Anda di halaman 1dari 12

Modul VI

PENGUJIAN METALOGRAFI

6.1. Tujuan

1. Mampu membuat analisis makro dan mikro material menggunakan


mikroskop metalurgi/optic serta mampu melakukan proses pengambilan
foto mikro dan makro.

6.2. Dasar Teori


6.2.1. Metalografi

Metalografi adalah suatu teknik atau metode persiapan material


untuk mengukur, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dari
informasi-informasi yang terdapat dalam material yang dapat diamati,
seperti fasa, butir, komposisi kimia, orientasi butir, jarak atom,
dislokasi, topografi dan sebagainya.

Pada metalografi, secara umum yang akan di amati adalah dua


hal yaitu :

a. Struktur makro adalah struktur dari logam yang terlihat secara


makro pada permukaan yang dietsa dari spesimen yang telah
dipoles.
b. Struktur mikro adalah struktur dari sebuah permukaan logam yang
telah disiapkan secara khusus yang terlihat dengan menggunakan
perbesaran minimum 25x.
Adapun beberapa manfaat utama dari proses metalografi adalah
sebagai berikut :
a. Mengamati perubahan struktur mikro akibat proses yang dilakukan
ditujukan terutama untuk pengontrolan kualitas komponen.
b. Menganalisis perubahan struktur mikro, dimensi cacat, penjalaran
retak dan menghubungkannya dengan prediksi kerusakan
komponen.

6.2.2. Langkah-Langkah Metalografi


Secara garis besar langkah-langkah yang harus dilakukan pada
metalografi adalah :
a. Pemotongan (Sectioning)
Proses Pemotongan merupakan pemindahan material dari
sampel yang besar menjadi spesimen dengan ukuran yang kecil.
Pemotongan yang salah akan mengakibatkan struktur mikro yang
tidak sebenarnya karena telah mengalami perubahan.
Kerusakan pada material pada saaat proses pemotongan
tergantung pada material yang dipotong, alat yang digunakan untuk
memotong, kecepatan potong dan kecepatan makan. Pada beberapa
spesimen, kerusakan yang ditimbulkan tidak terlalu banyak dan
dapat dibuang pada saat pengamplasan dan pemolesan.
b. Pembingkaian (Mounting)
Pembingkaian seringkali diperlukan pada persiapan
spesimen metalografi, meskipun pada beberapa spesimen dengan
ukuran yang agak besar, hal ini tidaklah mutlak. Akan tetapi untuk
bentuk yang kecil atau tidak beraturan sebaiknya dibingkai untuk
memudahkan dalam memegang spesimen pada proses pngamplasan
dan pemolesan.
Sebelum melakukan pembingkaian, pembersihan spesimen
haruslah dilakukan dan dibatasi hanya dengan perlakuan yang
sederhana detail yang ingin kita lihat tidak hilang. Sebuah
perbedaan akan tampak antara bentuk permukaan fisik dan kimia
yang bersih. Kebersihan fisik secara tidak langsung bebas dari
kotoran padat, minyak pelumas dan kotoran lainnya, sedangkan
kebersihan kimia bebas dari segala macam kontaminasi.
Pembersihan ini bertujuan agar hasil pembingkaian tidak retak atau
pecah akibat pengaruh kotoran yang ada.
Dalam pemilihan material untuk pembingkaian, yang perlu
diperhatikan adalah perlindungan dan pemeliharaan terhadap
spesimen. Bingkai haruslah memiliki kekerasan yang cukup,
meskipun kekerasan bukan merupakan suatu indikasi, dari
karakteristik abrasif. Material bingkai juga harus tahan terhadap
distorsi fisik yang disebabkan oleh panas selama pengamplasan,
selain itu juga harus dapat melkukan penetrasi ke dalam lubang
yang kecil dan bentuk permukaan yang tidak beraturan.
c. Pengerindaan, Pengamplasan, dan Pemolesan
Pada proses ini dilakukan penggunaan partikel abrasif
tertentu yang berperan sebagai alat pemotongan secara berulang-
ulang. Pada beberapa proses, partikel-partikel tersebut dsisatukan
sehingga berbentuk blok dimana permukaan yang ditonjolkan
adalah permukan kerja. Partikel itu dilengkapi dengan partikel
abrasif yang menonjol untuk membentuk titik tajam yang sangat
banyak.
Perbedaan antara pengerindaan dan pengamplasan terletak
pada batasan kecepatan dari kedua cara tersebut. Pengerindaan
adalah suatu proses yang memerlukan pergerakan permukaan
abrasif yang sangat cepat, sehingga menyebabkan timbulnya panas
pada permukaan spesimen. Sedangkan pengamplasan adalah proses
untuk mereduksi suatu permukaan dengan pergerakan permukaan
abrasif yang bergerak relatif lambat sehingga panas yang dihasilkan
tidak terlalu signifikan.
d. Pengetsaan (Etching)
Pengetsaan dilakukan dalam proses metalografi adalah
untuk melihat struktur mikro dari sebuah spesimen dengan
menggunakan mikroskop optik. Spesimen yang cocok untuk proses
etsa harus mencakup daerah yang dipoles dengan hati-hati, yang
bebas dari deformasi plastis karena deformasi plastis akan
mengubah struktur mikro dari spesimen tersebut.
Proses etsa untuk mendapatkan kontras dapat di
klasifikasikan atas :
a) Etsa tidak merusak
Etsa tidak merusak terdiri atas etsa optik dan perantaraan
kontras dari struktur dengan pencampuran permukaan secara fisik
terkumpul pada permukaan spesimen yang telah dipoles. Pada etsa
optik digunakan teknik pencahayaan khusus untuk menampilkan
struktur mikro. Beberapa metode etsa optik adalah pencahayaan
gelap (dark field illumination), polarisasi cahaya mikroskop
(polarized light microscopy) dan differential interfence contrast.
b) Etsa merusak
Etsa merusak adalah proses perusakan permukaan spesimen
secara kimia agar terlihat kontras atau perbedaan intensitas
dipermukaan spesimen. Etsa merusak terbagi dua metode yaitu :

