Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KARAKTERISASI BAHAN

“METALOGRAFI”
Diajukan sebagai tugas dari mata kuliah Karakterisasi Bahan
Dosen Pengampu: Arif Tjahjono S.T., M.Si.

Disusun oleh:
Niken Aprilia Eka Putri
(11160970000062)

PROGRAM STUDI FISIKA MATERIAL


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tak lupa salawat serta
salam kami haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya
yang telah membawa kita pada zaman yang penuh berkah.
Makalah dengan judul Metalografi ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata
kuliah Karakterisasi Bahan. Pada kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih kepada Bapak
Arif Tjahjono S.T., M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah ini. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Ciputat, 18 Mei 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 4
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Metalografi ......................................................................................... 5
2.2 Alat dan Bahan Pengujian Metalografi ................................................................ 6
2.3 Tahapan Preparasi Spesimen Metalografi ............................................................ 7
2.4 Bentuk Fasa dari Logam ...................................................................................... 15
2.5 Karakteristik dan Sifat Logam ............................................................................. 19
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 24

3
BAB I
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Dewasa ini terdapat beberapa jenis bahan yang digunakan pada industri-industri
atau tujuan-tujuan lain. Untuk mendapatkan material yang baik harus diketahui segala
hal mengenai karakteristik struktural atau susunan dari logam atau paduan logam yang
akan dipakai atau digunakan pada industri-industri atau untuk keperluan lainnya.
Dengan mengetahui karakteristik susunan atau struktur dari suatu logam maka dengan
mudah kita dapat memilih bahan untuk suatu konstruksi tertentu. Dengan melakukan
pengujian Metalografi maka dapat dilakukan berbagai jenis perubahan pada suatu
material setelah mengetahui karakteristiknya.
Pengetahuan Metalografi pada dasarnya adalah mempelajari karakteristik atau
susunan dari suatu logam atau paduan dalam hubungannya dengan suatu analisis kimia
dan Metalografi dari suatu logam.
Maka tidak dapat dihindari bahwa pengujian Metalografi sangat berperan bagi
dunia industri. Oleh karena itu kita harus berusaha mencari material yang memiliki sifat
dan karakteristik yang baik.

2.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu pengujian Metalografi?
2. Apa saja alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian Metalografi?
3. Bagaimana tahapan preparasi spesimen dalam pengujian Metalografi?
4. Bagaimana bentuk fasa dari logam?
5. Bagaimana karakteristik dan sifat mekanik logam?

2.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pengujian Metalografi
2. Untuk mengetahui bahan dan alat yang digunakan dalam pengujian Metalografi
3. Untuk mengetahui tahapan preparasi spesimen Metalografi
4. Untuk mengetahui bentuk fasa dari logam
5. Untuk mengetahui karakteristik dan sifat mekanik logam

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Metalografi


Metalografi berasal dari dua kata yaitu “metal” (logam) “grafi” (mikroskopi dari
karakteristik struktur logam ataupun paduan). Pengetahuan Metalografi ialah
penggambaran secara topografi atau penampakan mikrostruktur dari permukaan material
yang telah disiapkan. Metalografi membahas tentang studi karakteristik struktur logam
(material) maupun paduannya. Sifat-sifat dan kekhasan dari suatu material yang
dikendalikan oleh strukturnya diperlajari dalam Metalografi.
Pengamatan Metalografi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu
pengamatan makroskopik dan mikroskopik. Pengamatan makroskopik merupakan
pengamatan untuk struktur yang besar, dapat di lihat dengan mata telanjang atau dilihat
dengan pembesaran kurang dari 10×. sedangkan pengamatan mikroskopik merupakan
pengamatan yang lebih halus, dapat dilihat dengan pembesaran lebih dari 10×.
Pengamatan mikroskopik dapat dilakukan menggunakan alat mikroskop optik
(pembesaran mencapai 2.000×), scanning electron microscope (pembesaran mencapai
50.000×), atau transmission electron microscope (pembesaran mencapai 500.000×).
Secara umum informasi yang kita dapat dengan pengamatan Metalografi secara
mikroskopis adalah mengenai komposit material, perlakuan pada material, dan sifat
material. Informasi khusus yang dapat kita ketahui antara lain: bentuk butir, fasa yang
terbentuk, homogenitas kimia, distribusi fasa, porositas, retak, bahkan proses
perpatahan.
Berikut beberapa metode yang digunakan untuk menganalisa cacat atau kegagalan
material dalam pengujian Metalografi:
 Macrostructure evaluation: pengetsaan kimiawi lebih mendalam biasanya
digunakan untuk mengkarakterisasi material inhomogeneteis skala besar pada
komposisi, struktur, massa jenis, dll. Metode ini biasanya berguna untuk lasan,
coran, tempaan, dan gabungan matriks-organik pada susunan, kerusakan/cacat,
dan strukturnya.
 Microstructure evaluation: penampakan karakteristik mengandung informasi
mengenai komposisi, distribusi fasa, sifat-sifat fisik dan mekanik, proses
termomekanika dan kerusakan-kerusakan.

