oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
Pengujian impak ada karena terjadi suatu fenomena pada masa Perang
Dunia ke 2. Saat itu banyak terjadi fenomena patah getas yang terjadi pada daerah
lasan kapal-kapal perang dan tanker-tanker. Diantara fenomena patahan tersebut
ada yang patah sebagian dan ada yang benar-benar patah terbelah menjadi 2
bagian. Fenomena patahan ini biasa terjadi pada saat musim dingin ketika kapal
sedang berada di laut lepas ataupun ketika kapal sedang berlabuh. Contoh yang
sangat terkenal tentang fenomena patahan getas adalah tragedi Kapal Titanic yang
melintasi samudera Atlantik. Semenjak adanya fenomena tersebut, banyak orang
yang menelitinya lebih lanjut dan lahirlah uji impak ini.
Dasar pengujian impak ini adalah perpindahan energi potensial yang
berubah menjadi energi kinetik dari pendulum beban yang berayun dari suatu
ketinggian tertentu kepada benda uji melalui tumbukan, sehingga benda uji
mengalami deformasi.
Pengujian impak merupakan simulasi dari kondisi operasional material
yang biasa ditemui dalam perlengkapan konstruksi dan transportasi, dimana beban
Page 2 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
yang diberikan tidak selalu terjadi secara perlahan, namun diberikan dengan
kecepatan tinggi atau secara tiba-tiba, contohnya seperti beban yang diterima oleh
bumper mobil pada saat terjadi kecelakaan. Pengujian ini banyak dilakukan di
indusri terutama pada industri otomotif. Pengujian impak dilakukan untuk
mengetahui apakah energi yang diterima oleh material diserap atau dialirkan
kembali oleh material tersebut. Untuk industri mobil, material yang baik dan
aman untuk digunakan adalah material yang dapat menyerap energi akibat
tabrakan, bukan yang mengalirkan energi tersebut.
Page 3 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
BAB II
TEORI DASAR
Page 4 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
Page 5 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
2. Metode Izod
Metode Izod merupakan metode yang banyak digunakan di Eropa.
Spesimen metode ini memiliki dimensi 75 mm x 10 mm x 10 mm
(panjang x lebar x tinggi) dan memiliki takikan. Berdasarkan standar
ASTM E23, bentuk takikan dari spesimen metode ini adalah V, dengan
kedalaman takikan sebesar 2 mm, dan sudut takikan 45o.
Page 6 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
Kekurangan :
a. Spesimen hanya dapat dipasang pada posisi horizontal
b. Spesimen dapat bergeser dari tumpuannya karena tidak dijepit
c. Pengujian hanya dapat dilakukan pada spesimen yang kecil
Page 7 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
2. Metode Izod
Kelebihan :
a. Tumbukan tepat pada takikan karena spesimen dijepit
b. Dapat menggunakan spesimen dengan ukuran yang lebih besar
c. Spesimen tidak mudah bergeser karena dijepit pada salah satu
ujungnya
Kekurangan
a. Biaya pengujian yang lebih mahal
b. Pembebanan yang dilakukan hanya pada satu ujungnya, sehingga hasil
yang diperoleh kurang baik
c. Waktu yang digunakan cukup banyak karena prosedur pengujiannya
yang banyak, mulai dari menjepit benda kerja hingga tahap pengujian
2. Harga Impak
Harga impak adalah jumlah energi yang dapat diserap oleh suatu
material tiap satuan luas. Harga impak dapat dihitung melalui persamaan :
Page 8 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
dimana :
HI = harga impak (J/mm2)
E = energi yang diserap oleh spesimen (Joule)
A = luas penampang spesimen (mm2)
3. Bentuk Patahan
Jenis patahan yang terjadi setelah beban menumbuk spesimen,
apakah patahannya berserat (shear fracture), kristalin (cleavage fracture),
atau campuran dari keduanya. Patahan berserat biasa terjadi pada material
yang ulet, sedangkan patahan kristalin biasa terjadi pada material yang
getas.
