Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU PENGETAHUAN BAHAN

ANALISIS STRUKTUR MIKRO

Oleh:
MUHAMAD SAMUDERA PUTRA ANDHARA
(121460053)

Asisten Praktikum:
AHMAD FAUZAN MAULANA
(120460028)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERKERETAAPIAN


JURUSAN TEKHNOLOGI INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
LAMPUNG SELATAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Metalografi merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari metode observasi,


pengamatan atau pengujian dengan tujuan untuk menentukan atau mempelajari
hubungan antar struktur dengan sifat atau karakter yang pernah dialami oleh
logam atau paduan. Kebanyakan sifat mikroskopik dari material berhubungan
yang berhubungan dengan mikrostruktur. Sifat mekanik material seperti tensile
strengh, elongasi, sifat terhadap panas dan juga sifat kelistrikan berhubungan
langsung dengan mikrostruktur. Pemahaman dari hubungan antara mikrostruktur
dan sifat mikroskopik yang mempunyai peran penting dalam pengembangan
material merupakan tujuan utama dari metalografi. Dengan menguji dan
mengamati mikrostruktur suatu material, maka performa material tersebut dapat
dilihat.

Karena itu metalografi digunakan disemua tahap selama pembuatan material


tersebut dari mulai pengembangan, produksi, manufacturing process control, dan
bahkan analisis kegagalan logam. Metalografi biasanya dilakukan dengan alat
mikroskop optik. Untuk saat ini mikroskop yang digunakan sudah dihubungkan
dengan komputer yang dilengkapi dengan sistem analisis gambar yang akurat.
Dari hasil pengamatan mikroskop tersebut dapat dihitung ukuran, bentuk dan
distribusi fasa dan juga didapati matriks mikrostruktur. Selain itu jika data
mikrostruktur sudah didapat, dengan data tersebut kita dapat memprediksi sifat-
sifat mekanik seperti deformasi plastis, elongasi, dan kekuatan tarik.

Sebelum dilakukan pengamatan lebih lanjut, preparasi spesimen yang harus


dilakukan meliputi pembingkaian (mounting), pengamplasan (grinding),
pemolesan (polishing) dan pengetsaan (etching). Mounting dilakukan untuk
melindungi tepi material dan mempertahankan permukaan material, mengisi
kekosongan pada material, memudahkan untuk memegang material yang
berbentuk iregular. Mounting biasanya dilakukan dengan resin. Selanjutnya
pengamplasan dilakukan dengan mengamplas bagian permukaan yang akan diuji
dengan amplas dengan tingkat kekasaran yang menurun sampai permukaan siap
untuk dipoles. Selanjutnya dipoles dengan menggunkan serbuk alumina. Lalu
dilakukan etching agar mikrostruktur muncul dan dapat dilihat di mikroskop.
Metalografi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara pemeriksaanlogam untuk
mengetahui sifat, struktur, temperatur, dan persentase campuran logam tersebut.
Dalam proses pengujian metalografi, pengujian logam dibagi lagi menjadi dua
jenis, yaitu :
1. Pengujian makro (macroscope test)
2. Pengujian mikro (microscope test)

1.2. Tujuan

Adapun tujuan pada praktikum kali ini, yaitu:


1. Mengetahui struktur mikro
2. Memahami struktur mikro
3. Mengetahui bentuk struktur mikro dari spesimen uji heat treatment
4. Mampu melakukan analisis struktur mikro
5. Memperlihatkan fasa dan bentuk struktur material, apakah sesuai dengan
spesifikasi mutu maupun persyaratan operasional yang diinginkan
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Metalografi

Ilmu logam dibagi menjadi dua bagian khusus, yaitu metalurgi dan metalografi.
Metalurgi adalah menguraikan tentang cara pemisahan logam dari ikatan unsur
lain atau cara pengolahan logam secara teknis, sehingga diperoleh jenis logam
atau logam paduan yang memenuhi kebutuhan tertentu. Sedangkan Metalografi
adalah mempelajari tentang pemeriksaan logam untuk mengetahui sifat, struktur,
temperatur dan persentase campuran dari logam tersebut.
A. Pemeriksaan Makro (Macrocospic Examination)
Yang dimaksud dengan pemeriksaan makro adalah pemeriksaan bahan
dengan mata kita langsung atau memakai kaca pembesar dengan
pembesaran rendah Kegunaannya untuk memeriksa permukaan yang
terdapat celah-celah, lubang-lubang pada struktur logam yang sifatnya
rapuh, bentuk-bentuk patahan benda uji bekas pengujian mekanis yang
selanjutnya dibandingkan dengan beberapa logam menurut bentuk dan
strukturnya antara satu dengan yang lain menurut kebutuhannya. Angka
pembesaran pemeriksaan makro antara 0,5 kali sampai 50 kali. Pemeriksaan
secara makro biasanya untuk bahan-bahan yang memiliki struktur kristal
yang tergolong besar dan kasar, seperti misal logam hasil coran atau
tuangan, serta bahan-bahan yang termasuk non metal.
B. Pemeriksaan Mikro (Microscopic Examination)
Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikro ialah pemeriksaan bahan logam
di mana bentuk kristal logam tergolong halus sehinga diperlukan angka
pembesaran lensa mikroskop antara 50 kali sampai 3000 kali atau ebih
dengan menggunakan mikroskop industri.