5
 Quantitative metallography: penampakan yang diobservasi dapat dianalisa untuk
mendapatkan ukuran karakteristik termasuk ukuran butir, fase pecahan volume,
dan dimensi-dimensi linearnya. Ukuran-ukurannya dapat diperoleh dengan cara
manual atau dengan metode semi-automatic komputerisasi dari gambar digital
yang diperoleh.
Aplikasi khas dalam pengujian Metalografi:
- Verifikasi perlakuan panas logam paduan
- Pengukuran ketebalan lapisan
- Pengevaluasian pada sendi pematrian atau lasan
- Penentuan kedalaman pengerasan permukaan
- Pengevaluasian ketahanan korosi
- Analisis kegagalan
- Kerusakan mikroskopik pada perlengkapan semikonduktor
- Susunan mikroskopik
Berdasarkan informasi-informasi tersebut, Metalografi dapat dijadikan alat analisis
yang baik. Sebagai contoh, jika material A menunjukan mikrostruktur yang lebih halus
dan homogen dibandingkan dengan material B maka material A akan memiliki sifat
mekanis yang lebih baik dibandingkan dengan material B khususnya temperatur ruang.
Sifat mekanis tergantung dari bentuk butir, ukuran butir, jumlah butir, dan distribusi
fasa. Oleh karena itu, Metalografi dapat dijadikan alat untuk memprediksikan sifat
mekanis material dan dapat menentukan apakah material telah diproses dengan tepat.
Selain itu, bagian terpenting dalam melakukan pengamatan Metalografi, yaitu
dengan melakukan preparasi sampel. Dalam pengamatan makrostruktur, preparasi
sampel tidak serumit pada pengamatan mikro. Pada pengamatan mikro, sampel
dilakukan etching untuk memperjelas alur butir atau indikasi perpatahan.

2.2 Alat dan Bahan Pengujian Metalografi


a. Peralatan yang digunakan:
 Mesin pemotong logam: Gergaji atau gerinda
 Mesin penghalus (amplas): Rotary Grinding Machine
 Mesin poles: Polishing Machine
 Mikroskop optik
 Monitor TV

6
 Kamera digital
 Dryer
 Kain poles
b. Bahan yang digunakan:
 Sampel berupa logam yang di uji
 Alkohol
 Kertas amplas (grit: 100,200,300,400,600,800,1000, dan 1200)
 Alumina
 Air
 Nital (HNO3 + alkohol)

2.3 Tahapan Preparasi Spesimen Metalografi


Untuk mengamati struktur mikro yang terbentuk pada logam yang diamati
biasanya memakai mikroskop optik. Sebelum benda uji diamati dengan mikroskop
optik, benda uji terebut harus melewati tahap-tahap preparasi. Tujuannya agar pada saat
mengamati benda yang diuji, struktur mikronya terlihat dengan jelas. Semakin
sempurna preparasi benda yang akan diuji, semakin sempurna gambar yang akan
diperoleh. Adapun tahapan preparasinya antara lain:

a. Pemotongan Sampel (Sectioning)

Gambar 1 Bentuk Mesin Cutting


Dalam beberapa contoh, sampel untuk pengamatan Metalografi sudah benar
bentuk dan ukurannya, sehingga kita dapat langsung melakukan persiapan sampel
selanjutnya. Namun, apabila sampel sangat diperlukan untuk memudahkan
penanganan sampel. Pemotongan sampel adalah pengambilan daerah representatif
dari material induk, biasanya sampel diambil pada posisi ¼ dari lebar sampel, karena

7
¼ dari lebar sampel dianggap telah mewakili. Ada tiga lokasi pengambilan sampling
yaitu posisi di luar pecahan, pecahan, dan ujung pecahan.
Alat yang pada umumnya digunakan untuk melakukan proses pemotongan
sampel adalah: abrasive cutting (untuk logam dan metal matrix composites),
diamond wafer cutting (untuk keramik, elektronik, biomaterial, mineral), atau
pemotongan tipis menggunakan microtome (untuk plastik).
Dalam proses pemotongan sampel, kerusakan dan perubahan mikrostruktur
dari sampel tersebut tidak boleh terjadi, karena akan menyebabkan terjadinya
kesalahan dalam karakteristik material. Sehingga dapat terjadi kesalahan analisa
Metalografi. Proses pemotongan yang sesuai membutuhkan pemilihan jenis abrasif,
ikatan, dan ukuran yang tepat.
Teknik pemotongan sampel dapat dilakukan dengan:
a. Pematahan: untuk bahan getas yang keras
b. Pengguntingan: untuk baja karbon rendah yang tipis dan lunak
c. Penggergajian: untuk bahan yang lebih lunak dari 350 HB
d. Pemotongan abrasi
e. Electric discharge machining: untuk bahan dengan konduktivitas baik
dimana sampel rendam dalam fluida dielektrik lebih dahulu sebelum
dipotong dengan memasang satu listrik antara elektroda dan sampel.
Dalam proses pemotongan sampel, daerah atau bagian dimana material induk
akan dipotong untuk sampel Metalografi ditentukan berdasarkan proses manufaktur,
bentuk material induk, dan lokasi pada material yang akan dipelajari lebih jauh. Pada
umumnya, pemotongan sampel untuk sheet, kawat dan tube dilakukan tegak lurus
terhadap arah rolling atau drawing yang biasa disebut pemotongan transversal.
Pemotongan transversal digunakan untuk melihat variasi mikrostruktur material dari
permukaan tengah, kedalaman cacat permukaan, kedalaman korosi, ketebalan
lapisan, dan retak. Sebaliknya, pemotongan sampel yang sejajar dengan arah rolling
dan drawing disebut dengan pemotongan longitudinal. Pemotongan jenis ini
umumnya oleh distorsi butir dan untuk memonitoring dari perlakuan panas yang anil.
Pada saat pemotongan benda uji jangan sampai merusak struktur bahan yang
diakibatkan oleh gesekan alat potong dengan benda uji. Untuk menghindari
pemanasan pada saat pemotongan, dapat digunakan air sebagai media pendingin.
Pada saat pendinginan sebaiknya terdapat minyak yang larut dalam air, adapun
fungsinya yaitu:
8
a. Mencegah karat
b. Mengurangi kemungkinan terbakar
c. Memberikan kualitas potong yang baik

