Anda di halaman 1dari 38

4.

HARDENABILITI

4.1. Tinjauan umum


Hardenabiliti adalah sifat suatu baja yang menunjukkan kemampuan baja tsb untuk
dapat dikeraskan dengan membentuk martensit. Hardenabiliti menggambarkan mudah
tidaknya suatu baja dikeraskan, tidak mengindikasikan seberapa tinggi kekerasan yang dicapai
setelah pengerasan. Kekerasan tertinggi akan tercapai bila struktur seluruhnya menjadi
martensit. Kekerasan martensit tergantung pada kadar karbon dalam martensit, dan kadar
karbon dalam martensit ini tergantung pada kadar karbon yang larut dalam austenit.
Karbon yang ada dalam baja belum tentu seluruhnya berpengaruh terhadap kekerasan
martensit, karbon yang tetap berupa senyawa/karbida pada saat temperatur austenitisasi tidak
akan ikut dalam reaksi pembentukan martensit, jadi tidak akan menambah kekerasan.
Hubungan antara kekerasan baja (setelah pengerasan) dengan kadar karbon dan jumlah
martensit digambarkan pada Gambar 4.1. Kekerasan yang tercapai setelah pengerasan
hendaknya tidak dibaurkan dengan konsep hardenabiliti (sifat mampu keras).

Gambar 4.1. Hubungan antara kekerasan, kadar karbon dan jumlah martensit.

Hardenabiliti yang menggambarkan mudah tidaknya suatu baja dikeraskan dapat


ditunjukkan dengan:
Tebalnya bagian yang mengalami pengerasan (depth of hardening)
Ukuran benda yang dapat mengalami pengerasan sampai ke inti
Dapat mengalami pengerasan dengan pendinginan yang lambat

Suatu titik dari suatu benda dikatakan mengalami pengerasan bila pada titik tsb
diperoleh martensit (atau martensit dan bainit) tidak kurang dari jumlah tertentu (biasanya
dipakai 50 %) atau kekerasannya tidak kurang dari angka tertentu (tergantung komposisi
bajanya). Jadi depth of hardening (tebalnya pengerasan) dinyatakan dengan jarak suatu titik di
- 49 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

bawah permukaan dimana strukturnya terdiri dari 50 % martensit. Suatu baja dikatakan
mempunyai hardenabiliti tinggi bila baja itu memperlihatkan tebal pengerasan (depth of
hardening) yang besar atau dapat mengeras pada seluruh penampang dari suatu benda.
Tiga jenis baja (AISI W1, 01 dan D2) masing-masing dibentuk menjadi sebuah batang
berdiameter 100 mm, setelah dikeraskan (W1 didinginkan dengan pendinginan air dan yang
lain dengan minyak) lalu diukur kekerasannya pada penampang melintang, diperoleh
distribusi kekerasan seperti pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Distribusi kekerasan batang 100 mm dari beberapa jenis baja.

Ketiga baja ini mempunyai kekerasan maksimum (pada permukaan) yang hampir
sama, tetapi baja AISI D2 memperlihatkan distribusi kekerasan yang merata, sedang AISI W1
menjadi keras hanya pada lapisan permukaan saja. Dikatakan baja AISI D2 mempunyai
hardenabiliti yang tertinggi sedang W1 yang terendah (walaupun kekerasan maksimumnya
sedikit lebih tinggi daripada D2).
Turunnya kekerasan pada bagian yang lebih dalam dari suatu benda terjadi karena laju
pendinginan pada bagian yang lebih dalam lebih rendah (lihat Gambar 4.3), sehingga bila laju
pendinginan itu lebih rendah daripada CCR maka martensit yang terbentuk akan kurang dari
100 % (mungkin juga tidak terbentuk martensit), dengan demikian kekerasannyapun akan
lebih rendah. Pada baja AISI W1 kekerasan yang tinggi hanya sampai pada jarak + 2 mm saja
dari permukaan, karena di luar itu laju pendinginan yang terjadi sudah tidak dapat mencapai
CCR sehingga hampir tidak terjadi martensit, tampak bahwa kekerasannya sangat rendah.
Pada baja AISI O1, dan D2, kekerasan yang tinggi masih dapat diperoleh pada jarak
yang lebih jauh di bawah permukaan (untuk baja D2 bahkan sampai ke inti), ini menunjukkan
bahwa pada titik tsb laju pendinginannya dapat mencapai CCR dari baja ybs, sehingga di titik
tsb terjadi banyak martensit, terjadi kekerasan yang tinggi.
Jadi hardenabiliti suatu baja sebenarnya akan ditentukan oleh Critical Cooling Rate
(CCR) dari baja ybs, hardenabiliti makin tinggi bila CCR lebih rendah.

- 50 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Gambar 4.3. Kurva pendinginan beberapa titik pada penampang benda silindrik 1 inch menunjukkan laju
pendinginan pada titik lebih dalam akan lebih lambat

Gambar 4.4. Distribusi kekerasan batang berbagai diameter, terbuat dari baja O1 setelah dicelup minyak.

Pada benda yang lebih besar laju pendinginannya lebih rendah, karena itu dari baja
yang sama tebal pengerasan lebih tipis, seperti tampak pada Gambar 4.4. Pada batang 25
intinya juga mencapai kekerasan RC 65, sedang pada batang yang lebih besar hanya di
permukaannya saja yang mencapai RC 65, bahkan pada 100 mm mulai kedalaman 25 mm
dapat dikatakan tidak mengalami pengerasan.
Dari uraian di atas tampak bahwa data mengenai hardenabiliti menjadi penting bagi
para pengguna baja, terutama para pelaku perlakuan panas. Ada beberapa cara yang perlu
dilakukan untuk memperoleh data hardenabiliti tsb. Berikut ini akan dijelaskan beberapa cara
untuk mengukur hardenabiliti atau cara memperoleh gambaran secara teoritis tentang data
hardenabiliti baja.

- 51 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

4.2. Pengujian Hardenabiliti


Hardenabiliti pada dasarnya tergantung pada diagram transformasi, karena itu ia akan
tergantung pada dua faktor utama yaitu komposisi kimia (kadar karbon dan unsur paduan)
austenit dan ukuran butir (grain size) austenit.
Untuk mengukur hardenabiliti suatu baja ada dua cara yaitu dengan Grossman dan
dengan cara Jominy.

4.2.1. Pengujian Hardenabiliti Grossman


Untuk pengujian hardenabiliti dengan cara Grossman ini baja yang akan diuji dibuat
menjadi sejumlah spesimen berbentuk batang silindrik dari berbagai diameter. Lalu semuanya
dikeraskan dengan pendinginan celup pada suatu media pendingin tertentu. Dengan
metalografi dicari suatu batang yang pada intinya terdapat tepat 50 % martensit. Diameter
batang ini dinamakan diameter kritis Do (critical diameter) dari baja itu (untuk diameter kritis
ini ada yang menggunakan notasi Do, Dc atau Dcrit).
Di depan sudah ditunjukkan bahwa ada korelasi antara kadar karbon, strukturmikro
(banyaknya martensit) dan kekerasan, jadi baja dengan kadar karbon tertentu, dengan
strukturmikro tertentu (misalnya 50 % martensit) akan mempunyai kekerasan tertentu, maka
sebenarnya diameter kritis juga dapat dicari dengan mencari batang Grossman yang mana
yang intinya memeiliki kekerasan tertentu tsb. (Gambar 4.5.).

