Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

HEAT TREATMENT

Disusun oleh : Yusuf Aminudin 210131048 1MEB

POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANDUNG 2010/2011

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan hidayahnya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam curahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW Nabi yang terakhir. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini saya menyampaikan banyak terima kasih kepada bapak instruktur yang telah memberikan cukup banyak pengalaman dalam praktek yang telah dilakukan. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa-jasa beliau yang telah membantu dan membimbing saya dalam menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna, maka kritik dan saran yang konstruktif dan membangun sangat saya harapkan. Akhir kata saya berharap semoga makalah ini memberikan manfaat dan tambahan ilmu bagi para pembaca.

DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................1 KATA PENGANTAR .....................................................................................2 DAFTAR ISI.................................................................................................. .3 BAB I PENDAHULUAN................................................................................4 BAB II LANDASAN TEORI .........................................................................5 BAB III METODELOGI PENELITIAN...................................................... 17 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................. 18 A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 18 B. Pembahasan.............................................................................................. 19 BAB V PENUTUP....................................................................................... 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi,banyak kalangan dunia industri yang menggunakan logam sebagai sebagai bahan utama operasional atau sebagai bahan baku produksinya. Baja karbon banyak digunakan terutama untuk membuat alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponen-komponen otomotif, kebutuhan rumah tangga. Aplikasi pemakaiannya, semua struktur logam akan terkena pengaruh gaya luar berupa tegangantegangan gesek sehingga menimbulkan deformasi atau perubahan bentuk. Usaha menjaga agar logam lebih tahan gesekan atau tekanan adalah dengan cara perlakuan panas pada baja, hal ini memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kekerasan baja sesuai kebutuhan. Proses ini meliputi pemanasan baja pada suhu tertentu, dipertahankan pada waktu tertentu dan didinginkan pada media tertentu pula. perlakuan panas mempunyai tujuan untuk meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan internal, menghaluskan butir kristal, meningkatkan kekerasan, meningkatkan tegangan tarik logam dan sebagainya, tujuan ini akan tercapai seperti apa yang diinginkan jika memperhatikan faktor yang mempemgaruhinya, seperti suhu pemanasan dan media pendingin yang digunakan. Salah satu proses perlakuan panas pada baja adalah pengerasan ( hardening), yaitu proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau diatas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat dinamakan quench, Akibat proses hardening pada baja, maka timbulnya tegangan dalam ( internal stresses), dan rapuh (britles), sehingga baja tersebut belum cocok untuk segera digunakan. Oleh karena itu pada baja tersebut perlu dilakukan proses lanjut yaitu temper. Dengan proses temper kegetasan dan kekerasan dapat diturunkan sampai memenuhi syarat penggunaan, kekuatan tarik turun sedangkan keuletan dan ketangguhan meningkat. Namun yang menjadi permasalahan sejauh mana sifat sifat yang memenuhi syarat yang diinginkan ini dapat dicapai melalui proses temper. Pengkajian lebih lanjut dampak dari faktor perbedaan media quenchingtemper, dapat dilakukan melalui beberapa uji bahan. Pengujian bahan yang digunakan untuk proses quenching-temper adalah uji kekuatan tarik, uji ketangguhan, uji kekerasan, uji muai panas dan uji struktur mikro.

BAB II LANDASAN TEORI Heat Treatment ( perlakuan panas ) adalah salah satu proses untuk mengubah struktur logam dengan jalan memanaskan specimen pada elektrik terance ( tungku ) pada temperature rekristalisasi selama periode waktu tertentu kemudian didinginkan pada media pendingin seperti udara, air, air faram, oli dan solar yang masingmasing mempunyai kerapatan pendinginan yang berbeda-beda. Sifat-sifat logam yang terutama sifat mekanik yang sangat dipengaruhi oleh struktur mikrologam disamping posisi kimianya, contohnya suatu logam atau paduan akan mempunyai sifat mekanis yang berbedabeda struktur mikronya diubah. Dengan adanya pemanasan atau pendinginan degnan kecepatan tertentu maka bahan-bahan logam dan paduan memperlihatkan perubahan strukturnya. A. Baja Karbon Baja merupakan salah satu jenis logam ferro dengan unsur carbon (C) 1,7%. Di samping itu baja juga mengandung unsur-unsur lain seperti sulfur (S), fosfor (P), silikon (Si), mangan (Mn), dan sebagainya yang jumlahnya dibatasi. Sifat baja pada umumnya sangat dipengaruhi oleh prosentase karbon dan struktur mikro. Struktur mikro pada baja karbon dipengaruhi oleh perlakuan panas dan komposisi baja. Karbon dengan unsur campuran lain dalam baja membentuk karbid yang dapat menambah kekerasan, tahan gores dan tahan suhu baja. Perbedaan prosentase karbon dalam campuran logam baja karbon menjadi salah satu cara mengklasifikasikan baja. Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi tiga macam, yaitu : 1. Baja karbon rendah Baja kabon rendah (low carbon steel) mengandung karbon dalam campuran baja karbon kurang dari 0,3%. Baja ini bukan baja yang keras karena kandungan karbonnya yang rendah kurang dari 0,3%C. Baja karbon rendah tidak dapat dikeraskan karena kandungan karbonnya tidak cukup untuk membentuk struktur martensit . 2. Baja karbon menengah Baja karbon sedang mengandung karbon 0,3%C 0,6%C ( medium carbon steel) dan dengan kandungan karbonnya memungkinkan baja untuk dikeraskan sebagian dengan perlakuan panas ( heat treatment) yang sesuai. Baja karbon sedang lebih keras serta lebih lebih kuat dibandingkan dengan baja karbon rendah. 5