4. Temperatur Transisi
Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi
perubahan jenis perpatahan suatu material bila diuji pada temperatur yang
berbeda-beda. Dari pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda, maka
akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan cenderung
bersifat ulet sehingga patahan yang akan terjadi adalah patah ulet, dan
pada temperatur rendah material akan cenderung bersifat getas sehingga
patahan yang akan terjadi adalah patah getas. Semakin rendah nilai
temperatur transisi, maka semakin tinggi ketahanan patah material tersebut.
Dari data energi yang diserap oleh spesimen dan temperatur yang
diberikan pada spesimen, akan didapatkan kurva Energi yang Diserap (Cv)
vs Temperatur. Dari kurva tersebut dapat diketahui berbagai macam
temperatur transisi dari material uji.
Page 9 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
Page 10 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
2. Kecepatan Pembebanan
Kecepatan pembebanan yang terlalu tinggi akan membuat spesimen
memiliki waktu yang lebih sedikit untuk menyerap energi sehingga patahan
yang terbentuk akan cenderung membentuk patah getas karena spesimen
tidak sempat untuk terdeformasi. Sebaliknya, kecepatan pembebanan yang
terlalu rendah menyebabkan spesimen memiliki waktu yang lebih banyak
untuk menyerap energi sehingga patahan yang terbentuk akan cenderung
membentuk patah ulet karena spesimen memiliki waktu untuk terdeformasi
terlebih dahulu.
3. Takikan
Takikan pada spesimen dapat menyebabkan munculnya tegangan
triaxial. Tegangan triaxial adalah tegangan normal yang terjadi pada tiga arah.
Berdasarkan teori kegagalan Coloumb (Maximum Normal Stress), suatu
material akan mengalami patah getas akibat tegangan normal. Oleh karena itu,
dengan adanya takikan akan menyebabkan spesimen mengalami patah getas.
Page 11 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
BAB III
DATA PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA
Page 12 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
A=nxb
dimana :
A = luas penampang spesimen dibawah takikan (mm2)
n = tinggi spesimen dibawah takik (mm)
b = lebar spesimen (mm)
dimana :
HI = harga impak (J/mm2)
E = energi yang diserap oleh spesimen (Joule)
A = luas penampang spesimen (mm2)
Selain itu, dari hasil percobaan juga dapat ditentukan jenis patahan yang
terjadi pada spesimen melalui pengamatan permukaan patahan yang terjadi pada
spesimen.
Page 13 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
Baja
1 2 3 4 5
P (mm) 61,92 60,01 59,28 59,23 63,24
l (mm) 9,9 10,05 9,92 9,81 9,82
t (mm) 9,92 9,88 9,86 9,88 9,89
T (oC) 25 80 40 -20 -40
Luas Penampang (mm2) 85,83 88,23 85,80 86,03 87,49
Energi (Joule) 71 82 89 7 6
2
Harga Impak (J/mm ) 0,82 0,92 1,03 0,08 0,06
Permukaan Patahan ulet ulet ulet getas getas
Page 14 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
Alumunium
1 2 3 4 5
P (mm) 62,3 62,83 62,3 60,81 61
l (mm) 9,4 9,45 9,4 9,32 9,9
t (mm) 9,3 9,4 9,37 9,3 9,4
T (oC) 25 80 40 -20 -40
Luas Penampang (mm2) 82,72 76,07 80,18 81,36 86,13
Energi (Joule) 17 63 26 30 20
2
Harga Impak (J/mm ) 0,20 0,82 0,32 0,36 0,23
Permukaan Patahan ulet ulet ulet ulet ulet
Page 15 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
Dari data yang diperoleh juga didapat grafik Energi vs. Temperatur
sebagai berikut :
50
Alumunium
40
Baja
30
20
10
0
-50 -25 0 25 50 75
Temperatur (C)
Page 16 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
1
Harga Impak (J/mm2)
0,8
0,6
Alumunium
0,4 Baja
0,2
0
-60 -35 -10 15 40 65 90
Temperatur (C)
Page 17 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
BAB IV
ANALISIS DATA
Pada pengujian impak kali ini, metode yang digunakan adalah metode
Charpy. Metode Charpy digunakan karena nilai energi yang diserap dari
pengujian dengan metode ini lebih akurat daripada metode Izod. Pada metode
Charpy, spesimen tidak dijepit oleh tumpuan sehingga energi yang diserap dari
beban oleh spesiman benar-benar diserap dan tidak dialirkan lagi ke tempat lain.