Gambar 4.5. Penentuan diameter kritis cara membuat kurva distribusi kekerasan penampang

Dalam menyebutkan diameter kritis suatu baja harus disebutkan juga media
pendinginnya, atau kekuatan pendinginannya yang dinyatakan dengan koeffisien kekuatan
pendinginan H (severity of quench). Harga H dapat dihitung dari hubungan :

H = f / K (in.-1) ........................................ (4.1)

dimana :
f = heat transfer factor (BTU/in.2 sec.oF)
K = thermal conductivity (BTU/in. sec. oF)

- 52 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Harga H tergantung dari jenis media pendinginnya dan kekuatan agitasi. Harga H dari
beberapa media pendingin dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Koefisien kekuatan pendinginan H dari beberapa media pendingin


Medium
Oil Water Brine
Agitation
None 0.25 0.30 0.9 1.0 2.0
Mild 0.30 0.35 1.0 1.1 2.0 2.2
Moderate 0.35 0.40 1.2 1.3
Good 0.40 0.50 1.4 1.5
Strong 0.50 0.80 1.6 2.0
Violent 0.80 1.10 4.0 5.0

Gambar 4.6. Diagram yang menunjukkan hubungan antara Do, Di, dan H.
- 53 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Harga Do masih tergantung pada harga H dari media pendingin, sehingga kurang
menunjukkan hardenabiliti sebagai sifat baja. Harga ini tidak lagi tergantung pada media
pendingin bila diambil harga H tak terhingga, diperoleh harga diameter kritis ideal Di (ideal
critical diameter) yaitu diameter batang yang bila didinginkan dengan laju pendinginan tak
terhingga akan menghasilkan tepat 50 % martensit pada intinya (untuk diameter kritis ideal ini
ada yang menggunakan notasi Di atau DI).
Bila harga Do pada harga H tertentu sudah diperoleh maka harga Di dapat dicari
diagram hubungan Do Di pada Gambar 4.6.
Akan dibandingkan hardenabiliti suatu baja A dengan baja B, baja A mempunyai
harga Do = 28 mm untuk pendinginan dalam air tanpa agitasi (H = 1), sedang baja B
mempunyai harga Do = 20 mm untuk pendinginan dengan minyak diagitasi sedang (H = 0,4).
Agar dapat dibandingkan maka dari masing-masing dicari harga Di nya dari Gambar 4.6,
diperoleh Di A = 48 mm dan Di B = 52 mm, jadi baja B mempunyai hardenabiliti lebih tinggi.

4.2.2. Pengujian hardenabiliti Jominy

Gambar 4.7. Pengujian hardenabiliti Jominy, (A) Bentuk dan ukuran spesimen (B) Bentuk alat pengujian
Jominy (Jominy Apparatus)

Pengujian ini disebut juga end quench hardenability test karena pada pengujian ini
digunakan spesimen berbentuk batang silindrik berdiameter 1" (25 mm) panjang 4" (100 mm)
(Gambar 4.7.A), yang akan didinginkan pada salah satu ujungnya.
Untuk test ini digunakan alat (Jominy Apparatus, Gambar 4.7.B) dengan lubang
tempat dudukan kepala spesimen pada puncaknya. Sebuah nozzle berdiameter " (12,5 mm)
tepat berada di bawah ujung spesimen yang menggantung tsb, untuk menyemprotkan air
pendingin dengan tinggi pancaran bebas 2 " (65 mm). Bila spesimen sudah berada pada
kedudukannya maka sumbu spesimen akan tepat segaris dengan sumbu nozzle, dan jarak
- 54 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

antara ujung spesimen dengan nozzle tepat " (12,5 mm). Antara spesimen dengan nozzle
dipasang plat penghalang yang dapat dibuka dengan cepat sesaat setelah spesimen diletakkan
pada lubang dudukannya.
Spesimen dipanaskan pada temperatur austenitisasinya dengan waktu tahan biasanya
20 - 30 menit, lalu diambil dan dipindahkan dengan cepat ke lubang dudukan pada alat
Jominy dan segera pula air pendingin disemprotkan dan mengenai ujungnya. Setelah dingin
spesimen dibersihkan dan dua sisi silinder yang saling berseberangan diratakan lalu diukur
kekerasannya sepanjang sisi tersebut (setiap jarak 1/16", titik Jominy). Kemudian hasil
pengukuran kekerasan tsb diplot pada grafik kekerasan - jarak dari ujung quench (Jominy
distance), didapatkan kurva hardenabiliti (kurva Jominy). Contoh cara memplot kurva Jominy
dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Contoh cara memperoleh kurva Jominy dari plotting hasil pengukuran kekerasan spesimen
Jominy.

Tabel 4.2. Laju pendinginan pada titik-titik Jominy


DISTANCE FROM COOLING RATE, DISTANCE FROM COOLING RATE,
o
QUENCHED END, IN F/s, at 1300 oF QUENCHED END, IN o
F/s, at 1300 oF
1
/16 490 11/16 19.5
1 3
/8 305 /4 16.3
3 13
/16 195 /16 14.0
1 7
/4 125 /8 12.4
5 15
/16 77 /16 11.0
3
/8 56 1 10.0
7
/16 42 1 7.0
1
/2 33 1 5.1
9
/16 26 1 4.0
5
/8 21.4 2 3.5

Setiap titik pada suatu spesimen Jominy mengalami pendinginan dengan laju tertentu,
yang besarnya dapat dianggap sama untuk titik pada posisi yang sama pada spesimen Jominy
yang lain (diasumsikan bahwa bajanya mempunyai koefisien perambatan panas sama).
- 55 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Besarnya laju pendinginan pada titik-titik pengukuran kekerasan spesimen Jominy (titik
Jominy) diberikan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Karena baja dengan komposisi kimia yang sama yang mengalami laju pendinginan
sama akan mempunyai strukturmikro sama sehingga sifat mekaniknya sama dan
kekerasannya akan sama, maka dengan menghitung laju pendinginan di suatu titik pada benda
kerja dapat diramalkan kekerasan pada titik itu, yaitu dengan melihat kekerasan pada
spesimen Jominy yang mengalami laju pendinginan yang sama. Dari sini akan dapat dibuat
perkiraan distribusi kekerasan pada suatu penampang benda kerja yang dikeraskan.
Hardenabiliti suatu baja banyak tergantung pada komposisi kimianya, sedang
komposisi kimia baja dari suatu standard merupakan range dengan batas maksimum dan
minimum untuk setiap unsur. Sehingga baja dengan standar yang sama dapat menunjukkan
hardenabiliti yang sangat berbeda. Untuk itu dibuat standar baja dengan jaminan pada
hardenabilitinya, misalnya AISI 4140H, baja AISI 4140 dengan hardenabiliti yang terjamin
berada dalam batas-batas tertentu yang ditunjukkan dengan pita hardenabiliti (hardenability
band) baja tersebut.

Gambar 4.9. Data pengujian dan pita hardenabiliti standard baja AISI 4140H

Dengan pita hardenabiliti dapat diketahui batas maksimum/minimum kekerasan baja


itu pada jarak Jominy tertentu, atau batas-batas jarak Jominy yang menghasilkan kekerasan
tertentu, Gambar 4.9.
Kurva hardenabiliti yang sebelah atas menggambarkan hardenabiliti baja dengan
komposisi kimia pada batas maksimum, kurva yang dibawah menggambarkan hardenabiliti
dengan komposisi kimia pada batas minimum.

- 56 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

4.2.3. Perhitungan Hardenabiliti berdasarkan komposisi kimia


Hardenabiliti (harga Di dan kurva Jominy) ditentukan oleh harga Critical Cooling Rate
(CCR), harga CCR ditentukan oleh posisi kurva transformasi dalam Diagram Transformasi,
dan posisi kurva transformasi ini ditentukan oleh komposisi kimia dan ukuran butir austenit,
karenanya harga Di maupun kurva Jominy dapat dihitung/dicari berdasarkan komposisi kimia
dan ukuran butir austenit. Perhitungan hardenabiliti berdasarkan komposisi kimia ini
didasarkan pada asumsi bahwa kekerasan baja setelah dikeraskan dikendalikan oleh kadar
karbon dan unsur paduan dan ukuran butir austenit mempengaruhi kecepatan reaksinya
reaksinya, serta pengaruhnya independen satu sama lain.
Grossmann mengembangkan suatu metoda untuk menghitung besarnya Di
berdasarkan komposisi kimia dan ukuran butir austenit ini. Perhitungan dimulai dengan
mencari harga D1 berdasarkan kadar karbon dan ukuran butir austenitnya, dari Gambar 4.10,
hubungan antara kadar karbon dan ukuran butir austenit dengan D1. Dari Grafik tsb dapat
dicari harga dasar D1 dari baja dengan kadar C tertentu yang dipanaskan hingga memperoleh
ukuran butir tertentu. Unsur paduan dianggap mempengaruhi hardenabiliti dengan melipat-
gandakan harga D1. Karena itu pengaruh unsur paduan terhadap harga dasar D1 yang
diperoleh dari Gambar 4.7 akan berupa faktor Pengali (Multiplying Factor), yang besarnya
untuk masing-masing jenis dan kadar unsur paduan dapat diperoleh dari Gambar 4.8.
Hardenabiliti yang dinyatakan dengan harga Diameter Kritis Ideal Di diperoleh dari
harga dasar D1 (yang diperoleh dari Gambar 4.7) dikalikan dengan semua Multiplying Factor
dari masing-masing unsur paduan yang ada dalam baja tsb (diperileh dari Gambar (4.8).