3. Baja karbon tinggi Baja karbon tinggi mengandung 0,6%C 1,5%C dan memiliki kekerasan tinggi namun keuletannya lebih rendah, hampir tidak dapat diketahui jarak tegangan lumernya terhadap tegangan proporsional pada grafik tegangan regangan. Berkebalikan dengan baja karbon rendah, pengerasan dengan perlakuan panas pada baja karbon tinggi tidak memberikan hasil yang optimal dikarenakan terlalu banyaknya martensit sehingga membuat baja menjadi getas. Sifat mekanis baja juga dipengaruhi oleh cara mengadakan ikatan karbon dengan besi. Menurut Schonmetz (1985) terdapat 2 bentuk utama kristal saat karbon mengadakan ikatan dengan besi, yaitu : 1. Ferit, yaitu besi murni (Fe) terletak rapat saling berdekatan tidak teratur, baik bentuk maupun besarnya. Ferit merupakan bagian baja yang paling lunak, ferrit murni tidak akan cocok digunakan sebagai bahan untuk benda kerja yang menahan beban karena kekuatannya kecil. 2. Perlit, merupakan campuran antara ferrit dan sementit dengan kandungan karbon sebesar 0,8%. Struktur perlitis mempunyai kristal ferrit tersendiri dari serpihan sementit halus yang saling berdampingan dalam lapisan tipis mirip lamel. b. Anneling Proses anneling atau melunakkan baja adalah prose pemanasan baja di atas temperature kritis ( 723 C ) selanjutnya dibiarkan bebrapa lama sampai temperature merata disusul dengan pendinginan secara perlahanlahan sambil dijaga agar temperature bagian luar dan dalam kira-kira samahingga diperoleh struktur yang diinginkan dengan menggunakan media pendingin udara. Tujuan proses anneling : Melunakkan material logam Menghilangkan tegangan dalam / sisa Memperbaiki butir-butir logam. c. Normalizing Normalizing adalah suatu proses pemanasan logam hingga mencapai fase austenit yang kemudian diinginkan secara perlahan-lahan dalam media pendingin udara. Hasil pendingin ini berupa perlit dan ferit namunhasilnya jauh lebih mulus dari anneling. Prinsip dari proses normalizing adalah untuk melunakkan logam. Namun pada baja karbon tinggi atau baja paduan tertentu dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang lunak. Mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung dari kadar karbon. D. Quenching dasar pengujian pengerasan pada bahan baja yaitu suatu proses pemanasan dan pendinginan untuk mendapatkan struktur keras yang disebut martensit. Martensit yaitu fasa larutan padat lewat jenuh dari karbon dalam sel satuan tetragonal pusat badan atau mempunyai bentuk kristal Body Centered Tetragonal (BCT)

. Gambar 1. Diagram besi karbon

Gambar 2. Struktur Body Center Cubic Makin tinggi derajat kelewatan jenuh karbon, maka makin besar perbandingan satuan sumbu sel satuannya, martensit makin keras tetapi getas. Martensit adalah fasa metastabil terbentuk dengan laju pendinginan cepat, semua unsur paduan masih larut dalam keadaan padat. Pemanasan harus dilakukan secara bertahap ( preheating) dan perlahan-lahan untuk memperkecil deformasi ataupun resiko retak. Setelah temperatur pengerasan (austenitizing) tercapai, ditahan dalam selang waktu tertentu ( holding time) kemudian didinginkan cepat. Baja canai panas dengan cara pendinginan lambat mempunyai struktur perlit dengan ferit bebas atau sementit bebas, hal ini tergantung pada kandungan karbon.Tahap pendinginan lambat pada baja mengakibatkan suatu keadaan yang relatif lunak atau plastis. Untuk menambah kekerasan baja, dapat dilakukan dengan pengerjaan yang dimana baja dipanaskan sampai suhu 8300C kemudian didinginkan secara cepat ( quenching). Tujuan pengerjaan ini dengan maksud pengerasan baja adalah mendinginkan atau melindungi suatu perubahan austenitic dari pada pendinginan lain sampai temperatur mendekati 790C. Jika berhasil mendinginkan austenitic sampai 790C akan berubah dengan cepat ke suatu struktur yang keras dan relatif rapuh yang dikenal martensit untuk itu pengerjaan kedua dalam pengerasan baja yaitu pendinginan cepat ( quenching) dari 7