Sebaliknya, pada metode Izod, spesimen dijepit oleh tumpuan sehingga energi
yang diserap dari beban oleh spesimen tidak murni diserap sepenuhnya, namun
dialirkan juga ke tumpuan. Oleh karena itu nilai energi yang dihasilkan dari
metode Izod bukanlah nilai energi yang sebenarnya. Sehingga metode Charpy
lebih baik dan lebih akurat untuk digunakan dalam pengujian impak.
Material yang digunakan dalam percobaan ini adalah Baja dan
Alumunium. Berdasarkan literatur (Callister, William D. “Materials and Science
Engineering An Introduction”, 6th edition. John Wiley & Sons, Inc. 2003.), baja
memiliki struktur kristal BCC dan alumunium memiliki struktur kristal FCC. Baja
dengan struktur BCC akan cenderung bersifat getas karena jumlah bidang slip
yang sedikit, yaitu 8 buah. Dengan adanya kenaikan temperatur akan membuat
baja menjadi sedikit lebih ulet karena atom-atomnya berrotasi lebih cepat. Adanya
kecenderungan baja yang bersifat getas menjadi lebih ulet ketika diberi panas
menyebabkan baja memiliki temperatur transisi. Alumunium dengan struktur
kristal FCC akan cenderung bersifat ulet karena jumlah bidang slip yang cukup
banyak, yaitu 12 buah, dan dengan adanya kenaikan temperatur akan membuat
alumunium semakin ulet karena atom-atomnya berrotasi lebih cepat dan
bervibrasi. Karena alumunium sejak awal sudah bersifat ulet, dan dengan
pemberian panas membuat alumunium semakin ulet menyebabkan alumunium
tidak memiliki temperatur transisi.
Dari data yang diperoleh, dapat dihitung Harga Impak dari masing-masing
spesimen. Harga Impak adalah jumlah energi yang dapat diserap oleh suatu
Page 18 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
material per satuan luas. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi Harga Impak suatu material, maka semakin baik dan aman untuk digunakan
terutama untuk benda yang akan mengalami beban impak. Selain itu, semakin
tinggi Harga Impak suatu material, maka akan semakin ulet pula sifat material
tersebut.
Apabila dibandingkan, Harga Impak spesimen baja pada temperatur tinggi
(diatas 0oC) lebih tinggi daripada alumunium. Namun, pada temperatur yang
rendah (dibawah 0oC) Harga Impak spesimen baja lebih kecil daripada
alumunium. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa pada temperatur tinggi, baja
akan cenderung bersifat ulet dan pada temperatur rendah, baja akan cenderung
bersifat getas. Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa baja lebih baik dalam
menyerap energi pada temperatur tinggi dibandingkan dengan alumunium.
Namun, alumunium lebih baik dalam menyerap energi pada temperatur yang
rendah dibandingkan dengan baja. Untuk penggunaan material secara keseluruhan,
alumunium lebih baik daripada baja karena menunjukkan sifat yang lebih stabil.
