Anda di halaman 1dari 14

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk mengetahui struktur yang terbentuk dalam suatu material logam
kita dapat menggunakan sebuah yang mikroskop yang digunakan untuk melihat
struktur suatu bahan material secara mikroskopis. Pengujian tersebut dinamakan
dengan Uji Mikro atau juga bisa disebut sebagai uji Metalografi. Metalografi
adalah disiplin ilmu yang mempelajari karakteristik mikrostruktur dan
makrostruktur suatu logam, paduan logam dan material lainnya serta
hubungannya dengan sifat-sifat material atau biasa juga dikatakan suatu proses
mengukur suatu material bahan secara kualitatif maupun kuantitatif berdasarkan
informasi-informasi yang didapatkan dari material yang diamati.
Dalam ilmu metalurgi struktur mikro merupakan hal yang sangat penting
untuk dipelajari karena struktur mikro sangat berpengaruh pada sifat-sifat
mekanik suatu logam. Struktur mikro yang kecil akan membuat kekerasan logam
meningkat dan juga sebaliknya, struktur mikro yang besar akan membuat logam
menjadi ulet atau kekerasannya menurun. Struktur mikro itu sendiri dipengaruhi
oleh komposisi kimia dari logam tersebut serta yang dialaminya. Metalografi
bertujuan mendapatkan struktur makro dan mikro dari suatu logam sehingga dapat
dianalisa sifat mekanik dari suatu logam tersebut. Pengamatan metalografi dibagi
menjadi dua, yaitu metalografi Makro dan Metalografi Mikro.
Untuk mengamati struktur mikro yang terbentuk pada logam yang
diamati biasanya memakai mikroskop optik. Sebelum benda uji diamati dengan
mikroskop optik, benda uji terebut harus melewati tahap-tahap preparasi.
tujuannya agar pada saat mengamati benda yang diuji, struktur mikronya terlihat
dengan jelas. Semakin sempurna preparasi benda yang akan diuji, semakin bagus
pula gambar yang akan diperoleh.
Maka dari itu praktikum pengujian kekerasan ini sangat penting
dilakukan oleh mahasiswa agar memahami dan mampu melakukan pengujian
metalografi material, dan juga mampu melakukan perhitungan nilai kekerasan dari
material yang diuji.
2

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas dapat kita rumuskan permasalahan yang
terjadi, diantaranya adalah :
a. Bagaimana prosedur pengujian pengujian Metalografi yang baik dan benar ?
b. Bagaimana besaran-besaran sifat mekanik yang diperoleh dari uji
Metalografi ?
c. Bagaimana fenomena yang terjadi pada uji Metalografi ?

1.3 Tujuan dan Manfaat


Dari pelaksanaan praktikum ini, mempunyai beberapa tujuan serta
manfaat, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.3.1 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini diantaranya sebagai berikut :
a. Agar mahasiswa dapat mengetahui prosedur uji Metalografi yang baik dan
benar.
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui besaran-besaran dari sifat mekanik yang
diperoleh dari uji Metalografi.
c. Agar mahasiswa dapat mengetahui fenomena yang terjadi dalam uji
Metalografi.

1.3.2 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari pelaksanaan praktikum ini yaitu :
a. Mahasiswa dapat mengetahui prosedur uji Metalografi yang baik dan benar.
b. Mahasiswa dapat mengetahui besaran-besaran dari sifat mekanik yang
diperoleh dari uji Metalografi.
c. Mahasiswa dapat mengetahui fenomena yang terjadi dalam uji Metalografi.
BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Metalografi