austenitic yang menghasilkan struktur martensit. Pada dasarnya baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk digunakan. Melalui temper, kekerasan, dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi persyaratan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun, sedang keuletan dan ketangguhan akan meningkat. Pada saat tempering proses difusi dapat terjadi yaitu karbon dapat melepaskan diri dari martensit berarti keuletan (ductility) dari baja naik, akan tetapi kekuatan tarik, dan kekerasan menurun. Senada dengan itu Djafrie (1986) menyatakan sifat-sifat mekanik baja yang telah dicelup, dan di- temper dapat diubah dengan cara mengubah temperatur tempering E. Tempering Perlakuan untuk menghilangkan tegangan dalam dan menguatkan baja dari kerapuhan disebut dengan memudakan (tempering). Tempering didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan pada temperatur tempering (di bawah suhu kritis), yang dilanjutkan dengan proses pendinginan . Baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk digunakan, melalui proses tempering kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi persyaratan penggunaan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun pula sedang keuletan dan ketangguhan baja akan meningkat. Meskipun proses ini menghasilkan baja yang lebih lunak, proses ini berbeda dengan proses anil ( annealing) karena di sini sifat-sifat fisis dapat dikendalikan dengan cermat. Pada suhu 200C sampai 300C laju difusi lambat hanya sebagian kecil karbon dibebaskan, hasilnya sebagian struktur tetap keras tetapi mulai kehilangan kerapuhannya. Di antara suhu 500C dan 600C difusi berlangsung lebih cepat, dan atom karbon yang berdifusi di antara atom besi dapat membentuk sementit. Perubahan sifat mekanis akibat temper martensit baja karbon 0,452 %C. Prosesnya adalah memanaskan kembali berkisar antara suhu 150C 650C dan didinginkan secara perlahan-lahan terganutng sifat akhir baja tersebut, menurut tujuannya proses tempering dibedakan sebagai berikut : 1. Tempering pada suhu rendah ( 150 300C ) Tempering ini hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan kerapuhan dari baja, biasanya untuk alatalat potong, mata bor dan sebagainya. 2. Tempering pada suhu menengah ( 300 - 550C ) Tempering pada suhu sedang bertujuan untuk menambah keuletan dan kekerasannya sedikit berkurang. Proses ini digunakan pada alat-alat kerja yang mengalami beban berat, misalnya palu, pahat, pegas. 3. Tempering pada suhu tinggi ( 550 - 650C ) Tempering suhu tinggi bertujuan memberikan daya keuletan yang besar dan sekaligus kekerasannya menjadi agak rendah misalnya pada roda gigi, poros batang pengggerak dan sebagainya. Suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6000C pada proses tempering dengan tujuan untuk mendapatkan keuletan spesimen yang maksimal. F. Media Pendingin Media pendingin yang lazim digunakan untuk mendinginkan spesimen pada proses pengerasan baja yang akan digunakan yaitu Oli Mesran SAE 40, dengan alasan media pendingin tersebut digunakan sesuai dengan kemampuannya untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Penggunaan pelumas sebagai media pendingin akan menyebabkan timbulnya selaput karbon pada spesimen tergantung dari besarnya viskositas pelumas. Atas dasar 8