Selain Harga Impak, bentuk patahan pada tiap spesimen pun dapat
diketahui. Berdasarkan hasil pengujian spesimen Baja, didapatkan bentuk patahan
ulet pada 3 buah spesimen dan patah getas pada 2 buah spesimen. Pada spesimen
Baja 1 bentuk patahan yang terjadi adalah patah ulet karena permukaan
patahannya tidak rata dan menunjukkan adanya deformasi plastis. Pada spesimen
Baja 2, bentuk patahan yang terjadi adalah patah ulet karena spesimen tidak patah
menjadi dua bagian sehingga sudah jelas bahwa spesimen mengalami deformasi
plastis. Pada spesimen Baja 3 bentuk patahannya mirip seperti spesimen baja 2,
bentuk patahannya adalah patah ulet karena spesimen tidak patah menjadi dua
bagian dan permukaan patahannya menunjukkan adanya deformasi plastis. Pada
spesimen Baja 4 didapatkan bentuk patahan getas karena permukaan patahannya
cenderung rata meskipun terdapat sedikit relief. Pada spesimen Baja 5 bentuk
patahannya adalah patah getas karena permukaan patahan cenderung rata.
Berbeda dengan spesimen Baja, pada spesimen Alumunium didapatkan
bentuk patah ulet pada semua spesimen. Pada spesimen Alumunium 1 bentuk
patahan yang terjadi adalah patah ulet karena permukaan patahan tidak rata dan
Page 19 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
Page 20 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
kita tidak tahu apakah pada saat terjadi tumbukkan temperatur spesimen
menunjukkan temperatur yang sesuai atau tidak, peletakkan spesimen yang tidak
pas sehingga beban tidak tepat mengenai bagian sisi belakang takikan, terdapat
ketidaksesuaian dimensi spesimen yang digunakan pada pengujian ini dengan
dimensi spesimen sesuai standar ASTM E23, dan penggunaan metode Charpy
yang memiliki kekurangan yaitu spesimen dapat bergeser dari tumpuannya karena
tidak dijepit sehingga beban tidak tepat mengenai takikan.
Dari pengolahan data diperoleh kurva energi vs temperatur dan harga
impak vs temperatur yang sedikit berbeda. Seharusnya, kurva keduanya sama
persis karena harga impak merupakan pengolahan data energi lebih lanjut. Hal
tersebut disebabkan oleh kurang presisinya pengukuran dimensi spesimen karena
pengukuran hanya dilakukan sekali, sehingga terdapat error.
Page 21 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari pengujian impak adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan Harga Impak yang diperoleh, material Alumunium lebih baik
untuk digunakan karena sifatnya lebih stabil dibandingkan dengan material
Baja.
2. Temperatur transisi Baja yang didapatkan adalah dalam interval -20 oC
sampai 40 oC. Hasil pengujian sesuai dengan literatur, dimana Baja
memiliki temperatur transisi.
3. Temperatur transisi Alumunium yang didapatkan adalah dalam interval -
20 oC sampai 30 oC. Hasil pengujian tidak sesuai dengan literatur, dimana
seharusnya Alumunium tidak memiliki temperatur transisi.
5.2 Saran
Saran dari pengujian impak kali ini adalah sebagai berikut :
1. Spesimen yang digunakan dalam pengujian lebih baik seragam dan
diketahui jenisnya agar perbandingan hasil pengujian dengan literatur
dapat lebih akurat.
2. Pengukuran dimensi pada spesimen lebih baik dilakukan minimal 3x
untuk tiap spesimen agar dimensi yang terukur lebih akurat.
3. Sebelum melakukan pengujian pastikan alat uji telah dikalibrasi dengan
tepat.
Page 22 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
DAFTAR PUSTAKA
Page 23 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
LAMPIRAN
50
Alumunium
40
30 Baja
20
10
0
-50 -25 0 25 50 75
Temperatur (C)
Page 24 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
material. Tentunya kita tidak ingin benda yang sedang digunakan patah
tiba-tiba karena pengaruh DBTT (Ductile to Brittle Transition
Temperature) pada material yang digunakan. Oleh karena itu, temperatur
transisi bermanfaat untuk pemilihan material yang tepat untuk
menghindari kegagalan pada penggunaan material.