Diameter Kritis Ideal Di = D1 x MFMn x MFSi x MFCr x MFNi x MFMo x

Gambar 4.7. Harga dasar Di sebagai fungsi kadar karbon dan ukuran butir austenit dari baja karbon

- 57 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Gambar 4.8. Faktor Pengali untuk unsur paduan, untuk perhitungan hardenabiliti

Contoh:
Suatu baja dengan komposisi kimia C = 0,25%; Si = 0,3%; Mn = 0,7%; Cr = 1,1% dan Mo =
0,2%; ukuran butir ASTM no 7. Dari Gambar 4.7. untuk kadar karbon 0,25% dan ukuran butir
ASTM no. 7 didapat harga dasar Di = 0,17 in.. Dari Gambar 4.8., dicari faktor pengali untuk
masing-masing unsur paduan, maka didapat harga Di = 0,17 x 1,2 x 3,3 x 3,4 x 1,6 = 3,7 in.
Grafik pada Gambar 4.7 dapat berlaku bagi baja dengan kadar C 0,8 hanya bila
seluruh karbid telah larut dalam austenit, dan ini terjadi bila pemanasan dilakukan pada
temperatur di atas Acm . Dengan pemanasan seperti ini akan dapat terjadi pertumbuhan butir
yang berlebihan, karena itu dalam prakteknya pemanasan baja ini hanya di atas Ai.

Gambar 4.9. Hardenabiliti dasar


sebagai fungsi dari
kadar karbon dan
ukuran butir, untk
pemanasan laku panas
sebenarnya (Moser
dan Legat)

- 58 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Gambar 4.10. Faktor Pengali untuk perhitungan hardenabiliti (Moser dan Legat)

Karena itu Diagram yang dikemukakan Grossmann telah diuji ulang oleh Moser dan
Legat, dan mereka mengemukakan grafik-grafik yang lebih presisi (sesuai dengan proses laku
panas sebenarnya). Grafik itu ditampilkan pada Gambar 4.9 dan 4.10.
Dalam beberapa hal pemakaian Gambar 4.9 masih terdapat penyimpangan dari
kenyataan, terutama pada kadar C tinggi, yang disebabkan perbedaan kelarutan karbon dan
unsur paduan pada temperatur pemanasan yang berbeda. Untuk itu Jatczak membuat beberapa
diagram faktor pengali untuk beberapa temperatur pemanasan, dan didalamnya juga ditambah

Gambar 4.11. Faktor Pengali baja karbon tinggi, tempertur austenitisasi 830 oC

- 59 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Gambar 4.12. Faktor Pengali baja karbon tinggi, tempertur austenitisasi 860 oC

kan faktor pengali untuk kadar karbon di atas 0,9 %. Gambar 4.11 dan 4.12 memperlihatkan
faktor pengali untuk pemanasan pada 830 dan 860 oC.
Metode perhitungan harga Di dari Grossman telah distandardisasikan dalam ASTM
A255, tidak berupa grafik, tetapi dalam bentuk tabel. Standard tsb berlaku untuk baja dengan
komposisi kimia: C = 0,10-0,70 %; Mn = 0,501,55 %; Si = 0,150,60 %; Cr = 1,35 % max.;
Ni = 1,50 % max.; Mo = 0,55 % max. dan untuk Grain size ASTM no. 7. Cara mencari
Multiplying Factor dengan cara ini lebih mudah, tinggal mencari baris dengan angka
persentase kadar suatu unsur pada kolom pertama dan melihat angka MF pada kolom dengan
nama unsur ybs. Harga Di diperoleh dengan mengalikan semua harga MF yang diperoleh.
Seperti halnya dengan diameter kritis ideal dari Grossman, kurva Jominy juga dapat
diperkirakan dengan perhitungan berdasarkan komposisi kimia.

Gambar 4.13. Hubungan antara kadar karbon dengan kekerasan awal (IH).
- 60 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Gambar 4.14. Hubungan antara diameter kritis ideal dengan faktor pembagi

Field mengembangkan metoda berasarkan asumsi bahwa:


(1) kekerasan di titik Jominy pertama (1/16 " dari ujung), dinamakan Initial
Hardness (IH), hanya tergantung pada kadar karbon (besarnya dicari dari
Gambar 4.13),
(2) kekerasan pada titik Jominy selanjutnya, dinamakan Distance Hardness
(DH), adalah fungsi dari diameter kritis ideal,
Kekerasan pada suatu titik Jominy (DH) diperoleh dengan membagi IH dengan suatu
faktor pembagi untuk titik Jominy ybs, yang merupakan perbandingan IH/DH, dimana harga
faktor pembagi untuk masing-masing titik Jominy dicari dari Gambar 4.14. Faktor pembagi
ini adalah fungsi konstan dari diameter kritis ideal.
Sebagai contoh perhitungan, misalnya baja AISI 4140, dengan komposisi kimia sbb:
C = 0,395 %; Mn = 0,83 %; Si = 0,31 %; Ni = 1,07 %; Cr = 0,99 %; Mo = 1,52 %, pada
waktu dipanaskan untuk austenitisasi diperoleh ukuran butir austenit = ASTM no. 7. Dengan
metode Grossmann dicari harga Di, (dari Gambar 4.7. dan 4.8) diperoleh D1 dasar = 0,214 in.
dan faktor pengali untuk masing-masing unsur paduan yang ada, : Mn = 3,80; Si = 1,20;
Ni = 1,07; Cr = 3,15 dan Mo = 1,52.
Sehingga harga Di = 2,14 x 3,80 x 1,20 x 1,07 x 3,15 x 1,52 = 5,0 in.

- 61 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Selanjutnya kekerasan awal dicari dari Gambar 4.13, didapat IH = 56 HRC sedang
kekerasan untuk titik Jominy lainnya diperoleh dengan membagi IH dengan faktor pembagi
yang dicari dari Gambar 4.14. Hasilnya ditabulasikan sbb:
Posisi (1/16") IH/DH Kekerasan RC
1 1 56
4 1 56
8 1,08 51,8
12 1,18 47,5
16 1,30 43,0
20 1,40 40,0
24 1,46 38,4
28 1,51 37,1
32 1,55 36,1

Hasil ini kemudian diplot pada salib sumbu Kekerasan-Jarak Jominy maka
diperolehlah kurva Jominynya, seperti di bawah ini:

Metode di atas juga digunakan pada Standard ASTM,yaitu ASTM A-255, hanya saja
data untuk perhitungan tsb tidak ditampilkan dalam bentuk Grafik tetapi dalam bentuk Tabel-
tabel. Bukan hanya Tabel IH dan DF, tetapi juga Tabel harga Multiplying Factor untuk
perhitungan harga Di. Beberapa Tabel dari Standard ASTM A-255 tsb. dapat dilihat pada
Lampiran. Perhitungan dengan ASTM A-255 dimulai dengan mencari harga Diameter Kritis
Ideal Di, dengan menggunakan Tabel Multiplying Factors. Harga Di diperoleh dengan
mengalikan semua harga Multiplying Factor dari semua unsur. Harga Initial Hardness IH
dapat diperoleh dari Tabel Carbon Content, Initial Hardness, 50% Martensite Hardness,
dicari berdasarkan kadar karbon. Setelah itu dicari harga Dividing Factor DF untuk masing-
masing Jominy Distance dicari pada Tabel Distance Hardness Dividing Factors, berdasarkan
harga Di dicari harga DF untuk masing-masing Jominy Distance. Dari sini kemudian dapat
dicari kekerasan untuk masing-masing Jominy Distance, sehingga akhirnya dapat dibuat
Jominy Curve.
Jadi misalnya untuk batang yang terbuat dari baja dengan komposisi kimia:
C = 0,32; Si = 0,15; Mn = 0,6; Cr = 1,0; Ni = 0,9; Mo = 0,17; P = 0,03; S = 0,03 dan
grain size no. 7, kurva Jominynya dapat dibuat berdasarkan ASTM A-255 sebagai berikut:
- 62 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

1. Mencari harga Di,


Unsur C = 0,32 Si = 0,15 Mn = 0,6 Cr = 1,0 Ni = 0,9 Mo = 0,17
Di = 3,6"
MF 0,173 1,105 3,000 3,160 1,327 1,51

2. Initial Hardness
Untuk % C = 0,32, Initial Hardness IH = 51
3. Mencari harga DF:
Untuk Di = 3,6" diperoleh DF sebagai berikut:
Ttk Jominy no. 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 14 16 18 20 24 28 32

DF 1.00 1.00 1.08 1.15 1.25 1.31 1.38 1.43 1.49 1.64 1.73 1.83 1.89 1.96 2.10 2.21 2.30

4. Mencari harga Kekerasan pada masing-masing titik Jominy. DH = IH/DF, diperoleh sbb:
Titik Jominy
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 14 16 18 20 24 28 32
no.
Kekerasan
51.0 51.0 51.0 47.2 44.3 40.8 38.9 37.0 35.7 34.2 31.1 29.5 27.9 27.0 26.0 24.3 23.1 22.2
HRc

5. Berdasarkan data di atas dibuat kurva Jomininya, diperoleh :

Gambar 4.15. Kurva Jominy berdasarkan ASTM A 255 dari baja SS 2234: C = 0,32; Si = 0,15; Mn = 0,6;
Cr = 1,0; Ni = 0,9; Mo = 0,17; P = 0,03; S = 0,03; Grain size ASTM No 7

Just mengembangkan perhitungan kekerasan titik Jominy yang juga didasarkan pada
asumsi yang hampir sama dengan asumsi yang digunakan Field. Hanya saja Just
mengembangkan gagasannya dalam bentuk rumus-rumus untuk menghitung secara langsung
kekerasan pada titik-titik Jominy, tidak dalam bentuk grafik-grafik seperti Field.

- 63 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Kekerasan pada ujung quench (Jarak Jominy 0 6 mm) dianggap sepenuhnya


tergantung pada kadar karbon (dianggap dapat mencapai CCR), sedang unsur paduan akan
mempunyai pengaruh terhadap kekerasan pada jarak Jominy yang lebih besar. Untuk jarak
Jominy 0 - 6 mm kekerasannya dapat dihitung dengan :
Jo = 60 x C + 20 HRC ( C < 0,6 % ) ....................... ( 4.2 )
Untuk jarak Jominy 6 - 80 mm kekerasan dapat dihitung dengan :
J 6 - 80 = 95C - 0,0028 s2 C + 20 Cr + 38 Mo + 14 Mn + 6 Ni + 6 Si + 39V + 96 P -
0,8 K - 12 s + 0,9 s - 13 HRC ................ ( 4.3 )
dimana
J = Jominy hardness (HRC)
s = Jominy distance (mm)
K = ASTM grain size number
Symbol unsur menunjukkan persentase kadar unsur tersebut.

Persamaan ini berlaku untuk batas kadar unsur : C < 0,6 %, Cr < 2 %, Mn < 2 %,
Ni < 4 %, Mo < 0,5 % dan V < 0,2 %.
Ternyata juga bahwa kadar karbon dan kadar unsur paduan berinteraksi menaikkan
kekerasan. Misalnya, Cr akan lebih efektif menaikkan kekerasan pada baja dengan kadar
karbon menengah daripada baja dengan kadar karbon rendah. Dari sini kemudian
dikembangkan lagi perhitungan yang lebih mendekati hasil pengukuran, masing-masing untuk
kadar karbon rendah (case hardening steel) dan untuk kadar karbon menengah (steel for
hardening and tempering).
Untuk case hardening steel :

J6-40 = 74C + 14 Cr + 5,4 Ni + 29 Mo + 16 Mn - 16,8 s + 1,386s + 7 HRC...(4.4)

Untuk hardening & tempering steel :

J6-40 = 102C + 22Cr + 21Mn + 7 Ni + 33Mo - 15,47s + 1,102s - 16 HRC (4.5)

Bila harga kekerasan untuk suatu titik pada jarak lebih dari 6 mm lebih besar dari
harga Jo (kekerasan maksimum) maka untuk titik itu harus diambil sama dengan harga
kekerasan maksimum.
Gambar 4.16 sampai dengan 4.19 memperlihatkan perbandingan pita hardenabiliti dari
baja (case hardening dan hardening & tempering steel) yang diperoleh dari pengukuran, dari
perhitungan dengan rumus umum (4.3) dan dari rumus khusus (4.4 dan 4.5). Untuk komposisi
minimum ketiga kurva tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu besar. Penyimpangan yang
agak besar tampak untuk komposisi yang mendekati maksimum. Dari Gambar-gambar tsb
tampak bahwa hasil perhitungan dengan rumus umum menunjukkan penyimpangan lebih
besar daripada perhitungan dengan rumus khusus. Jadi untuk baja case hardening (baja yang
akan dikeraskan dengan pengerasan permukaan, baja dengan kadar karbon rendah) lebih tepat
menggunakan rumus untuk case hardening (rumus 4.4). Sedang untuk baja hardening &
tempering (kadar karbon lebih tinggi) lebih tepat menggunakan rumus hardening & tempering
(rumus 4.5). .

- 64 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Gambar 4.16. Pita hardenabiliti baja SS 2506 dibandingkan


dgn hasil perhitungan.
Hasil pengukuran
Hasil perhitungan dengan rumus umum 4.3
Hasil perhitungan dengan rumus case
hardening steel 4.4
C = 017-0,23; Si = 0,15-0,40; Mn = 0,60-0,95; P =0,035 max.;
S = 0,03-0,05; Cr = 0,35-0,65; Ni = 0,35-0,75; Mo = 0,15-0,25

Gambar 4.17. Pita hardenabiliti baja SS 2523 dibandingkan


dgn hasil perhitungan.
Hasil pengukuran
Hasil perhitungan dengan rumus umum 4.3
Hasil perhitungan dengan rumus case
hardening steel 4.4
C = 0,17-0,23; Si = 0,15-0,40; Mn = 0,70-1,10; P = 0,035 max
S = 0,03-0,05; Cr = 0,80-1,20; Ni = 1,00-1,40; Mo = 0,08-0,16

Gambar 4.18. Pita hardenabiliti baja SS 2225 dibandingkan


dgn hasil perhitungan
Hasil pengukuran
Hasil perhitungan dengan rumus umum 4.3
Hasil perhitungan dengan rumus utk hardening &
tempering steel 4.5
C = 0,22-0,29; Si = 0,10-0,40; Mn = 0,50-0,80; P = 0,025 max
S = 0,020 max; Cr = 0,90-1,20; Ni = 0,30 max; Mo = 0,15-0,25
.

