Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Logam merupakan material yang tersusun oleh beberapa unsur. Unsur atau
kandungan yang terdapat didalamnya dapat membentuk suatu fasa tertentu pada
saat dilakukan proses perlakuan panas (heat treatment) sehingga mempengaruhi
sifat mekanis serta fisiknya. Misalnya saja jika suatu logam mengandung unsur
sulfur yang berlebih maka material itu akan menjadi kuat tetapi getas.
Metalografi adalah ilmu yang mempelajari struktur suatu logam, sehingga
kita dapat mengetahui dengan jelas gambar dari fasa yang tersusun atasnya.
Metalografi terbagi menjadi dua yaitu metalografi kualitatif dan metalografi
kuantitatif. Metalografi kualitatif adalah fasa-fasa yang terbentuk pada suatu
material. Sedangkan metalografi kualitatif merupakan banyaknya fasa yang
terbentuk pada suatu material. Gambar 1. merupakan metalografi yang
mengandung 2% nital didalam kandungan fasanya.

Gambar 1. Metalografi baja SAE 1080, setelah di quench dan tempered

1.2 Tujuan Percobaan


Untuk mempelajari hubungan antara struktur mikro dari suatu logam
dengan sifat mekanisnya, dengan menggunakan bantuan mikroskop optik.

1
2

1.3 Batasan Masalah


Pada percobaan metalogafi ini, jenis material yang digunakan adalah yang
sudah dilakukan perlakuan panas (quenching, normalizing, annealing, tidak
dilakukan perlakuan panas).

1.4 Sistematika Penulisan


Pada laporan metalografi ini, bab I pendahuluan berisi tentang latar
belakang pentingnya melakukan paraktikum ini, bab II tinjauan pustaka berisi
tentang uraian proses metalografi, bab III metode penelitian, bab IV hasil
percobaan berisi tentang Gambar mikrostruktur hasil pengamatan, bab V
pembahasan berisi tentang penjelasan mengenai fasa yang terbentuk pada baja,
bab VI kesimpulan, daftar pustaka, lampiran.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metalografi
Metalografi adalah ilmu yang mempelajari struktur suatu logam, sehingga
kita dapat mengetahui dengan jelas gambar dari fasa yang tersusun atasnya.
Metalografi terbagi menjadi dua yaitu metalografi kualitatif dan metalografi
kuantitatif. Metalografi kualitatif adalah fasa-fasa yang terbentuk pada suatu
material. Sedangkan metalografi kualitatif merupakan banyaknya fasa yang
terbentuk pada suatu material.
Selain itu metalografi juga dapat diartikan suatu ilmu yang mempelajari
tentang struktur makro dan mikro dari suatu logam, bisa juga diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari tentang sifat mekanik dan sifat fisik dari suatu material
atau logam.

2.2 Preparasi Sampel


2.2.1 Cutting
Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik
merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada
tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersil tidak
homogen, sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat
dianggap representatif. Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian
sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau
kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan kemudahan
pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah
yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh,
untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka
sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis
dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang
diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa

3
4

dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang
berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan
yang memadai.
Ada beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong
yang digunakan, yaitu meliputi proses pematahan, pengguntingan, penggergajian,
pemotongan abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric Discharge
Machining). Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan
terbagi menjadi dua, yaitu 3:
1.Teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan gerinda.
2.Teknik pemotongan dengan deformasi kecil, menggunakan low speed
diamond saw.
Tujuannya, mengetahui prosedur proses pemotongan sampel dan
menentukan teknik pemotongan yang tepat dalam pengambilan sampel
metalografi, sehingga didapat benda uji yang representatif.

2.2.2 Mounting
Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan
akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan
pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen
lembaran metal tipis, potongan yang tipis. Untuk memudahkan penanganannya,
maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media
mounting).
Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah2 :
1. Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa).
2. Sifat eksoterimis rendah.
3. Viskositas rendah.
4. Penyusutan linier rendah.
5. Sifat adhesi baik.
6. Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel.
7. Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan
yang terdapat pada sampel.
5

8. Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus
kondusif.
Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis
reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan
material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang
dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah
dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak
diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak
memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-
material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan
thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa
bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting
membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in2) dan
panas (149 0C) pada mold saat mounting. Sedangkan tujuannya yaitu untuk
memudahkan penanganan sampel yang berukuran kecil dan tidak beraturan tanpa
merusak sampel.