1. Etsa kimia

Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan


larutan kimia dimana zat etsa yang digunakan memiliki
karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan
sampel yang akan diamati. Contohnya yaitu sebagai berikut.

a. Nitrid acid/nital: asam nitrit + alkohol 95 % (khusus untuk baja


karbon) yang bertujuan untuk mendapatkan fasa perlit dan ferit
dari martensit.
b. Picral: asam picric + alkohol (khusus baja) yang bertujuan
untuk mendapatkan perlit, dan feritdari martensit.
c. Ferric chloride: Ferric chloride + HCl + air untuk melihat
struktur SS, austenitic nikel dan paduan tembaga.
d. Hydrofluoric acid : HF + air untuk mengamati struktur pada
aluminium dan paduannya.
Dalam melakukan etsa kimia ada beberapa hal yang harus
diperhatikan :
a. waktu etsa jangan terlalu lama (umumnya sekitar 4–30 detik),
b. setelah dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan
alkohol kemudian dikeringkan dengan alat pengering.
2. Elektro etsa

Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektro


etsa. Cara ini dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus
listrik serta waktu pengetsaan. Adapun prinsip dasar etsa
elektrolitik sebagai berikut.

a. Prinsip reaksi reduksi dan oksidasi. Reduksi pada ktoda dan


oksidasi pada anoda. Diberikan tegangan dari luar, cuplikan
sebagai anoda dan katoda dari logam lain yang lebih inert,
misal platina atau logam lain yang lebih elektronegatif
dibanding cuplikan.

b. Diperlukan potensial kimia yang lebih rendah daripada poles


elektrolitik

c. Kecenderungan tergantung afinitas deret volta, dengan


hydrogen volta dianggap nol.

d. Prinsip adalah korosi dengan masing-masing elemen struktur


mikro mempunyai laju korosi yang berbeda.

Etsa jenis ini biasanya untuk stainless steel karena dengan


etsa kimia susah untuk mendapatkan detail strukturnya. Hubungan
kuat arus dan tegangan dalam etsa dapat dijelaskan pada gambar
dibawah ini, dimana kurva tersebut terbagi menjadi beberapa
daerah karakteristik .

6.2.3. Mikrostruktur Baja Karbon


Baja didefinisikan sebagai material ferrous dengan kadar
karbon kurang dari 2,14%. Baja karbon dibagi menjadi 2 yaitu Baja
Hypoeutectoid dan Baja Hypereutectoid, dengan kadar karbon 0,8 %
sebagai batas. Pada kadar karbon 0,8 % akan terbentuk fasa perlit,
yaitu fasa yang terbentuk lamel-lamel yang merupakan paduan antara
ferrit sebagai matriksnya dan cementit sabagai lamel-lamelnya. Fasa
cementit merupakan fasa yang terbentuk dengan kadar karbon
meksimum 6,67 %. Sementara ferrit pada kadar karbon maksimum
0,02 %.
6.2.4. Mikrostruktur Paduan Alumunium
Mikrostruktur hampir semua paduan alumunium terdiri dari
kristal utama padatan alumunium (biasanya berbentuk dendritik)
ditambah dengan produk hasil reaksi dengan paduan. Elemen paduan
yang tidak berada dalam keadaan padat biasanya membentuk fasa
campuran pada eutectic, kecuali silikon yang muncul sebagai produk
utama. Pada paduan alumunium-silikon, eutektik terjadi pada sekitar
12 % Si.
6.3. Peralatan
1. Mikroskop Metalurgi