- 65 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Gambar 4.19. Pita hardenabiliti baja SS 2225 dibandingkan


dgn hasil perhitungan
Hasil pengukuran
Hasil perhitungan dengan rumus umum 4.3
Hasil perhitungan dengan rumus utk hardening &
tempering steel
C = 0,30-0,37; Si = 0,10-0,40; Mn = 0,50-0,80; P = 0,035 max
S = 0,035 max; Cr = 0,90-1,20; Ni = 0,90-1,20; Mo = 0,15-0,25

4.3. Pemakaian Kurva Jominy


Pada proses pembuatan baja kurva Jominy dapat digunakan sebagai pembanding
antara satu heat dengan heat lain pada pembuatan baja, atau untuk menguji apakah hasil dari
suatu heat itu memenuhi standard tertentu, apakah kurva Jominynya masuk ke dalam pita
hardenabiliti dari standard tsb, jadi sebagai alat pengendalian kualitas.

Gambar 4.20. Grafik kesetaraan titik Jominy dengan titik-titik di dalam batang ( 12,5 mm s/d 100 mm)
yang didinginkan celup dalam minyak yang diagitasi sedang (moderately agitated oil)

- 66 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Kurva ini juga dapat digunakan untuk meramalkan distribusi kekerasan yang akan
terjadi pada suatu benda (batang misalnya) dengan ukuran tertentu yang diquench dengan
media pendingin tertentu.
Kurva distribusi kekerasan adalah kurva yang menggambarkan persebaran kekerasan
mulai dari permukaan sampai ke inti benda pada suatu penampang. Untuk membuat kurva tsb
dicari kekerasan pada setiap titik pada penampang tsb. Kekerasan pada titik dimaksud dapat
dicari dengan mencari dulu laju pendinginan pada titik tsb. Laju pendinginan yang dicari itu
bukan angkanya tetapi laju pendinginan pada titik itu sama dengan laju pendinginan pada titik
yang mana pada spesimen Jominy. Gambar 4.22 memperlihatkan kesetaraan antara jarak
Jominy dengan jarak suatu titik di bawah permukaan batang yang diquench dalam minyak
dengan agitasi sedang (moderately agitated oil).
Dari gambar diatas terlihat bahwa laju pendinginan di titik Jominy 14 mm dari ujung
quench sama dengan laju pendinginan di titik 2 mm di bawah permukaan batang 75 mm
yang diquench dalam minyak dengan agitasi sedang. Juga sama dengan laju pendinginan di
titik 10 mm di bawah permukaan batang 50 mm. Juga sama dengan laju pendinginan pada
inti batang 38 mm. Karena titik-titik tsb mengalami pendinginan dengan laju yang sama
maka kekerasannya sama. Besarnya dapat dilihat pada kurva hardenabiliti dari baja ybs.
Cara lain untuk membuat kurva distribusi kekerasan suatu batang adalah dengan
menggunakan beberapa grafik seperti pada Gambar 4.23 - 4.30, kesetaraan suatu titik pada
batang yang diquench dengan H tertentu dengan titik Jominy.

Gambar 4.21. Kesetaraan suatu titik di permukaan batang yang diquench dengan H tertentu dengan titik
Jominy

- 67 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Gambar 4.22. Kesetaraan suatu titik sejauh 0,9 R dari sumbu batang yang diquench dengan H tertentu
dengan titik Jominy

Gambar 4.23. Kesetaraan suatu titik sejauh 0,8 R dari sumbu batang yang diquench dengan H tertentu
dengan titik Jominy

- 68 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Gambar 4.24 Kesetaraan suatu titik sejauh 0,7 R dari sumbu batang yang diquench dengan H tertentu
dengan titik Jominy

Gambar 4.25. Kesetaraan suatu titik sejauh 0,5 R dari sumbu batang yang diquench dengan H tertentu
dengan titik Jominy

- 69 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Gambar 4.26. Kesetaraan suatu titik sejauh 0,3 R dari sumbu batang yang diquench dengan H tertentu
dengan titik Jominy

Gambar 4.27. Kesetaraan suatu titik sejauh 0,1 R dari sumbu batang yang diquench dengan H tertentu
dengan titik Jominy

- 70 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Gambar 4.28. Kesetaraan titik di sumbu batang yang diquench dengan H tertentu dengan titik Jominy

Misalnya akan dibuat kurva distribusi kekerasan dari penampang batang silindrik baja
100 mm yang diquench dalam minyak (H = 0,5). Dari Gambar 4.21 dicari kesetaraan laju
pendinginan di permukaan batang 100 mm dengan suatu titik Jominy. Dari ordinat yang
menunjukkan diameter 100 mm ditarik garis mendatar hingga memotong kurva H = 0,5. Dari
perpotongan itu ditarik garis ke bawah hingga memotong absis, yang menunjukkan jarak
Jominy 12 mm. Maka kekerasan permukaannya sama dengan kekerasan batang Jominy pada
jarak 12 mm, lihat angka kekerasannya pada kurva hardenabiliti baja itu.
Selanjutnya dicari kesetaraan untuk titik sejauh 0,9 R dari sumbu dengan Gambar
4.22, diperoleh jarak Jominy 17 mm; untuk titik sejauh 0,8 R dari sumbu dengan Gambar 4.23
diperoleh jarak Jominy 20 mm, untuk titik sejauh 0,7 R dari sumbu dengan Gambar 4.24,
diperoleh jarak Jominy 24 mm; untuk titik sejauh 0,5 R dari sumbu, dengan Gambar 4.25,
diperoleh jarak Jominy 30 mm; untuk titik sejauh 0,3 R dari sumbu, dengan Gambar 4.26,
diperoleh jarak Jominy 33 mm. Demikian selanjutnya untuk posisi 0,1 R dan inti, digunakan
Gambar 4.27 dan 4.28, diperoleh jarak Jominy 35 mm dan 37 mm.
Kekerasan masing-masing titik tsb dapat dicari dari kurva hardenabilitinya (kurva
Jominy) atau dengan menghitung kekerasan titik Jominy berdasarkan komposisi kimianya.
Jadi misalnya untuk batang yang terbuat dari baja dengan komposisi kimia:
C = 0,32; Si = 0,15; Mn = 0,6; Cr = 1,0; Ni = 0,9; Mo = 0,17; P = 0,03; S = 0,03 dan
grain size no. 7, kekerasan titik-titik tsb dapat dicari dari kurva Jominynya (Gambar 4.15).
Kekerasan titik-titik tsb juga dapat dicari dengan menghitungnya menggunakan rumus untuk
Hardening & Tempering Steel). Hasil perhitungan kekerasan beberapa titik pada penampang
benda tsb dapat ditabulasilan sbb:

- 71 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Posisi Titik dari sumbu


Ekivalen titik Jominy (mm) Kekerasan
Dalam R Dalam mm
1,0 50 12 47,8
0.9 45 17 43,2
0,8 40 20 41,1
0,7 35 24 38,9
0,5 25 30 36,5
0,3 15 33 35,7
0,1 5 35 35,3
0 0 37 34,9

Dari Tabel di atas dibuat grafik, Distribusi Kekerasan Penampang benda silindrik
berdiameter 100 mm yang terbuat dari baja tsb setelah dikeraskan, seperti tampak pada
Gambar di bawah.

Dengan cara yang sama seperti di atas dapat dibuat pita distribusi kekerasan
penampang suatu benda silindrik dengan ukuran tertentu apabila benda tsb terbuat dari suatu
baja dari suatu standard tertentu yang ada pita hardenabilitinya. Gambar di bawah
menunjukkan pita distribusi kekerasan penampang batang silindrik 75 mm yang terbuat
dari baja paduan DIN 42CrMo4 (bersesuaian dengan BS 708A42)

Gambar 4.29. Pita distribusi kekerasan penampang batang silindrik


75 mm yang terbuat dari baja paduan DIN 42CrMo4
(bersesuaian dengan BS 708A42)

- 72 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Dengan pita distribusi kekerasan semacam di atas dapat dengan cepat dianalisis
apakah suatu jenis baja dapat memenuhi spesifikasi kekerasan bila dari baja tsb dibuat batang
dengan ukuran tertentu tsb. Untuk keperluan seperti di atas bahkan dengan ukuran yang
bervariasi dapat juga dibuat kombinasi pita hardenabiliti (Jominy) dengan kurva-kurva
distribusi kesetaraan laju pendinginan penampang bebrbagai ukuran benda, seperti di bawah.

