HARDENABILITI
Gambar 4.1. Hubungan antara kekerasan, kadar karbon dan jumlah martensit.
Suatu titik dari suatu benda dikatakan mengalami pengerasan bila pada titik tsb
diperoleh martensit (atau martensit dan bainit) tidak kurang dari jumlah tertentu (biasanya
dipakai 50 %) atau kekerasannya tidak kurang dari angka tertentu (tergantung komposisi
bajanya). Jadi depth of hardening (tebalnya pengerasan) dinyatakan dengan jarak suatu titik di
- 49 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
bawah permukaan dimana strukturnya terdiri dari 50 % martensit. Suatu baja dikatakan
mempunyai hardenabiliti tinggi bila baja itu memperlihatkan tebal pengerasan (depth of
hardening) yang besar atau dapat mengeras pada seluruh penampang dari suatu benda.
Tiga jenis baja (AISI W1, 01 dan D2) masing-masing dibentuk menjadi sebuah batang
berdiameter 100 mm, setelah dikeraskan (W1 didinginkan dengan pendinginan air dan yang
lain dengan minyak) lalu diukur kekerasannya pada penampang melintang, diperoleh
distribusi kekerasan seperti pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Distribusi kekerasan batang 100 mm dari beberapa jenis baja.
Ketiga baja ini mempunyai kekerasan maksimum (pada permukaan) yang hampir
sama, tetapi baja AISI D2 memperlihatkan distribusi kekerasan yang merata, sedang AISI W1
menjadi keras hanya pada lapisan permukaan saja. Dikatakan baja AISI D2 mempunyai
hardenabiliti yang tertinggi sedang W1 yang terendah (walaupun kekerasan maksimumnya
sedikit lebih tinggi daripada D2).
Turunnya kekerasan pada bagian yang lebih dalam dari suatu benda terjadi karena laju
pendinginan pada bagian yang lebih dalam lebih rendah (lihat Gambar 4.3), sehingga bila laju
pendinginan itu lebih rendah daripada CCR maka martensit yang terbentuk akan kurang dari
100 % (mungkin juga tidak terbentuk martensit), dengan demikian kekerasannyapun akan
lebih rendah. Pada baja AISI W1 kekerasan yang tinggi hanya sampai pada jarak + 2 mm saja
dari permukaan, karena di luar itu laju pendinginan yang terjadi sudah tidak dapat mencapai
CCR sehingga hampir tidak terjadi martensit, tampak bahwa kekerasannya sangat rendah.
Pada baja AISI O1, dan D2, kekerasan yang tinggi masih dapat diperoleh pada jarak
yang lebih jauh di bawah permukaan (untuk baja D2 bahkan sampai ke inti), ini menunjukkan
bahwa pada titik tsb laju pendinginannya dapat mencapai CCR dari baja ybs, sehingga di titik
tsb terjadi banyak martensit, terjadi kekerasan yang tinggi.
Jadi hardenabiliti suatu baja sebenarnya akan ditentukan oleh Critical Cooling Rate
(CCR) dari baja ybs, hardenabiliti makin tinggi bila CCR lebih rendah.
- 50 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 4.3. Kurva pendinginan beberapa titik pada penampang benda silindrik 1 inch menunjukkan laju
pendinginan pada titik lebih dalam akan lebih lambat
Gambar 4.4. Distribusi kekerasan batang berbagai diameter, terbuat dari baja O1 setelah dicelup minyak.
Pada benda yang lebih besar laju pendinginannya lebih rendah, karena itu dari baja
yang sama tebal pengerasan lebih tipis, seperti tampak pada Gambar 4.4. Pada batang 25
intinya juga mencapai kekerasan RC 65, sedang pada batang yang lebih besar hanya di
permukaannya saja yang mencapai RC 65, bahkan pada 100 mm mulai kedalaman 25 mm
dapat dikatakan tidak mengalami pengerasan.
Dari uraian di atas tampak bahwa data mengenai hardenabiliti menjadi penting bagi
para pengguna baja, terutama para pelaku perlakuan panas. Ada beberapa cara yang perlu
dilakukan untuk memperoleh data hardenabiliti tsb. Berikut ini akan dijelaskan beberapa cara
untuk mengukur hardenabiliti atau cara memperoleh gambaran secara teoritis tentang data
hardenabiliti baja.
- 51 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 4.5. Penentuan diameter kritis cara membuat kurva distribusi kekerasan penampang
Dalam menyebutkan diameter kritis suatu baja harus disebutkan juga media
pendinginnya, atau kekuatan pendinginannya yang dinyatakan dengan koeffisien kekuatan
pendinginan H (severity of quench). Harga H dapat dihitung dari hubungan :
dimana :
f = heat transfer factor (BTU/in.2 sec.oF)
K = thermal conductivity (BTU/in. sec. oF)
- 52 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Harga H tergantung dari jenis media pendinginnya dan kekuatan agitasi. Harga H dari
beberapa media pendingin dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Gambar 4.6. Diagram yang menunjukkan hubungan antara Do, Di, dan H.