b. Pembingkaian (Mounting)

Gambar 2 Bentuk Mesin Mounting


Mounting disebut juga proses pembingkaian sampel. Pembingkaian seringkali
diperlukan pada persiapan spesimen Metalografi, meskipun pada beberapa spesimen
dengan ukuran yang agak besar, hal ini tidaklah mutlak. Akan tetapi untuk bentuk
yang kecil atau tidak beraturan sebaiknya dibingkai untuk memudahkan dalam
memegang spesimen pada proses pngamplasan dan pemolesan.
Sebelum melakukan pembingkaian, pembersihan spesimen haruslah dilakukan
dan dibatasi hanya dengan perlakuan yang sederhana detail yang ingin kita lihat
tidak hilang. Sebuah perbedaan akan tampak antara bentuk permukaan fisik dan
kimia yang bersih. Kebersihan fisik secara tidak langsung bebas dari kotoran padat,
minyak pelumas dan kotoran lainnya, sedangkan kebersihan kimia bebas dari segala
macam kontaminasi. Pembersihan ini bertujuan agar hasil pembingkaian tidak retak
atau pecah akibat pengaruh kotoran yang ada.
Dalam pemilihan material untuk pembingkaian, yang perlu diperhatikan
adalah perlindungan dan pemeliharaan terhadap spesimen. Bingkai haruslah
memiliki kekerasan yang cukup, meskipun kekerasan bukan merupakan suatu
indikasi, dari karakteristik abrasif. Material bingkai juga harus tahan terhadap
distorsi fisik yang disebabkan oleh panas selama pengamplasan, selain itu juga harus
dapat melkukan penetrasi ke dalam lubang yang kecil dan bentuk permukaan yang
tidak beraturan.

9
Proses mounting yaitu dengan meletakkan sampel ke dalam bingkai cetakan
mounting, lalu masukkan resin yang telah dicampur dengan hardener. Larutan
mounting harus memiliki sifat:
- Tidak beraksi dengan sampel.
- Kekentalannya sedang dalam bentuk cair dan bebas udara pada bentuk
padatnya
- Adhesi yang baik dengan sampel
- Kekuatan dan ketahanan yang sama besar dengan sampel
- Kemampuan susut yang rendah permukaan sampel yang akan diuji harus ada
dibagian bawah. Setelah dibiarkan selama 15 menit maka bahan mounting
telah siap dan sampel telah siap dipreparasi dengan langkah berikutnya.

c. Pengamplasan (Grinding)

Gambar 3 Bentuk Mesin Grinding


Sampel yang baru dipotong atau sampel yang telah terkorosi akan memiliki
permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar tadi harus diratakan lagi dengan agar
pengamatan struktur dapat mudah dilakukan. Pengamplasan bertujuan untuk
memerhalus sampel dan membersihkan kotoran-kotoran yang terlihat seperti bekas
karat, menghilangkan geram-geram yang menempel pada sampel, serta
menghilangkan adanya deformasi.
Pengamplasan merupakan langkah yang penting saat mempersiapkan sampel
Metalografi. Apabila terjadi kesalahan dalam proses ini, akan terus berlanjut pada
tahap selanjutnya sehingga mengakibatkan kesalahan interpretasi mikrostruktur.
Terdapat beberapa cara untuk melakukan proses pengamplasan, mulai dari
menggosokan sampel pada tempat yang statis (manual grinding) sehingga yang
otomatis (automatic grinding).