Analisis metalografi dibedakan menjadi dua bagian yaitu analisis makroskopi dan
analisis mikroskopi. Analisis makroskopik dapat dilakukan secara kasat mata, atau
dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran maksimal 20 kali atau 20 : 1.
Tujuan yang ingin dicapai dari analisis ini adalah untuk mengetahui adanya
segregasi dari unsur-unsur fosfor, sulfur dan adanya inklusi, rongga udara atau
rongga penyusutan. Sedangkan analisis mikroskopi dilakukan dengan
menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran minimal 20 kali.

Hasil pemeriksaan mikro struktur, juga dapat memperlihatkan sebab-sebab


terjadinya penyimpangan struktur logam atau jenis cacat yang terjadi, seperti
adanya retakan, inklusi dan rongga udara. Selain dapat memperlihatkan bentuk
struktur mikro, metalografi juga dapat menyatakan benar tidaknya bentuk mikro
struktur logam sebelum mengalami proses pengelasan, penempaan atau proses
perlakuan panas seperti: pelunakan, normalisasi, pendinginan cepat atau penuaan.
Secara umum dengan memanfaatkan metalografi, dapat digambarkan keadaan
mikro struktur logam mencakup: bentuk dan ukuran butiran kristal, homogenitas,
senyawa mikro, inklusi, proses pengerjaan awal dan penyebab kerusakan,
misalnya proses pengerolan, pengelasan, pengecoran, penempaan, perenggangan
dan kerusakan akibat temperatur tinggi, korosi, perapuhan hidrogen, sensitisasi,
sigmatisasi dan karbusisasi.
Material yang digunakan untuk analisis metalografi dibatasi hanya untuk baja
karbon dan paduan, hal ini dilakukan karena umumnya produk manufaktur terbuat
dari material baja karbon dan paduan yang diproses dalam bentuk pelat, batangan,
profil atau dalam bentuk komponen. Metode analisis yang dilakukan untuk
menentukan mutu produk adalah metode pemeriksaan mikro struktur atau
metalografi, proses pemeriksaannya diawali dengan proses pemilihan lokasi untuk
pengambilan sampel. Proses ini harus dilakukan secara cermat karena bila kurang
berhati-hati, maka yang diharapkan tidak dapat dicapai. Selanjutnya adalah proses
penghalusan permukaan, melalui penggerindaan dan polishing, proses ini
dilakukan dengan menghaluskan permukaan benda uji atau sampel mulai dari
tingkat kekasaran permukaan kertas gosok (amplas) yang kasar sampai dengan
yang sangat halus dengan bantuan diamond paste. Kemudian setelah permukaan
benar-benar halus (seperti cermin) tahap selanjutnya adalah tahap pengetsaan.
Pada tahap ini zat kimia yang digunakan untuk mengetsa logam baja karbon dan
baja paduan tergantung pada bentuk struktur mikro yang diinginkan. Tahap akhir
yang dilakukan untuk memperoleh gambar yang jelas tentang bentuk dan ukuran
mikro struktur adalah pengamatan dengan menggunakan mikroskop optik dengan
perbesaran yang dikehendaki seperti 50 kali, 100 kali atau 500 kali. Dari
pengamatan ini dapat diketahui jenis dan mutu materialnya, bentuk strukturnya
dan ada tidaknya cacat. Bila gambar tersebut ingin dipublikasikan maka
diperlukan adanya pemotretan terhadap bentuk mikro struktur yang nampak pada
mikroskop tersebut.

Gambar 2.1 Proses Analisa Struktur Mikro


2.2. Quenching

Quenching dalam struktur mikro berfungsi sebagai hasil material yang hendak di
uji metalografi pada mikroskop. Quenching sendiri adalah tahap dalam
pengolahan bahan dimana bahan mengalami pendinginan yang sangat
cepat. Logam dipadamkan secara klasik saat diproses, dan polimer juga dapat
dipadamkan, tergantung pada keadaan penggunaannya. Penambahan kemiringan
dalam pemandian quench ke tahap pengolahan bahan cukup kuno, karena banyak
masyarakat kuno mengetahui bahwa pendinginan logam yang cepat dapat
mengubah kinerjanya secara radikal. Mereka juga mengetahui bahwa media yang
berbeda dapat digunakan untuk pendinginan dan menyebabkan hasil yang
berbeda.