Metalografi adalah suatu teknik atau metode persiapan material untuk
mengukur, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dari informasi-informasi yang
terdapat dalam material yang dapat diamati, seperti fasa, butir, komposisi kimia,
orientasi butir, jarak atom, dislokasi, topografi dan sebagainya. Metalografi
membahas tentang studi mikroskopi dari karakteristik struktur logam (Material)
maupun paduannya. Pengamatan metalografi dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis, yaitu pengamatan makroskopik dan mikroskopik. Pengamatan makroskopik
merupakan pengamatan untuk struktur yang besar, dapat di lihat dengan mata
telanjang atau dilihat dengan pembesaran kurang dari 10 kali. sedangkan
pengamatan mikroskopik merupakan pengamatan yang lebih halus, dapat dilihat
dengan pembesaran lebih dari 10 kali.
Pengamatan mikroskopik dapat dilakukan menggunakan alat mikroskop
optic (pembesaran mencapai 2.000 kali), scanning electron microscope
(pembesaran mencapai 50.000 kali), atau transmission electron microscope
(pembesaran mencapai 500.000 kali). Secara umum informasi yang kita dapat
dengan pengamatan metalografi secara mikroskopis adalah mengenai komposit
material, perlakuan pada material, dan sifat material. Informasi khusus yang dapat
kitaa ketahui antara lain : bentuk butir, fasa yang terbentuk, homogenitas kimia,
distribusi fasa, porositas, retak, bahkan proses perpatahan.
Pada metalografi, secara umum yang akan di amati adalah dua hal yaitu :
a. Struktur makro adalah struktur dari logam yang terlihat secara makro pada
permukaan yang dietsa dari spesimen yang telah dipoles.
b. Struktur mikro adalah struktur dari sebuah permukaan logam yang telah
disiapkan secara khusus yang terlihat dengan menggunakan perbesaran
minimum 25 kali.
Dalam ilmu metalurgi struktur mikro merupakan hal yang sangat penting
untuk dipelajari karena struktur mikro sangat berpengaruh pada sifat fisik dan
mekanik suatu logam. Struktur mikro yang berbeda sifat logam akan berbeda

3
pula. Struktur mikro yang kecil akan membuat kekerasan logam meningkat. Dan
juga

4
5

sebaliknya, struktur mikro yang besar akan membuat logam menjadi ulet
atau kekerasannya menurun. Struktur mikro sendiri dipengaruhi oleh komposisi
kimia dari logam atau paduannya tersebut serta proses yang dialaminya.

2.2 Tahapan Preparasi Sampel Metalografi


Pada analisa mikro digunakan mikroskop optik untuk menganalisa
strukturnya, berhasil atau tidaknya analisa itu ditentukan oleh preparasi benda uji,
semakin sempurna preparasi benda uji maka semakin jelas gambar struktur mikro
yang diperoleh. Adapun tahapan persiapan benda uji metalografi pada percobaan
ini secara umum adalah sebagai berikut :
2.2.1 Pengambilan Sampel (sampling)
1
Untuk pengambilan sampel diambil pada posisi dari lebar sampel, karena
4

1
dari lebar sampel dianggap telah mewakili. Ada tiga lokasi pengambilan
4
sampling yaitu posisi di luar pecahan, pecahan, dan ujung pecahan.
2.2.2 Pemotongan benda uji (Cutting)
Pemotongan pada benda uji jangan sampai merusak struktur bahan yang
diakibatkan oleh gesekan alat potong dengan benda uji. Untuk menghindari
pemanasan setempat dapat digunakan air sebagai pendingin. Pada saat
pendinginan sebaiknya terdapat minyak yang larut dalam air, adapun
fungsinya yaitu :
a. Mencegah karat.
b. Mengurangi kemungkinan terbakar.
c. Memberikan kualitas potong yang baik.
Sedangkan untuk teknik pemotongan sampel biasa dilakukan dengan :
1. Pematahan : untuk bahan getas yang keras
2. Pengguntingan : untuk baja karbon rendah yang tipis dan lunak
3. Penggergajian : untuk bahan yang lebih lunak dari 350 HB
4. Pemotongan abrasi
6