10
Manual grinding merupakan metode pengamplasan yang paling murah,
namun memiliki kelemahan yaitu prosesnya yang sangat lama dan sulit. Metode
yang saat ini sering digunakan adalah proses pengamplasan menggunakan rotating
disk. Pada metode ini, kertas amplas abrasive berbentuk lingkaran diletakan di atas
roda alumuinium/kuningan yang dapat bergerak otomatis, kemudian sampel ditahan
di atas roda yang berputar tersebut.
Semua metode pengamplasan memiliki urutan pengerjaan yang sama, yaitu:
proses pengamplasan dimulai dari grit yang paling kasar (100cw,400cw) agar dapat
membuat sampel menjadi rata dan menghilangkan efek deformasi dari pengerjaan
sebelumnya, seperrti pemotongan. Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung
pada kekerasan permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh
pemotongan.
Setelah itu dilanjutkan dengan kertas amplas dengan grit yang lebih halus
(600cw,800cw) guna menghilangkan goresan akibat amplas sebelumnya. Proses
penggantian kertas amplas dengan grit yang paling halus (1000cw,1200cw)
dilakukan beberapa kali hingga sampel menjadi rata dan memiliki satu goresan.
Terdapat beberapa hal penting dalam melakukan pengamplasan yaitu selama
pengamplasan terjadi gesekan antara permukaan sampel dan kertas amplas yang
memungkinkan terjadinya kenaikan suhu yang dapat mempengaruhi mikrostruktur
sampel sehingga diperlukan pendinginan dengan cara mengaliri air. Apabila ingin
mengganti arah pengamplasan, sampel diusahakan berada pada kedudukan tegak
lurus terhadap arah mula-mula. Pengamplasan selesai apabila tidak teramati lagi
adanya goresan-goresan pada permukaan sampel, selanjutnya sampel siap dipoles.

d. Pemolesan (Polishing)

Gambar 4 Bentuk Mesin Polishing

11
Pemolesan merupakan langkah persiapan sampel Metalografi yang untuk
menghilangkan bekas goresan pada sampel akibat proses pengamplasan. Pada proses
ini di dapatkan permukaan sampel yang bebas gores dan mengkilap karena dapet
menghilangkan ketidakaturan sampel hingga orde 0,01 m. Permukaan sampel yang
akan diamati di bawah mikroskop harus benar benar rata. Jika permukaan sampel
kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit karena cahaya
yang datang dari mikro dipantulkan secara acak oleh perumkaan sampel.
Terdapat beberapa teknik dalam proses poles, yaitu: attack polishing, chemical
polishing, electromechanical polishing dan mechanical polishing. Mechanical
polishing merupakan teknik yang paling banyak digunakan mengingat metodenya
yang mudah dan cocok untuk banyak jenis material. Cara penggunaan mechanical
polishing tidak berbeda jauh dengan pengamplasan hanya saja kertas abrasive
diganti dengan kain abrasive yang diberikan suspensi alumina dan diamond serta air.
Urutan proses poles diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu poles kasar dan
poles halus, poles kasar menggunakan abrasive dengan rentang 30 - 3 mikron pada
kain low nap atau napless, sedangkan poles halus menggunakan abrasive dengan
rentang 1 mikron atau kurang pada kain low medium atau high nap.
Pergerakan sampel yang kostan akan mencegah terjadinya cacat ekor komet
dan cacat lainya yang berkaitan dengan arah poles. Proses pemolesan akan terus
berlanjut hingga goresan hasil pengamplasan hilang, sampel hasil poles dibersihkan
dengan air yang mengalir, kemudian dilap dengan kain katun lalu di keringkan.
Perbedaan antara pengerindaan dan pengamplasan terletak pada batasan
kecepatan dari kedua cara tersebut. Pengerindaan adalah suatu proses yang
memerlukan pergerakan permukaan abrasif yang sangat cepat, sehingga
menyebabkan timbulnya panas pada permukaan spesimen. Sedangkan pengamplasan
adalah proses untuk mereduksi suatu permukaan dengan pergerakan permukaan
abrasif yang bergerak relatif lambat sehingga panas yang dihasilkan tidak terlalu
signifikan.

e. Etsa (Ethcing)
Untuk berberapa jenis material, mikrostruktur baru muncul ketika diberi
zat etsa. Proses etsa dilakukan dengan tujuan untuk mengkikis daerah batas butir
sehingga struktur bahan dapat diamati dengan jelas dan tajam dengan bantuan
mikroskop optik.
12
Gambar 5 Pengetsaan Spesimen

