Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HEAT TREATMENT
(PERLAKUAN PANAS)

OLEH :

ALAN NESTIA UTAMA


NIM : 06121381621036

DOSEN PENGAMPUH :
1. Drs. HARLIN, M.Pd.
2. EDI SETIYO, S.Pd,M.Pd.T

PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Syukur yang setulus-tulusnya kami panjatkan kepada Allah SWT sebab


rampungnya makalah ini tidak terlepas dari segala Rahmat dan Karunia-Nya.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang


“HEAT TREATMENT“, yang kami sajikan berdasarkan dari berbagai sumber
informasi dan referensi. Makalah ini di susun dengan berbagai rintangan, baik itu
yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan
penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa
Universitas Sriwijaya. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pengajar kami meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang
dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Palembang, Maret 2019

Penulis

i
ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari pengenai pemanfaatan dan
pembuatan ogam dari mulai bijih sampai dengan pemasaran. Begitu banyaknya
proses dan alur yang harus dilalui untuk memperoleh suatu produk logam yang
mempunyai kualitas tinggi, baik dari segi mekanik, fisik maupun kimianya. Logam
mempunyai sifat-sifat istimewa yang menjadi dasar penggunaanya. Salah satu sifat
yang dimiliki oleh logam adalah sifat mekanik. Sifat-sifat mekanik yang dimiliki
oleh logam antara lain kekuatan, kekerasan, ketangguhan, keuletan, mampu
bentuk, dan mampu las. Sifat-sifat mekanik tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain komposisi kimia, perlakuan yang diberikan, dan struktur
butirnya. Struktur butir yang terdapat pada suatu logam dipengaruhi oleh
perlakuan yang diterima oleh logam tersebut, yang akan mempengaruhi pada sifat
mekanik logamnya, misalnya pengerolan pada suatu logam maka struktur butir
logam tersebut akan laminar (memanjang) dan sifat kekerasannya akan naik.
Contoh lain hasil dari heat treatment, dengan mengamati struktur butirnya selain
gambaran sifat mekaniknya yang dapat diketahui, fasa yang ada juga dapat
diketahui.
Perlakuan panas (heat treatment) didefinisikan sebagai suatu kombinasi
dari pengendalian pemanasan dan pendinginan pada temperatur dan waktu tertentu
untuk menghasilkan logam dengan sifat mekanik yang diinginkan. Perlakuan
panas dilakukan untuk mendapatkan mikro struktur logam yang seragam,
meningkatkan kekuatan, kekerasan, keuletan, ketangguhan (untuk finishing
product), serta sifat mampu las, sifat mampu mesin, sifat mampu bentuk dan dapat
mengurangi tegangan sisa (untuk produk setengah jadi), yang muncul dari hasil
pengerjaan logam tersebut sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah


a) Apa itu Transformasi Fasa ?
b) Apa itu Case Hardening?

1
c) Bagaimana Proses-proses Heat Treatment ?
1.3 Tujuan
a) Dapat menjelaskan tujuan dari Heat Treatment
b) Menjelaskan prosedur proses heat Tretment