5. Electric discharge machining : untuk bahan dengan konduktivitas baik dimana


sampel rendam dalam fluida dielektrik lebih dahulu sebelum dipotong dengan
memasang satu listrik antara elektroda dan sampel.
2.2.3 Pembingkaian (Mounting)
Mounting disebut juga proses pembingkaian sampel. Sampel dimounting
dengan alat mounting press dengan penambahan bakelit yang akan
menggumpal dan membingkai sampel. Selain bakelit juga masih banyak
bahan yang dapat digunakan untuk mounting. Hasil mounting yaitu
berbentuk bulat dengan ukuran 1 inchi – 1 ½ inchi. Adapun tujuan dari
mounting yaitu:
a. Untuk memudahkan saat melakukan preparasi atau handling.
b. Untuk mendapatkan kerataan permukaan
c. Memungkinkan preparasi spesimen lebih dari satu
d. Memperpanjang bahan polishing
e. Meningkatkan keamanan bagi penguji
f. Mempermudah melihat struktur mikro
g. Melindungi spesimen dari kerusakan mekanis maupun non mekanis
h. Mempermudah pemberian identitas sampel
i. Memudahkan dalam penyimpanan
2.2.4 Pengamplasan (Grinding)
Pengampelasan dilakukan untuk memperhalus sampel dan membersihkan
kotoran-kotoran yang terlihat seperti bekas karat, menghilangkan geram-
geram yang menempel pada sampel, serta menghilangkan adanya
deformasi. Pengampelasan dilakukan dari ampelas yang paling kasar sampai
yang paling halus, dengan posisi tegak lurus terhadap benda uji.
Pengamplasan selesai apabila tidak teramati lagi adanya goresan-goresan
pada permukaan sampel, selanjutnya sampel siap dipoles.
2.2.5 Pemolesan (Polishing)
Polishing merupakan proses terakhir preparasi spesimen. Polishing
dilakukan untuk menghilangkan goresan-goresan yang masih ada dari
proses pengampelasan halus. Polishing terbagi menjadi dua bagian yaitu :
7

a. Mechanical polishing
b. Electro polishing, dilakukan apabila proses mechanical polishing tidak
bisa dilakukan untuk suatu spesimen. Pemolesan dilakukan dengan
sebuah bahan poles dan dengan mesin polesnya. Bahan yang digunakan
untuk pemolesan biasanya seperti pasta gigi atau autosol.
2.2.6 Proses Etsa
Proses etsa untuk mendapatkan kontras dapat di klasifikasikan atas :
a. Etsa tidak merusak, Etsa tidak merusak terdiri atas etsa optik dan
perantaraan kontras dari struktur dengan pencampuran permukaan secara
fisik terkumpul pada permukaan spesimen yang telah dipoles. Pada etsa
optik digunakan teknik pencahayaan khusus untuk menampilkan struktur
mikro. Beberapa metode etsa optik adalah pencahayaan gelap (dark field
illumination), polarisasi cahaya mikroskop (polarized light microscopy)
dan differential interfence contrast.
b. Etsa merusak Phisical Etching Pada etsa elektrokimia dapat
diasumsikan korosi terpaksa, dimana terjadi reaksim serah terima
elektron akibat adanya beda potensial daerah katoda dan anoda. Beberapa
proses yang termasuk etsa elektokimia adalah etsa endapan
(precipitation etching), metode pewarnaan panas (heat tinting), etsa
kimia (chemical etching) dan etsa elektrolite (electrolytic etching).
c. Etsa merusak Etsa fisik Pada etsa fisik dihasilkan permukaan yang bebas
dari sisa zat kimia dan menawarkan keuntungan jika etsa elektrokimia
sulit dilakukan. Etsa ion dan etsa termal adalah teknik etsa fisik yang
mengubah morfologi permukaan spesimen yang telah dipoles. Setelah
permukaan spesimen dietsa maka spesimen tersebut siap untuk diamati
dibawah mikroskop dan pengambilan foto metalografi. Pengamatan
metalografi pada dasarnya adalah melihat perbedaan intensitas sinar
pantul permukaan logam yang masuk ke dalam mikroskop sehingga
terjadi gambar yang berbeda (gelap, agak terang, dan terang). Dengan
demikian apabila seberkas sinar dikenakan pada permukaan spesimen
maka sinar tersebut akan dipantulkan sesuai dengan orientasi sudut
8