Proses etsa untuk mendapatkan kontras dapat di klasifikasikan atas:


a. Etsa tidak merusak
Etsa tidak merusak terdiri atas etsa optik dan perantaraan kontras dari
struktur dengan pencampuran permukaan secara fisik terkumpul pada
permukaan spesimen yang telah dipoles. Pada etsa optik digunakan teknik
pencahayaan khusus untuk menampilkan struktur mikro. Beberapa metode etsa
optik adalah pencahayaan gelap (dark field illumination), polarisasi cahaya
mikroskop (polarized light microscopy) dan differential interfence contrast.
b. Etsa merusak
Etsa merusak adalah proses perusakan permukaan spesimen secara kimia
agar terlihat kontras atau perbedaan intensitas dipermukaan spesimen. Etsa
merusak terbagi dua metode yaitu:
- Chemical Etching
Pada etsa elektrokimia dapat diasumsikan korosi terpaksa, dimana
terjadi reaksim serah terima elektron akibat adanya beda potensial daerah
katoda dan anoda. Beberapa proses yang termasuk etsa elektokimia adalah
etsa endapan (precipitation etching), metode pewarnaan panas (heat
tinting), etsa kimia (chemical etching) dan etsa elektrolite
(electrolytic etching).
- Phisical Ethcing
Pada etsa fisik dihasilkan permukaan yang bebas dari sisa zat kimia
dan menawarkan keuntungan jika etsa elektrokimia sulit dilakukan. Etsa ion
dan etsa termal adalah teknik etsa fisik yang mengubah morfologi
permukaan spesimen yang telah dipoles
Zat etsa bereaksi dengan sampel secara kimia pada laju reaksi yang
13
berbeda tergantung pada batas butir, kedalaman butir dan komposisi dari
sampel. Sampel yang akan dietsa haruslah bersih dan kering. Selama etsa,
permukaan sampel diusahakan harus selalu terendam dalam etsa. Waktu
etsa harus diperkirakan sedemikian sehingga permukaan sampel yang dietsa
tidak menjadi gosong karena pengikisan yang terlalu lama. Oleh karena itu
sebelum dietsa, sampel sebaiknya diolesi alkohol untuk memperlambat
reaksi. Pada pengetsaan masing-masing zat etsa yang digunakan memiliki
karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel
yang akan diamati. Zat etsa yang umum digunakan untuk baja ialah nital.
Setelah reaksi etsa selesai, zat etsa dihilangkan dengan cara mencelupkan
sampel ke dalam aliran air panas. Seandainya tidak memungkinkan dapat
digunakan air bersuhu ruang dan dilanjutkan dengan pengeringan dengan
alat pengering. Permukaan sampel yang telah dietsa tidak boleh disentuh
untuk mencegah permukaan menjadi kusam. Setelah dietsa, sampel siap
untuk diperiksa di bawah mikroskop.

f. Mikroskop Metalografi

(a) (b)
Gambar 6 (a) Mikroskop Metalografi (b) Hasil Pengujian Cast Iron

Mikroskop Metalografi berbeda pada cara penyinaran pada spesimen jika di


bandingkan dengan mikroskop biologi. Benda yang diiuji tidak tembus cahaya,
sampel tersebut diberi sinar. Sorotan cahayamendatar dari sumber cahaya
dipantulkan oleh reflector/cermin datar, kemudian turun melewati lensa objektif
menuju benda uji. Sebagian dari sinar dipantulkan oleh permukaan, dan melewati
lensa-lensa yang ada didalamnya akibatnya terjadi pembesaran dengan pembesaran
maksimum 100%. Mikroskop tersebut lalu di hubungkan dengan kabel konektor
14
menuju TV untuk memudahkan proses penganalisaan dan pemotretan. Caranya yaitu
setelah permukaan benda uji yang dietsa dikeringkan kemudian langsung amati
gambar struktur mikro pada layar TV dengan cara memutar fokus mikroskop.

Flow Chart
Penentuan wilayah kerja sampel

Pemotongan sampel (Sectioning)

Pembingkaian (Mounting)

Pengamplasan (Grinding)

Pemolesan (Polishing)

Pengetasaan (Ecthing)

Pengamatan dengan Mikroskop Metalografi

Dokumentasi

2.4 Bentuk Fasa dari Logam


Logam tersusun dari atom-atom yang memiliki ikatan metalik. Setiap atom yang
berikatan metalik akan membentuk satu kristal. Kristal ini memiliki struktur dan
orientasi sendiri bergantung sumbu terbentuknya kristal tersebut, dan setiap kristal yang
berada dalam satu orientasi akan berkumpul membentuk satu butir. Struktur kristal
dipengaruhi oleh jumlah elemen paduan yang mampu menyelinap di sela-sela ikatan
atom, atau disekitar kristal satu dengan yang lain. Selain jumlah, ukuran pun penting
untuk menentukan apakah elemen paduan tersebut menyelinap (interstisi), atau
mengganti (substitusi). Atom itu tidak diam, tapi bergerak. Atom dalam setiap logam
mampu bergerak dan berpindah tempat disebabkan oleh dua hal: Kondisi energi yang
diberikan (diwakilkan oleh temperatur) dan komposisi elemen paduan (diwakilkan oleh

15
persen berat unsur). Secara alamiah, suatu lingkungan yang padat akan cenderung
mencari kestabilan dengan mengurangi kepadatannya menuju lingkungan lain yang
kurang padat. Itu adalah proses difusi; dipengaruhi oleh gradien komposisi. Namun,
untuk bisa berpindah, butuh energi. Kombinasi dari keduanya, maka kita akan
mendapatkan ilmu pertama dari Ilmu dan Teknik Material adalah diagram fasa.