Saat pendinginan dilakukan, material dapat didinginkan dengan cepat dengan


udara, polimer cair, minyak, atau air. Terkadang beberapa metode
digunakan. Misalnya, logam bisa didinginkan dan kemudian dicelupkan ke dalam
bak air untuk menyelesaikan proses pendinginan. Untuk memastikan bahwa
materi dipadamkan secara merata, material mungkin perlu diaduk. Sebaliknya,
agitator bisa digunakan untuk menggerakkan media pendinginan sekitar. Hal ini
mencegah perbedaan suhu yang dapat merusak material dengan cara
melemahkannya, sehingga memungkinkan beberapa konten mengendap keluar,
atau melengkung satu area.

Tujuan dari tahap pengolahan ini adalah untuk mencegah perubahan fasa yang
terjadi selama pendinginan lambat. Bila bahan dingin perlahan, peluang utama
untuk beberapa perubahan fasa berbeda muncul, dan material tetap berada pada
rentang suhu yang tepat untuk jangka waktu yang lama. Selama pendinginan,
material mencapai suhu ini, namun tidak tetap berada di zona suhu yang cukup
lama sehingga terjadi perubahan fasa. Quenching juga mencegah material paduan
dari endapan dan pemisahan, yang bisa melemahkan atau kompromi bahan.

Proses ini bukan tanpa masalah. Quenching dapat menyebabkan warping,


cracking, dan masalah lainnya dengan material, bahkan jika dilakukan dengan
benar. Menggunakan air sebagai bahan pendinginan, misalnya, dapat
menyebabkan bahan melengkung saat mendingin. Penting untuk mengendalikan
lingkungan di mana pendinginan dilakukan untuk meminimalkan risiko kerusakan
pada material. Bila berjalan dengan benar, bahannya lebih keras dan lebih awet,
sehingga cocok untuk berbagai kegunaan.

Proses quenching bisa berbahaya juga. Bahan yang harus dipadamkan sangat


panas, dan saat dicelupkan ke dalam bak mandi quench, mereka bisa
mengeluarkan banyak uap, yang berpotensi menyebabkan luka bakar. Penting
untuk mengenakan pakaian pelindung selama tahap pengolahan bahan ini, dan
untuk memastikan bahwa setiap orang di sekitar sadar akan bahaya yang terjadi.

Gambar 2.2 Contoh Proses Quenching

2.3. Normalizing

Normalizing disini berfungsi untuk menjadi salah satu contoh proses heat
treatment untuk pengujian metalografi. Normalizing adalah perlakuan panas
logam di sekitar 40̊ C di atas batas kritis logam, kemudian di tahan pada
temperatur tersebut untuk masa waktu yang cukup dan dilanjutkan dengan
pendinginnan pada udara terbuka. Pada proses pendinginan ini temperatur logam
terjaga untuk sementara waktu sekitar 2 menit per mm dari ketebalan-nya hingga
temperatur spesimen sama dengan temperatur ruangan, dan struktur yang
diperoleh dalam proses ini diantaranya perlit (eutectoid), perlit brown ferrite
(hypoeutectoid) atau perlit brown cementite (hypereutectoid). Normalizing
digunakan untuk menyuling struktur butir dan menciptakan suatu austenit yang
lebih homogen ketika baja dipanaskan kembali.
Tujuan dari normalizing adalah,
1. Untuk memperhalus butir
2. Memperbaiki mampu mesin
3. Menghilangkan tegangan sisa
4. Memperbaiki sifat mekanik baja karbon structural dan baja-baja paduan
rendah.
Manfaat dari proses normalizing antara lain;
1. Menghilangkan struktur yang berbutir kasar yang diperoleh dari proses
pengerjaan yang sebelumnya di alami oleh baja.
2. Mengeliminasi struktur yang kasar yang diperoleh dari akibat pendinginan
yang lambat pada proses anil.
3. Menghaluskan ukuran ferit dan pearlit.
4. Memodifikasi dan menghaluskan struktur cor dendritic.
5. Penormalan dapat mencegah distorsi dan memperbaiki mampu mesin-
mesin baja paduan yang dikarburasi karena temperature penormalan lebih
tinggi dari temperature pengkarbonan.
6. Penormalan dapat memperbaiki sifat-sifat mekanik.