- 53 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Harga Do masih tergantung pada harga H dari media pendingin, sehingga kurang
menunjukkan hardenabiliti sebagai sifat baja. Harga ini tidak lagi tergantung pada media
pendingin bila diambil harga H tak terhingga, diperoleh harga diameter kritis ideal Di (ideal
critical diameter) yaitu diameter batang yang bila didinginkan dengan laju pendinginan tak
terhingga akan menghasilkan tepat 50 % martensit pada intinya (untuk diameter kritis ideal ini
ada yang menggunakan notasi Di atau DI).
Bila harga Do pada harga H tertentu sudah diperoleh maka harga Di dapat dicari
diagram hubungan Do Di pada Gambar 4.6.
Akan dibandingkan hardenabiliti suatu baja A dengan baja B, baja A mempunyai
harga Do = 28 mm untuk pendinginan dalam air tanpa agitasi (H = 1), sedang baja B
mempunyai harga Do = 20 mm untuk pendinginan dengan minyak diagitasi sedang (H = 0,4).
Agar dapat dibandingkan maka dari masing-masing dicari harga Di nya dari Gambar 4.6,
diperoleh Di A = 48 mm dan Di B = 52 mm, jadi baja B mempunyai hardenabiliti lebih tinggi.
Gambar 4.7. Pengujian hardenabiliti Jominy, (A) Bentuk dan ukuran spesimen (B) Bentuk alat pengujian
Jominy (Jominy Apparatus)
Pengujian ini disebut juga end quench hardenability test karena pada pengujian ini
digunakan spesimen berbentuk batang silindrik berdiameter 1" (25 mm) panjang 4" (100 mm)
(Gambar 4.7.A), yang akan didinginkan pada salah satu ujungnya.
Untuk test ini digunakan alat (Jominy Apparatus, Gambar 4.7.B) dengan lubang
tempat dudukan kepala spesimen pada puncaknya. Sebuah nozzle berdiameter " (12,5 mm)
tepat berada di bawah ujung spesimen yang menggantung tsb, untuk menyemprotkan air
pendingin dengan tinggi pancaran bebas 2 " (65 mm). Bila spesimen sudah berada pada
kedudukannya maka sumbu spesimen akan tepat segaris dengan sumbu nozzle, dan jarak
- 54 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
antara ujung spesimen dengan nozzle tepat " (12,5 mm). Antara spesimen dengan nozzle
dipasang plat penghalang yang dapat dibuka dengan cepat sesaat setelah spesimen diletakkan
pada lubang dudukannya.
Spesimen dipanaskan pada temperatur austenitisasinya dengan waktu tahan biasanya
20 - 30 menit, lalu diambil dan dipindahkan dengan cepat ke lubang dudukan pada alat
Jominy dan segera pula air pendingin disemprotkan dan mengenai ujungnya. Setelah dingin
spesimen dibersihkan dan dua sisi silinder yang saling berseberangan diratakan lalu diukur
kekerasannya sepanjang sisi tersebut (setiap jarak 1/16", titik Jominy). Kemudian hasil
pengukuran kekerasan tsb diplot pada grafik kekerasan - jarak dari ujung quench (Jominy
distance), didapatkan kurva hardenabiliti (kurva Jominy). Contoh cara memplot kurva Jominy
dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8. Contoh cara memperoleh kurva Jominy dari plotting hasil pengukuran kekerasan spesimen
Jominy.
Setiap titik pada suatu spesimen Jominy mengalami pendinginan dengan laju tertentu,
yang besarnya dapat dianggap sama untuk titik pada posisi yang sama pada spesimen Jominy
yang lain (diasumsikan bahwa bajanya mempunyai koefisien perambatan panas sama).
- 55 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Besarnya laju pendinginan pada titik-titik pengukuran kekerasan spesimen Jominy (titik
Jominy) diberikan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Karena baja dengan komposisi kimia yang sama yang mengalami laju pendinginan
sama akan mempunyai strukturmikro sama sehingga sifat mekaniknya sama dan
kekerasannya akan sama, maka dengan menghitung laju pendinginan di suatu titik pada benda
kerja dapat diramalkan kekerasan pada titik itu, yaitu dengan melihat kekerasan pada
spesimen Jominy yang mengalami laju pendinginan yang sama. Dari sini akan dapat dibuat
perkiraan distribusi kekerasan pada suatu penampang benda kerja yang dikeraskan.
Hardenabiliti suatu baja banyak tergantung pada komposisi kimianya, sedang
komposisi kimia baja dari suatu standard merupakan range dengan batas maksimum dan
minimum untuk setiap unsur. Sehingga baja dengan standar yang sama dapat menunjukkan
hardenabiliti yang sangat berbeda. Untuk itu dibuat standar baja dengan jaminan pada
hardenabilitinya, misalnya AISI 4140H, baja AISI 4140 dengan hardenabiliti yang terjamin
berada dalam batas-batas tertentu yang ditunjukkan dengan pita hardenabiliti (hardenability
band) baja tersebut.