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Transformasi Fasa
Pada perlakuan panas sangat berkaitan erat dengan transformasi fasa
biasanya setelah diberikan perlakuan logam tersebut pasti akan berubah fasanya.
Proses perlakuan panas biasanya berupa pemanasan dan pendinginan. Pada besi
baja proses pemanasan biasanya dilakukan pada suhu austenit yang akan
bertransformasiselama proses pendinginan, pemberian waktu tahan (holding time)
bertujuan untuk memberikan kesempatan atom-atom untuk menghomogenkan
austenit. Pendinginan akan menyebabkan austenite bertransformasi dan struktur
mikro yang terbentuk sangat tergantung pada laju pendinginan. Besi dikenal
sebagai suatu logam yang memiliki sifat allotropi, memmiliki lattice yang berbeda,
besi memiliki tiga macam modifikasi allotropi. Besi cair akan mulai membeku
pada suhu 1535 0C menjadi besi delta (δ) dengan struktur BCC. Pada 14000C
akan mengalami trasnformasi menjadi besi gamma (γ) yang biasa disebut austenit
dengan struktur FCC. Besi austenit ini tetap stabil sampai temperatur
9100C,dimana terjadi transformasi lagi menjadi besi alpha non magnetic (α) yang
berstruktur BCC.
Pada pendinginan selanjutnya sudah tidak ada lagi perubahan transformasi
fasa. Pada 768 0C terjadi perubahan menjadi besi alpha non magnetic menjadi
alpha magnetic, tetapi tidak terjadi perubahan struktur kristal. Setiap proses
transformasi selalu mengalami penghentian penurunan temperatur yang ditandai
oleh garis mendatar, yang menunjukan proses berlangsung secara isotermal.
Tiap bentuk allotropi besi mempunyai kemampuan melarutkan karbon yang
berbeda-beda. Mekanisme transformasi struktur dalam baja dipengaruhi
pengaturan temperatur pemanasan, waktu pendinginan, dan unsur paduan yang
terkandung dalam baja. Untuk mempelajari perlakuan panas maka terlebih dahulu
harus mempelajari karakteristik baja selama proses transformasi selama
pemanasan maupun pendinginan karena hal itu dapat memprediksi struktur mikro
yang terbentuk.

3
Transformasi fasa baja pada saat pemanasan pada baja hipoeutektoid terdiri
dari butir kristal ferrit dan perlit, bila pemanasan mencapai garis A1 maka perlit
akan mengalami reaksi eutektoid secara isotermal reaksinya sebagai berikut :
Ferit + Fe3C → austenit
Ferit akan bereaksi dengan sementit dari perlit membentuk austenit.
Temperatur tidak akan mengalami kenaikan bila perlit belum habis, setelah habis
maka akan terjadi kenaikan temperatur dan ferit proeutektoid akan mengalami
transformasi allotropik ferit yang BCC akan menjadi austenit yang FCC.
Pada baja hipereutektoid pada temperatur kamar struktur mikro terdiri dari
perlit dan jaringan sementit yang membungkus butir-butir kristal perlit. Bila
dipanaskan hingga temperatur A1 maka akan terjadi reaksi eutektoid seperti baja
hipoeutektoid yaitu ferrit dan sementit pada perlit akan bereaksi membentuk
austenit pada temperatur A1 austenit mengandung 0,8% karbon, sisanya berada
pada sementit, jika temperatur dinaikan diatas A1, maka kemampuan austenit
melarutkan karbon juga akan naik, sehingga karbon pada sementit sedikit demi
sedikit akan larut dalam austenit sedangkan jaringan sementit lama-kelamaan
menjadi menipis dan akhirnya pada temperatur Acm jaringan sementit akan habis,
struktur seluruhnya sudah menjadi austenit. Austenit yang tebentuk belum
homogen, dimana pada baja hipoeutektoid austenit dari perlit mengandung 0,8% C
sedangkan yang berada pada ferit kadar karbon jauh lebih sedikit. Pada baja
hipereutektoid austenit awalnya mengandung 0,8%C dari perlit, namun akan
bertambah dari karbon yang larut dari jaringan sementit yang berada di sekitar
austenit.
Pada transformasi pendinginan biasanya pendinginan dilakukan setelah
dilakukan pemanasan sampai mencapai temperatur austenit dan ditahan pada
temperatur tersebut kemudian dilakukan pendinginan dengan laju pendinginan
tertentu.
Struktur mikro yang terbentuk setelah pendinginan akan tergantung pada
laju pendinginan. Sehingga akan dapat diprediksi sifat mekanis apa yang
diharapkan. Transformasi fasa pada saat pendinginan memegang peranan penting
terhadap sifat baja yang diberikan suatu perlakuan panas. Austenit dari baja
hipoeutektoid bila didinginkan dengan lambat, pada temperatur kritis A3

4
mulaiterbentuk inti kristal ferit yang tumbuh pada batas butir kristal austenit.
Transformasi ini terjadi karena austenit mengalami perubahan allotropik
dari besi gamma menjadi besi alpha. Karena ferit hanya dapat melarutkan karbon
dalam jumlah yang sedikit maka kandungan karbon dalam austenite akan semakin
besar bila ferit yang tumbuh makin banyak (ditandai dengan turunnya temperatur),
besarnya kandungan karbon dalam austenit dengan menurunnya temperatur
mengikuti garis A2, sehingga pada saat temperatur mencapai titik A1 komposisi
eutektoid dan selanjutnya austenit akan bertransformasi manjadi ferrit.
Gambar 1. dibawah ini adalah gambar diagram Fe-Fe3C.