tujuan untuk memperbaiki sifat baja tersebut, maka peneliti memilih perlakuan panas temper dengan quenching media Oli. Media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan baja bermacam -macam. Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan panas antara lain : 1. Air Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginan yang cepat. Biasanya ke dalam air tersebut dilarutkan garam dapur sebagai usaha mempercepat turunnya temperatur benda kerja dan mengakibatkan bahan menjadi keras. 2. Minyak Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan panas adalah yang dapat memberikan lapisan karbon pada kulit (permukaan) benda kerja yang diolah. Selain minyak yang khusus digunakan sebagai bahan pendingin pada proses perlakuan panas, dapat juga digunakan minyak bakar atau solar. 3. Udara Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan ke dalam ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara sebagai pendingin akan memberikan kesempatan kepada logam untuk membentuk kristal kristal dan kemungkinan mengikat unsur unsur lain dari udara. 4. Garam Garam dipakai sebagai bahan pendingin disebabkan memiliki sifat mendinginkan yang teratur dan cepat. Bahan yang didiginkan di dalam cairan garam yang akan mengakibatkan ikatannya menjadi lebih keras karena pada permukaan benda kerja tersebut akan meningkat zat arang. Kemampuan suatu jenis media dalam mendinginkan spesimen bisa berbedabeda, perbedaan kemapuan media pendingin di sebabkan oleh temperatur, kekentalan, kadar larutan dan bahan dasar media pendingin. Pelumas adalah minyak yang mempunyai sifat untuk selalu melekat dan menyebar pada permukaan-permukaan yang bergeser, sehingga membuat pengausan dan kenaikan suhu kecil sekali (Soedjono, 1978).viskositas Oli, dan bahan dasar Oli membawa pengaruh dalam mendinginkan sepesimen. Bahan dasar minyak dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu minyak yang berasal dari hewan diperoleh dengan cara merebus atau memasak tulang belulang atau lemak babi, minyak pelumas dari tumbuhan dan minyak pelumas mineral diperoleh dengan cara penyulingan (destilasi) minyak bumi secara bertahap. Minyak pelumas mineral merupakan campuran beberapa organik, terutama hidro karbon. Dalam minyak bumi mengandung parafin (CnH2n-2), siklik parafin naftena (CnH2n) dan aromatik (CnHn), jumlah susunan tergantung jumlah minyaknya. Aromatik mempunyai sifat pelumasan yang baik tetapi tidak tahan oksidasi. Parafin dan naftena lebih stabil tetapi tidak dapat menggantikan aromatik secara keseluruhan. Karena tipe aromatik tertentu bertindak sebagai penghalang oksidasi dan parafin murni tidak mempunyai sifat pelumasan yang baik. Perbedaan yang lain yaitu aromatik mempunyai viskositas rendah, naftena mempunyai viskositas sedang dan parafin mempunyai viskositas tinggi.

Ada tiga faktor yang mempengaruhi viskositas, yaitu komposisi, suhu dan tekanan. Angka viskositas biasanya ditijau dengan SAE (Society of Automotive Engine) dan disertai angka. Angka menunjukkan pada kelompok mana viskositas itu termasuk. Dalam perdagangan ada dua macam viskositas, misalnya SAE 10W dan 40. SAE 10W tidak begitu peka terhadap temperatur, sedangkan Oli SAE 40 peka terhadap temperatur. Indek kekentalan diikuti huruf W yang menunjukkan kekentalan pada suhu 200C, sedangkan kekentalan yang tidak diikuti huruf W menyatakan kekentalan pada suhu 1000C, dengan adanya perkembangan teknologi lebih dari satu tingkat klasifikasi viskositasnya yang dikenal dengan minyak pelumas multigrande. Penulisan angka viskositas misalnya SAE 10W 40 dengan maksud standar Olinya SAE 10 pada suhu 100C dan standar sampai SAE 40 pada suhu 1000C, sehingga minyak pelumas ini bila digunakan dilingkungan suhu dingin akan bersikap sebagai pelumas SAE 10W sedangkan bila digunakan dilingkungan suhu panas akan bersikap sebagai minyak pelumas SAE 50W. G. Kekuatan Tarik Pengujian tarik dilakukan terhadap batang uji yang standar. Pada bagian tengah batang uji merupakan bagian yang menerima tegangan yang uniform, dan pada bagian ini diukurkan panjang uji ( gauge length), yaitu bagian yang dianggap menerima pengaruh dari pembebanan. Pada bagian inilah yang selalu diukur panjangnya dalam proses pengujian. komponen-komponen utama dari kekuatan tarik adalah kekuatan maksimum ( tensile strength), tegangan luluh dari material, regangan yang terjadi saat penarikan dan pengurangan luas penampang. Proses memudahkan dalam mengetahui kekuatan tarik dari suatu bahan, diadakan pengujian tarik pada bahan tersebut. Pengujian tarik dilakukan dengan memberikan suatu gaya tarik pada suatu spesimen yang bentuk dan ukurannya standar. Pembuatan spesimen disesuaikan dengan bentuk awal bahannya. Apabila bahan awal bebentuk silindris maka spesimen tariknyapun dikerjakan dengan proses permesinan sehingga berbentuk silindris pula, demikian juga untuk bahan yang berbentuk plat, maka spesimen tariknya akan berbentuk plat pula dengan dimensi-dimensi yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran dari pengujian tarik adalah suatu kurva yang memberikan hubungan antara gaya yang dipergunakan dan perpanjangan yang dialami oleh spesimen. Sifat mekanik pertama yang dapat diketahui berdasarkan kurva pengujian tarik yang dihasilkan adalah kekuatan tarik maksimum yang diberi simbol u. simbol u didapat dari kata ultimate yang berarti puncak. Jadi besarnya kekuatan tarik ditentukan oleh tegangan maksimum yang diperoleh dari kurva tarik. Tegangan maksimum ini diperoleh dari : u.= Pu Ao dimana Pu = beban maksimum Ao = luas penampang awal Sifat mekanik yang kedua adalah kekuatan luluh yang diberi simbol y dimana y diambil dari kata yield atau luluh. Kekuatan luluh dinyatakan oleh suatu tegangan yang merupakan pembatas dari tegangan yang memberikan regangan elastis saja dengan tegangan yang memberikan tegangan elastis bersama plastis. Titik luluh adalah suatu titik perubahan pada kurva pada bagian yang berbentuk linier dan tidak linier. 10