Gambar 4.9. Data pengujian dan pita hardenabiliti standard baja AISI 4140H
- 56 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 4.7. Harga dasar Di sebagai fungsi kadar karbon dan ukuran butir austenit dari baja karbon
- 57 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 4.8. Faktor Pengali untuk unsur paduan, untuk perhitungan hardenabiliti
Contoh:
Suatu baja dengan komposisi kimia C = 0,25%; Si = 0,3%; Mn = 0,7%; Cr = 1,1% dan Mo =
0,2%; ukuran butir ASTM no 7. Dari Gambar 4.7. untuk kadar karbon 0,25% dan ukuran butir
ASTM no. 7 didapat harga dasar Di = 0,17 in.. Dari Gambar 4.8., dicari faktor pengali untuk
masing-masing unsur paduan, maka didapat harga Di = 0,17 x 1,2 x 3,3 x 3,4 x 1,6 = 3,7 in.
Grafik pada Gambar 4.7 dapat berlaku bagi baja dengan kadar C 0,8 hanya bila
seluruh karbid telah larut dalam austenit, dan ini terjadi bila pemanasan dilakukan pada
temperatur di atas Acm . Dengan pemanasan seperti ini akan dapat terjadi pertumbuhan butir
yang berlebihan, karena itu dalam prakteknya pemanasan baja ini hanya di atas Ai.
- 58 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 4.10. Faktor Pengali untuk perhitungan hardenabiliti (Moser dan Legat)
Karena itu Diagram yang dikemukakan Grossmann telah diuji ulang oleh Moser dan
Legat, dan mereka mengemukakan grafik-grafik yang lebih presisi (sesuai dengan proses laku
panas sebenarnya). Grafik itu ditampilkan pada Gambar 4.9 dan 4.10.
Dalam beberapa hal pemakaian Gambar 4.9 masih terdapat penyimpangan dari
kenyataan, terutama pada kadar C tinggi, yang disebabkan perbedaan kelarutan karbon dan
unsur paduan pada temperatur pemanasan yang berbeda. Untuk itu Jatczak membuat beberapa
diagram faktor pengali untuk beberapa temperatur pemanasan, dan didalamnya juga ditambah
Gambar 4.11. Faktor Pengali baja karbon tinggi, tempertur austenitisasi 830 oC
- 59 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 4.12. Faktor Pengali baja karbon tinggi, tempertur austenitisasi 860 oC
kan faktor pengali untuk kadar karbon di atas 0,9 %. Gambar 4.11 dan 4.12 memperlihatkan
faktor pengali untuk pemanasan pada 830 dan 860 oC.
Metode perhitungan harga Di dari Grossman telah distandardisasikan dalam ASTM
A255, tidak berupa grafik, tetapi dalam bentuk tabel. Standard tsb berlaku untuk baja dengan
komposisi kimia: C = 0,10-0,70 %; Mn = 0,501,55 %; Si = 0,150,60 %; Cr = 1,35 % max.;
Ni = 1,50 % max.; Mo = 0,55 % max. dan untuk Grain size ASTM no. 7. Cara mencari
Multiplying Factor dengan cara ini lebih mudah, tinggal mencari baris dengan angka
persentase kadar suatu unsur pada kolom pertama dan melihat angka MF pada kolom dengan
nama unsur ybs. Harga Di diperoleh dengan mengalikan semua harga MF yang diperoleh.
Seperti halnya dengan diameter kritis ideal dari Grossman, kurva Jominy juga dapat
diperkirakan dengan perhitungan berdasarkan komposisi kimia.
Gambar 4.13. Hubungan antara kadar karbon dengan kekerasan awal (IH).
