Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum

Laboratorium Teknik Material 1


Modul B Uji Keras

Oleh :

Nama : Efvan Adhe Putra Pradana


NIM : 13716023
Kelompok :4
Anggota (NIM) : Bonivasius T Cahyo 13716036
Chevira Destri P 13716037
Ihsan Nurfajri 13716038

Tanggal Praktikum : 02 April 2018


Tanggal Penyerahan Laporan : 05 April 2018
Nama Asisten (NIM) : Juan Davin (13714036)

Laboratorium Teknik Metalurgi dan Teknik Material


Program Studi Teknik Material
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
2018
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Kekerasan merupakan salah satu sifat mekanik dari material. Nilai kekerasan
suatu material digunakan untuk menentukan pemrosesan dan pengaplikasian yang
cocok untuk material tersebut. Pada dunia industri pengujian keras digunakan untuk
menentukan jenis material ulet atau getas berdasarkan kekerasan dari material
tersebut. Berdasarkan nilai kekerasan yang diperoleh dari suatu daerah maka dapat
ditentukan juga apakah material tersebut mengalami cold-working, hot-working,
atau heat treatment. Metoda pengujian keras juga digunakan karena memiliki
kelebihan yaitu tidak terlalu merusak spesimen uji dan pengujian yang dilakukan
cepat. Maka dari itu uji keras sering digunakan untuk quality control material.
Standard dari pengujian keras mengacu terhadap ASTM E18-10 yang mencakup
diantaranya uji keras brinell, vicker, rockwell, dan lainnya.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Menentukan nilai kekerasan dari spesimen uji.
2. Menentukan nilai kekuatan berdasarkan hasil kekerasan spesimen uji.
BAB II

Teori Dasar

2.1 Prinsip Kerja Uji Keras


Secara umum kekerasan merupakan ketahan material terhadap deformasi,
sedangkan untuk logam kekerasan merupakan kemampuan yang terukur untuk
mengalami deformasi plastis yang terlokalisasi. Kekerasan juga dapat diartikan
sebagai kemampuan mekanik material untuk menerima atau menahan indentasi
yang diberikan. Berbeda dengan kekuatan dan kekakuan yang kekuatan
didefinisikan sebagai kemampuan material untuk menerima tegangan tanpa
mengalami patah dan kekakuan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material
untuk menerima energi pada saat diberikan tegangan atau saat terjadinya deformasi.
Terdapat tiga metode umum untuk pengujian kekerasan material yaitu metode gores
(scratch hardness), metode pantulan (rebound/ dynamics hardness), dan metode
indentasi (indentation hardness). Namun pada pengujian logam umumnya
digunakan metode indentasi dibandingkan metode lainnya.
2.2 Metode Gores (Scratch Hardness)
Metode gores umumnya digunakan untuk menguji kekerasan dari mineral
alam atau sintetis. Setiap mineral memiliki kemampuan gores yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Standard pengukuran untuk pengujian keras dengan
metode gores ini adalah skala mohs. Berdasarkan goresan yang dihasilkan terhadap
mineral maka dapat ditentukan kekerasannya dari skala mohs.
Tabel 2.1 Skala mohs
Skala Mineral Skala Mineral
1 Talc 6 Feldspar
2 Gipsum 7 Kuarsa
3 Kalsit 8 Topaz
4 Fluorit 9 Korundum
5 Apatit 10 Diamond
2.3 Metode Pantulan (Rebound / Dynamics Hardness)
Pada pengujian keras metode pantulan digunakan prinsip kerja dengan
menjatuhkan indentor ke permukaan spesimen uji dengan ketinggian tertentu
sehingga kekerasan dari spesimen uji dapat direpresentasikan oleh energi yang
diserap spesimen.
2.4 Metode Indentasi (Indentation Hardness)
a. Uji Keras Brinell
Pada pengujian keras Brinell indentor yang digunakan adalah bola
baja dengan diameter 10 mm dan indentasi yang dilakukan dengan
pembebanan sebesar 3000 kg. Sedangkan untuk logam yang lebih lunak
digunakan pembebanan sebesar 500 kg untuk menghindari bekas indentasi
yang terlalu dalam dan untuk logam yang sangat keras menggunakan
indentor tungsten karbida untuk meminimalisir kerusakan pada indentor.
Standard pembebanan dilakukan adalah selama 30 detik dan hasil indentasi
diukur pada mikroskop optik untuk menentukan diameter indentasi tersebut.
Berdasarkan hal tersebut dapat ditentukan brinell hardness number (BHN)
dengan perbandingan antara pembebanan dan luas permukaan indentasi.
Pengujian kekerasan brinell dapat menentukan kekerasan rata-rata dari
spesimen karena indentasi yang diberikan cukup luas sehingga dapat
merepresentasikan keseluruhan permukaan.