Pada kurva tarik baja karbon rendah atau baja lunak batas ini mudah terlihat, tetapi pada bahan lain batas ini sukar sekali untuk diamati oleh karena daerah linier dan tidak linier bersambung secara berlanjut. Oleh karena itu untuk menentukan titik luluh diambil dengan metoda offset yaitu suatu metoda yang menyatakan bahwa titik luluh adalah suatu titik pada kurva yang menyatakan dicapainya regangan plastis sebesar 0,2 %.

Gambar 3. Diagram Tegangan Regangan a. Bahan tidak ulet, tidak ada deformasi plastis misalnya besi cor b. Bahan ulet dengan titik luluh misalnya pada baja karbon rendah c. Bahan ulet tanpa titik luluh yang jelas misalnya alumunium. Diperlukan metode offset untuk mengetahui titik luluhnya d. Kurva tegangan regangan sesungguhnya regangan-tegangan nominal p = kekuatan patah, u = kekuatan tarik maksimum, y = kekuatan luluh, ef = regangan sebelum patah, x = titik patah, YP = titik luluh

Sifat yang ketiga adalah modulus elastisitas. Modulus elastisitas biasa disebut sebagai modulus Young dan dinyatakan dengan simbol E. Sifat ini menyatakan kekakuan dari suatu bahan yang didalam kurva tarik menyatakan hubungan yang linier dari tegangan dan regangan. Daerah linier pada daerah tersebut mempunyai persamaan : = E.e dimana E adalah modulus elastisitas atau modulus Young dan e adalah regangan yang terjadi. Sifat yang keempat yang bisa didapatkan dari pengujian tarik adalah keuletan saat patah. Keuletan ini dinyatakan dengan regangan maksimum yang bisa dicapai oleh bahan, yaitu pada saat patah. Semakin besar regangan yang bisa dicapai oleh bahan, semakin ulet bahan tersebut. Regangan (e) merupakan perbandingan antara perpanjangan yang terjadi dengan panjang awal dari spesimen dan dirumuskan dengan e= L= Lf L o Lo Lo Lo = panjang awal sebelum pembebanan Sifat kelima adalah reduksi penampang atau reduction of area pada saat patah. Sebenarnya sifat ini erat kaitannya dengan regangan yang dialami oleh bahan. Sifat ini dinyatakan dengan persamaan : 11 dimana Lf = panjang saat patah

q= ( A o A f) Ao dimana Ao = luas penampang awal Af = luas penampang patah q = reduksi penampang Saat mengalami patah, maka akan terbentuk suatu penampang patah yang bentuknya dapat diklasifikasikan menurut bentuk teksturnya. Jenis-jenis perpatahan menurut bentuknya adalah simetri, kerucut mangkok ( cup cone), rata dan tak teratur bermacam-macam bentuk tekstur adalah silky (seperti sutera), butir halus, butir kasar atau granular, berserat (fibrous), kristalin, glassy (seperti kaca) dan pudar.

(a)Flat granular (b)Cup-coneSilky (c)Partialcup-coneSilky (d)Starfracture (c)Irregularfibrous Tujuan pengujian tarik untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan perubahan-perubahan dari suatu logam terhadap pembebanan tarik. Kekuatan tarik maksimum ( Ultimate tensile strength) adalah beban maksimum dibagi luas penampang lintang awal benda uji (spesimen) u = P maks Ao

Sedangkan regangan tarik pada saat patah : e f= l fl o l Penggentingan (reduction of area): q= (A oA f) Ao dimana: u = Kekuatan tarik {kg/mm2} Pmaks = beban maksimum waktu pengujian (kg) Ao = luas penampang mula-mula (mm2) ef = regangan patah (%) lo = panjang ukur mula-mula (mm2) lf = panjang ukur setelah patah (mm2) q = penggentingan (%) 12

Af = luas penampang di tempat patah (mm2) H. Ketanguhan (Impact) Baja karbon yang biasanya bersifat ulet dapat diubah menjadi getas bila berada kondisi tertentu. Menurut Donan (1952), terdapat tiga faktor dasar yang mendukung terjadinya patah getas, keadaan tegangan tiga sumbu, suhu rendah dan laju regangan tinggi atau laju pembebanan yang cepat. Ketiga faktor tersebut tidak harus ada secara bersamaan pada waktu terjadi patah getas. Maka disini untuk menentukan kepekaan bahan terhadap patah getas, sering kali digunakan pengujian impak. Pengujian ketangguhan dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis suatu logam dan paduannya. Benda uji disiapkan secara khusus, ukuran dan bentuknya ditentukan sesuai standart. Pengujian ketangguhan menggunakan beban sentakan (tiba-tiba). Metode ini sering di gunakan adalah metode charphy. Pengujian ketangguhan berdasarkan prinsif hukum kekekalan energi yang menyatakan jumlah energi mekanik konstan. palu godam dilepas dengan ketinggian H 1 dari pusat benda uji yang bersudut dan setelah menabrak benda uji palu mengayun sampai ketinggian H 2 dari pusat benda uji yang bersudut .

Pada kondisi ini besar tenaga kinetik Ek1 dan Ek2 sama dengan nol karena kecepatan V1dan V2 sama dengan nol yaitu berada pada kondisi berhenti. Besarnya tenaga potensial Ep1 = mgH1 dan tenaga potensial Ep2 = mgH2. Jadi tenaga yang diserap benda uji atau tenaga untuk mematahkan benda uji yaitu, W = Ep1 Ep2W W = GR (cos - cos )kg.m

Ketangguhan bahan (Vp) merupakan hasil bagi tenaga untuk mematahkan benda uji (Joule) dengan luas penampang patah benda uji (m) K=W A0

13

Gambar 5. Prinsip pengukuran pengujian ketangguhan. dimana W = Kerja Pukulan dalam (kg.m) G = Massa berat palu godam (kg), R = Jarak titik pusat ke titik berat palu godam (m), = Sudut jatuh dalam, dan = Merupakan ayun dalam. K = Nilai Pukulan Takik (kg.m/mm2) A0 = Penampang Batang semula dibawah takikan (mm)

Maksud utama pengujian ketangguhan ialah untuk mengukur kegetasan bahan atau juga keuletan bahan terhadap beban tiba-tiba dengan cara mengukur perubahan energi potensial sebuah palu godam yang dijatuhkan pada ketinggian tertentu. Perbedaan tinggi ayunan palu godam merupakan ukuran energi yang di serap oleh benda uji. Besar energi yang di serap tergantung pada keuletan bahan uji. Bahan yang ulet menunjukkan nilai ketangguhan (impact) yang besar. Suatu bahan yang diperkirakan ulet ternyata dapat mengalami patah getas. Patah getas ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : adanya takikan ( nocth), kecepatan pembebanan yang tinggi yang menyebabkan kecepatan regangan yang tinggi pula dengan temperatur yang sangat rendah. Dengan demikian suatu bahan yang akan beroperasi pada temperatur yang sangat rendah, misalnya pada suatu instalasi cryogenic perlu diuji impact. Khususnya untuk mengetahui temperatur transisi antara ulet dan getas, sifat peretakan dapat terjadi dalam tiga bentuk : 1. Keretakan getas atau keretakan bersuara, adalah rata dan mempunyai permukaan yang kilap. Kalau potongan potongannya kita sambungkan lagi ternyata keretakan atau kepatahan itu tidak diikuti dengan deformasi bahan, tipe ini mempunyai pukulan takik yang rendah. 2. Patahan liat atau patahan perubahan bentuk, patah ini mempunyai permukaan yang tidak rata dan tampak seperti bludru, buram dan berserat, tipe ini mempunyai pukulan yang tinggi. 3. Patahan campuran ialah patahan yang sebagian getas sebagian liat, patahan ini terjadi paling banyak.

I. Kekerasan kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap, artinya ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji dan karena pengaruh pembebanan benda uji akan mengalami deformasi. Harga kekerasan bahan tersebut dapat dianalisis dari besarnya beban yang diberikan terhadap luasan bidang yang menerima pembebanan. Pengujian kekerasan logam ini secara garis besar ada tiga metode yaitu penekanan, goresan, dan dinamik. Proses pengujian yang mudah dan cepat dalam memperoleh angka kekerasan yaitu dengan metode penekanan. Dikenal ada tiga jenis metode penekanan, yaitu : Rockwell, Brinnel, Vickers, yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pengujian kekerasan dengan goresan dibakukan pada skala Mohs, ada sepuluh skala yang disusun berurutan dari bahan lunak sampai bahan yang keras. Pengujian kekerasan dengan dinamik adalah pengukuran terhadap ketinggian pantulan sebuah palu dari permukaan benda uji pada mesin uji Shore Scleroscope. 14

Pengujian kekerasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode rockwell yang paling banyak dipergunakan di Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh sifat - sifatnya, yaitu cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu membedakan kekerasan pada baja yang diperkeras, ukuran bekas penekanannya relatif kecil, sehingga bagian yang mendapatkan perlakuan panas, dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Uji ini mengukur kedalaman bekas penekanan pada beban yang konstan sebagai ukuran kekerasan. Pertama diberikan beban awal sebesar 10 kgf. Hal ini untuk memperkecil kecenderungan terjadinya penumbukan ke atas atau penurunan yang disebabkan oleh penekanan. Kemudian diberikan beban yang besar sebagai beban utama, secara otomatis kedalaman bekas penekanan akan terekam pada gauge penunjuk yang menyatakan angka kekersan. Penunjuk tersebut terdiri dari 100 bagian dan 130 bagian, mempunyai kedalaman penekanan sebesar 0,002032 mm atau 0,00008 inchi. Bila kedalaman masuknya penekanan pada benda uji satu strip berarti kekerasan bahan tersebut sangat tinggi. Pengujian kekerasan Rockwell didasarkan pada kedalaman masuknya penekanan pada bahan uji. Makin keras bahan yang akan diuji, makin dangkal masuknya penekanan tersebut. Sebaliknya, makin dalam masuknya penekanan pada bahan uji maka bahan uji tersebut makin lunak. Cara Rockwell sangat disukai karena dengan cepat dapat diketahui kekerasan tanpa mengukur dan menghitung seperti pada cara Brinell dan cara Vickers. Nilai kekerasan dapat langsung dibaca setelah beban utama dihilangkan, dimana beban awal masih menekan bahan tersebut.

J. Muai Panas Pada suhu 00K atom-atom suatu bahan tidak bergerak dan jarak antar atom tetap. Apabila suhu dinaikkan, peningkatan energi memungkinkan atom-atom bergetar pada jarak antar atom rata-rata yang lebih besar. Hal ini menghasilkan pemuaian pada bahan tersebut. Energi ikatan antar atom suatu bahan kristalin seperti logam dipengaruhi oleh bentuk struktur kristalnya. Struktur kristal tertentu mempunyai ikatan yang kuat daripada struktur kristal yang lain atau sebaliknya. Perubahan keadaan padat pada struktur logam dapat terjadi dengan adanya perlakuan panas. Hal ini memungkinkan untuk mengubah sifat muai logam dengan adanya perlakuan panas tersebut.

15

Gambar 6. Kurva energi ikat antar atom-jarak antar atom (Donan, G.E., 1952) Susunan kristal ini bisa mempengaruhi sifat fisis dan mekanis dari suatu logam. Misalnya karena pencampuran dengan logam lain akan menyebabkan perubahan jarak atom, bidang kristal, batas butir, dan jumlah atom yang menentukan ikatannya, maka sifat fisis dan mekanis pun akan berubah.Ukuran besarnya butir kristal tergantung dari kecepatan logam cair itu membentuk inti dan pertumbuhan inti-inti baru. Jika pertumbuhan inti lebih cepat dari pembentukan inti, maka akan terbentuk kelompok butir-butir kristal yang besar dan apabila pembentukan inti lebih cepat lajunya dari pertumbuhan inti, maka akan terbentuk kelompok butir - butir kristal halus. Logam yang terdiri atas dua unsur atau lebih didinginkan dalam keadaan cair, kristalnya akan berbeda dengan butirbutir kristal logam tanpa campuran (murni). Misalnya dari paduan yang terdiri atas komponen A dan komponen B. Kemungkinan pertama, komponen A larut dalam B atau komponen B larut dalam A, (disebut larutan padat) dan kemungkinan kedua, komponen A dan komponen B terikat satu sama lain dengan perbandingan tertentu disebut persenyawaan logam. Larutan padat adalah keadaan pada saat beberapa atom dari susunan himpunan atom A didistribusi oleh atomatom B, atau atom-atom B menembus masuk kedalam ruang bebas antar atom dari susunan himpunan atomatom A. Keduanya tidak merupakan campuran mekanis, tetapi keadaan larut secara atom. Senyawa antar logam yang terdiri atas ikatan A dan B mempunyai kisi kristal berbeda dari A dan B. Koefisien muai panas linear didefinisikan sebagai pertambahan panjang benda uji dibagi panjang mula-mula tiap pertambahan suhu 10 C benda uji. L= L Lo T

dimana : 16

= koefisien muai panas linear (1/0C) L = pertambahan panjang benda (m) Lo = panjang benda uji pada suhu kamar (m) L /Lo = pertambahan panjang relatif terhadap panjang awal benda uji T = interval suhu pengukuran untuk per tambahan panjang relatif (0 )

BAB III METODE PENELITIAN A. Material Bahan yang dipilih dalam penelitian ini adalah baja karbon menengah baja ST 37 berukuran balok 200x125x70 mm. B. Alur percobaan 17