Ketika logam mengalami perlakuan panas adanya unsur-unsur paduan


mempengaruhi peningkatan kekerasan dan kekuatan hasil perlakuan panas. Unsur-
unsur paduan yang mempengaruhi kekerasan dan kekuatan hasil perlakuan panas
adalah sebagai berikut :
1. Chromium : pengaruhnya untuk meningkatakan tegangan dan
kekerasan,membentuk kekerasan dan menyetabilkan karbida.
2. Phospor : meningkatkan tegangan dan hardenability,
mengurangi keuletan dan ketangguhan.
3. Magnesit : pengaruhnya untuk meningkatakan tegangan dan kekerasan,
membentuk karbit, meningkatkan hardenability, range perpindahan
panas

5
4. Silikon : berpengaruh untuk menegangkan pearlit dan cenderung
menguatakan pearlit selalu untuk mengembang karena unsur ini
digunakan sebagai oksida magnesit.
5. Tungsten : berpengaruh untuk membentuk kekerasan dan menyetabilkan
karbit, menaikan range dari temperatur dan temperatur tempering
6. Vanadium : berpengaruh untuk menguatkan karbida, membentuk
element. Tidak digunakan sebagai unsur yang berdiri sendiri, tapi untuk
menggabungkan karbida ke austenit pada stainless steel.
7. Molybdenum : menguatkan karbit dan membentuk element, dan
juga meningkatkan temperatur tinggi pada gaya creep.

2.2 Case Hardening


Pengerasan permukaan adalah proses laku panas untuk mendapatkan
kekerasan pada bagian permukaannya saja sedang bagian dalam tetap berada pada
sifat semula yaitu keuletan maupun ketangguhan yang tetap tinggi. Jenis-jenis dan
mekanisme dari case hardening antara lain :
a. Karburising, mekanismenya adalah dengan menambahkan karbon, kemudian
melakukan pengerasan dengan kuens (pendinginan cepat).
b. Nitriding, proses thermokimia ferritik dimana atom nitrogen berdifusi pada fase
ferrit dalam dapur pada suhu 500-5900C dan atmosfirnya mengandung Nat,dan
akan bereaksi dengan unsur yang ada dalam baja membentuk nitride, dan tidak ada
lagi transformasi lagi yang terjadi.
c. Cyaniding atau carbonitriding, mekanismenya adalah dengan menambahkan
cyanida dan karbon, kemudian melakukan pengerasan dengan kuens (pendinginan
cepat).

2.3 Proses-proses Heat Treatment


Ada beberapa proses-proses pada perlakuan pada Heat Treatment yaitu
sebagai berikut:
a. Quenching ( pengerasan )
Proses quenching atau pengerasan baja adalah suatu proses pemanasan
logam sehingga mencapai batas austenit yang homogen. Untuk mendapatkan

6
kehomogenan ini maka audtenit perlu waktu pemanasan yang cukup. Selanjutnya
secara cepat baja tersebut dicelupkan ke dalam media pendingin, tergantung pada
kecepatan pendingin yang kita inginkan untuk mencapai kekerasan baja. Ini
mencegah proses suhu rendah, seperti transformasi fase, dari terjadi hanya
menyediakan jendela sempit waktu di mana reaksi ini menguntungkan kedua
termodinamika dan kinetis diakses, dapat mengurangi kristalinitas dan dengan
demikian meningkatkan ketangguhan dari kedua paduan dan plastik (dihasilkan
melalui polimerisasi).
Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak sempat
berubah menjadi ferit atau perlit karena tidak ada kesempatan bagi atom-atom
karbon yang telah larut dalam austenit untuk mengadakan pergerakan difusi dan
bentuk sementitoleh karena itu terjadi fase lalu yang mertensit, imi berupa fase
yang sangat keras dan bergantung pada keadaan karbon.