Gambar 2.1 Uji keras brinell


2𝑃
𝐵𝐻𝑁 =
𝜋𝐷(𝐷 − √𝐷2 − 𝑑 2 )
Dengan P = Pembebanan yang diberikan (kg)
D = Diameter bola baja (mm)
d = Diameter indentasi (mm)
b. Uji Keras Vickers
Berbeda dengan pengujian keras brinell, pengujian keras vickers
menggunakan indentor berbentuk prisma persegi dengan sudut antar
segitiga 136o. Sudut tersebut digunakan karena telah diperkirakan paling
mendekati dengan rasio indentasi pada pengujian keras brinell. Pengujian
ini biasanya dikenal dengan pengujian diamond-pyramid hardness. Nilai
kekerasan dari spesimen dapat diperoleh berdasarkan perbandingan
pembebanan dengan luas hasil indentasinya.

Gambar 2.2 Uji keras vicker


𝜃
2𝑃 sin (2)
𝐷𝑃𝐻 =
𝐿2
1,854𝑃
𝐷𝑃𝐻 =
𝐿2
Dengan P = Pembebanan yang diberikan (kg)
L = Diagonal dari indentasi (mm)
Biasanya hasil dari pengujian keras mengalami cacat pada
indentasinya dikarenakan tidak sempurnanya bentuk dari indentor atau
pembebanan yang terlalu besar. Pengujian kekerasan vicker memiliki
kelebihan dapat mengukut kekerasan dari suatu fasa tertentu yang spesifik
atau pada area yang kecil dan dapat digunakan untuk menentukan kekerasan
dari spesimen tipis.

Gambar 2.3 Hasil indentasi uji vickers


c. Uji Keras Rockwell
Pengujian keras rockwell lebih sering digunakan karena pada
pengujian ini hasil yang diperoleh merupakan nilai kekerasan dari spesimen
uji sehingga lebih efektif dan lebih cepat dibandingkan dengan metode yang
lainnya. Pengujian ini memanfaatkan kedalaman indentasi berdasarkan
pembebanan konstan untuk mengukur kekerasannya. Mula-mula diberikan
pembebanan minor dengan besar pembebanan 10 kg, pembebanan minor ini
bertujuan untuk menciptakan standardisasi karena kerataan permukaan
spesimen uji tidak dapat diabaikan. Selanjutnya diberikan pembebanan
major diberikan hingga mencapai batas maksimalnya dan dapat diperoleh
nilai kekerasan dari spesimen uji. Indentor yang digunakan perlu
disesuaikan dengan jenis spesimen agar memperoleh hasil kekerasan yang
optimum dan tidak merusak indentor.

Gambar 2.4 Skala kekerasan rockwell


2.5 Syarat Pengujian Keras
1. Indentor dan dudukan dalam keadaan bersih dan dalam kondisi baik.
2. Permukaan spesimen uji harus dalam kondisi bersih, kering, halus, dan tidak
terdapat oksida.
3. Permukaan spesimen uji harus datar dan rata serta tegak lurus terhadap
indentor.
4. Spesimen uji yang berbentuk silindris akan memberikan galat yang besar
karena terdapat efek lengkungan, pembebanan, dan indentor.
5. Ketebalan dari spesimen uji tidak boleh terlalu tipis dan disarankan 10 kali
dari kedalaman indentasi.
6. Jarak antar indentasi disarankan tiga atau lima kali dari diameter indentasi.
7. Kecepatan pembebanan haruslah sesuai dengan standard.