Gambar 4.30. Kombinasi pita hardenabiliti dari suatu baja (atas) dan kurva distribusi kesetaraan laju
pendinginan pada penampang berbagai ukuran batang silindrik ( 12,5 mm, 25 mm, 50 mm
dan 75 mm), yang diquench dengan berbagai cara pendinginan

Bila sebuah batang 50 mm terbuat dari jenis baja di atas yang diquench dalam
minyak dengan agitasi kuat, maka dipakai kurva distribusi untuk 50 mm, kurva B (oil,
strong agitation), kekerasan di permukaan berkisar antara 48 52 HRc, di 12,5 mm di bawah
permukaan berkisar antara 43 50 HRc, dan di sumbu berkisar antara 40 49 HRc.
- 73 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Di dalam praktek biasanya benda kerja yang dikeraskan selalu ditemper untuk
mendapatkan keuletan/ketangguhan yang diperlukan. Sehingga mungkin juga akan diperlukan
data kekerasan setelah temper. Gambar 4.31 di bawah ini adalah kurva Jominy dari baja DIN
42CrMo4 (bersesuaian dengan baja BS 708A42), setelah ditemper pada berbagai temperatur.

Gambar 4.31. Kurva Jominy untuk baja DIN 42CrMo4 (bersesuaian dengan baja BS 708A42) setelah
tempering pada berbagai temperatur.

Gambar 4.32. Kesetaraan bentuk penampang persegi dengan bentuk penampang bulat
- 74 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Data/hubungan yang ditunjukkan pada gambar-gambar diatas hanya berlaku untuk


benda berpenampang bulat. Untuk batang berpenampang bujursangkar dan persegipanjang,
dapat dicari dahulu kesetaraannya dengan penampang bulat, baru kemudian berdasarkan
diameter ekuivalen ini dilakukan prosedur yang sama untuk membuat kurva distribusi
kekerasannya. Kesetaraan antara bentuk penampang bujursangkar dan persegi panjang
dengan bentuk penampang bulat dapat dicari dengan grafik pada Gambar 4.32.

4.4. Pemakaian CCT-Diagram


Hardenabiliti suatu baja sebenarnya diturunkan dari diagram transformasinya,
sehingga dengan melihat diagram transformasinya dapat digambarkan bagaimana
hardenabiliti suatu baja, karena keduanya berkait dengan laju pendinginan. Ini dapat dilihat
pada Gambar 4.33.
Dari diagram transformasi dapat diramalkan perubahan struktur yang akan terjadi di
suatu titik pada benda kerja yang mengalami laju pendinginan tertentu (ekuivalen dengan
suatu titik tertentu pada spesimen Jominy), sedang dengan kurva hardenabiliti dapat dilihat
berapa kekerasannya.

Gambar 4.33. Hubungan antara CCT-Diagram dengan kurva Jominy

- 75 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Setiap titik pada spesimen Jominy mewakili suatu laju pendinginan tertentu. Bila
kurva pendinginan dari titik-titik spesimen Jominy digambarkan pada suatu lembar transparan
dengan skala yang sama dengan skala suatu diagram CCT, kemudian lembar transparan ini
diletakkan di atas diagram CCT maka akan dapat dipelajari transformasi selama pendinginan
setiap titik spesimen Jominy. Dengan mengacu pada kurva hardenabilitinya akan terlihat
kekerasan setiap titik tersebut. Salah satu contohnya dapat dilihat pada Gambar 4.34, diagram
CCT dan kurva hardenabiliti baja AISI 3140, dengan kurva pendinginan titik-titik Jominynya.
Pada Diagram transformasi tersebut juga digambarkan kurva yang menunjukkan
banyaknya austenit yang telah bertransformasi, sehingga dapat dicari struktur yang terjadi
pada akhir pendinginan. Kekerasannya pada akhir pendinginan dapat diperoleh dari kurva
hardenabilitinya, bila perlu dapat dituliskan pada ujung kurva pendinginan.

Gambar 4.34. CCT Diagram dengan kurva pendinginan titik-titik Jominy dan pita hardenabiliti untuk baja
AISI 3140.

Bila pada lembar transparan itu yang digambarkan adalah kurva pendinginan di titik-
titik tertentu dari sebuah benda kerja, yang diquench dengan pendingin tertentu, maka akan
- 76 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

dapat diramalkan apa saja struktur yang akan terjadi dan berapa kekerasannya. Salah satu
contoh diperlihatkan pada Gambar 4.35, dimana digambarkan kurva pendinginan di
permukaan dan di sumbu suatu silinder berdiameter 95 mm yang diquench dengan air,
minyak dan udara, yang disuperimpose pada CCT Diagram baja DIN 42CrMo4, dimana
tergambar kurva pendinginan titik Jominy dan banyaknya transformasi yang terjadi pada
setiap perpotongan dengan kurva transformasi.
Dari Gambar 4.35 tampak bahwa untuk titik Jominy 2 sebelum memasuki Ms sudah
ada 2 % austenit yang bertransformasi menjadi bainit, untuk titik Jominy 3 sudah 3 %. Untuk
titik Jominy 4 transformasi dimulai dengan membentuk ferrit, sesudah ada 2 % yang menjadi
ferrit maka bainit mulai terjadi. Sebelum mulai terjadi martensit sudah ada 75 % yang menjadi
bainit, masih ada 23 % austenit yang dapat menjadi martensit. Untuk titik Jominy 5 akan
terjadi perlit, yaitu setelah ada 7 % austenit yang menjadi ferrit. Ada 5 % lagi austenit yang
menjadi perlit, baru akan mulai terjadi bainit. Ini berlangsung sampai mendekati Ms, didapat
85 % yang menjadi bainit. Sisa austenit sebanyak 3 % yang akan dapat menjadi martensit.
Untuk benda kerja yang diquench dengan air, di permukaan terjadi 2,5% bainit
sebelum terbentuk martensit, kekerasan 52,5 HRC. Di sumbu, terjadi 5% ferit, 75% bainit dan
sisanya martensit, kekerasan 34 HRC. Perkiraan tsb ternyata merupakan perkiraan yang
sangat kasar, karena perhitungan perkiraan ini didasarkan pada laju pendinginan titik Jominy
yang dianggap linier, sedangkan pendinginan dengan diquench laju pendinginannya tidak
linier, sehingga hasil perkiraan ini seringkali agak meleset.

Gambar 4.35. Kurva pendinginan batang 95 mm yang diquench, disuperimpose pada CCT Diagram baja
DIN 42CrMo4.

- 77 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Ada juga yang menggambarkan beberapa kurva pendinginan dari pendinginan dengan
lamanya waktu pendinginan dari 800 ke 500 oC (dalam 10-2 detik), atau laju pendinginan dari
800 ke 500 oC dan disuperimpose pada diagram transformasi (Gambar 4.36).

Gambar 4.36. CCT Diagram baja DIN X40CrMoV51 (AISI H13) disuperimpose kurva pendinginan dengan
waktu pendinginan dari 800-500 oC dan laju pendinginannya.

Gambar 4.36 memperlihatkan CCT Diagram dari baja DIN X 40 CrMoV 51


(bersesuaian dengan baja AISI H13) yang padanya disuperimpose beberapa kurva
pendinginan dengan lama pendinginan dari 800 ke 500 oC antara 0,22 sampai dengan 10 (x
10-2 detik) dan laju pendinginan 5 sampai dengan 0,4 oC/mnt. Juga ada kurva pendinginan
pada sumbu batang berdiameter 50 mm, 100 mm dan 200 mm yang diquench dalam minyak.
Gambar 4.36 di atas dipergunakan bersama-sama dengan Gambar 4.37, yang menggambarkan
kurva pedinginan di permukaan dan inti dari batang dengan berbagai diameter, yang
didinginkan dengan air, minyak atau udara. Gambar atas memperlihatkan beberapa kurva
pendinginan yang terjadi bila didinginkan dengan air (water cooling), yang tengah untuk
pendinginan dengan minyak (oil cooling) dan yang paling bawah untuk pendinginan udara
(air cooling).
Bila dari Gambar 4.36. diplih pendinginan dengan waktu untuk mencapai 500 oC
selama 8,5x10-2 detik tampak bahwa temperatur 350 oC (temperatur Ms) akan tercapai dalam
waktu 2 x 103 detik. Dari Gambar 4.37 dapat dilihat bahwa laju pendinginan pada batang yang
diquench dalam minyak yang mendekati pendinginan ini adalah pendinginan pada permukaan
batang 500 mm atau sumbu batang 300 mm. Bila struktur yang sama ingin diperoleh dengan
pendinginan dengan air, itu dapat terjadi di sumbu batang 400 mm atau pada permukaan
batang 2000 mm.