- 60 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 4.14. Hubungan antara diameter kritis ideal dengan faktor pembagi
- 61 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Selanjutnya kekerasan awal dicari dari Gambar 4.13, didapat IH = 56 HRC sedang
kekerasan untuk titik Jominy lainnya diperoleh dengan membagi IH dengan faktor pembagi
yang dicari dari Gambar 4.14. Hasilnya ditabulasikan sbb:
Posisi (1/16") IH/DH Kekerasan RC
1 1 56
4 1 56
8 1,08 51,8
12 1,18 47,5
16 1,30 43,0
20 1,40 40,0
24 1,46 38,4
28 1,51 37,1
32 1,55 36,1
Hasil ini kemudian diplot pada salib sumbu Kekerasan-Jarak Jominy maka
diperolehlah kurva Jominynya, seperti di bawah ini:
Metode di atas juga digunakan pada Standard ASTM,yaitu ASTM A-255, hanya saja
data untuk perhitungan tsb tidak ditampilkan dalam bentuk Grafik tetapi dalam bentuk Tabel-
tabel. Bukan hanya Tabel IH dan DF, tetapi juga Tabel harga Multiplying Factor untuk
perhitungan harga Di. Beberapa Tabel dari Standard ASTM A-255 tsb. dapat dilihat pada
Lampiran. Perhitungan dengan ASTM A-255 dimulai dengan mencari harga Diameter Kritis
Ideal Di, dengan menggunakan Tabel Multiplying Factors. Harga Di diperoleh dengan
mengalikan semua harga Multiplying Factor dari semua unsur. Harga Initial Hardness IH
dapat diperoleh dari Tabel Carbon Content, Initial Hardness, 50% Martensite Hardness,
dicari berdasarkan kadar karbon. Setelah itu dicari harga Dividing Factor DF untuk masing-
masing Jominy Distance dicari pada Tabel Distance Hardness Dividing Factors, berdasarkan
harga Di dicari harga DF untuk masing-masing Jominy Distance. Dari sini kemudian dapat
dicari kekerasan untuk masing-masing Jominy Distance, sehingga akhirnya dapat dibuat
Jominy Curve.
Jadi misalnya untuk batang yang terbuat dari baja dengan komposisi kimia:
C = 0,32; Si = 0,15; Mn = 0,6; Cr = 1,0; Ni = 0,9; Mo = 0,17; P = 0,03; S = 0,03 dan
grain size no. 7, kurva Jominynya dapat dibuat berdasarkan ASTM A-255 sebagai berikut:
- 62 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
2. Initial Hardness
Untuk % C = 0,32, Initial Hardness IH = 51
3. Mencari harga DF:
Untuk Di = 3,6" diperoleh DF sebagai berikut:
Ttk Jominy no. 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 14 16 18 20 24 28 32
DF 1.00 1.00 1.08 1.15 1.25 1.31 1.38 1.43 1.49 1.64 1.73 1.83 1.89 1.96 2.10 2.21 2.30
4. Mencari harga Kekerasan pada masing-masing titik Jominy. DH = IH/DF, diperoleh sbb:
Titik Jominy
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 14 16 18 20 24 28 32
no.
Kekerasan
51.0 51.0 51.0 47.2 44.3 40.8 38.9 37.0 35.7 34.2 31.1 29.5 27.9 27.0 26.0 24.3 23.1 22.2
HRc
Gambar 4.15. Kurva Jominy berdasarkan ASTM A 255 dari baja SS 2234: C = 0,32; Si = 0,15; Mn = 0,6;
Cr = 1,0; Ni = 0,9; Mo = 0,17; P = 0,03; S = 0,03; Grain size ASTM No 7
Just mengembangkan perhitungan kekerasan titik Jominy yang juga didasarkan pada
asumsi yang hampir sama dengan asumsi yang digunakan Field. Hanya saja Just
mengembangkan gagasannya dalam bentuk rumus-rumus untuk menghitung secara langsung
kekerasan pada titik-titik Jominy, tidak dalam bentuk grafik-grafik seperti Field.
- 63 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Persamaan ini berlaku untuk batas kadar unsur : C < 0,6 %, Cr < 2 %, Mn < 2 %,
Ni < 4 %, Mo < 0,5 % dan V < 0,2 %.
Ternyata juga bahwa kadar karbon dan kadar unsur paduan berinteraksi menaikkan
kekerasan. Misalnya, Cr akan lebih efektif menaikkan kekerasan pada baja dengan kadar
karbon menengah daripada baja dengan kadar karbon rendah. Dari sini kemudian
dikembangkan lagi perhitungan yang lebih mendekati hasil pengukuran, masing-masing untuk
kadar karbon rendah (case hardening steel) dan untuk kadar karbon menengah (steel for
hardening and tempering).
Untuk case hardening steel :
Bila harga kekerasan untuk suatu titik pada jarak lebih dari 6 mm lebih besar dari
harga Jo (kekerasan maksimum) maka untuk titik itu harus diambil sama dengan harga
kekerasan maksimum.
Gambar 4.16 sampai dengan 4.19 memperlihatkan perbandingan pita hardenabiliti dari
baja (case hardening dan hardening & tempering steel) yang diperoleh dari pengukuran, dari
perhitungan dengan rumus umum (4.3) dan dari rumus khusus (4.4 dan 4.5). Untuk komposisi
minimum ketiga kurva tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu besar. Penyimpangan yang
agak besar tampak untuk komposisi yang mendekati maksimum. Dari Gambar-gambar tsb
tampak bahwa hasil perhitungan dengan rumus umum menunjukkan penyimpangan lebih
besar daripada perhitungan dengan rumus khusus. Jadi untuk baja case hardening (baja yang
akan dikeraskan dengan pengerasan permukaan, baja dengan kadar karbon rendah) lebih tepat
menggunakan rumus untuk case hardening (rumus 4.4). Sedang untuk baja hardening &
tempering (kadar karbon lebih tinggi) lebih tepat menggunakan rumus hardening & tempering
(rumus 4.5). .