2.6 Hubungan Nilai Kekerasan Dengan Kekuatan Material


Kekerasan dan kekuatan merupakan kriteria untuk mengetahui ketahanan
material terhadap terjadinya deformasi plastis. Oleh karena itu nilai kekerasan dan
kekuatan dari material kurang lebih proporsional. Maka dari itu kekuatan material
merupakan fungsi dari kekerasan brinell, namun tidak semua jenis logam memiliki
porsi yang sama dalam fungsi. Untuk logam dapat dituliskan sebagai persamaan
berikut.
𝑇𝑆 (𝑀𝑃𝑎) = 3,45 × 𝐵𝐻𝑁

Gambar 2.5 Hubungan kekuatan dan kekerasan


BAB III

Data Percobaan

3.1 Data
Tabel 3.1 Hasil pengujian keras rockwell
No Rockwell P (kg) Indentor HR
1 Baja Bulat 60 Diamond 72; 72; 71
2 Baja Kotak 60 Diamond 54; 51; 51,5
3 Alumunium 60 Bola 1/8 inch 102; 102,3; 101,8

Tabel 3.2 Hasil pengujian vickers


No Vickers P (kg) x y
1 Baja Bulat 60 4 27
2 Baja Kotak 60 3 19

Tabel 3.3 Hasil pengujian brinell


No Brinell P (kg) D (mm) x y
1 Baja Bulat 187,5 2,5 4 31
2 Baja Kotak 187,5 2,5 6 44
3 Alumunium 62,5 2,5 8 48,5
3.2 Pengolahan Data
a. Uji Keras Rockwell
Dari data kekerasan rockwell dapat dikonversikan menjadi
kekerasan brinell dan vickers dengan acuan ASTM E-140.
Tabel 3.4 Hasil pengolahan uji keras rockwell
No Rockwell HR(A/H) Vickers Brinell
1 Baja Bulat 71,6 412 390
2 Baja Kotak 52,2 165 165
3 Alumunium 102,03 - -
Untuk nilai kekerasan brinell mengacu terhadap indentor bola 10
mm dan beban 3000 kgf.
b. Uji Keras Vickers
Dari nilai x dan y yang diperoleh berdasarkan pengamatan hasil
indentasi dibawah mikroskop optik dapat ditentukan diagonal dari
indentasinya dan nilai kekerasan vickers berdasarkan persamaan berikut
serta dikonversi menggunakan tabel konversi pada ASTM E-140.
𝑦 × 0,2
𝐿 = (𝑥 × 0,2) + ( )
50
1,854𝑃
𝐷𝑃𝐻 =
𝐿2

Tabel 3.5 Hasil pengolahan uji keras vickers


No Vickers P (kg) L (mm) Vickers Brinell HRA
1 Baja Bulat 60 0,676 243,426 231 61,0
2 Baja Kotak 60 0,908 134,924 135 46,3
Untuk nilai kekerasan brinell mengacu terhadap indentor bola 10
mm dan beban 3000 kgf.
c. Uji Keras Brinell
Dari nilai x dan y yang diperoleh berdasarkan pengamatan hasil
indentasi dibawah mikroskop optik dapat ditentukan diameter indentasinya
dan nilai kekerasan brinell berdasarkan persamaan berikut serta dikonversi
menggunakan tabel konversi pada ASTM E-140.
𝑦 × 0,2
𝑑 = (𝑥 × 0,2) + ( )
50
2𝑃
𝐵𝐻𝑁 =
𝜋𝐷(𝐷 − √𝐷2 − 𝑑 2 )
Tabel 3.6 Hasil pengolahan uji keras brinell
No Brinell P (kg) D (mm) d (mm) Brinell Vickers HRA
1 Baja Bulat 187,5 2,5 0,924 269,72 286 64,3
2 Baja Kotak 187,5 2,5 1,376 115,679 115,68 41,5
3 Alumunium 62,5 2,5 1,794 20,973 - -

d. Nilai Kekuatan Berdasarkan Kekerasan Brinell


Pada percobaan dan grafik yang ada dapat ditentukan nilai kekuatan
dari spesimen uji berdasarkan kekerasan brinell yang telah diketahui dengan
persamaan berikut.
𝑇𝑆 (𝑀𝑃𝑎) = 3,45 × 𝐵𝐻𝑁
Tabel 3.7 Nilai kekuatan berdasarkan kekerasan brinell
No Brinell Brinell TS (MPa)
1 Baja Bulat 269,72 930,534
2 Baja Kotak 115,679 399,0925
3 Alumunium 20,973 72,3568
BAB IV