2.2.3 Grinding
Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi
memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar
pengamatan struktur mudah untuk dilakukan4. Pengamplasan (Gambar 3.
merupakan proses grinding) dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang
ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus
dilakukan dari nomor mesh yang rendah ke nomor mesh yang tinggi. Ukuran grit
pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman
kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Hal yang harus diperhatikan pada
saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemidah geram,
memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur
mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang
harus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka
arah yang baru adalah 450 atau 900 terhadap arah sebelumnya. Tujuannya
6

meratakan dan menghaluskan permukaan sampel dengan cara menggosokkan


sampel pada kain abrasif / amplas.

Gambar 2. Proses grinding1

2.2.4 Pemolesan / Polishing


Setelah diamplas sampai halus sampel harus dilakukan pemolesan
(Gambar 4). Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang
halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan
ketidakteraturan sampel4. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah
mikroskop harus benar-benar rata.

Gambar 3. Polishing
7

Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan


struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari
mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel.
Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu
kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus. Ada 3 metode pemolesan antara
lain yaitu sebagai berikut :
a. Pemolesan Elektrolit Kimia
Hubungan rapat arus & tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit
dan material yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan
tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka
terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses
pemolesan.
b. Pemolesan Kimia Mekanis
Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis
yang dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles
abrasif dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan.
c. Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher)
Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada
piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga,
kuningan, dan perunggu.
Tujuannya mendapatkan permukaan sampel yang halus dan mengkilat
seperti kaca tanpa gores, memperoleh permukaan sampel yang halus bebas
goresan dan mengkilap seperti cermin.

2.2.5 Etsa / Etching


Etsa (Gambar 5.) merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas
butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa
baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil
struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa
material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu
pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat.
8

a. Etsa Kimia
Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia dimana
zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga
pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Contohnya antara
lain : nitrid acid / nital (asam nitrit + alkohol 95%), picral (asam picric +
alkohol), ferric chloride, hydroflouric acid. Perlu diingat bahwa waktu etsa jangan
terlalu lama (umumnya sekitar 4 – 30 detik), dan setelah dietsa, segera dicuci
dengan air mengalir lalu dengan alkohol kemudian dikeringkan dengan alat
pengering.
b. Elektro Etsa
Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektroetsa. Cara ini
dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu
pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk stainless steel karena dengan etsa
kimia susah untuk medapatkan detil strukturnya
Tujuan dari proses etsa adalah untuk mengamati dan mengidentifikasi
secara detil struktur logam dengan bantuan mikroskop optik setelah terlebih
dahulu dilakukan proses etsa pada sampel, mengetahui perbedaan antara etsa
kimia dengan elektro etsa serta aplikasinya dapat melakukan preparasi sampel
metalografi secara baik dan benar.
9

Gambar 4. Etsa 4

2.3 Pengamatan Struktur Makro dan Mikro


Model perpatahan material secara umum dapat dibagi dua, yaitu
perpatahan ulet yang berkarakter berserabut (fibrous) dan gelap (dull), dan
perpatahan getas dimana permukaan patahan berbutir (granular) dan terang.
Selanjutnya pengamatan dapat dilakukan dengan stereoscope macroscope dan
SEM. Sedangkan untuk daerah hasil lasan, secara metalografi dapat ditunjukkan
adanya empat bagian, yaitu : composite zone, unmixed zone, partially melted zone,
dan true heat affected zone.
Pengamatan metalografi dengan mikroskop dapat dibagi dua, yaitu :
1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur pembesaran 10 – 100 kali
2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur pembesaran di atas 100 kali
Pengamatan struktur makro dan mikro bertujuan untuk :
1. Menganalisa struktur mikro dan sifat-sifatnya.
2. Mengenali fasa-fasa dalam struktur mikro.
3. Mengetahui proses pengambilan foto mikrostruktur
.
2.4 Metode Perhitungan Besar Butir
Ada tiga metode yang direkomendasikan ASTM, yaitu :
1. Metode Perbandingan
Foto mikrostruktur bahan dengan perbesaran 100x dapat dibandingkan
dengan grafik ASTM E112-63, dapat ditentukan besar butir. Nomor besar butir
ditentukan dengan rumus :
N–2n-1....................................................................................................................(1)
Dengan :
N = jumlah butir per inch2 dengan perbesaran 100x. Metode ini cocok
untuk sampel dengan butir beraturan.
2. Metode Intercept (Heyne)
Plastik transparan dengan grid (bergaris kotak-kotak) diletakkan di atas
foto atau sampel. Kemudian dihitung semua butir yang berpotongan pada akhir
10