permukaan bidang yang terkena sinar. Semakin tidak rata permukaan,


maka semakin sedikit intensitas sinar yang terpantul ke dalam
mikroskop, akibatnya warna yang tampak pada mikroskop adalah warna
hitam.
2.3 Diagram Fasa
Diagram fasa addalah diagram yang menampilkan hubungan antara
temperature dengan tekanan dimana terjadi perubahan fasa selama proses
pendingan dengan pemanasan yang terjadi. Diagram ini merupakan dasar
pemahaman untuk semua operasi-operasi perlakuan panas. Berikut adalah
diagram fasa yang umum.

Gambar 2.1 Diagram Fasa secara umum


Pada diagram diatas, sempadan fase antara cair gas tidak berlanjut sampai
tak terhingga. Ia akan berhenti pada sebuah titik pada diagram fasa yang disebut
sebagai titik kritis. Ini menunjukan bahwa temperature dan tekanan yang sangat
tinggi, fase cair dan gas menjadi tidak dapat dibedakan, yang dikenal sebagai fluida
super kritis.
Pada air, titik kritis ada sekitar 647[K] dan 22,064 [Mpa] (3.200,1 [Psi]).
Keberadaan titik kritis cair-gas menunjukan ambiguitas pada definisi diatas. Ketika
cair menjadi gas, biasanya akanmelewati sempadan fase, namun adalah mungkin
untuk memilih lajur yang tidak melewati sempadan dengan berjalan menuju fase
super kritis.
Oleh karena itu, fase cair dan gas dapat dicampur terus-menerus.
Sempadan padat-cair pada diagram fase kebanyakan zat memiliki gradient yang
9

positif. Hal ini dikarenakan fase padat memiliki densitas yang lebih tinggi dari
pada fase cair, sehingga peningkatan tekanan akan meningkat titik leleh. Pada
beberapa bagian diagram fase air, sempadan padat-cair air memiliki gradient yang
negatif, menunjukan bahwa es mempunyai densitas lebih kecil dari pada air.
Fungsi diagram fasa adalah memudahkan memilih temperatur pemanasan
yang sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik proses anil, normalizing
maupun proses pengerasan. Baja adalah paduan besi dengan karbon maksimal
sampai sekitar 1,7%, sedangkan paduan besi diatas 1,7% disebut Cast Iron.
Perlakuan panas bertujuan untuk memperoleh struktur mikro dan sifat
yang di inginkan. Struktur mikro dan sifat yang diinginkan dapat diperoleh
melalui proses pemanasan dan proses pendinginan pada temperatur tertentu.

2.4 Diagram Fasa Fe-Fe3C


Pengujian metalografi yang dilakukan didasarkan pada diagram fasa Fe-
Fe3C. diagram ini sangat penting guna mengetahui sifat-sifat logam baja karena
dalam diagram ini dapat diketahui adanya fasa-fasa tertentu yang mempunyai
hubungan langsung dengan sifat-sifat tertentu dari baja tersebut.

Gambar 2.2 Diagram Fasa Fe-Fe3C


Penjelasan dari diagram diatas adalah sebagai berikut :
10

a. Pada kandungan karbon mencapai 6,67% terbentuk struktur mikro dinamakan


sementit Fe3C (dapat dilihat pada garis vertical paling kanan)
b. Sifat-sifat sementit diantaranya sangat keras dan getas
c. Pada sisi diagram dimana pada kandungan karbon yang sangat rendah, pada
suhu kamar terbentuk struktur mikro ferit.
d. Pada baja karbon 0,83%, struktur mikro yang terbentuk adalah perlit, kondisi
suhu dan kadar karbon ini dinamakan titik eutectoid.
e. Pada baja dengan karbon rendah sampai dengan titik eutectoid, struktur mikro
yang terbentuk adalah campuran antara feri dan perlit.
f. Pada baja dengan kandungan titik eutectoid sampai dengan 6,67%, struktur
mikro yang terbentuk adalah campuran antara perlit dan sementit
g. Pada saat pendinginan dari suhu lelet baja dengan kadar karbon rendah, akan
terbentuk struktur mikro ferit delta lalu menjadi sruktur mikro austenite.
h. Pada baja dengan kadar karbon yang lebih tinggi, suhu leleh turun dengan
naiknya kadar karbon, peralihan bentuk langsung dari leleh menjadi austenite.