Analisis Data

Berdasarkan nilai kekerasan baja karbon tinggi, baja karbon rendah, dan
alumunium yang telah diperoleh dari pengujian keras metode rockwell, brinell, dan
vicker serta dibandingkan dengan literatur dapat diketahui sebagai berikut.
Rockwell Brinell Vickers
Spesimen Hasil Hasil Hasil
Literatur Literatur Literatur
Uji Uji Uji
58,9 71,6 269,72 243,426
Baja Bulat 229 241
HRA HRA BHN DPH
44,8 52,2 115,679 134,924
Baja Kotak 126 131
HRA HRA BHN DPH
41,8 20,973
Alumunium 40 HRA 95 107 -
HRA BHN

Dapat diketahui bahwa hasil pengujian pada alumunium memiliki nilai


kekerasan brinell yang jauh dengan literatur hal ini dikarenakan perbandingan
antara pembebanan dan diameter indentor tidak sesuai dengan teori yang telah
ditentukan serta adanya faktor eksternal seperti kecepatan pembebanan yang terlalu
lambat atau terlalu cepat, peletakan spesimen yang tidak tegak lurus terhadap
indentor, dan permukaan yang kurang bersih. Sedangkan nilai kekerasan rockwell
pada pengujian ini dapat dikatakan mendekati literatur dan pengujian rockwell
cenderung lebih cepat dan akurat bila penentuan indentornya tepat.
Selanjutnya pada baja karbon rendah (baja kotak) dapat diketahui bahwa
hasil yang diperoleh mendekati hasil literatur pada setiap pengujian keras brinell,
rockwell, dan vickers. Pada pengujian ini jenis spesimen dan kadar karbon dari baja
tidak diketahui maka sulit untuk menentukan literatur yang tepat bagi setiap
material. Namun jika berdasarkan pengujian, tidak terdapat masalah yang terlalu
berpengaruh terhadap spesimen uji.
Jika dilihat perbandingan nilai kekerasan pada baja karbon tinggi (baja
bulat) dapat diketahui bahwa hasil uji keras brinell, rockwell, dan vickers memiliki
perbandingan yang lumayan besar dengan literatur. Perbedaan terdebut dapat
dipengaruhi oleh penentuan literatur yang kurang tepat karena tidak diketahui
komposisi karbon dan spesifikasi lainnya serta terdapat kesalahan yang dilakukan
praktikan seperti kesalahan peletakan spesimen, permukaan spesimen yang tidak
bersih, kecepatan pembebanan yang tidak sesuai dengan standard, waktu indentasi
yang terlalu cepat atau terlalu lama, kesalahan pembacaan skala pada alat uji keras
atau mikroskop optik dan jarak antar indentasi yang terlalu berdekatan.
Pada percobaan ini dapat ditentukan hubungan kekerasan dan kekuatan
material namun tidak dibandingkan dengan literatur yang ada karena hasil akan
tidak valid. Ketidak validan hasil kekuatan uji keras dikarenakan konversi tersebut
merupakan nilai kekuatan lokal dari spesimen uji pada bagian kecil, namun nilai
kekuatan pada literatur merupakan hasil kekerasan keseluruhan spesimen pada
pengujian tarik sehingga hasil tidak akan valid. Keuntungan dari pengukuran
kekuatan ini adalah kita dapat mengetahui kekerasan dan kekuatan suatu fasa
tertentu dari spesimen uji atau kekerasan dan kekuatan rata-rata lokal dari spesimen
uji di daerah tertentu.
BAB V

Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan
1. Nilai kekerasan baja karbon tinggi (baja bulat), baja karbon rendah (baja
kotak) dan alumunium berdasarkan pengujian keras rockwell secara
berturut-turut adalah 71,6 HRA ; 52,2 HRA ; 102,03 HRH.
2. Nilai kekerasan baja karbon tinggi (baja bulat) dan baja karbon rendah (baja
kotak) berdasarkan pengujian keras vickers secara berturut-turut adalah
243,426 DPH dan 134,924 DPH.
3. Nilai kekerasan baja karbon tinggi (baja bulat), baja karbon rendah (baja
kotak) dan alumunium berdasarkan pengujian keras brinell secara berturut-
turut adalah 269,72 BHN ; 115,679 BHN ; 20,973 BHN.
4. Nilai kekuatan yang diperoleh berdasarkan pengujian keras brinell dari baja
karbon tinggi (baja bulat), baja karbon rendah (baja kotak) dan alumunium
secara berturut-turut adalah 930,534 MPa ; 399,0925 MPa ; 72,3568 MPa.
5.2 Saran
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pada pengujian
brinell spesimen uji alumunium memiliki pembebanan yang tidak sesuai dengan
diameter indentor dan proseedur pengamatan hasil indentasi lebih diperjelas agar
praktikan dapat mengoperasikan secara efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA

Callister, William D. 2010. Materials and Science Engineering An Introduction. 6th


edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Dieter, G. E. 1988. Mechanical Metallurgy. SI Metric Edition. UK: Mc Graw-Hill
Book Co.
ASTM E-140
Diakses pada 05 April 2018
http://asm.matweb.com/search/SpecificMaterial.asp?bassnum=ma6061t6
https://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=6115
http://www.matweb.com/search/DataSheet.aspx?MatGUID=c7003a1d67184a83a
301e5ba490db437
LAMPIRAN
Tugas Setelah Praktikum
1. Sebutkan macam-macam variasi pengujian kekerasan Rockwell
berdasarkan beban mayor dan jenis indentor! Adakah tujuan dari variasi
tersebut, jelaskan! Berdasarkan ASTM E-18
2. Turunkan persamaan kekeasan Vicker!
3. Sebutkan anomali yang dapat terjadi saat melakukan uji keras!
4. Mengapa harga kekerasan berbanding lurus dengan harga kekuatan
tariknya!
5. Sebutkan pencegahan-pencegahan yang harus dilakukan untuk
mendapatkan hasil uji keras yang valid!
Jawab
1. Macam-macam variasi pada pengujian kekerasan rockwell

Gambar 7.1 Variasi indentor pada uji keras rockwell

Gambar 7.2 Variasi indentor pada uji keras rockwell


Variasi bertujuan untuk menyesuaikan dengan kondisi dan dimensi
dari spesimen uji agar memperoleh hasil yang diinginkan.
2. Penurunan persamaan uji keras vickers

3. Anomali yang terjadi pada pengujian keras adalah seiring meningkatnya


temperatur maka kekerasan dari material akan menurun sehingga material
tersebut menjadi ulet, sedangkan seiring menurunnya temperatur maka
kekerasan dari material akan meningkat. Adanya peningkatan temperatur
mengakibatkan pergerakan atom akan meningkat sehingga terjadi
perubahan proses deformasi dari material.
4. Berdasarkan teori dasar dapat diketahui bahwa kekerasan dan kuatan
merupakan karakteristik suatu material untuk mengalami deformasi, dan
berdasarkan gambar 2.5 kurva hubungan nilai kekerasan dan kekuatan dapat
diketahui bahwa seiring meningkatkan nilai kekerasan maka nilai kekuatan
adan meningkat sesuai jenis dari logam berdasarkan baja dengan kekerasan
brinell dapat ditentukan persamaan berikut.
𝑇𝑆 (𝑀𝑃𝑎) = 3,45 × 𝐵𝐻𝑁
5. Meningkatkan validasi halis pengujian keras
a. Menentukan metode yang tepat berdasarkan tujuan pengujian yang
ingin dicapai.
b. Menentukan indentor yang sesuai dengan jenis material.
c. Meratakan permukaan spesimen uji dengan pengampelasan.
d. Indentor dan dudukan dalam keadaan bersih dan dalam kondisi baik.
e. Permukaan spesimen uji harus dalam kondisi bersih, kering, halus, dan
tidak terdapat oksida.
f. Permukaan spesimen uji harus datar dan rata serta tegak lurus terhadap
indentor.
g. Spesimen uji yang berbentuk silindris akan memberikan galat yang
besar karena terdapat efek lengkungan, pembebanan, dan indentor.
h. Ketebalan dari spesimen uji tidak boleh terlalu tipis dan disarankan 10
kali dari kedalaman indentasi.
i. Jarak antar indentasi disarankan tiga atau lima kali dari diameter
indentasi.
j. Kecepatan pembebanan haruslah sesuai dengan standard.

Anda mungkin juga menyukai