Gambar 7 Komponen Diagram Fasa


Diagram fasa dibuat oleh dua orang, yang bernama Elliot J.F. dan Benz M.G.
pada tahun 1949 (pada tahun yang sama, Indonesia masih berkutat melawan NICA
yang datang dari Belanda, belum sempat membuat hal seperti ini, sungguh
menyedihkan). Diagram ini, tidak dibuat dalam semalam, tapi selama bertahun-tahun,
dan mengalami penyempurnaan hingga tahun 1992 oleh springerlink. Komponen dari
diagram fasa ada dua: komposisi karbon (sumbu X) dan temperatur (sumbu Y). Di
tengah diagram tersebut ada “peta” dari jenis fasa yang terbentuk. Keterangan dari
tulisan yang ada disana akan dijelaskan di bawah.
 Delta Iron (Delta Ferrite)
Delta Iron merupakan fasa yang terbentuk dan stabil pada temperatur sekitar
1500 derajat celcius. Pada daerah ini, karbon yang bisa menjadi interstisi didalam
besi maksimal sekitar 0.09%. Hal ini dapat diketahui melalui garis mendatar. Delta,
di sebelah kiri, memiliki garis kelarutan karbon (lebih dari 0.025% dan kurang dari
0.5%), garis mendatar di sebelah kanan, menunjukkan kelarutan karbon maksimal.
Fasa delta ini cenderung lunak dan tidak stabil pada suhu kamar. Struktur kristal
yang terbentuk adalah BCC. Gambar di sebelah kanan menunjukkan gambar

16
struktur mikro Delta Iron yang di etching menggunakan teknik metalurgi
khusus pada baja stainless steel.

Gambar 8 Delta Iron (Delta Ferrite)


 Ferrite (α)
Ferrite (α) merupakan fasa yang terbentuk pada temperatur sekitar 300-723
derajat celcius. Pada daerah ini, kelarutan karbon maksimalnya adalah 0,025%
pada temperatur 725 derajat celcius, dan turun drastis menjadi 0% pada 0 derajat
celcius. Fasa ini biasa terjadi bersamaan dengan cementite, membentuk pearlite
pada pendinginan lambat. Fasa ini lunak, dan memberikan kemampuan bentuk
pada logam. Gambar di sebelah kiri menunjukkan struktur fasa ferrite yang
berwarna hitam, dan austenite yang berwarna putih. Hal ini menunjukkan bahwa,
selain lunak, ferrite sendiri cenderung lebih mudah berkarat dibandingkan
austenite.

Gambar 9 Ferrite (α)


 Cementite (Fe3C)
Cementite merupakan fasa intermetalik yang terbentuk pada logam dengan
kelarutan karbon maksimal 6,67 %. Kelarutan karbon yang tinggi memberikan sifat
keras pada fasa ini, dan berkontribusi bersama dengan ferrite untuk menentukan
kekuatan dari suatu logam. Gambar di bawah menunjukkan fasa cementite yang
didapatkan dari proses pendinginan lambat baja cor putih.

17
Gambar 10 Cementite (Fe3C)
 Pearlite (α + Fe3C)
Pearlite merupakan satu fasa yang terbentuk dari gabungan dua fasa, Ferrite
dan Cementite. Pearlite dianggap sebagai satu fasa sendiri, karena memberikan
kontribusi sifat yang seragam. Seperti dijelaskan di atas, di dalam satu fasa, biasa
terbentuk dalam satu butir. Namun, untuk Pearlite berbeda, karena ada dua fasa
dalam satu butir. Karena butir berukuran lebih besar dari ukuran fasa Ferrite dan
Cementite itu sendiri (ukuran terkecil yang bisa dikarakterisasi sebesar ukuran
indentasi dari uji keras mikro vickers, sekitar 50 mikron), maka Pearlite, atas
kesepakatan bersama para ahli material, digolongkan sebagai satu fasa dalam satu
butir. Pearlite memiliki morfologi mirip seperti lapisan (lamellae) antara Ferrite
(hitam) dan Cementite (putih). Pada gambar di sebelah kiri, bisa dilihat struktur
mikro dari pearlite tersebut. Perhatikan juga pembesaran yang ada di sebelah kanan
bawah, hal ini menunjukkan perbedaan gambar ini dengan gambar pada baja cor
putih. Perbedaannya pada pemberasan yang sama dengan baja cor putih, yaitu
distribusi dari fasa Pearlite dan Cementite nya.

Gambar 11 Pearlite (α + Fe3C)


 Austenite (γ)
Gamma Iron merupakan fasa yang terbentuk pada terbentuk pada temperatur
1140 derajat celcius, dengan kelarutan karbon 2,08%. Kelarutan karbon akan turun
menjadi 0,08% pada 723 derajat celcius. Fasa ustenite terlihat jelas pada gambar di
bagian Ferrite di atas, berwarna putih. Hal ini menunjukkan bahwa fasa ini

18
memiliki ketahanan karat yang lebih baik daripada fasa yang lain. Austenite
merupakan fasa yang tidak stabil di temperatur kamar, sehingga dibutuhkan
komposisi paduan lain yang akan berungsi sebagai penstabil fasa austenite pada
temperatur kamar, contohnya adalah mangan (Mn).