Gambar 2.3 Diagram proses Normalizing

2.4. Annealing

Anealing adalah perlakuan panas logam dengan pendinginan yang lambat


berfungsi untuk memindahkan tekanan internal atau untuk mengurangi dan
menyuling struktur kristal (melibatkan pemanasan di atas temperatur kritis bagian
atas). Proses ini digunakan untuk memindahkan tekanan internal penuh sebagai
hasil proses pendinginan. Berikutnya pendinginan logam diatur kembali di dalam
sama benar untuk menurunkan energi bentuk wujud, tegangan yang baru
dibebaskan dibentuk dan pertumbuhan butir dukung. Tujuannya untuk
menghilangkan internal stress pada logam dan untuk menghaluskan grain (batas
butir) dari atom logam, serta mengurangi kekerasan, sehingga menjadi lebih ulet.
Annealing terdiri dari 3 proses yaitu :
1. Fase recovery Fase recovery adalah hasil dari pelunakan logam melalui
pelepasan cacat kristal (tipe utama dimana cacat linear disebut dislokasi)
dan tegangan dalam.
2. Fase rekristalisasi Fase rekristalisasi adalah fase dimana butir nucleate
baru dan tumbuh untuk menggantikan cacat- cacat oleh tegangan dalam.
3. Fase grain growth (tumbuhnya butir) Fase grain growth (tumbuhnya butir)
adalah fase dimana mikrostruktur mulai menjadi kasar dan menyebabkan
logam tidak terlalu memuaskan untuk proses pemesinan.
Tujuan dari annealing ialah untuk,
1. Mendapatkan baja yang mempunyai kadar karbon tinggi, tetapi dapat
dikerjakan mesin atau pengerjaan mesin.
2. Memperbaiki keuletan.
3. Menurunkan atau menghilangkan ketidak homogenan struktur
4. Memperhalus ukuran butir.
5. Menghilangkan tegangan dalam.
6. Menyiapkan struktur baja untuk proses perlakuan panas.
Langkah kerja proses annealing:
1. Benda kerja kita masukkan kedalam kotak baja yang kita isi dengan pasir.
2. Panaskan pada temperature 980°C selama 1 sampai 3 jam.
3. Setelah cukup waktunya kotak kita angkat dari dapur.

Gambar 2.4 Proses Annealing


2.5. Diagram Fe-Fe3C

Diagram kesetimbangan fasa Fe-Fe3C adalah alat penting untuk memahami 


struktur mikro dan sifat-sifat baja karbon,suatu jenis logam paduan besi (Fe)  dan
karbon (C).  Diagram Fasa Fe – Fe3C juga merupakan dasar pembuatan baja dan
besi cor dalam pengecoran logam . Karbon larut di dalam besi dalam bentuk
larutan padat (solid solution) hingga 0,05% berat pada temperatur ruang.  

Baja  dengan  atom  karbon terlarut hingga jumlah tersebut memiliki  alpha ferrite
pada temperatur  ruang.  Pada kadar karbon lebih dari 0,05% akan terbentuk
endapan karbon  dalam bentuk hard intermetallic stoichiometric compound 
(Fe3C) yang dikenal  sebagai cementite atau carbide. Selain larutan padat alpha-
ferrite yang dalam  kesetimbangan dapat ditemukan pada temperatur ruang
terdapat fase-fase  penting lainnya, yaitu delta-ferrite dan gamma-austenite. 
Logam Fe bersifat  polymorphism yaitu memiliki struktur kristal berbeda pada 
temperatur berbeda.  Pada Fe murni, misalnya,  alpha-ferrite akan berubah 
menjadi gamma-austenite saat dipanaskan melewati temperature 910° C.  Pada
temperatur yang lebih tinggi, mendekati 1400° C gamma-austenite akan kembali 
berubah menjadi delta-ferrite.  (Alpha dan Delta) Ferrite dalam hal ini memiliki 
struktur kristal BCC sedangkan (Gamma) Austenite memiliki struktur kristal
FCC.

Gambar 2.5 Diagram Fe-Fe3C


Diagram fasa Fe- Fe3C menampilkan hubungan antara temperatur dan kandungan
karbon (%C) selama pemanasan lambat. Dari diagram fasa tersebut dapat
diperoleh informasi-informasi penting yaitu antara lain:
1. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperatur yang berbeda dengan
kondisi pendinginan lambat.
2. Temperatur pembekuan dan daerah-daerah pembekuan paduan Fe-C bila
dilakukan pendinginan lambat.
3. Temperatur cair dari masing-masing paduan.
4. Batas-batas kelarutan atau batas kesetimbangan dari unsur karbon pada
fasa tertentu.
5. Reaksi-reaksi metalurgis yang terjadi, yaitu reaksi eutektik, peritektik dan
eutektoid.
Garis-garis penting dalam diagram  Fe3C:
1. Upper critical temperature (temperatur kritis atas), A3 : temperatur
perubahan allotropi
2. Lower critical temperature (temperatur kritis bawah), A1 : temperatur
reaksi eutectoid.
3. Solvus line Acm  ( A cementite) : menunjukkan bats kelarutan karbon
dalam austenite

Beberapa istilah dalam diagram kesetimbangan Fe3C dan fasa-fasa yang terdapat
didalamnya akan dijelaskan dibawah ini. Berikut adalah batas-batas temperatur
kritis pada diagram Fe-Fe3C:
1. A1, adalah temperatur reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi
α+Fe3C (perlit) untuk baja hypo eutektoid.
2. A2, adalah titik Currie (pada temperatur 769OC), dimana sifat magnetik
besi berubah dari feromagnetik menjadi paramagnetik.
3. A3, adalah temperatur transformasi dari fasa γ menjadi α (ferit) yang
ditandai pula dengan naiknya batas kelarutan karbon seiring dengan
turunnya temperatur.
4. Acm, adalah temperatur transformasi dari fasa γ menjadi Fe3C (sementit)
yang ditandai pula dengan penurunan batas kelarutan karbon seiring
dengan turunnya temperatur.
5. A13, adalah temperatur transformasi γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja
hiper etektoid.
6. Liquid atau fasa cair, adalah daerah paling luas dimana kelarutan C
sebagai paduan utama dalam Fe tidak terbatas pada temperatur yang
bervariasi.
 