garis dianggap setengah. Perhitungan dilakukan pada tiga daerah agar mewakili.
Nilai diameter rata-rata ditentukan dengan membagi jumlah butir yang
berpotongan dengan panjang garis. Metode ini cocok untuk butir yang tidak
beraturan.
3. Metode Planimetri (Jeffries)
Metode ini menggunakan lingkaran yang umumnya memiliki 5000 mm2.
perbesaran dipilih sedemikian sehingga ada sedikitnya 75 butir yang berada di
dalam lingkaran. Kemudian hitung jumlah total semua butir dalam lingkaran
ditambah setengah dari jumlah butir yang berpotongan dengan lingkaran. Besar
butir dihitung dengan mengalikan jumlah butir dengan pengali Jeffries (f). Perlu
diperhatikan bahwa ketiga mode di atas hanya merupakan besar butir pendekatan,
sebab butir memiliki 3 dimensi bukan dua dimensi4.
11

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Percobaan

Preparasi
sampel

Grinding
(

Polishing
alumina

Membersihkan dengan air dan


alkohol

Etsa

Data

pembahasan literatur

kesimpulan

Gambar 6. Diagram alir percobaan.

11
12

3.2 Alat dan Bahan


1. Benda uji (baja karbon rendah)
2. Kertas amplas 150#, 250#, 360#, 1500#.
3. Penjepit spesimen
4. Mesin mounting
5. Mesin poles
6. Mikroskop optik
7. Blower

3.3 Prosedur percobaan


A. Persiapan Metalografi
1. Memotong benda uji sebanyak 3 buah. Memperhatikan cara pemotongan
dan menghindari pemanasan setempat dengan menggunakan air.
2. Melakukan mounting pada benda uji yang telah dipotong dengan
menggunakan bakelit.
3. Benda uji kemudian diamplas kasar pada permukaan yang akan diamati.
menggunakan amplas dengan ukuran 150#, 250#, 360#, cara
pengamplasannya yaitu menekan permukaan benda uji yang akan diamati
keamplas lalu gerakkan maju sambil memberikan tekanan secukupnya.
Selama pengamplasan, gerakkan amplas hanya satu arah. Dalam
mengamplas berikan air pendingin, sehingga geram-geram dapat hilang,
jika ingin merubah arah muka, gunakan arah tegak lurus terhadap arah
sebelumnya jangan lupa bersihkan dulu dengan air.
4. Setelah pengamplasan kasar selesai, kemudian melakukan pengamplasan
halus dengan urutan amplas 1500# sebelumnya spesimen dibersihkan
dengan air.
5. Benda uji dibersihkan dengan air, kemudian melakukan pemolesan kasar,
secara berkala kita sering melihat permukaan yang dipoles.
6. Kemudian melakukan poles halus dengan menggunakan alumina,
mengoleskan alumina sedikit ke atas kain poles, lalu melakukan
pemolesan halus. Jika permukaan telah selesai dipoles dan mengkilap
13

seperti cermin dan tidak ada goresan maka pemolesan telah selesai
dilakukan
7. Membersihkan permukaan benda uji dengan menggunakan air dan alkohol
(etanol) untuk menghilangkan lemak dan benda uji telah siap untuk dietsa.
Cara mengetsa yaitu : menyelupkan benda uji yang akan diteliti kedalam
larutan etsa selama kurang lebih 5 detik, kemudian angkat dan dibersihkan
dengan blower. Benda uji yang telah dietsa jangan sampai tergores dan
terkena lemak (menggunakan larutan nital 2%).

B. Prosedur percobaan identifikasi struktur mikro


1. Menaruh sampel pada tempat prepat, dimana sebelumnya bagian belakang
sampel ditempeli lilin (waks).
2. Meletakkan benda uji diatas meja obyektif mikroskop optik
3. Menyalakan lampu mikroskop dan menentukan pembesaran lensa
obyektif.
4. Mengatur fokus lalu mengamati struktur mikro dan menggambarkan hasil
pengujian tersebut (hasil pengamatan).
5. Setelah selesai pengujian kemudian mengambil kembali benda uji dari
meja obyektif dan mematikan lampu mikroskop.
14

BAB IV
HASIL PERCOBAAN

Annealing Normalizing
Perbesaran 80 x Perbesaran 80 x

Non Heat Treatment Quenching oli


Perbesaran 80 x Perbesaran 80 x

Tabel 1. Gambar hasil pengamatan

BAB V
14
15

PEMBAHASAN

Berdasarkan dari percobaan yang telah dilakukan maka didapat struktur


mikro dari fasa yang terbentuk pada baja (40 % karbon), dengan proses perlakuan
sebagai berikut :
1. Annealing, struktur baja pada setelah dilakukan proses ini tampak fasa ferit
yang fasanya berwarna hitam. Tujuan utama proses annealing ialah melunakan,
menghaluskan butir kristal, menghilangkan internal stress, memperbaiki
machinability dan memperbaiki sifat kelistrikan/kemagnetan sehingga material
memiliki kemampuan dalam menghantarkan energi listrik dengan baik.
2. Normalizing, pada strukturnya terlihat fasa austenit. Perlakuan panas ini
menghasilkan struktur yang halus, sehingga baja dengan komposisi kimia yang
sama akan memiliki yield strength, kekerasan dan impack strength akan lebih
tinggi dari pada hasil full annealing.
3. Quenching, fasa yang terlihat yaitu ferrit + martensit. Quenching merupakan
salah satu teknik perlakuan panas yang diawali dengan proses pemanasan
sampai temperatur austenit (austenisasi) diikuti pendinginan secara cepat,
sehingga fasa austenit langsung bertransformasi secara parsial membentuk
struktur martensit. Austenisasi dimulai pada temperatur minimum ± 50°C di
atas Ac3, yang merupakan temperatur aktual transformasi fasa ferit, perlit, dan
sementit menjadi austenit. Temperatur pemanasan hingga fasa austenit untuk
proses quenching disebut juga sebagai temperatur pengerasan (hardening
temperature). Dan setelah mencapai temperatur pengerasan, dilakukan
penahanan selama beberapa menit untuk menghomogenisasikan energi panas
yang diserap selama pemanasan, kemudian didinginkan secara cepat dalam
media pendingin. Pada percobaan kami media pendingin yang didinginkan
adalah air.
4. Baja yang tidak dilakukan heat treatment maka terlihat struktur bajanya yaitu
Fe3C + ferrit.
BAB VI
KESIMPULAN
15
16

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka didapat kesimpulan


sebagai berikut :
1. Semakin baik dalam proses preparasi metalografi maka semakin jelas
struktur fasa yang terbentuk pada baja.
2. Normalizing, pada strukturnya terlihat fasa austenit.
3. Quenching, fasa yang terlihat yaitu ferrit + martensit.
4. baja yang tidak dilakukan heat treatment maka terlihat struktur bajanya
yaitu Fe3C + ferrit.
5. Annealing, struktur baja pada setelah dilakukan proses ini tampak fasa
ferrit yang fasanya berwarna hitam.
6. faktor kesalahan praktek yaitu kurang teliti dalam proses grinding,
polishing, etching sehingga struktur mikro yang terlihat pada mikroskop
kurang jelas.

DAFTAR PUSTAKA
16 II, Cilegon Banten: Fakultas
1. Panduan Praktikum Laboratorium Metalurgi
Teknik UNTIRTA, 2007.
17

2. Diktat Kuliah Metalografi kuantitatif, Fakultas Teknik Universitas Sultan


Ageng Tirtayasa,Cilegon, Banten.
3. Suryana ST., Msi, ” Bahan kuliah Metalografi ”, Cilegon Banten: Fakultas
Teknik UNTIRTA, 2007.
4. Abdul Rohman.Metallography Material « Cepiar’s Weblog.htm

Lampiran A. Jawaban pertanyaan dan tugas


17
1. Pada percobaan metalografi, suatu tekstur struktur fasa muncul setelah
spesimen uji dietsa. Mengapa hal ini dapat terjadi? Jelaskan mekanismenya
Jawaban :
18

Etsa dilakukan untuk mengikis daerah batas butir sehingga struktur bahan
dapat diamati dengan jelas dibawah mokroskop optik. Apabila tidak dilakukan
etsa maka kita akan kesulitan dalam hal pengamatan benda uji karena benda
uji hasil polishing belum tentu kelihatan benar-benar halus oleh karena itu
masih perlu dilakuakn etsa. Mekanismenya adalah sebagai berikut :
menyelupkan benda uji yang akan diteliti kedalam larutan etsa selama kurang
lebih 5 detik, kemudian diangkat dan dibersihkan dengan blower. Benda uji
yang telah dietsa diusahakan jangan sampai tergores dan terkena lemak
(menggunakan larutan nital 2%).
2. Apa yang dimaksud dengan mounting, mengapa diperlukan proses mounting?
Jawaban :
Mounting (pembingkaian) adalah suatu proses yang dilakukan pada uji
metalografi yang hanya bisa dilakukan untuk benda uji yang kecil dan tipis
sehingga memudahkan kita pada saat pemegangan benda uji. Karena benda
pada pengamatan ini mengunakan benda uji yang kecil maka kita memerlukan
proses mounting sebagai proses pembantunya.
3. Apa manfaat pengujian metalografi dan bagaimana aplikasinya dalam dunia
industri?
Jawaban :
Karena ilmu metalografi itu adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur
makro dan mikro dari suatu logam, dan bisa juga diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang sifat mekanik dan sifat fisik dari suatu material atau
logam, maka manfaatnya kita bisa melihat struktur apa yang terkandung dalam
suatu material logam dan tahapan apa yang harus kita lakukan untuk
memproduksi suatu material logam dengan kekuatan yang kita inginkan sesuai
dengan pengujian.
Aplikasi dalam dunia industri pada pengujian metalografi adalah bisa
digunakan untuk mengetahiu kadar kekuatan dari suatau material logam dan
unsur atau paduan apa yang harus digunakan untuk menghasilkan logam
dengan kekuatan yang kita inginkan, karena tujuan pada uji metalografi disini
adalah untuk mendapatkan struktur mikro dari suatu logam maka aplikasi
19

yang sering dipakai dalam dunia industri adalah bagaimana mendapatkan


suatu material dengan kekuatan yang diinginkan.
4. Sebutkan hasil metalografi jenis-jenis besi tuang dan bagaimana sifat
mekanisnya?
Jawaban :
* Besi tuang kelabu : besi tuang kelabu mempunyai bidang patah berwarna
abu-abu dan didalam besi tuang sebagian dari karbon (C) merupakan karbon
bebas atau disebut grafit yang berbentuk pelat-pelat tipis yang tersebar. Lamel-
lamel grafit ini sebetulnya merupakan retak–retak halus sehingga mengurangi
sifat-sifat mekanis, kuat tariknya rendah dan regangannya hampir tidak ada.
Besi tuang kelabu lebih mudah dituang dari pada baja, oleh karena temperatur
tuangnya lebih rendah dan sifat pengerutannya lebih kecil.
* Besi tuang maleable : besi tuang ini mempunyai garfit berbentuk bundar-
bundar atau berbentuk bola seperti pada besi tuang nodular dan mempunyai
sifat mekanis yang lebih baik.
* Besi tuang nodular : besi tuang nodular adalah jenis besi tuang yang mampu
tempa yang kuat dan ulet.
5. Bagaimana pembentukan struktur martensit dan bainit?
Jawaban :
a) Mekanisme pembentukan bainit
Bainit tidak berbentuk lamellar seperti perlit tetapi berupa sementit platelet
yang terperangkap dalam ferrit yang sangat halus. Bainit memiliki kekerasan
40-60 HRB, lebih kuat dari perlit lebih tangguh dan lebih ulet dari martensit.
Bainit terbentuk dimulai, pada pendinginan setelah melewati temperature A1
austenit (FCC) akan mengalami transformasi allotropik menjadi besi alpha
(BCC) dan karena besi alpha tidak bisa melarutkan karbon dalam jumlah
banyak maka karbon yang sebelumnya diaustenit akan keluar dari larutan dan
membentuk inti sementit dibatas butir austenit. Semakin banyak karbon yang
keluar dari austenit membentuk sementit, austenit disekitar sementit makin
sedikit karbon dan akan menjadi ferrit. Ada gaya dorong yang mendorong
atom-atom besi gamma untuk merubah posisinya agar menjadi besi alpha.
20