Gambar 12 Austenite (γ)


 Eutectic, Hypo-eutectoid dan hyper-eutectoid
Seperti kata Human (manusia) dan Humanoid (seperti-manusia), maka
daerah pendinginan pun memiliki dua garis mendatar: eutectoic dan eutectoid
(eutectic-like). Kedua garis isotermal ini menunjukkan perubahan fasa yang
berbeda: Eutectic [L -> γ+Fe3C] dan Eutectoid [γ->α+Fe3C]. Titik eutectoid
terletak pada garis komposisi 0,8 % karbon, sedangkan titik eutectic terletak pada
garis komposisi 4% karbon. Biasanya, baja yang terletak pada daerah eutectoid
disebut baja karbon, sedangkan pada daerah 4% karbon disebut baja cor. Pada baja
karbon, ada baja karbon yang kandungan karbonnya rendah (dibawah 0,8%) dan
tinggi (diatas 0,8%). Dengan kesepakatan bersama, baja dengan kandungan karbon
dibawah 0,8% disebut baja karbon rendah, medium, dan tinggi, sedangkan baja
dengan kandungan karbon diatas 0,8% disebut baja saja (steel)

2.5 Karakteristik dan Sifat Logam


Logam mempunyai sifat-sifat istimewa yang menjadi dasar penggunaanya. Salah
satu sifat yang dimiliki oleh logam adalah sifat mekanik. Sifat-sifat mekanik yang
dimiliki oleh logam antara lain kekuatan, kekerasan, ketangguhan, keuletan, mampu
bentuk, dan mampu las. Sifat-sifat mekanik tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain komposisi kimia, perlakuan yang diberikan, dan struktur butirnya. Struktur
butir yang terdapat pada suatu logam dipengaruhi oleh perlakuan yang diterima logam
tersebut, yang akan mempengaruhi pada sifat mekanik logamnya, misalnya pengerolan
pada suatu logam maka struktur butir logam tersebut akan laminar (memanjang) dan
sifat kekerasannya akan naik. Contoh lain hasil dari heat treatment, dengan mengamati

19
struktur butirnya selain gambaran sifat mekaniknya yang dapat diketahui, fasa yang ada
juga dapat diketahui.
Karena pada dasarnya tujuan dari pengujian ini adalah untuk mendapatkan sifat
mekanik dan sifat fisik dari suatu material logam maka sangat penting sekali kita harus
mempertimbangkan design dari suatu struktur atau mesin maka yang harus kita lakukan
adalah melihat kekutan dari mesin yang akan kita coba, untuk menjalankan fungsinya
secara aman dan baik. Contoh sebuah crane harus medukung (support) beban tanpa
terjadi perpatahan atau tanpa pembengkokan (bending) sehingga tidak mempersulit
operator crane.
Pada dasarnya sifat mekanis material meliputi: kekuatan (strength), kekakuan
(stiffness), elastisitas, plastisitas, resilience dan ketangguhan (toughness). Kekuatan
atau strength adalah kemampuan dari struktur atau komponen untuk tahan terhadap
pembebanan tanpa terjadi kerusakan (failure) yang disebabkan oleh tegangan eksternal
ataupun deformasi berlebihan. Sedangkan mechanical propertis adalah sesuatu yang
berhubungan dengan sifat elastis ataupun plastis material terhadap suatu pembebanan
yang diberikan.
Kekakuan (stiffnes) adalah besarnya deformasi elastis yang terjadi dibawah
pembebanan dan diukur melalui modulus elastis. Elasticity (elastisitas) adalah
kemampuan suatu material untuk berdeformasi tanpa terjadinya perubahan permanen
setelah tegangan dilepaskan. Plasticity (plastisitas) adalah kemampuan material untuk
berdeformasi permanen tanpa terjadi perpatahan. Ukuran plastisitas biasanya
ditunjukan dengan besarnya keuletan (ductility). Resilience adalah energi yang diserap
material didaerah elastis. Ketangguhan (taughness) adalah energi yang dibutuhkan
untuk mematahkan material.
Sifat mekanis terbagi menjadi dua yang sangat berpengaruh sekali terhadap
keadaan dari suatu material logam, yaitu sifat mekanik daerah plastis dan sifat mekanis
daerah elastis:
a. Sifat mekanik daerah elastis
Kekuatan elastis (yield strength) yaitu kemampuan suatu bahan untuk
menerima beban tanpa terjadi deformasi plastis, untuk logam yang getas titik
yield dicari dengan off set metode yaitu tarik garis sejajar dengan garis elatis
dari titik regangan 0,2% atau 3,5% hingga memotong kurva. Kekakuan
(stiffness) yaitu kemampuan suatu bahan pada daerah elastis dan hanya
mengalami deformasi elastis tetapi hanya sedikit. Parameter kekakuan adalah
20
modulus young (E), dirumuskan sebagai berikut    /  . Resilien yaitu
kemampuan menyerap energi tanpa terjadi deformasi plastis, parameternya
adalah modulus of resilience dirumuskan sebagai berikut:

    2..   2/2.E
b. Sifat mekanik daerah plastis
Tensile strength adalah suatu kemampuan bahan untuk menerima
beban tanpa menjadi putus, kekuatan seiring dengan kekerasan akan
mempengaruhi UTS (Ultimate Tensile Strength), UTS besar maka
kekerasannya akan meningkat. Keuletan (ductility) adalah kemampuan suatu
bahan untuk deformasi plastis tanpa patah, keuletan dinyatakan dengan %
perpanjangan dan % pengurangan luas penampang. Ketangguhan (toughness)
adalah banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan satu satuan
volume suatu bahan, secara grafik adalah luas penampang dibawah kurva
   dari uji tarik.
Dalam tahapan pengerjaan, sebelum material logam diuji suatu material harus
diukur terlebih dahulu. Disini pengukuran tidak hanya ditekankan pada panjang, lebar
dan tinggi dari material saja, akan tetapi meliputi sudut, volume, massa, gaya, tekanan,
interval waktu, temperatur, arus listrik, tegangan listrik dan tahanan listrik. Setiap
pengukuran kecuali perhitungan (counting) selalu terdapat variasi kesalahan dan ini
harus terkontrol atau diketahui sehingga pengujian dapat disebut sebagi material logam
yang mempunyai kepresisian dan keakuratan yang nyata.
Error adalah suatu perbedaan antara nilai yang diobservasi dengan nilai yang
sesungguhnya. (the true value). Hal ini tidak dapat dihindari dan harus dipertimbangkan
pada setiap pengujian. Ada dua kesalahan pada setiap material logam antara lain: 1.
Systimatical error yang meliputi natural error (e.g expansion, humidity), instrument
error (i.e konstruksi alat), personal (human) error (i.e slow reaction to push the botton).
Sehingga error tersebut terakumulasi dan berbeda dengan nilai sebenarnya. 2.
Accidental error yang nilainya berada secara random (+/-) dari nilai sebenarnya
sehingga dapat terkompensasi mandiri (self compensating). Umumnya disebabkan oleh
ketidak mampuan peneliti (observer) untuk mencocokan peralatan ukur.
Setelah kita selesai dalam tahap pengukuran benda uji kita bisa langsung
mengoperasikan pengujian benda uji, pada umumnyasistem pengujian terdiri dari:
1. Recorder (perekaman data) mulai dari preparasi sampai hasil uji.

21
2. Operator (pengecekan semua peralatan, pemilihan rentang beban, dan membuat nol
mesin).
3. Observer (pengecekan peralatan ukur dan dalam urutan yang sesuai dan pengaturan
sampel hingga operasinya selesai).
4. Computer (membantu observer dalam pembacaan hasil pengujian), dalam suatu
pengujian (investigasi) dikatakan belum selesai jika belum dibuat suatu kesimpulan,
dicek kebenarannya dan di-intrepretasikan dalam suatu laporan pengujian (testing
report).

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Metalografi ialah penggambaran secara topografi atau penampakan mikrostruktur
dari permukaan material yang telah disiapkan. Metalografi membahas tentang studi
karakteristik struktur logam (material) maupun paduannya. Informasi khusus yang dapat
diketahui antara lain: bentuk butir, fasa yang terbentuk, homogenitas kimia, distribusi
fasa, porositas, retak, bahkan proses perpatahan.
Terdapat 5 tahapan utama dalam preaparasi specimen Metalografi, antara lain:
Pemotongan sampel (Sectioning), Pembingkaian (Mounting), Pengamplasan (Grinding),
Pemolesan (Polishing), dan Pengetsaan (Ethcing). Pengamatan Metalografi dikalukan
dengan menggunakan mikroskop optik.
Bentuk fasa dari logam antara lain: Delta Iron (Delta Ferrite), Ferrite (α),
Cementite (Fe3C), Pearlite (α + Fe3C), Austenite (γ), Eutectic, Hypo-eutectoid dan
hyper-eutectoid. Beberapa sifat-sifat mekanik yang dimiliki oleh logam antara lain
kekuatan, kekerasan, ketangguhan, keuletan, mampu bentuk, dan mampu las.

23
DAFTAR PUSTAKA

Vander Voort, George F. 2007. Metallography: Principles and Practice: USA


Scott, David A. 1991. Metallography and Microstructure of Ancient and Historic Metals:
California
Zipperian, Donald C. 2011. Metallographic Handbook: USA
https://id.scribd.com/doc/92479468/Bab-II-Metalografi diakses pada 21 Mei 2019 pukul
19:43 WIB
https://www.academia.edu/7641090/51582035-metalografi diakses pada 18 Juni 2019 pukul
02:57 WIB

24

Anda mungkin juga menyukai