- 78 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Gambar 4.37. Kurva pendinginan di permukaan dan sumbu batang besar (berbagai ukuran) yang diquench
dalam (a) air, (b) minyak dan (c) udara.

4.5. Faktor yang Berpengaruh pada Hardenabiliti


Di atas telah dijelaskan bahwa hardenabiliti suatu baja ditentukan oleh diagram
transformasinya, sedang diagram transformasi ditentukan oleh komposisi kimia dan ukuran
butir austenit, sehingga hardenabiliti ditentukan oleh komposisi kimia dan ukuran butir
austenit. Di samping hal di atas hardenabiliti juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain, seperti:

- 79 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Pengaruh nucleation and growth. Bentuk kurva transformasi austenit menjadi


perlit/bainit yang berbentu seperti huruf C terjadi karena proses tersebut berlangsung dengan
mekanisme nucleation and growth, dimana nucleation tergantung pada derajat undercool
sedang growth terjadi dengan diffusi, tergantung pada tingginya temperatur, seperti
ditunjukkan pada Gambar 4.38.

3
1

Gambar 4.38. Gambaran skematis nucleation and growth pada baja eutektoid

Dengan pendinginan mode 1, didinginkan dengan cepat ke temperatur sekitar hidung


diagram dimana laju baik nucleation maupun growth cukup tinggi, kemudian spesimen
dibiarkan pada temperatur tsb maka transformasi akan berlangsung seperti adanya pada
diagram tsb.
Bila pendinginan cepat dilakukan sampai ke temperatur lebih rendah maka pengintian
akan mulai lebih awal, bila setelah terjadi pengintian kemudian temperatur dinaikkan kembali
(mode 2) maka ini akan mengaktifkan pertumbuhan, sehingga waktu untuk menyelesaikan
transformasi akan lebih singkat daripada mode 1, ini berarti menurunkan kesempatan menjadi
martensit, menurunkan hardenabiliti. Tampak bahwa laju pendinginan kontinyu yang
terhambat (interrupted) di daerah temperatur dimana berlangsung transformasi dengan diffusi,
maka ini akan menstimulasi transformasi tersebut, Jadi akan menurunkan hardenabiliti.
Gejala ini juga tampak pada Gambar 4.39. yang menggambarkan Diagram
Transformasi Isothermal baja pegas En 45 (SS Si 55), dimana padanya disuperimpose dua
kurva pendinginan kontinyu, dan satu pendinginan yang pada mulanya mengikuti laju
pendinginan pertama sampai di 600 oC kemudian ditahan selama 30 detik, selanjutnya
didinginkan lagi mengikuti laju pendinginan yang kedua.
Dengan pendinginan kontinyu pertama, yang laju pendinginannya lebih tinggi,
diperoleh martensit 98 % (kekerasan 722 Hv) sedang dengan pendinginan kontinyu kedua,
yang laju pendinginannya lebih rendah, diperoleh martensit 75 % (kekerasan 538 Hv). Tetapi
dengan pendinginan yang tertahan di 600 oC selama 30 detik diperoleh martensit hanya 6 %
- 80 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

(kekerasan 341 Hv). Penahanan pada 600 oC selama 30 detik sudah hampir menyelesaikan
transformasi seluruh austenit, tinggal sedikit yang akan menjadi martensit. Karenanya dengan
mode pendinginan ini tidak banyak martensit yang diperoleh.

Gambar 4.39. Diagram Transformasi Isothermal baja pegas En 45 (SS Si 55), dimana disuperimpose dua
kurva pendinginan kontinyu, dan satu pendinginan yang di 600 oC tertahan selama 30 detik

Bila pendinginan dimulai dengan pendinginan lambat di daerah transformasi dengan


diffusi (mode 3, Gambar 4.38), dimana waktu untuk memulai pengintian cukup lama,
kemudian sesaat sebelum inti terbentuk laju pendinginan dipercepat, maka ini dapat
menaikkan hardenabiliti.
Gejala seperti di atas juga dapat terlihat pada Gambar 4.40, dimana tampak CCT
Diagram dari baja SS 2541 (~AISI 4340) CCT Diagram ini dibangun berdasarkan laju
pendinginan linier (0,2; 0,06 dan 0,02 oC/dt., kurva pendinginan garis penuh). Pada CCT
Diagram tsb disuperimpose beberapa kurva pendinginan komposit, pada tahap pertama
didinginkan dari 850 oC (setelah diaustenitisasi selama 10 menit) dengan berbagai laju
pendinginan (1.4; 0,3; 0,15; 0,03; dan 0,015 oC/dt.) sampai ke 700 oC, kemudian dilanjutkan
dengan pendinginan dengan laju berbeda (0,13 oC/dt). Angka diujung bawah kurva
pendinginan menunjukkan kekerasan yang tercapai setelah pendinginan Hasilnya
menunjukkan sesuatu yang agak mengejutkan, ternyata kekerasan yang lebih tinggi diperoleh
bila laju pendinginan pada tahap pertama lebih lambat
- 81 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Gambar 4.40. CCT Diagram baja SS 2541 (AISI 4340), padanya disuperimpose berbagai pendingin sampai
700 oC dan dilanjutkan ke temperatur kamar dengan laju berbeda, menunjukkan pendinginan
lambat ke 700 oC menaikkan hardenabiliti. Diaustenitisasi pada 850 oC, 10 menit

Pengaruh internal stress. Martensit dan bainit terbentuk dengan melibatkan


mekanisme shear, sewajarnyalah bila pembentukan martensit dan bainit dipengaruhi oleh
tegangan. Ternyata tegangan tarik mendorong terjadinya sedang tegangan tekan akan
menghambat terjadinya.
Pada suatu pengujian dilatometri spesimen mengalami laju pendinginan yang
mensimulasikan laju pendinginan pada sumbu sebuah batang dari baja SS2541 (AISI 4340)
berdiameter 250 mm yang dihardening. Ternyata kekerasan pada sumbu batang 250 mm itu
lebih rendah daripada kekerasan yang terjadi pada spesimen dilatometer (keduanya terbuat
dari baja yang sama, dari heat yang sama). Perbedaan ini diyakini terjadi karena pengaruh
tegangan yang terjadi pada batang 250 mm selama proses pendinginan. Dari Gambar 4.41. di
bawah, CCT Diagram dari baja SS 2541 tampak bahwa pada saat di sumbu mulai terbentuk

- 82 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

bainit ia sedang mengalami tegangan tarik sebagai akibat terjadinya bainit pada lapisan di
luarnya, karena itu pertumbuhan bainit di sumbu akan lebih cepat, sehingga hanya sedikit
austenit yang menjadi martensit, kekerasan lebih rendah.

Gambar 4.41. Pola tegangan yang terjadi pada penampang baja SS 2541 (300 mm) yang diquench dalam
minyak, tampak bahwa di sumbu pada waktu mulai bertransformasi menjadi bainit sedang
terjadi tegangan tarik.