Senyawa Fe3C atau biasa disebut sementit dengan kandungan C maksimum
6,67%, bersifat keras dan getas dan memiliki struktur kristal Orthorombic.
Berikut adalah reaksi-reaksi metalurgis yang terjadi berdasarkan pada diagram Fe-
Fe3C :
1. Reaksi peritektik, terjadi pada temperatur 1495OC dimana logam cair
(liquid) dengan kandungan 0,53%C bergabung dengan delta (δ)
kandungan 0,09%C bertransformasi menjadi austenit (γ) dengan
kandungan 0,17%C. Delta (δ) adalah fasa padat pada temperatur tinggi dan
kurang berarti untuk proses perlakuan panas yang berlangsung pada
temperatur yang lebih rendah.
2. Liquid (C=0,53%) + Delta (δ)(C=0,09%) —– Austenit (γ)(C=0,17%).
3. Reaksi eutektik, reaksi ini terjadi pada temperatur 1148OC, dalam hal ini
logam cair dengan kandungan 4,3%C membentuk austenit (γ) dengan
2%C dan senyawa semenit (Fe3C) yang mengandung 6,67%C.
4. Liquid (C=4,3%)——Austenit (γ)(C=2,11%) + Fe3C(C=6,67%)
5. Reaksi eutectoid, reaksi ini berlangsung pada temperature 723OC, austenit
(γ) padat dengan kandungan 0,8 %C menghasilkan ferit (α) dengan
kandungan 0,025%C dan semenit (Fe3C) yang mengandung 6,67%C.
6. Austenit (γ)(C=0,8%)—–ferit (α) (C=0,025%) + Fe3C(C=6,67%).

Membaca diagram fasa Fe-Fe3C sama seperti membaca diagram pada umumnya.
Diagram fasa Fe-Fe3C terdiri dari temperature pada sumbu ordinatnya dalam
celcius maupun fahrenheit. dan komposisi campuran karbon pada sumbu x-
axisnya dalam bentuk persen. Di dalam diagram fasa ini terdapat beberapa macam
fasa yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang kita inginkan. Jadi cara untuk
membuat struktur besi yang kita inginkan adalah:
1. Menentukan struktur apa yang akan kita buat .
2. Mencari dimana letak struktur yang kita buat itu di diagram Fe-Fe3C.
3. Melihat berapa persen karbon yang kita butuhkan untuk membuat struktur
itu.
4. Dan yang terakhir melihat lagi berapa suhu yang dibutuhkan untuk
mencapai struktur tersebut.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini, yaitu:
1. Trinocular metallurgical microscope

Gambar 3.1 Trinocular metallurgical microscope


2. Computer/PC

Gambar 3.2 Computer/PC


3. Material Carbon Steel Medium (AISI 1045)

Gambar 3.3 Carbon Steel Medium (AISI 1045)

3.2. Prosedur Penggunaan Alat


Prosedur pemakaian Trinocular Metalurgical Microscope:
a. Hidupkan kabel plug ke listrik dan tekan tombol on
b. Letakkan spesimen pada stage spesimen
c. Fokuskan gambar dengan menggunakan lensa objektif dengan perbesaran
terkecil
d. Atur posisi lampu kondenser dan Atur unit lampu iluminasi secara benar
e. Atur intensitas cahaya lampu seperlunya
f. Fokuskan posisi spesimen dengan lensa objektif secara tepat dengan memutar
fine adjusting handle.
g. Untuk pengamatan saja tekan kedalam light-path changeover lever,
sedangkan untuk memotret tarik keluar
h. Dalam pengambilan gambar, pastikan tidak ada getaran yang terjadi pada saat
itu
Prosedur pengunaan Power Supply 10V 100W :
a. No. 1 Saklar ON/OFF dan No. 2 Potensiometer
b. No. 3 Lampu Pilot untuk operasi remote control (eksternal)
c. No. 4 Saklar RL (Reflected Lamp) dan Saklar TL (Transmitted Lamp)
d. Hidupkan / matikan Saklar dengan menggunakan Saklar ON/OFF (Gbr.No
1) Nyalakan mikroskop (Lihat manual operasi terpisah).
e. Nyalakan / matikan sistem iluminasi yang diinginkan secara alternatif
menggunakan Saklar pemilih cahaya yang dipantulkan / ditransmisikan
(Gbr.No. 4), masing-masing posisi RL dan TL.
f. Sesuaikan intensitas pencahayaan lampu sakelar dengan memutar
Potensiometer
(Gbr. No. 2) dari Power Supply.
g. Beralih di antara sistem iluminasi tidak berpengaruh pada kecerahan lampu
yang disesuaikan. Karena itu, kecerahan harus disesuaikan kembali setelah
setiap peralihan, jika perlu.
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1. Pengumpulan Data