Makin rendah temperaturnya dibawah A1 makin besar gaya dorongnya,


sehingga sebagian austenit akan membentuk ferrit. Karena austenit kaya akan
karbon sedang ferrit sebaliknya maka karbon yang terperangkap secara difusi
akan keluar membentuk sementit pada arah bidang kristallografi tertentu dari
ferrit yang terbentuk, struktur ini disebut bainit. Cara pembentukan bainit
dilakuakn dngan memanaskan baja sampai temperatur austenit kemudian
didinginkan dengan cepat sampai dibawah hidung diagram TTT dan diatas
garis Ms, serta dibiarkan pada temperatur tersebut sampai transformasi selesai.
Mengenai hal ini dibawah dijelaskan dan digambarkan diagram TTT dari
mekanisme pembentukan bainit, bainit terbentuk dari austenit yang langsung
bertransformasi dengan austenit membentuk bainit. Ingat bainit terbentuk
karena adanya proses transformasi dari pearlite menjadi austenite dan
langsung bertransformasi membentuk bainit, begitu pula dengan pembentukan
yang dialami oleh martensite akan sama mekanismenya tetapi akan berbeda
dalam hal bertransformasi.

Gambar 7. Diagram TTT.


b) Mekanisme pembentukan martensit
Karena austenit kaya akan karbon sedang ferrit sebaliknya maka karbon yang
terperangkap secara difusi akan keluar membentuk sementit pada arah bidang
kristallografi tertentu dari sementit yang terbentuk, struktur ini disebut
martensit. Cara pembentukan martensit dilakukan dengan memanaskan baja
21

sampai temperatur austenit kemudian didinginkan dengan cepat sampai diatas


hidung diagram TTT dan diatas garis Ms, serta dibiarkan pada temperatur
tersebut sampai transformasi selesai. Transformasi dari austenit menjadi
martensite berlangsung dengan mengeluarkan sejumlah panas sehingga reaksi
eutektoid berlangsung secara isothermal. Temperatur akan turun lagi bila
reaksi eutektoid sudah selesai. Pada temperatur yang lebih rendah lagi maka
sudah tidak lagi ada perubahan fasa pada garis A1 yang terjadi adalah reaksi
eutektoid yaitu austenit menjadi martensite, sedang ferit yang sudah ada (ferrit
proeutektoid) tidak mengalami perubahan. Semakin tinggi kadar karbon
(dalam range baja hipoeutektoid) maka jumlah martensitnya akan semakin
banyak dibandingkan dengan perlit. Mekanisme pembentukan martensit bisa
langsung dilihat dari diagram dibawah ini.

Gambar 8. Mekanisme pembentukan martensit.

pada temperatur dibawah garis A1 tidak akan terjadi lagi transformasi dari
austenit menjadi martensite, dimana pada temperature kamar struktur terdiri
dari perlit yang terbungkus jaringan sementit.
6. Sebutkan macam-macam larutan etsa dan sebutkan penggunaannya dari
larutan etsa tersebut?
Jawaban :
Nital, banyak digunakan untuk mengetsa daerah batas butir sehingga struktur
bahan dapat diamati dengan jelas dibawah mikroskop optik. Alkohol, banyak
22

digunakan untuk membersihkan daerah bekas pemolesan yang kelihatannya


tidak teratur dan masih bergelombang, sehingga didapatkan benda uji yang
memiliki daerah/struktur bahan yang mengkilap atau licin.
7 Sebutkan pula fasa-fasa yang diharapkanterbentuk setelah ditambah zat etsa
pada matrial tersebut?
Jawaban : Martensit,ferit,austenit

Lampiran B. Gambar Alat


23

Gambar 9. Mesin

Gambar 10. Mesin grinding

Gambar 11. Mikroskop optik


24

Anda mungkin juga menyukai