2. Baja 2
Page 25 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
3. Baja 3
4. Baja 4
5. Baja 5
Page 26 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
6. Alumunium 1
7. Alumunium 2
Page 27 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
8. Alumunium 3
9. Alumunium 4
10. Alumunium 5
Page 28 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
Rangkuman Praktikum
Dalam uji impak, terdapat dua jenis metode pengujian berdasarkan ASTM
E23, yaitu metode Charpy dan metode Izod. Perbedaan metode Charpy dengan
metode Izod terletak pada bentuk spesimen, letak spesimen ketika akan diuji, arah
pembebanan, dan energi yang diserap.
Spesimen pada metode Charpy memiliki dimensi 55 mm x 10 mm x 10
mm (panjang x lebar x tinggi) dengan takikan berada tepat di tengah spesimen
(27,5 mm dari ujung spesimen). Sedangkan pada metode Izod, spesimennya
memiliki dimensi 75 mm x 10 mm x 10 mm (panjang x lebar x tinggi) dengan
takikan berada pada jarak 28 mm dari ujung spesimen.
Pada metode Charpy, spesimen diletakkan dalam posisi horizontal tanpa
dijepit oleh tumpuan. Sedangkan pada metode Izod, spesimen diletakkan dalam
posisi vertikal dan dijepit oleh tumpuan (biasanya diletakkan di dalam ground).
Arah pembebanan pada metode Charpy dilakukan dari sisi belakang
takikan dan tepat mengenai bagian belakang takikan. Sedangkan pada metode
Izod arah pembebanannya dilakukan dari sisi depan takikan namun tidak tepat
mengenai takikan secara langsung, beban mengenai bagian sisi atas spesimen.
Karena adanya perbedaan peletakkan spesimen, maka energi yang diserap
oleh spesimen pada metode Charpy dan metode Izod pun berbeda. Pada metode
Charpy, spesimen tidak dijepit oleh tumpuan sehingga energi yang diserap oleh
spesimen benar-benar diserap oleh spesimen dan tidak dialirkan ke tempat lain.
Berbeda dengan metode Izod yang spesimennya dijepit oleh tumpuan. Karena
spesimen pada metode Izod dijepit oleh tumpuan, maka energi yang diserap oleh
spesimen tidak benar-benar diserap seluruhnya oleh spesimen, melainkan juga
dialirkan ke tempat lain (dalam hal ini tumpuan). Oleh sebab itu dalam hal
penghitungan energi yang diserap, metode Charpy lebih baik dan lebih akurat
untuk digunakan daripada metode Izod.
Page 29 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
Page 30 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
energi sehingga patahan yang terbentuk akan cenderung membentuk patah ulet
karena spesimen memiliki waktu untuk terdeformasi terlebih dahulu.
Dalam pengujian impak akan didapat grafik energi vs temperatur. Grafik
tersebut dapat menunjukkan temperatur transisi pada suatu material. Temperatur
transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan
suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Terdapat tiga jenis
temperatur transisi, yaitu NDT, FATT, dan FTP.
Page 31 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
Pada pengujian impak ini spesimen akan mengalami patah ulet atau patah
getas. Patah ulet dan patah getas memiliki ciri-cirinya masing-masing. Ciri–ciri
patah ulet yaitu spesimen akan terdeformasi plastis, permukaan patahan tidak rata
karena beban yang diberikan menumbuk batas butir dari spesimen. Batas butir
memiliki kekuatan yang lebih tinggi dari butir sehingga batas butir dapat menahan
beban yang diberikan dan membuat spesimen terdeformasi plastis. Karena
permukaan patahan tidak rata, maka permukaan patahan ulet juga akan cenderung
tidak mengkilap. Sedangkan ciri-ciri patah getas yaitu spesimen tidak akan
mengalami deformasi plastis. Permukaan patahan akan rata karena beban yang
diberikan mengenai butir, dimana butir lebih lemah daripada batas butir sehingga
butir yang terkena beban tidak dapat menahan beban yang diberikan dan
menyebabkan permukaan patahan yang terjadi rata. Karena permukaan
patahannya rata, maka permukaannya akan cenderung mengkilap.
Page 32 of 33
Catia Julie Aulia
13714035
Page 33 of 33