Gambar 6. Mikroskop Metalografi


(Sumber: Lab Proses Produksi UII)
2. PC

Gambar 6. PC
(Sumber: Lab Proses Produksi UII)
3. Spesimen 1 (Alumunium)

Gambar 6. Alumunium
(Sumber: Lab Proses Produksi UII)

4. Spesimen 2 (Alumunium dan Besi)

Gambar 6. Alumunium dan Besi


(Sumber: Lab Proses Produksi UII)
6.4. Langkah-langkah Percobaan
Langkah-langkah persiapan spesimen pengujian metalografi :
1. Pemotongan specimen (cutting)
2. Mounting
3. Pengamplasan
4. Pemolesan (Polishing)
5. Etsa

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam praktikum ini


1. Letakkan sampel di atas meja objektive mikroskop optik.
2. Nyalakan lampu mikroskop. Jangan terlalu tinggi !
3. Tentukan perbesaran dengan perbesaran yang kecil terlebih dahulu.
4. Tentukan perbesaran yang diinginkan dengan mengatur lensa objektif.
5. Atur fouks dengan menarik-turunkan lensa.
6. Amati mikrostruktural yang ada dan gambar pada lembar data.
7. Setelah selesai ambil kembali sampel dari meja objektif dan matikan
lampu mikroskop.
6.5. Analisa dan Pembahasan
1. Data Pengujian
Alat uji: Mikroskop Metalurgi Micro Shot MJ-22

a. Pembesaran: 5 x
Macam struktur mikro yang tampak :
Spesimen 1:

Gambar 6. Perbesaran alumunium 5x


(Sumber: Lab Proses Produksi UII)
Spesimen 2:
Gambar 6. Perbesaran alumunium dan besi 5x
(Sumber: Lab Proses Produksi UII)
b. Pembesaran: 10 x
Macam struktur mikro yang tampak :
Spesimen 1:

Gambar 6. Perbesaran alumunium 10x


Spesimen 2:

Gambar 6. Perbesaran alumunium dan besi 10 kali


(Sumber: Lab Proses Produksi UII)

c. Pembesaran: 40 x
Macam struktur mikro yang tampak :
Spesimen 1:

Gambar 6. Perbesaran alumunium 40 kali


(Sumber: Lab Proses Produksi UII)
Spesimen 2:

Gambar 6. Perbesaran alumunium dan besi 40 kali


d. Pembesaran: 60 x
Macam struktur mikro yang tampak:
Spesimen 1:

Gambar 6. Perbesaran alumunium 60 kali


(Sumber: Lab Proses Produksi UII)

Spesimen 2:

Gambar 6. Perbesaran alumunium dan besi 60 kali


(Sumber: Lab Proses Produksi UII)

2. Pembahasan
Dari hasil yang telah diperoleh pada perbesaran 5-60 kali struktur
yang terlihat adalah makro, dan belum dapat terlihat fase dari spesimen
yang diamati. Terlihat dari gambar yang bisa dilihat hanyalah permukaan
kasarnya, belum dapat melihat struktur mikro dari logam secara jelas
sehingga belum dapat dipastikan fase mana yang terbentuk.
6.6. Kesimpulan
a. Pengujian metalografi bermanfaat untuk mengetahui struktur mikro dari suatu
material logam.
b. Dengan mengamati struktur mikro suatu logam kita dapat mengetahui
mengenai dimensi cacat dan retakan dari suatu logam.
c. Pengamatan metalografi bermanfaat untuk mengetahui pada fase mana suatu
logam berada.
6.7. Referensi
Vandervot, George F. 1984. Metallography Principles and Practice.
Newyork : McGraw-H.
Vlack, Lawrence H.Van. 1992. Ilmu dan teknologi bahan. Jakarta :
Erlangga
Azwar. 2019. Module Pengujian Metalografi dan HST. Diambil dari :
https://www.academia.edu/7853658/Module_Pengujian_Metalogra
fi_dan_HST

Anda mungkin juga menyukai