Alat : Trinocular metallurgical microscope
Spesimen : Carbon Steel Medium (AISI 1045)
Merek : Trinocular Inverted Metallurgical Microscope 4XC-W
1. Quenching
Kelompok 11
Nama Material Baja Karbon AISI 1045
Nama Mikroskop Trinocular Metalurgical Microscope
Heat Treatment Quenching Temperature 800° C
Media pendinginan Air Holding Time 60 menit
Tabel 4.1.1 Data Quenching
2. Normalizing
Kelompok 11
Nama Material Baja Karbon AISI 1045
Nama Mikroskop Trinocular Metalurgical Microscope
Heat Treatment Normalizing Temperature 800° C
Media pendinginan Udara Holding Time 60 menit
Tabel 4.1.2 Data Normalizing
3. Annealing
Kelompok 11
Nama Material Baja Karbon AISI 1045
Nama Mikroskop Trinocular Metalurgical Microscope
Heat Treatment Annealing Temperature 800° C
Media pendinginan Tanpa Holding Time 60 menit
Pendingin
Tabel 4.1.3

A. Lembar Kerja
Tabel 4.1.4 Data Heat Treatment menggunakan metode quenching
normalizing dan annealing
No Pendinginan Struktur mikro Pembesa Analisis Fasa
/HT ran
Terlihat adanya ferrite
yang mendominasi,
martensite dan sedikit
1 Air 20x-10x
pearlite yang bersifat
kuat dan keras, namun
sedikit lunak karena
terkandung ferrite di
material tersebut.
Terlihat adanya ferrite
yang mendominasi
gelap dan besar, serta
2 Udara 20x-10x
adanya unsur pearlite
yang bersifat memiliki
ketangguhan rendah

Terlihat austenite
Tanpa sangat mendominasi
juga terlihat banyaknya
3 pendingin 20x-10x
martensite yang
bersifat sangat keras,
tahan korosi juga
mudah di bentuk.
B. Data Praktikum (foto dan spesimen)

Gambar 4.1.1 Computer/PC Gambar 4.1.2 Trinocular metallurgical


microscope

Gambar 4.1.3 Quenching Gambar 4.1.4 Normalizing

Gambar 4.1.5 annealing Gambar 4.1.6 Carbon Steel Medium


(AISI 1045)
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1. Pembahasan

Gambar 5.1.1 Diagram Fasa Fe-Fe3C

Diagram fasa Fe-Fe3C menampilkan hubungan antara temperatur dan kandungan


karbon (%) selama pemanasan lambat. Diagram fasa besi dan karbida besi Fe-
Fe3C ini menjadi landasan untuk laku panas kebanyakan jenis baja yang kita
kenal. Dari diagram diatas dapat diperoleh informasi:
1. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperatur yang berbeda dengan
kondisi pendinginan lambat.
2. Temperatur pembekuan dan daerah-daerah pembekuan paduan Fe-C bila
dilakukan pendinginan lambat.
3. Temperatur cair dari masing-masing paduan.
4. Batas-batas kelarutan atau batas kesetimbangan dari unsur karbon pada fasa
tertentu.
5. Reaksi-reaksi metalurgis yang terjadi, yaitu reaksi eutektik, peritektik dan
eutektoid.

Gambar 5.1.2 Austenite

Austenite adalah suatu larutan yang mempunyai batas maksimal kelarutan karbon
sebesar 2,11% pada temperatur 1148°C. Struktur kristal yang di hasilkan FCC
(face center cubic) memiliki sifat ketangguhan yang baik juga ketahanan korosi
yang paling baik, non hardened heat treatment, mudah dibentuk dan paling
banyak dipakai dalam industri.

Gambar 5.1.3 Martensite

Terbentuk dari pendinginan cepat yang diperoleh dari heat treatment. Terbentuk
jika fasa austenit dengan cepat ke temperatur yang rendah. Memiliki sifat
kekerasan yang paling tinggi. Merupakan dasar memperoleh kekuatan yang di
inginkan pada proses perlakuan panas.
Gambar 5.1.4 Pearlite

Pearlite adalah eutectoid mixture dari ferrite dan cementite. Terjadi pada
temperatur 723°C serta mengandung 0,8% karbon. Memiliki sifat keras dan kuat.