Pertama, permukaan benda kerja di gerinda sampai terlihat bersih dan mengkilat dengan mesin gerinda datar, lalu mengebor benda kerja dengan bor diameter 3mm di 10mm dari ujung tengah dengan mesin bor untuk tempat pengait kawat beton. Lalu benda kerja diikat dan di sembur dengan api melalui proses flame hardening sampai suhu 830 C sampai warna oranye. Kemudian di celupkan (quenching) secara tiba-tiba ke dalam air. Lalu baja tersebut di panaskan pada suhu 250 C, 300 C, 350 C, dan 400 C. Selanjutnya, proses annealing pada suhu 710 C. Tiap setelah masing-masing proses pemanasan, diuji dengan uji kekerasan Rockwell dan sebelum memasuki tiap-tiap proses pemanasan selanjutnya, di amplas sampai bersih. C. Peralatan percobaan Mesin gerinda datar Mesin bor Mesin atau alat flame hardening Mesin uji kekerasan Rockwell Besi pengait Amplas Korek api Kawat beton

BAB IV 18

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. B. Hasil Penelitian 1. Tabel Hasil pengujian kekerasan dengan proses flame hardening sampai suhu 830 C

Posisi pengujia n 1 2 3 4

Harga Kekerasan ( HRC ) 61,2 60,7 60,6 62,2

2. Tabel hasil pengujian kekerasan dengan proses flame hardening sampai suhu 250 C sampai warna oranye-coklat muda

Posisi pengujia n 1 2 3 4 \\

Harga Kekerasan ( HRC ) 53,7 53,5 53,2 53,0

3. Tabel hasil pengujian kekerasan dengan proses flame hardening sampai suhu 300 C sampai warna ungu

Posisi pengujia n 1 2 3 4

Harga Kekerasan ( HRC ) 50,9 51,2 51,6 51,2

4. Tabel hasil pengujian kekerasan dengan proses flame hardening sampai suhu 350 C sampai warna biru muda

19

Posisi pengujia n 1 2 3 4

Harga Kekerasan ( HRC ) 50,0 50,0 49,8 50,0

5. Tabel hasil pengujian kekerasan dengan proses flame hardening sampai suhu 400 C sampai warna putih gelap

Posisi pengujia n 1 2 3 4

Harga Kekerasan ( HRC ) 48,5 48,3 48,8 48,4

6. Tabel hasil pengujian proses annealing pada oven sampai suhu 710 C setelah mengalami holding time di dalam oven tersebut

Posisi pengujia n 1 2 3 4

Harga Kekerasan ( HRB ) 83,1 83,0 82,8 83,0

B. Pembahasan Eksperimen yang telah dilakukan adalah pengujian kekerasan, pengujian ketangguhan ,pengujian tarik dan pengujian muai panas, untuk memperkuat hasil dilakukan foto struktur mikro. Berikut hasilnya dari foto mikro : a. Raw Materials Struktur mikro raw materials perlit berwarna gelap dan ferit berwarna putih.susunan kristal sesuai dengan kadar karbon yang dikandung bahan yaitu 0,473 % C. Pada struktur mikro raw materials jumlah butir kristalnya dalam satu satuan luas adalah . butir seperti terlihat pada gambar.

Ferrit
20

Perlit

Gambar 25. Foto mikro spesimen raw materials b. Hardening dengan Quenching Oli Mesran SAE 40 830 oC Struktur mikro quenching terlihat struktur perlit dan ferit, dimana perlit berwarna gelap dan ferit berwarna putih.

Perlit

Ferrit

Gambar 26. Foto mikro spesimen quenching. c. Tempering 600oC Proses tempering 600oC sering disebut high temperature tempering yang menghasilkan bentuk campuran ferit dan sementit.

Ferrit Perlit
21

Gambar 27. Foto mikro spesimen temper 600oC Dari hasil penelitian tersebut diatas menunjukkan bahwa setelah melalui proses flame hardening, benda mempunyai kekerasan yang tinggi tetapi ketangguhannya rendah. Dalam hal ini benda kerja berada pada tahapan Martensit. Tahap martensit mempunyai kelemahan yaitu getas, Untuk menaikkan ketangguhannya yakni menambah keuletan maka dilakukan annealing dengan suhu 710 C. Proses tempering dengan suhu 710 C (high temperature tempering) akan mengubah martensit menjadi ferrit dan sementit, dengan lepasnya karbon dari martensit dan akan membentuk sementit lagi. perpanjangan betambah berarti keuletan bahan naik dan kekuatan tariknya naik, Kekerasan setelah di hardening meningkat tajam dan akan perlahan menurun jika suhu temper dinaikkan. Pola hubungan suhu tempering dengan kekuatan tarik jelas tampak sekali, semakin tinggi suhu pemanasan, nilai kekuatan tariknya semakin meningkat. demikian juga terhadap nilai kekerasannya, semakin tenggi. Dengan kata lain kekerasan sebanding dengan kakuatan tariknya.

22

BAB V PENUTUP

Kesimpulan Dari percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa, proses heat treatment merupakan suatu proses pemanasan logam untuk memperoleh sifat-sifat logam yang lebih baik terutama dalam hal kekerasan, kekenyalan dan pengerjaan sifat asal.

23

Anda mungkin juga menyukai