- 64 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
- 65 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 4.20. Grafik kesetaraan titik Jominy dengan titik-titik di dalam batang ( 12,5 mm s/d 100 mm)
yang didinginkan celup dalam minyak yang diagitasi sedang (moderately agitated oil)
- 66 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Kurva ini juga dapat digunakan untuk meramalkan distribusi kekerasan yang akan
terjadi pada suatu benda (batang misalnya) dengan ukuran tertentu yang diquench dengan
media pendingin tertentu.
Kurva distribusi kekerasan adalah kurva yang menggambarkan persebaran kekerasan
mulai dari permukaan sampai ke inti benda pada suatu penampang. Untuk membuat kurva tsb
dicari kekerasan pada setiap titik pada penampang tsb. Kekerasan pada titik dimaksud dapat
dicari dengan mencari dulu laju pendinginan pada titik tsb. Laju pendinginan yang dicari itu
bukan angkanya tetapi laju pendinginan pada titik itu sama dengan laju pendinginan pada titik
yang mana pada spesimen Jominy. Gambar 4.22 memperlihatkan kesetaraan antara jarak
Jominy dengan jarak suatu titik di bawah permukaan batang yang diquench dalam minyak
dengan agitasi sedang (moderately agitated oil).
Dari gambar diatas terlihat bahwa laju pendinginan di titik Jominy 14 mm dari ujung
quench sama dengan laju pendinginan di titik 2 mm di bawah permukaan batang 75 mm
yang diquench dalam minyak dengan agitasi sedang. Juga sama dengan laju pendinginan di
titik 10 mm di bawah permukaan batang 50 mm. Juga sama dengan laju pendinginan pada
inti batang 38 mm. Karena titik-titik tsb mengalami pendinginan dengan laju yang sama
maka kekerasannya sama. Besarnya dapat dilihat pada kurva hardenabiliti dari baja ybs.
Cara lain untuk membuat kurva distribusi kekerasan suatu batang adalah dengan
menggunakan beberapa grafik seperti pada Gambar 4.23 - 4.30, kesetaraan suatu titik pada
batang yang diquench dengan H tertentu dengan titik Jominy.
Gambar 4.21. Kesetaraan suatu titik di permukaan batang yang diquench dengan H tertentu dengan titik
Jominy
- 67 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 4.22. Kesetaraan suatu titik sejauh 0,9 R dari sumbu batang yang diquench dengan H tertentu
dengan titik Jominy
Gambar 4.23. Kesetaraan suatu titik sejauh 0,8 R dari sumbu batang yang diquench dengan H tertentu
dengan titik Jominy
- 68 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 4.24 Kesetaraan suatu titik sejauh 0,7 R dari sumbu batang yang diquench dengan H tertentu
dengan titik Jominy
Gambar 4.25. Kesetaraan suatu titik sejauh 0,5 R dari sumbu batang yang diquench dengan H tertentu
dengan titik Jominy
- 69 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 4.26. Kesetaraan suatu titik sejauh 0,3 R dari sumbu batang yang diquench dengan H tertentu
dengan titik Jominy
Gambar 4.27. Kesetaraan suatu titik sejauh 0,1 R dari sumbu batang yang diquench dengan H tertentu
dengan titik Jominy
- 70 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 4.28. Kesetaraan titik di sumbu batang yang diquench dengan H tertentu dengan titik Jominy
Misalnya akan dibuat kurva distribusi kekerasan dari penampang batang silindrik baja
100 mm yang diquench dalam minyak (H = 0,5). Dari Gambar 4.21 dicari kesetaraan laju
pendinginan di permukaan batang 100 mm dengan suatu titik Jominy. Dari ordinat yang
menunjukkan diameter 100 mm ditarik garis mendatar hingga memotong kurva H = 0,5. Dari
perpotongan itu ditarik garis ke bawah hingga memotong absis, yang menunjukkan jarak
Jominy 12 mm. Maka kekerasan permukaannya sama dengan kekerasan batang Jominy pada
jarak 12 mm, lihat angka kekerasannya pada kurva hardenabiliti baja itu.
Selanjutnya dicari kesetaraan untuk titik sejauh 0,9 R dari sumbu dengan Gambar
4.22, diperoleh jarak Jominy 17 mm; untuk titik sejauh 0,8 R dari sumbu dengan Gambar 4.23
diperoleh jarak Jominy 20 mm, untuk titik sejauh 0,7 R dari sumbu dengan Gambar 4.24,
diperoleh jarak Jominy 24 mm; untuk titik sejauh 0,5 R dari sumbu, dengan Gambar 4.25,
diperoleh jarak Jominy 30 mm; untuk titik sejauh 0,3 R dari sumbu, dengan Gambar 4.26,
diperoleh jarak Jominy 33 mm. Demikian selanjutnya untuk posisi 0,1 R dan inti, digunakan
Gambar 4.27 dan 4.28, diperoleh jarak Jominy 35 mm dan 37 mm.
Kekerasan masing-masing titik tsb dapat dicari dari kurva hardenabilitinya (kurva
Jominy) atau dengan menghitung kekerasan titik Jominy berdasarkan komposisi kimianya.
Jadi misalnya untuk batang yang terbuat dari baja dengan komposisi kimia:
C = 0,32; Si = 0,15; Mn = 0,6; Cr = 1,0; Ni = 0,9; Mo = 0,17; P = 0,03; S = 0,03 dan
grain size no. 7, kekerasan titik-titik tsb dapat dicari dari kurva Jominynya (Gambar 4.15).
Kekerasan titik-titik tsb juga dapat dicari dengan menghitungnya menggunakan rumus untuk
Hardening & Tempering Steel). Hasil perhitungan kekerasan beberapa titik pada penampang
benda tsb dapat ditabulasilan sbb:
- 71 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Dari Tabel di atas dibuat grafik, Distribusi Kekerasan Penampang benda silindrik
berdiameter 100 mm yang terbuat dari baja tsb setelah dikeraskan, seperti tampak pada
Gambar di bawah.
Dengan cara yang sama seperti di atas dapat dibuat pita distribusi kekerasan
penampang suatu benda silindrik dengan ukuran tertentu apabila benda tsb terbuat dari suatu
baja dari suatu standard tertentu yang ada pita hardenabilitinya. Gambar di bawah
menunjukkan pita distribusi kekerasan penampang batang silindrik 75 mm yang terbuat
dari baja paduan DIN 42CrMo4 (bersesuaian dengan BS 708A42)
- 72 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Dengan pita distribusi kekerasan semacam di atas dapat dengan cepat dianalisis
apakah suatu jenis baja dapat memenuhi spesifikasi kekerasan bila dari baja tsb dibuat batang
dengan ukuran tertentu tsb. Untuk keperluan seperti di atas bahkan dengan ukuran yang
bervariasi dapat juga dibuat kombinasi pita hardenabiliti (Jominy) dengan kurva-kurva
distribusi kesetaraan laju pendinginan penampang bebrbagai ukuran benda, seperti di bawah.
Gambar 4.30. Kombinasi pita hardenabiliti dari suatu baja (atas) dan kurva distribusi kesetaraan laju
pendinginan pada penampang berbagai ukuran batang silindrik ( 12,5 mm, 25 mm, 50 mm
dan 75 mm), yang diquench dengan berbagai cara pendinginan
Bila sebuah batang 50 mm terbuat dari jenis baja di atas yang diquench dalam
minyak dengan agitasi kuat, maka dipakai kurva distribusi untuk 50 mm, kurva B (oil,
strong agitation), kekerasan di permukaan berkisar antara 48 52 HRc, di 12,5 mm di bawah
permukaan berkisar antara 43 50 HRc, dan di sumbu berkisar antara 40 49 HRc.
- 73 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Di dalam praktek biasanya benda kerja yang dikeraskan selalu ditemper untuk
mendapatkan keuletan/ketangguhan yang diperlukan. Sehingga mungkin juga akan diperlukan
data kekerasan setelah temper. Gambar 4.31 di bawah ini adalah kurva Jominy dari baja DIN
42CrMo4 (bersesuaian dengan baja BS 708A42), setelah ditemper pada berbagai temperatur.
Gambar 4.31. Kurva Jominy untuk baja DIN 42CrMo4 (bersesuaian dengan baja BS 708A42) setelah
tempering pada berbagai temperatur.
Gambar 4.32. Kesetaraan bentuk penampang persegi dengan bentuk penampang bulat
- 74 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
- 75 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Setiap titik pada spesimen Jominy mewakili suatu laju pendinginan tertentu. Bila
kurva pendinginan dari titik-titik spesimen Jominy digambarkan pada suatu lembar transparan
dengan skala yang sama dengan skala suatu diagram CCT, kemudian lembar transparan ini
diletakkan di atas diagram CCT maka akan dapat dipelajari transformasi selama pendinginan
setiap titik spesimen Jominy. Dengan mengacu pada kurva hardenabilitinya akan terlihat
kekerasan setiap titik tersebut. Salah satu contohnya dapat dilihat pada Gambar 4.34, diagram
CCT dan kurva hardenabiliti baja AISI 3140, dengan kurva pendinginan titik-titik Jominynya.
Pada Diagram transformasi tersebut juga digambarkan kurva yang menunjukkan
banyaknya austenit yang telah bertransformasi, sehingga dapat dicari struktur yang terjadi
pada akhir pendinginan. Kekerasannya pada akhir pendinginan dapat diperoleh dari kurva
hardenabilitinya, bila perlu dapat dituliskan pada ujung kurva pendinginan.