Gambar 5.1.5 Ferrite

Ferrite adalah pendinginan lambat dari baja karbon rendah yang berada dibawah
suhu kritis akan terbentuk struktur ferit. Ferrite juga termasuk struktur paling
lunak pada diagram Fe-Fe3C dan ketahanan korosi yang medium. dan pada
temperatur kamar mempunyai batas kalurtan carbon 0,008%. Memiliki sifat
ketangguhan rendah, keuletan tinggi, kekerasan <90 HRB. Struktur paling lunak
pada diagram Fe-Fe3C dan ketahanan korosi medium.

Gambar 5.1.6 Cementite

Cementite (besi karbida) adalah suatu senyawa yang terdiri dari unsur Fe dan C
dengan perbandingan tertentu (memiliki rumus empiris) dan struktur kristalnya
othorombic. Sifatnya sangat keras dan bersifat tegas.
Gambar 5.1.7 Bainite

Bainite adalah jenis mikrostruktur dalam baja yag memiliki struktur mirip pelat.
Struktur adalah perbedaan utama antara pearlit dan bainit. Bainit terbentuk karena
austenit mendingin sampai melewati suhu.

Berdasarkan pada tabel lembar kerja yang telah dikerjakan, menampakan


beberapa unsur pada spesimen yang di teliti. Pada metoda quenching yang
menggunaka media pendingin air terdapat beberapa unsur yaitu unsur paduan
austenit, unsur martensit nampak berada di tengah, serta unsur pearlite yang
sedikit samar. Dilanjutkan dengan unsur yang terkandung pada metode
normalizing yang menggunakan media pendingin udara, terdapat beberapa unsur
yaitu pearlite yang mendominasi, serta paduan ferrite yang amat jelas tertangkap
pada gambar. Lalu yang terakhir ialah unsur yang terkandung pada metode
annealing yang menggunakan pendinginan didalam tungku, terdapat unsur
martensite di beberapa sudut foto dan juga unsur ferrite yang samar terlihat.

Jenis jenis heat treatment ialah hardening, tampering annealing, normalizing,


quenching, holding time, serta diagram Fe-Fe3C. Hardening ialah proses
pemanasan terhadap logam yang bertujuan meningkatkan kekerasan alami logam.
Tampering adalah proses pemanasan logam setelah dikeraskan untuk menghindari
kerapuhan dan tidak layak pakai. Annealing adalah perlakuan panas logam dengan
pendinginan yang lambat dan menggunakan media didalam tungku. Normalizing
adalah perlakuan panas logam di sekitar 40°C di atas batas kritis logam dan di
tahan dengan waktu yang cukup. Quenching adalah proses pendinginan
menggunakan media berupa air dan oli. Holding time dilakukan untuk
mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan. Dan yang terakhir ialah
diagram Fe-Fe3C, diagram ini bermaksud untuk menampilkan hubungan antara
temperatur dan proses pemanasan juga pendinginan. Perubahan struktur mikro
dengan perlakuan panas disebut distorsi yang artinya mengubah sifat-sifat
mekanik dari logam tersebut, distorsi terjadi oleh adanya perlakuan panas pada
material juga proses ini harus mencapai suhu dan kecepatan tertentu dan waktu
yang pas agar hasilnya merata. Sementara deformasi plastis merupakan perubahan
bentuk yang permanen meskipun bebannya di tiadakan. Deformasi plastis dapat
mengubah struktur mikro logam tanpa adanya pemanasan. Oleh karena itu
deformasi plastis dapat mengubah sifat mekanis logam dan meningkatkan
kekuatan serta kekerasannya.

5.2. Analisis

Analisis pada praktikum kali ini, yaitu:


A. Pada proses terbentuknya suatu struktur mikro, masing-masing individu
dapat memperkirakan unsur melalui presentase karbon serta temperatur atau
bahkan melihat langsung melalui diagram. Dari fasa yang kita lihat, kita
akan mendapati bentuk dari struktur mikro yang terbentuk, antara lain;
austenite, martensite, ferrite, cementite, pearlite dan bainite. Bentuk dari
struktur tersebut bukan dihasilkan dalam satu kondisi suhu atau persen
karbon tetapi dari berbagai macam tingkatan suhu dan bermacam persen
karbon. Pada diagram Fe-Fe3C sendiri kita dapat menyimpulkan sifat dari
struktur-struktur. Hal ini didukung oleh terjadinya perlakuan yang diterima
oleh setiap material.
B. Austenite dapat terbentuk jika baja mengandung karbon hingga sebesar
1,8% dan pada suhu 1130°C. Ketika pendinginan dibawah 723°C, ia mulai
berubah menjadi pearlite dan ferrite. Austenite juga memiliki sifat
ketangguhan yang baik juga ketahanan korosi yang paling baik, (non
hardened heat treatment) mudah dibentuk dan paling banyak dipakai dalam
industri.
C. Martensite sendiri memiliki cara pembentukan yang berbeda dengan unsur
lain. Martensite sendiri tidak bergantung pada waktu dan martensit akan
mulai terbentuk pada temperatur Ms. Lalu jika pendinginan dilanjutkan
akan terbentuklah martensite. Semakin rendah temperatur maka semakin
banyak pula austensite yang bertransformasi menjadi martensite.
D. Pearlite memiliki kekerasan yang lebih rendah dan memerlukan waktu
inkubasi yang cukup lama. Penurunan temperatur yang lebih lanjut maka
waktu inkubasi yang diperlukan untuk bertransformasi menjadi pearlite
makin rendah dan kekerasan yang dimiliki oleh pearlite sendiri akan lebih
tinggi.
E. Ferrite terbentuk jika mengandung karbon 0,025% pada temperatur 723°C,
struktur kristalnya adalah BCC (Body center cubic) dan pada temperatur
kamar mempunyai batas kalurtan carbon 0,008%.
F. Cementite terbentuk jika karbon berkombinasi dengan besi. Kerapuhan dan
kekerasan pada besi cor disebabkan oleh keberadaan cementite. Cementite
bersifat sangat keras dan juga bersifat tegas.
G. Bainite sendiri dapat terbentuk pada temperatur tinggi dan temperatur yang
rendah dan terjadi karena temperatur transformasinya. Jika bainite terbentuk
pada temperatur tinggi dinamakan Upper Bainite dan jika terbentuk pada
temperatur rendah disebut Lower Bainite.
H. Diagram Fe-Fe3C memiliki fasa yang berbeda pada komposisi, temperatur
dengan kondisi pendinginan yang lambat. Serta reaksi-reaksi metalurgis
yang dapat kita lihat pada diagram ialah eutektik, peritektik, dan eutektoid.
Didalam diagram ini juga kita dapat melihat batas batas penting yang terdiri
dari upper critical temperature (temperature kritis atas), lower critical
temperature (temperatur kritis bawah), dan solvus line Acm (A cementite)
BAB VI
PENUTUPAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan data dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat


disimpulkan bahwa:
1. Terjadinya perubahan fase selama proses pendinginan lambat pada diagram
Fe-Fe3C.
2. Terdapat kurang lebih 6 sifat material yang terkandung yaitu, austenite,
martensite, ferrite, cementite, pearlite, bainite.
3. Terdapat perbedaan unsur-unsur paduan pada pengamatan media
pendinginan juga struktur mikro pada material dapat berubah dengan adanya
proses heat treatment.
4. Pemanasan dan deformasi plastis, keduanya sama-sama mengubah sifat
mekanis logam.

6.2. Saran

Adapun saran untuk praktikum kali ini, yaitu:


1. Struktur yang diamati bervariasi.
2. Penjelasan dari modul lebih detail.
3. Kondisi alat dipastikan kembali agar tidak error saat menganalisa.
DAFTAR PUSTAKA

A Zayadi, E. S. (2022). Pengaruh Waktu Tempering terhadap Karakter Baja


s45c Pasca Quenching pada 950oc dan Tempering 500 C. Jurnal
Teknologi Kedirgantaraan.
Basuki, M. a. (2018). ANALISA KEGAGALAN OPERASIONAL MOTOR
INDUK PADA KAPAL KM XYZ MENGGUNAKAN METODE
FMEA (FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS). Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan.
Hatta, I. (2012). Aplikasi Mikro Analisis dan Fraktografi untuk menentukan
Kualitas Produk dan Penyebab Kerusakan Suatu Komponen.
Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan,
Serpong 16.
Indah, R. P. (2017). Analisa Pengaruh Double Hardening dengan Media
Pendingin Air dan Oli 20 pada Baja Karbon Medium Terhadap
Keausan. Diss. Universitas Islam Riau,.
Mughofar, M. (2021). MIKROSTRUKTUR BESI PLAT ST 37 LEBAR 3
CM SETELAH DIPUNTIR PADA MESIN PEMUNTIR BESI .
Doctoral dissertation, DIII Teknik mesin Politeknik Harapan
Bersama.
Prayogo, R. D. (2018). Analysis Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap
Kekuatan Tarik Dan Struktur Mikro Baja Ss 41 Pada Pengelasan
Gtaw. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan.
R Adawiyah, A. H. (2014). Pengaruh Perbedaan Media Pendingin Terhadap
Strukturmikro Dan Kekerasan Pegas Daun Dalam Proses Hardening.
POROS TEKNIK.
Sayuti, A. R. (2018). KAJI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI
TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN
TERHADAP STRUKTUR MIKRO PADUAN Al-Cu
HYPOEUTECTIC. . Diss. UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945.
Usman, R. (2016). Analisis Kegagalan Katup Buang pada Mesin Pembangkit
Listrik Tenaga Diesel (PLTD). STRING (Satuan Tulisan Riset dan
Inovasi Teknologi) .
Widyanto, A. T. (2020). Pengaruh Variasi Waktu Inhibisi dan Media Asam
Terhadap Laju Korosi dan Sifat Mekanik Baja ST-41 dengan
Inhbibitor Ekstrak Kacang Kedelai. Diss. Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya,.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai