat warna azo merupakan jenis zat warna sintetis yang cukup penting. Lebih dari 50 % zat warna dalam daftar Color Index adalah jenis zat warna azo. Zat warna azo mempunyai sistem kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan dengan gugus aromatik. Lingkungan zat warna azo sangat luas, dari warna kuning, merah, jingga, biru AL (Navy Blue), violet dan hitam, hanya warna hijau yang sangat terbatas (Heaton, 1994).

2.4 Masterbatch Masterbatch merupakan jenis pewarna plastik yang berbentuk padatan (granule), terdiri dari campuran yang sangat kompleks dari resin termoplastik (misalnya polietilena, polipropilena, polivinil klorida atau campuran polimer lainnya) dan pigmen (karbon hitam, titanium dioksida atau materi pigmen yang lainnya) dengan konsentrasi tinggi, selain itu, seringkali ditambahkan pula dengan berbagai bahan aditif yang digunakan untuk meningkatkan sifat fisik polimer dan masterbatch, dan produk yang dihasilkan memperoleh warna atau sifat dari masterbatch itu sendiri. Umumnya zat aditif yang digunakan berfungsi sebagai anti blocking, anti statik, stabilitas terhadap cahaya UV. Masterbatch banyak

digunakan dalam berbagai aplikasi, misalnya sebagai pewarna kemasan dan ekstruksi pipa (Groves, 1993). . 2.4 Dispersi Pewarna Plastik Proses dispersi pigmen terhadap material plastik diperlukan untuk mengoptimalkan sifat fisik dan penampilan produk plastik. Secara umum, dalam proses dispersi ini sangat sulit mencapai sistem pelapisan yang tepat karena kurangnya media cair. Dengan demikian, efisiensi dispersi pigmen akan tergantung pada beberapa faktor di bawah ini (Garlinsky, 2009) : a. Proses pemecahan secara mekanis terhadap kelompok-kolompok partikel pigmen menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil yang sesuai dengan derajat kehalusan yang dikehendaki. Hal itu tergantung pada jenis dan pengaturan dari peralatan pengolahan yang digunakan. b. Pembasahan, Proses ini harus berjalan dengan maksimal, yakni zat warna dapat terlelehkan secara sempurna agar tidak terjadi penggumpalan, karena dalam proses dispersi ini sangat kurang akan media cair. c. Viskositas : pigmen yang memiliki viskositas yang tinggi akan lebih sulit terpisah dan akan menghambat proses dispersi pigmen terhadap material plastik Proses dispersi pigmen (masterbatch) dengan material plastik adalah sebagai berikut (Garlinsky, 2009): a) Wetting, yaitu bentuk masterbatch yang semula padatan diubah menjadi bentuk cairan (pigmen/carrier polimer) melalui proses pelelehan dengan suhu yang sangat tinggi sesuai dengan titik leleh masterbatch tersebut. b) Selanjutnya dispersing, yaitu dengan memberikan energi mekanis, pecahan-pecahan pigmen (agglomerate) tersebut hancur dan berubah menjadi butiran yang lebih kecil lagi. Pada keadaan ini, carrier polymer akan menembus celah pecahan-pecahan pigmen (agglomerate) agar pigmen mudah terdispersi terhadap material plastik yang digunakan. c) Stabilizing, yaitu dispersi pigmen dapat distabilkan dengan penambahan zat aditif, agar tidak terjadi penggumpalan warna yang tidak merata dan didapatkan warna terdispersi sempurna diantara rantai molekul material plastik yang digunakan. Selain itu adanya carrier material plastik dapat pula membantu mempermudah pigmen terdispersi dalam rongga molekulmolekul polimer plastik.

Anda mungkin juga menyukai