Gambar 4.34. CCT Diagram dengan kurva pendinginan titik-titik Jominy dan pita hardenabiliti untuk baja
AISI 3140.
Bila pada lembar transparan itu yang digambarkan adalah kurva pendinginan di titik-
titik tertentu dari sebuah benda kerja, yang diquench dengan pendingin tertentu, maka akan
- 76 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
dapat diramalkan apa saja struktur yang akan terjadi dan berapa kekerasannya. Salah satu
contoh diperlihatkan pada Gambar 4.35, dimana digambarkan kurva pendinginan di
permukaan dan di sumbu suatu silinder berdiameter 95 mm yang diquench dengan air,
minyak dan udara, yang disuperimpose pada CCT Diagram baja DIN 42CrMo4, dimana
tergambar kurva pendinginan titik Jominy dan banyaknya transformasi yang terjadi pada
setiap perpotongan dengan kurva transformasi.
Dari Gambar 4.35 tampak bahwa untuk titik Jominy 2 sebelum memasuki Ms sudah
ada 2 % austenit yang bertransformasi menjadi bainit, untuk titik Jominy 3 sudah 3 %. Untuk
titik Jominy 4 transformasi dimulai dengan membentuk ferrit, sesudah ada 2 % yang menjadi
ferrit maka bainit mulai terjadi. Sebelum mulai terjadi martensit sudah ada 75 % yang menjadi
bainit, masih ada 23 % austenit yang dapat menjadi martensit. Untuk titik Jominy 5 akan
terjadi perlit, yaitu setelah ada 7 % austenit yang menjadi ferrit. Ada 5 % lagi austenit yang
menjadi perlit, baru akan mulai terjadi bainit. Ini berlangsung sampai mendekati Ms, didapat
85 % yang menjadi bainit. Sisa austenit sebanyak 3 % yang akan dapat menjadi martensit.
Untuk benda kerja yang diquench dengan air, di permukaan terjadi 2,5% bainit
sebelum terbentuk martensit, kekerasan 52,5 HRC. Di sumbu, terjadi 5% ferit, 75% bainit dan
sisanya martensit, kekerasan 34 HRC. Perkiraan tsb ternyata merupakan perkiraan yang
sangat kasar, karena perhitungan perkiraan ini didasarkan pada laju pendinginan titik Jominy
yang dianggap linier, sedangkan pendinginan dengan diquench laju pendinginannya tidak
linier, sehingga hasil perkiraan ini seringkali agak meleset.
Gambar 4.35. Kurva pendinginan batang 95 mm yang diquench, disuperimpose pada CCT Diagram baja
DIN 42CrMo4.
- 77 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Ada juga yang menggambarkan beberapa kurva pendinginan dari pendinginan dengan
lamanya waktu pendinginan dari 800 ke 500 oC (dalam 10-2 detik), atau laju pendinginan dari
800 ke 500 oC dan disuperimpose pada diagram transformasi (Gambar 4.36).
Gambar 4.36. CCT Diagram baja DIN X40CrMoV51 (AISI H13) disuperimpose kurva pendinginan dengan
waktu pendinginan dari 800-500 oC dan laju pendinginannya.
- 78 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Gambar 4.37. Kurva pendinginan di permukaan dan sumbu batang besar (berbagai ukuran) yang diquench
dalam (a) air, (b) minyak dan (c) udara.
- 79 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
3
1
Gambar 4.38. Gambaran skematis nucleation and growth pada baja eutektoid
(kekerasan 341 Hv). Penahanan pada 600 oC selama 30 detik sudah hampir menyelesaikan
transformasi seluruh austenit, tinggal sedikit yang akan menjadi martensit. Karenanya dengan
mode pendinginan ini tidak banyak martensit yang diperoleh.
Gambar 4.39. Diagram Transformasi Isothermal baja pegas En 45 (SS Si 55), dimana disuperimpose dua
kurva pendinginan kontinyu, dan satu pendinginan yang di 600 oC tertahan selama 30 detik
Gambar 4.40. CCT Diagram baja SS 2541 (AISI 4340), padanya disuperimpose berbagai pendingin sampai
700 oC dan dilanjutkan ke temperatur kamar dengan laju berbeda, menunjukkan pendinginan
lambat ke 700 oC menaikkan hardenabiliti. Diaustenitisasi pada 850 oC, 10 menit
- 82 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
bainit ia sedang mengalami tegangan tarik sebagai akibat terjadinya bainit pada lapisan di
luarnya, karena itu pertumbuhan bainit di sumbu akan lebih cepat, sehingga hanya sedikit
austenit yang menjadi martensit, kekerasan lebih rendah.
Gambar 4.41. Pola tegangan yang terjadi pada penampang baja SS 2541 (300 mm) yang diquench dalam
minyak, tampak bahwa di sumbu pada waktu mulai bertransformasi menjadi bainit sedang
terjadi tegangan tarik.