b. Anneling
Proses anneling atau melunakkan baja adalah prose pemanasan baja di atas
temperature kritis ( 723 °C )selanjutnya dibiarkan bebrapa lama sampai
temperature merata disusul dengan pendinginan secara perlahan-lahan sambil
dijaga agar temperature bagian luar dan dalam kira-kira samahingga diperoleh
struktur yang diinginkan dengan menggunakan media pendingin udara.
Tujuan proses anneling :
1. Melunakkan material logam
2. Menghilangkan tegangan dalam / sisa
3. Memperbaiki butir-butir logam.

c. Normalizing
Normalizing adalah suatu proses pemanasan logam hingga mencapai fase
austenit yang kemudian diinginkan secara perlahan-lahan dalam media pendingin
udara. Hasil pendingin ini berupa perlit dan ferit namunhasilnya jauh lebih mulus
dari anneling. Prinsip dari proses normalizing adalah untuk melunakkan logam.
Namun pada baja karbon tinggi atau baja paduan tertentu dengan proses ini

7
belum tentu memperoleh baja yang lunak. Mungkin berupa pengerasan dan ini
tergantung dari kadar karbon.

d. Tempering
Proses tempering adalah pemanasan baja sampai temperature sedikit di
bawah temperature kritis, kemudian didiamkan dalam tungku dan suhunya
dipertahankan sampai merata selama 15 menit. Selanjutnya didinginkan dalam
media pendingin. Jika kekerasan turun, maka kekuatan tarik turun pula. Dalamhal
ini keuletan dan ketangguhan baja akan meningkat. Meskipun proses ini akan
menghasilkan baja yang lebih lemah. Proses ini berbeda dengan anneling karena
dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang lunak, mungkin berupa
pengerasan dan ini tergantung oleh kadar karbon.
Tempering dibagi dalam:
1. Tempering pada suhu rendah(150-300˚C)
Tujuannya hanya untuk mengurangi tegangan tegangan kerut dan
kerapuhan dari baja. Proses ini digunakan untuk alat alat kerja yang tidak
mengalami beban yang berat, seperti misalnya alat alat potong mata bor yang
dipakai untuk kaca dan lain lain.

2. Tempering pada suhu menengah(300-500˚C)


Tujuannya menambah keuleatan dan kekerasannya menjadi sedikit
berkurang. Proses ini digunakan pada alat alat kerja yang mengalami beban berat
seperti palu, pahat, pegas pegas(Mustofa Ahmad Ary,2006).

3. Tempering pada suhu tinggi(500-650˚C)


Tujuannya untuk memberikan daya keuletan yang beasar dan sekaligus
kekerasan menjadi agak rendah. Proses ini digunakan pada roda gigi, poros,
batang penggerak dan lain lain.

BAB III
PENUTUP

8
3.1 Kesimpulan
Perlakuan panas (heat treatment) didefinisikan sebagai suatu kombinasi
dari pengendalian pemanasan dan pendinginan pada temperatur dan waktu tertentu
untuk menghasilkan logam dengan sifat mekanik yang diinginkan. Perlakuan
panas dilakukan untuk mendapatkan mikro struktur logam yang seragam,
meningkatkan kekuatan, kekerasan, keuletan, ketangguhan (untuk finishing
product).

DAFTAR PUSTAKA

9
Cahyadi, Yusef. 2011. Makalah Heat Treatment Martins M, Castelleti L C. 2005,
Effect of Heat Treatment on the Mechanical Properties of ASTM A
890 Gr6A Super Duplex Stainless Steel. Journal of ASTM International.
Martins M, Castelleti L C. 2004. Heat Treatment Temperature Influence On Astm
A890 Gr 6A Super Duplex Stainless Steel Microstructure. Journal of
ASTM International.
Kotecki D J. 2010. Some Pitfalls in Welding of Duplex Stainless Steels. Soldag.
insp. Sao Paulo.
Budianto, Arief (2012). Heat Treatment dari
http://ariffbudianto.wordpress.com/2012/04/08/heattreatment/ , Diakses tanggal

12 April 2014

10

Anda mungkin juga menyukai