2.5 Perlakuan Panas


a. Hardening
Hardening bertujuan untuk memperoleh kekerasan maksimum pada baja.
Untuk baja hypoeutectoid dipanaskan sampai (20-30)ºC. Untuk baja
eutectoid dan hypoeutectoid (20-30)ºC diatas Ac1. Selanjutnya ditahan pada
temperatur tersebut selama waktu tertentu dan didinginkan cepat didalam air
atau oli, tergantung pada komposisi kimia, bentuk dan dimensinya.
Kecepatan pendinginan harus sesuai supaya transformasi yang sempurna
dari austenit menjadi martensit. Kekerasan maksimum yang dapat dicapai
setelah proses hardening sangat tergantung pada karbon. Semakin tinggi
kadar karbon, semakin tinggi pula kekerasan maksimum yang dicapai.
b. Annealing
Annealing adalah untuk meningkatkan keuletan menghilangkan tegangan
dengan lama, menghaluskan ukuran butiran dan meningkatkan sifat mampu
mesin. Prosesnya adalah dengan memanaskan baja pada temperatur tertentu,
11

kemudian holding beberapa saat, kemudian didinginkan secara perlahan


dalam dapur pemanas atau media terisolasi.

c. Normalizing
Proses Normalizing bertujuan untuk menghaluskan struktur butiran yang
mengalami pemanasan berlebihan, menghilangkan tegangan dalam dan
memperbaiki sifat meknik. Prosesnya dengan pemanasan sampai (30-50)ºC
diatas AC3 an didingingkan pada udara sampai temperatur ruang.
Pendinginan disini lebih cepat dari pada annealing, sehingga pearlite yang
terjadi menjadi lebih halus sehingga menjadikan kekerasan (lebih keras) dan
lebih  kuat dibanding yang diperolah dengan annealing.
d. Tempering
Mengurangi tegangan dalam, melunakkan bahan setelah hardening, dan
memperbaiki keuletan (Tenacity).

2.6 Fase yang Terbentuk


Dalam pengujian Metelografi setelah dilakukannya proses Quenching pada
spesimen uji, maka akan terbentuk beberapa fase diantaranya adalah sebagai
berikut:
2.6.1 Ferit
Ferit adalah larutan padat karbon dalam besi dan kandungan karbon dalam
besi maksimum 0,025% pada temperatur 723 oC. pada temperatur kamar,
kandungan karbonnya 0,008%. Sifat ferit adalah lunak, ulet dan tahan
korosi.
2.6.2 Cementit
Merupakan senyawa logam yang mempunyai kekerasan tinggi atau
mengeras diantara fasa-fasanya yang mungkin terjadi pada baja yang
mengandung 6,67% kadar karbon, walaupun sangat keras tapi bersifat getas.
2.6.3 Austentit
12

Merupakan larutan padat interstisi antara karbon dan besi yang mempunyai
sel satuan BCC yang stabil pada temperatur 912 o C dengan siaft yang lunak
tapi ulet.
2.6.4 Pearlite
Merupakan elektroid yang terdiri dari 2 fasa yaitu ferit dan cementite.
Kedua fasa ini tersusun dari bentuk yang halus. Perlit hanya dapat terjadi
dibawah 723o C. Sifatnya kuat dan tahan terhadap korosi serta kandungan
karbonnya 0.83%.
2.6.5 Martensit
Merupakan fasa metastable, artinya tidak bisa melihat fasa. Fasa martensite
bisa dihasilkan dengan pendinginan cepat (Quenching) dengan media air
atau oli. Terminologi pendinginan cepat sepertinya lebih objektif jikalau
parameter yang dilihat adalah sifat mampu kerasnya (hardenability), karena
dengan kadar paduan (alloy) yang bisa meningkatkan sifat mampu keras
seperti nikel, molybdenum, dan mangan, maka suatu baja maupun besi bisa
didapat fasa martensit hanya dengan pendingin udara.
2.6.6 Bainit
Bainit adalah zat kebanyakan logam yang ada dalam perawatan steelheat.
Hasil pendinginan melewati temperatur kritis 723o C (1333o C). Fasa ini
berupa struktur non-lamellar, umumnya terdiri atas ferrite, carbide, dan sisa
austenite. Dari segi komposisi relative dengan pearlite, namun terbentuk
dengan metode displacative mechanism. Seperti halnya martensit, yang
kemudian diikuti dengan komposisi karbida. Selain itu, bainit lebih cepat
dari pembentukan pearlite dan lebih rendah dari martensite untuk baja
komposisi yang sama.
BAB 3 METODELOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan bahan


3.1.1 Alat
a. Kikir
b. Ragum
c. Gergaji
d. Mesin amplas
e. Penggaris
f. Mikroskop
g. Jarum Suntik
h. Tabung Ukur
i. Pipa
j. Timbangan
k. Furnace
l. Wadah
m. Kain beludru
3.1.2 Bahan
a. spesimen baja pejal silinder dengan perlakuan
b. spesimen baja pejal silinder tanpa perlakuan
c. Autosol
d. Ethanol
e. HNO3
f. Al2O3

3.2 Cara kerja


3.2.1 Pemotongan dan penghalusan spesimen
a. Menyiapkan alat dan bahan;
b. Mengukur baja pejal sesuai dengan ukuran pada modul yaitu 76 mm x 9
mm;
c. Meletakan baja pada ragum agar mempermudah proses pemotongan;

13
14

d. Memotong baja sesuai dengan ukuran yang telah diukur menggunakan


gergaji;
e. Mengikir spesimen agar terlihat rata;
f. Membuat tanda lekukan pada bagian tengah spesimen setinggi 7 mm;
g. Memotong spesimen sesuai tanda yang telah dibuat;
h. Mengikir spesimen agar terlihat lebih halus.
3.2.2 Perlakuan panas Quenching
a. Menyiapkan alat dan bahan;
b. Memasukan spesimen ke dalam alat furnace;
c. Menunggu hingga suhu mencapai 870°C;
d. Menunggu proses holding time selama 1 jam;
e. Mengeluarkan spesimen dari alat furnace;
f. Melakukan perlakuan dingin terhadap spesimen dengan media air;
g. Menunggu hingga spesimen dingin.
3.2.3 Pengujian Metalografi
a. Mengamplas terlebih dahulu spesimen baja pejal (silinder) tanpa perlakuan
pada bagian atas dan bawah;
b. Mengamplas spesimen tanpa perlakuan dengan ukuran 100 cc-cw, 220 cc-
cw, 320 cc-cw, 400 cc-cw, 1000 cc-cw, 1500 cc-cw, dan 2000 cc-cw
c. Mengoleskan autosol pada permukaan spesimen yang sudah diamplas;
d. Mengamplas spesimen pada kain beludru;
e. Membuat campuran 98% ethanol dengan 2% HNO3, dan mengaduknya
hingga merata;
f. Merendamkan spesimen yang akan diuji selama 15 detik dan langsung
direndam dalam air bersih;
g. Mengeringkan spesimen menggunakan tissue;
h. Menguji struktur mikro spesimen menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 200 kali dan 500 kali;
i. Melakukan langkah kerja (c), (d), (e), (f), (g), (h), dan (i) pada spesimen
dengan perlakuan Quenching;
j. Menganalisa hasil pengujian dan menganalisa perbedaannya.

Anda mungkin juga menyukai