- 83 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
dilepaskan selama proses transformasi menjadi bainit, sehingga menghambat laju pendinginan
selama pembentukan bainit. Ini mengakibatkan proses pembentukan bainit lebih cepat,
sehingga tidak banyak yang akan menjadi martensit..
Gambar 4.42. Diagram Transformasi baja SS 2225 (25CrMo4, setara SAE 4130), dengan kurva simulasi
pebinginan batang berbagai diameter, simulasi laju pendinginan linier batang 50 mm, laju
pendinginan batang 50 mm, semua untuk quenching dalam minyak
Gambar 4.43. Pengaruh heat of transformation terhadap progress pendinginan, transformasi dan terhadap
distribusi kekerasan penampang
- 84 -
Jur. Tek. Material dan Metalurgi FTI-ITS Perlakuan Panas
Pada saat lapisan dekat permukaan mulai bertransformasi menjadi bainit maka akan
mulai keluar panas, yang akan menghambat laju pendinginan, baik yang di permukaan
maupun bagian dalam. Menghambat laju pendinginan di permukaan yang temperaturnya
rendah, akan menurunkan hardenabiliti, sedangkan menghambat laju pendinginan di bagian
dalam (yang temperaturnya masih tinggi) akan menaikkan hardenabiliti, karena itu
dimungkinkan kekerasan di bagian dalam akan lebih tinggi daripada yang di permukaan.
kekerasan dapat merata walaupun terbuat dari baja dengan hardenability rendah. Baja dengan
hardenabiliti tinggi akan mengandung banyak unsur paduan sehingga harganya akan lebih
mahal. Jadi selama persyaratan teknik masih memenuhi hendaknya dipakai baja dengan
hardenabiliti rendah, yang lebih murah.
4.7. Pertanyaan:
1. Pada kurva distribusi kekerasan penampang benda yang dikeraskan biasanya tampak
bahwa kekerasan di permukaan lebih tinggi, makin ke dalam makin rendah,
mengapa?
2. Adakalanya dijumpai bahwa kurva distribusi kekerasan penampang di atas sebagian
atau seluruhnya berupa garis yang hampir mendatar. Jelaskan dalam hal bagaimana
saja keadaan ini dapat terjadi.
3. Jelaskan perbedaan antara maximum hardness yang dapat terjadi bila suatu baja
dikeraskan, dengan hardenability suatu baja.
4. Mengapa hardenabiliti tergantung pada komposisi kimia dan ukuran butir austenit?
Apakah laju pendinginan juga perpengaruh terhadap hardenabiliti? Jelaskan.
5. Mana yang hardenabilitinya lebih tinggi: baja dengan diameter kritis 4" untuk
quenching dalam air tanpa agitasi, atau baja dengan diameter kritis 3" untuk
quenching dalam minyak dengan agitasi sedang.
6. Mengapa pada perhitungan kurva Jominy untuk jarak s/d 6 mm jarak dari ujung
quench unsur paduan dianggap tidak berpengaruh. Jelaskan.
7. Suatu baja mempunyai komposisi kimia sbb: C = 0,36 %; Mn = 0,80 %; Si = 0,40 %;
Cr = 1,12 %; Ni = 0,35 %; dan Mo = 0,25 %.
a. Hitung berapa diameter kritis baja tsb untuk quenching dalam minyak dengan
agitasi sedang (ASTM austenitic grain size no. 7).
b. Berapa kekerasan batang Jominya pada ujung quench dan pada jarak 10 mm dari
ujung quench. Buat kurva Jominynya.
c. Berapa kekerasan batang berdiameter 150 mm di permukaan, di 37,5 mm dari
permukaan dan di sumbu, yang diquench dalam minyak dengan agitasi sedang.
Buat kurva distribusi kekerasan penampang benda tsb
d. Apakah kekerasan pada ketiga titik tsb soal c akan turun bila batang diquench
dalam minyak tanpa agitasi. Jelaskan.
8. Suatu baja mengandung 0,4 %C diameter kritisnya = 4 untuk pemanasan dengan
grain size no.7 dan quenching dalam minyak dengan agitasi kuat (H = 0,6).
a. Berapa diameter kritis idealnya?
b. Berapa kekerasan batang Jominynya pada ujung quench, pada jarak 7.5 mm dan
10 mm dari ujung quench. Buat kurva Jominynya
c. Dari baja tsb dibuat suatu batang berdiameter 50 mm, dikeraskan dengan
diquench dalam minyak dengan agitasi baik (H = 0,5). Berapa kekerasan di
permukaan, di 7,5 mm di bawah permukaan dan di sumbu.
d. Bila quenching dilakukan dengan air tanpa agitasi apakah kekerasan di ketiga
titik tsb akan naik? Jelaskan.
- 86 -