Pengaruh Heat of Transformation. Ketika terjadi transformasi dari austenit menjadi


produk transformasi derngan diffusi (perlit, bainit), dilepas pula sejumlah panas laten, heat of
transformation. Hal ini dapat berpengaruh terhadap laju pendinginan, dan tentu juga pada
keberlangsungan proses transformasi.
Pada Gambar 4.42. tampak bahwa laju pendinginan suatu batang uji 50 mm yang
diquench dalam minyak lebih rendah daripada laju pendinginan yang disimulasikan (pada
dilatometric test), dan kekerasannya juga lebih rendah. Ini disebabkan pengaruh panas yang

- 83 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

dilepaskan selama proses transformasi menjadi bainit, sehingga menghambat laju pendinginan
selama pembentukan bainit. Ini mengakibatkan proses pembentukan bainit lebih cepat,
sehingga tidak banyak yang akan menjadi martensit..

Gambar 4.42. Diagram Transformasi baja SS 2225 (25CrMo4, setara SAE 4130), dengan kurva simulasi
pebinginan batang berbagai diameter, simulasi laju pendinginan linier batang 50 mm, laju
pendinginan batang 50 mm, semua untuk quenching dalam minyak

Gambar 4.43. Pengaruh heat of transformation terhadap progress pendinginan, transformasi dan terhadap
distribusi kekerasan penampang

- 84 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

Pada saat lapisan dekat permukaan mulai bertransformasi menjadi bainit maka akan
mulai keluar panas, yang akan menghambat laju pendinginan, baik yang di permukaan
maupun bagian dalam. Menghambat laju pendinginan di permukaan yang temperaturnya
rendah, akan menurunkan hardenabiliti, sedangkan menghambat laju pendinginan di bagian
dalam (yang temperaturnya masih tinggi) akan menaikkan hardenabiliti, karena itu
dimungkinkan kekerasan di bagian dalam akan lebih tinggi daripada yang di permukaan.

4.6. Pemakaian hardenabiliti


Untuk suatu proses quenching dan ukuran benda tertentu, baja dianggap memiliki
hardenabiliti tinggi bila setelah diquench akan menghasilkan struktur martensitik (90 %) pada
daerah intinya, dan dikatakan memiliki hardenabiliti rendah bila tebal pengerasan ini kecil (
3 mm).
Baja dengan hardenabilty tinggi akan memberikan keuntungan bila digunakan untuk
membuat benda kerja berpenampang besar yang akan dikeraskan (hardened & tempered)
sampai ke intinya (through hardened). Kekerasan di permukaan dengan di intinya tidak
banyak berbeda. Keadaan ini diperlukan biasanya pada perkakas, karena perkakas harus
cukup kaku, bila pengerasan tidak sampai ke inti maka inti akan terlalu lunak, sehingga bila
perkakas itu nanti menerima beban mungkin bagian inti akan mengalami deformasi. Ini tidak
diinginkan.
Walaupun kekerasan di permukaan dengan di inti suatu benda kerja yang besar itu
sama, tetapi impact strengthnya dapat berbeda. Hal ini dapat terjadi karena setelah pengerasan
dan penemperan, struktur di bagian permukaan akan terdiri dari martensit temper atau
martensit temper dan bainit bawah, sedang pada bagian inti strukturnya terutama terdiri dari
bainit atas dan/atau perlit, yang keduanya mempunyai impact strength lebih rendah dan
temperatur transisi lebih tinggi.
Keadaan ini harus diperhitungkan, terutama bila setelah pengerasan & penemperan
benda kerja masih harus mengalami machining cukup banyak sehingga banyak bagian
permukaan yang dibuang (yang tertinggal hanya bagian dekat inti, yang impact strengthnya
rendah itu).
Baja dengan hardenabiliti tinggi juga diperlukan pada baja yang dipakai untuk cetakan
(die) pada proses forging atau die casting. Juga pada perkakas lain yang menerima tekanan
yang besar, semuanya harus terbuat dari baja yang keras sampai ke intinya, bila tidak
demikian maka bagian inti yang relatif lunak ini akan terdeformasi, dan bagian permukaan
akan menerima tekanan yang berlebihan sehingga akan mudah rusak.
Dalam beberapa hal perlu dipergunakan dipergunakan baja dengan hardenabiliti
rendah. Misalnya baja perkakas AISI W1, dengan pengerasan, akan menghasilkan tebal
pengerasan yang tidak begitu besar, akan diperoleh bagian permukaan yang keras dan bagian
dalam yang lebih ulet/tangguh. Tentunya ini akan dipergunakan bila diperlukan kekerasan
pada permukaan, tetapi juga perlu ketangguhan secara umum.
Baja dengan hardenabiliti yang lebih tinggi, yaitu baja yang bila dipergunakan dengan
penampang besar akan menghasilkan kekerasan yang hampir sama antara bagian permukaan
dengan bagian inti, biasanya dianggap kurang menguntungkan, dari segi ekonomik, bila
dipergunakan untuk benda dengan penampang kecil. Untuk benda dengan ukuran kecil
- 85 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas

kekerasan dapat merata walaupun terbuat dari baja dengan hardenability rendah. Baja dengan
hardenabiliti tinggi akan mengandung banyak unsur paduan sehingga harganya akan lebih
mahal. Jadi selama persyaratan teknik masih memenuhi hendaknya dipakai baja dengan
hardenabiliti rendah, yang lebih murah.

4.7. Pertanyaan:
1. Pada kurva distribusi kekerasan penampang benda yang dikeraskan biasanya tampak
bahwa kekerasan di permukaan lebih tinggi, makin ke dalam makin rendah,
mengapa?
2. Adakalanya dijumpai bahwa kurva distribusi kekerasan penampang di atas sebagian
atau seluruhnya berupa garis yang hampir mendatar. Jelaskan dalam hal bagaimana
saja keadaan ini dapat terjadi.
3. Jelaskan perbedaan antara maximum hardness yang dapat terjadi bila suatu baja
dikeraskan, dengan hardenability suatu baja.
4. Mengapa hardenabiliti tergantung pada komposisi kimia dan ukuran butir austenit?
Apakah laju pendinginan juga perpengaruh terhadap hardenabiliti? Jelaskan.
5. Mana yang hardenabilitinya lebih tinggi: baja dengan diameter kritis 4" untuk
quenching dalam air tanpa agitasi, atau baja dengan diameter kritis 3" untuk
quenching dalam minyak dengan agitasi sedang.
6. Mengapa pada perhitungan kurva Jominy untuk jarak s/d 6 mm jarak dari ujung
quench unsur paduan dianggap tidak berpengaruh. Jelaskan.
7. Suatu baja mempunyai komposisi kimia sbb: C = 0,36 %; Mn = 0,80 %; Si = 0,40 %;
Cr = 1,12 %; Ni = 0,35 %; dan Mo = 0,25 %.
a. Hitung berapa diameter kritis baja tsb untuk quenching dalam minyak dengan
agitasi sedang (ASTM austenitic grain size no. 7).
b. Berapa kekerasan batang Jominya pada ujung quench dan pada jarak 10 mm dari
ujung quench. Buat kurva Jominynya.
c. Berapa kekerasan batang berdiameter 150 mm di permukaan, di 37,5 mm dari
permukaan dan di sumbu, yang diquench dalam minyak dengan agitasi sedang.
Buat kurva distribusi kekerasan penampang benda tsb
d. Apakah kekerasan pada ketiga titik tsb soal c akan turun bila batang diquench
dalam minyak tanpa agitasi. Jelaskan.
8. Suatu baja mengandung 0,4 %C diameter kritisnya = 4 untuk pemanasan dengan
grain size no.7 dan quenching dalam minyak dengan agitasi kuat (H = 0,6).
a. Berapa diameter kritis idealnya?
b. Berapa kekerasan batang Jominynya pada ujung quench, pada jarak 7.5 mm dan
10 mm dari ujung quench. Buat kurva Jominynya
c. Dari baja tsb dibuat suatu batang berdiameter 50 mm, dikeraskan dengan
diquench dalam minyak dengan agitasi baik (H = 0,5). Berapa kekerasan di
permukaan, di 7,5 mm di bawah permukaan dan di sumbu.
d. Bila quenching dilakukan dengan air tanpa agitasi apakah kekerasan di ketiga
titik tsb akan naik? Jelaskan.

- 86 -

Anda mungkin juga menyukai