Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metalografi merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari metode
observasi atau pemeriksaan atau pengamatan atau pengujian dengan tujuan
untuk menentukan atau mempelajari hubungan antar struktur dengan sifat atau
karaktter yang pernah dialami oleh logam atau paduan. Kebanyakan sifat
makroskopik dari material berhubungan dengan mikrostruktur. Sifat mekanik
material seperti tensile strengh ,elongasi, sifat terhadap panas dan juga sifat
kelistrikan berhubungan langsung dengan mikrostruktur. Pemahaman dari
hubungan antara mikrostruktur dan sifat makroskopik yang mempunyai peran
penting dalam pengembangan material merupakan tujuan utama dari
metalografi. Dengan menguji dan mengamati mikrostruktur suatu material ,
maka performa material tersebut dapat dilihat.

Karena itu metalografi digunakan di semua tahap selama pembuatan material


tersebut dari mulai pengembangan, produksi, manufaturing process control,
dan bahkan analisis kegagalan logam. Metalografi biasanya dilakukan dengan
alat mikroskop optik. Untuk saat ini mikroskop yang digunakan sudah
dihubungkan dengan komputer yang dilengkapi dengan sistem analisis gambar
yang akurat. Dari hasil pengamatan mikroskop tersebut dapat dihitung ukuran
,bentuk dan distribusi fasa dan juga didapat matriks mikrostruktur. Selain itu
jika data mikrostruktur sudah didapat, dengan data tesebut kita dapat
memprediksi sifat sifat mekanik seperti deformasi plastis, elongasi, dan
kekuatan tarik (ITERA, 2020).

Analisis struktur mikro dapat diketahui dengan menganlisis menggunakan


mikroskop optik. Analisis struktur mikro bertujuan untuk mengetahui batas
butir dengan pengetsaan menggunakan larutan etsa yang dipilih (Saputra,
2018).

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami struktur
mikro pada spesimen uji yang terbentuk setelah proses persiapan heat
treatment.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengujian Metalografi


Pengujian metalografi bertujuan bertujuan untuk mengamati dan mengetahui
perubahan struktur mikro dan makro pada logam. Adapaun langkah-langkah
pengujian metalografi adalah sebagai berikut (Prof. Dr. Hazairin, 2012).
a. Penghalusan Permukaan
Langkah awal dari pengujian metalografi adalah penghalusan permukaan
spesimen yang akan diuji, yang akan dilakukan dengan mesin gerinda dan
pengamplasan.

Proses pengamplasan spesimen dimulai dengan kertas amplas yang


berukuran lebih kasar, kemudian secara bertahap menaikan ukuran tingkat
kekerasan secara perlahan untuk melakukan pengamplasan halus.

Pengamplasan dilakukan dengan arah yang sama dan untuk menghindari


goresan akibat serbuk amplas dan logam yang telah diamplas, maka
pengamplasan dilakukan di air yang mengalir (Pradipto & Rasyid, 2018).
b. Pemolesan (Polishing)
Setelah proses pengamplasan selesai yang ditandai dengan berkurangnya
goresan, lalu lanjur ke tahap berikutnya yaitu pemolesan atau polishing.
Polishing merupakan proses terakhir dari proses grinding. Pertama
spesimen dicuci menggunakan air, lalu mengoleskan pasta atau alumina
pada spesimen kemudian menggosokkan pada kain bludru atau kain
microfiber sebagai media pemoles. Tujuan pemolesan ini adalah untuk
menghilangkan goresan-goresan yang masih tersisa akibat dari proses
pengamplasan yang dilakukan (Almadani & Siswanto, 2020).
c. Pengetsaan
Setelah proses polishing, dilakukan pengetsaan untuk melakukan
pengamatan pada struktur mikro spesimen tersebut. Proses etching
dilakukan dengan cara memasukan sampel kedalam larutan asam nital
sebanyak 5% yang dicampur dengan alkohol sebanyak 95% selama
beberapa detik lalu diangkat dan membersihkannya. Kegunaan dari
pengetsaan sendiri dimaksudkan untuk merusak permukaan agar dapat
dianalisis struktur mikro nya. Hal yang harus dihindari ketika melakukan
etsa adalah sampel yang telah dietsa tidak boleh menyentuh permukaan
apapun, jika hal itu terjadi, maka harus diulangi lagi dari proses poles.
Proses etching juga harus dilakukan secara hati-hati seperti pada saat
pencelupan zat etsa yang terlalu lama karena dapat menyebabkan korosi.

Dalam ilmu metalurgi struktur mikro merupakan hal yang sangat penting
untuk dipelajari. Karena struktur mikro sangat berpengaruh pada sifat fisik
dan mekanik suatu logam. Struktur mikro yang berbeda sifat logam akan
berbeda pula. Struktur mikro yang kecil akan membuat kekerasan logam akan
meningkat dan juga sebaliknya, struktur mikro yang besar akan membuat
logam menjadi ulet atau kekerasannya menurun. Struktur mikro itu sendiri
dipengaruhi oleh komposisi kimia dari logam atau paduan logam tersebut
serta proses yang dialaminya. Untuk mengamati struktur mikroyang terbentuk
pada logam tersebut biasanya memakai mikroskop optik. Metalografi
digunakan di semua tahap selama pembuatan material tersebut dari mulai
pengembangan, produksi, manufakturing proses kontrol, dan bahkan analisis
kegagalan logam. Metalografi biasanya dilakukan dengan alat mikroskop
optik. Untuk saat ini mikroskop yang digunakan sudah dihubungkan dengan
komputer yang dilengkapi dengan sistem analisis gambar yang akurat. Dari
hasil pengamatan mikroskop tersebut dapat dihitung ukuran ,bentuk dan
distribusi fasa dan juga didapat matriks mikrostruktur. Selain itu jika data
mikrostruktur sudah didapat, dengan data tesebut kita dapat memprediksi sifat
sifat mekanik seperti deformasi plastis, elongasi, dan kekuatan tarik.
Kebanyakan sifat makroskopik dari material berhubungan dengan
mikrotruktur Sifat mekanik material seperti tensile strengh, elongasi, sifat
terhadap panas dan juga sifat yang berhubungan langsung dengan
mikrostruktur. Pemahaman dari hubungan antara mikrostruktur dan sifat
makroskopik yang mempunyai peran penting dalam pengembangan material
merupakan tujuan utama dari metalografi. Dengan menguji dan mengamati
mikrostruktur suatu material, maka performa material tersebut dapat dilihat.

2.2 Struktur Mikro


Struktur mikro merupakan struktur penyusun suatu material, pada struktur
mikro juga terdapat informasi tentang bentuk struktur ukuran dan banyaknya
bagian struktur yang berbeda. Struktur mikro pada material sangat erat
kaitannya dengan sifat pada logam. Pengubahan struktur mikro pada logam
khususnya bisa melalui pengaturan laju pendinginan yang akan mengubah
sifat baja atau biasa disebut heat treatment. Lalu macam-macam heat
treatment ini adalah annealing, quenching, normalizing, dan tempering
(ITERA, 2020).

Struktur mikro ini hanya dapat dilihat dengan menggunakan alat pengamat
struktur mikro, diantaranya (Zainuri, Setyawan, & Atmam, 2017).
a. Mikroskop elektron

Gambar 2. 1 Mikroskop Elektron


Sumber: https://mikroskopindo.wordpress.com/

Mikroskop elektron adalah sebuah mikroskop yang mampu untuk


melakukan pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakan
elektro statik dan elektro magnetik untuk mengontrol pencahayaan dan
tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek serta
resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikroskop cahaya
b. Mikroskop field on

Gambar 2. 2 Mikroskop field on


Sumber: https://andarupm.co.id/alat-laboratorium/microscope-bio2/

Gambar 2. 3 Penampakan mikroskop field on


Sumber: https://andarupm.co.id/alat-laboratorium/microscope-bio2/

c. Mikroskop field emission


Gambar 2. 4 Mikroskop field emission
Sumber: pcimag.com

Mikroskop field emission adalah teknis analisis yang dogunakan dalam


ilmu material untuk menyelediki struktur permukaan molekul dan sifat
elektroniknya. Mikroskop field emission juga merupakan salah satu
instrumen analisis permukaan yang mendekati atom. Hanya logam kuat
seperti tungsten, platina dan molibdenum yang dapat diperiksa dengan
cara ini. Perbesarannya sebanding dengan rasio jari-jari ujung logam
mencapai 1.000.000× perbesaran.
d. Mikroskop Sinar-X

Gambar 2. 5 Mikroskop sinar-x


Sumber: https://sainsmania.com/

Mikroskop sinar-x adalah jenis mikroskop yang dimana pelat zona


memfokuskan berkas sinar-X ke titik kecil, sampel dipindai di bidang
fokus pelat zona dan sinar X yang ditransmisikan. intensitas sinar dicatat
sebagai fungsi dari posisi sampel. Skema stroboskopik digunakan di mana
eksitasi adalah pompa dan sinar-X sinkrotron berkedip sebagai
probe. Mikroskop sinar-X bekerja dengan memaparkan film atau detektor
perangkat berpasangan bermuatan untuk mendeteksi sinar-X yang
melewati spesimen. Bayangan yang terbentuk merupakan potongan tipis
benda uji. Mikroskop sinar-X yang lebih baru menggunakan spektroskopi
serapan sinar-Xuntuk bahan heterogen pada resolusi spasial yang
tinggi. Inti dari teknik ini adalah kombinasi dari spektromikroskopi,
pencitraan dengan sensitivitas spektral, dan mikrospektroskopi, merekam
spektrum dari titik yang sangat kecil.

2.3 Jenis-Jenis Struktur Mikro


Struktur mikro adalah gambaran dari kumpulan fasa-fasa yang dapat diamati
melalui teknik metalografi. struktur mikro logam dapat dilihat menggunakan
mikroskop Struktur mikro pada material sangat erat kaitannya dengan sifat
logam tersebut, dalam hal ini pengubahan struktur mikro pada logam
khususnya bisa melalui pengaturan laju pendinginan yang akan mengubah
sifat baja dikenal dengan istilah heat treatment. Struktur memeiliki beberapa
macam struktur, diantara lainnya yaitu:
a. Ferrit (Besi α) adalah suatu komposisi logam yang mempunyai batas
maksimum kelarutan Carbon 0,025 % C pada temperature 723°C, struktur
kristalnya BCC (Body Center Cubic) dan pada temperature kamar
mempunyai batas kelarutan Carbon 0,008% C. Sifat-sifatnya adalah
ketangguhan rendah, keuletan tinggi, kekerasan < 90 HRB, struktur paling
lunak pada diagram Fe-Fe3C dan ketahanan korosi medium
b. Austenite merupakan larutan padat dari karbon didalam besi dengan
stuktur FCC ( Face Centered Cubic ), dengan komposisi karbon mulai
0,17 % dan maksimum 2,0 % pada temperatur 1130⁰. Terjadi pada
pemanasan temperatur kritis, sifatnya lunak, non magnetis. Ferrit
merupakan larutan padat karbon didalam besi murni fase ini terjadi
dibawah temperatur 910⁰ C dengan struktur BCC (Body Centered Cubic ),
dengan komposisi maksimal 0,02% pada temperatur 723⁰ C, sifatnya
magnetis dan lunak. Cementit merupakan larutan padat, kombinasi kimia
antara besi karbid ( Fe₃ C ) yang mengandung 6,67 % C dengan sifat keras
dan rapuh.
c. Pearlite merupakan campuran eutectic dan ferrit dan cementit yang
mengandung 0,8 % C, fase terjadi dibawah temperatur kritis ( 723⁰ C )
sifat lebih keras dan lebih kuat dari pada ferrit kurang ulet, dan magnetic.
Ledeburit merupakan campuran eutectic austenit dan cementit yang
mengandung 4,3 % C. Fase ini terjadi dibawah temperatur 1130 % ⁰C.
Sifat mudah rapuh dan keras. Martensit merupakan larutan pada karbon di
dalam besi dibentuk dengan pendingin cepat dari autenit dari atas
temperatur kritis sifat rapuh dan keras, kekerasan tergantung komposisi
karbon. 0.80 % C baja diaustenitkan pada 11500 (Saktisahdan, 2019).
d. Cementit (Besi Karbida) adalah suatu senyawa yang terdiri dari unsur Fe
dan C dengan perbandingan tertentu (mempunyai rumus empiris) dan
struktur kristalnya Orthohombic. Sifat-sifatnya adalah sangat keras dan
bersifat getas.
e. Lediburite ialah campuran Eutectic antara besi Gamma dengan Cementid
yang dibentuk pada temperature 1130°C dengan kandungan Carbon
4,3%C.

2.4 Diagram Fe-Fe3C


Diagram fasa Fe-Fe3C adalah diagram yang menampilkan hubungan antara
temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan lambat
dan pemanasan lambar dengan kandungan karbon (%C). Diagram fasa besi
dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan untuk perlakuan panas
kebanyakan jenis baja yang kita kenal. Fungsi diagram fasa adalah
memudahkan memilih temperatur pemanasan yang sesuai untuk setiap proses
perlakuan panas (Budianto, 2018).
Gambar 2. 6 Diagram fasa Fe-Fe3C
Sumber: Budianto, 2018

Dari diagram fasa tersebut dapat diperoleh informasi-informasi penting yaitu


antara lain:
a. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperatur berbeda dengan
pendinginan lambat.
b. Temperatur pembekuan dan daerah-daerah pembekuan paduan Fe-C bila
dilakukan pendinginan lambat.
c. Temperatur cair dari masing-masing paduan
d. Batas-batas kelarutan atau batas kesetimbangan dari unsur karbon fasa
tertentu.
e. Reaksi-reaksi metalurgis yang terjadi.

2.5 Sifat-Sifat Mekanik Baja


a. Kekuatan (strenght) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan tanpa menyebabkan bahan tersebut menjadi patah. Kekuatan ini
ada beberapa macam, dan ini tergantung pada beban yang bekerja antara
lain dapat dilihat dari kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan,
kekuatan puntir, dan kekuatan bengkok.
b. Kekerasan (i) dapat didefinisikan sebagai kemampuan bahan untuk tahan
terhadap goresan, pengikisan (abrasi), penetrasi. Sifat ini 9 berkaitan erat
dengan sifat keausan (wear resistance). Dimana kekerasan ini juga
mempunyai korelasi dengan kekuatan.
c. Kekenyalan (elasticity) menyatakan kemampuan bahan untukmenerima
tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang
permanen setelah tegangan dihilangkan. Bila suatu bahan mengalami
tegangan maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tegangan yang bekerja
besarnya tidak melewati suatu batas tertentu maka perubahan bentuk yang
terjadi bersifat sementara, perubahan bentuk ini akan hilang bersama
dengan hilangnya tegangan, akan tetapi bila tegangan yang bekerja telah
melampaui batas tersebut, maka sebagian bentuk itu tetap ada walaupun
tegangan telah dihilangkan. Kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak
perubahan bentuk elastis yang dapat terjadi sebelum perubahan bentuk
yang permanen mulai terjadi, dengan kata lain kekenyalan menyatakan
kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah
menerima beban yang menimbulkan deformasi.
d. Kekakuan (stiffness) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan / beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
(deformasi) atau defleksi. Dimana dalam beberapa hal kekakuan ini lebih
penting dari pada kekuatan.
e. Plastisitas (plasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami
sejumlah deformasi plastis (yang permanen) tanpa mengakibatkan
terjadinya kerusakan. Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan
diproses dengan berbagai proses pembentukan seperti, forging, rolling,
extruding dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut sebagai keuletan /
kekenyalan (ductility). Bahan yang mampu mengalami deformasi plastis
yang cukup tinggi dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan /
kekenyalan tinggi, dimana bahan tersebut dikatakan ulet / kenyal (ductile).
Sedang bahan 10 yang tidak menunjukan terjadinya deformasi plastis
dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan yang rendah atau
dikatakan getas /rapuh (brittle).
f. Ketangguhan (toughness) menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap
sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga dapat
dikatakan sebagai ukuran banyaknya energi yang diperlukan untuk
mematahkan suatu benda kerja, pada suatu kondisi tertentu. Sifat ini
dipengaruhi oleh banyak faktor , sehingga sifat ini sulit untuk diukur.
g. Kelelahan (fatique) merupakan kecenderungan dari logam untuk patah bila
menerima tegangan berulang-ulang (cyclic stress) yang besarnya masih
jauh di bawah batas kekuatan elastisitasnya. Sebagian besar dari kerusakan
yang terjadi pada komponen mesin disebabkan oleh kelelahan. Karenanya
kelelahan merupakan sifat yang sangat penting tetapi sifat ini juga sulit
diukur karena sangat banyak faktor yang mempengruhinya.
h. Merangkak/keretakan (creep / crack) merupakan kecenderungan suatu
logam untuk mengalami deformasi plastik yang besarnya merupakan
fungsi waktu, dimana pada saat bahan tersebut menerima beban yang
besarnya relatif tetap.

Berbagai sifat mekanik diatas juga dapat dibedakan menurut cara


pembebanannya, yaitu sifat mekanik statik, sifat terhadap beban statik, yang
besarnya tetap atau berubah dengan lambat, dan sifat mekanik dinamik, sifat
mekanik terhadap beban, yang berubah rubah atau mengejut. Ini perlu
dibedakan karena tingkah laku bahan mungkin berbeda terhadap cara
pembebanan yang berbeda (Sukaini, Tarkina, & Fandi, 2013).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai
berikut:
a. Trinocular Metalurgical Microscope Carl Zeiss Type Axiovert A1 MAT

Gambar 3. 1 Trinocular Metalurgical


Sumber: Modul Analisis Struktur Mikro

b. Carbon Steel Medium (AISI 1045)


Dengan baja AISI 1045 yang telah melalui proses quenching, normalizing,
dan annealing.

Gambar 3. 2 Sampel Baja AISI 1045 setelah Normalizing


Gambar 3. 3 Sampel Baja AISI 1045 setelah proses Annealing

Gambar 3. 4 Sampel Baja AISI 1045 setelah proses Quenching

3.2 Prosedur Penggunaan Alat


Adapun prosedur praktikum yang harus dilakukan saat praktikum yaitu:
a. Menghidupkan kabel plug ke listrik dan menekan tombol on.
b. Meletakkan spesimen pada stage spesimen.
c. Memfokuskan gambar dengan menggunakan lensa objektif dengan
perbesaran terkecil.
d. Mengatur posisi lampu kondenser dan mengatur unit lampu iluminasi
secara benar.
e. Mengatur intensitas cahaya lampu seperlunya.
f. Memfokuskan posisi spesimen dengan lensa objektif secara tepat dengan
memutar fine adjusting handle.
g. Untuk pengamatan saja Menekan kedalam light-path change over lever,
sedangkan untuk memotret tarik keluar.
h. Memastikan tidak ada getaran dalam pengambilan gambar.
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengumpulan Data


a. Lembar Kerja Metalografi Metode Quenching

Tabel 4.1 Metalografi metode quenching


Kelompok : 2
Nama Material : Baja karbon AISI 1045
Nama : Trinocular metelorgical microscope
Mikroskop
Heat treatment : Quenching temperatur : 900oC
Media : air Holding time : 15 menit
pendingin

Tabel 4.2 Struktur mikro menggunsksn metode quenching


Pendi-
No. Struktur mikro Pembe-saran Analisis fasa
ngin
Pada gambar
tersebut, dapat
dilihat jika
baja yang
mengalami
1 Air 20x ·10x
heat treatment
metode
quenching
memiliki fasa
martensite

b. Lembar Kerja Metalografi Metode Normalizing

Tabel 4.3 Metalografi Metode Normalizing


Kelompok : 2
Nama : Baja karbon AISI 1045
Material
Nama : Trinocular metelorgical microscope
Mikroskop
Heat : Normalizing Temperatur : 900oC
treatment
Media : Udara Holding time : 15 Menit
pendingin

Tabel 4.4 Metalografi Metode Normalizing


Pendi-
No. Struktur mikro Pembe-saran Analisis fasa
ngin
Pada gambar
tersebut dapat
dilihat jika
baja yang
mengalami
1 Udara 20x ·10x
heat treatment
metode
normalizing
memiliki fasa
pearlite
BAB V
ANALISA DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis dan Pembahasan


a. Diagram Fe-Fe3C

Gambar 5. 1 Gambar diagram Fe-Fe3C

Diagram Fasa Fe-Fe3C adalah diagram yang menampilkan hubungan


antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses
pendinginan lambat dan pemanasan lambat dengan kandungan karbon
(%C). Diagram fasa besi dan karbida besi Fe3C ini menjadi landasan
untuk laku panas kebanyakan jenis bajayang kita kenal. Diagaram fasa ini
dibatasi dengan komposisi karbon sampai 6,7%.Diagram fasa Fe-C sangat
penting di bidang metalurgi karena sangat bermanfaat didalam
menjelaskan perubahan-perubahan fasa Baja (paduan logam Fe-C). Baja
merupakan logam yang banyak dipakai di bidang teknik karena kekuatan
tarik yang tinggi dan keuletan yang baik. Paduan ini mempunyai sifat
mampu bentuk(formability) yang baik dan sifat-sifat mekaniknya dapat
diperbaiki dengan jalan perlakuan panas atau perlakuan mekanik. Fungsi
diagram fasa adalah memudahkan memilih temperatur pemanasan yang
sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik proses quenching,
normalizing, annealing, tempering dan holding time.
b. Gambar fasa dan penjelasan
1. Austenite

Gambar 5. 2 Gambar fasa austenite

Merupakan larutan padat intertisi antara karbon dan besi yang


mempunyai sel satuan FCC yang stabil pada temperatur
912°C.Sifat – sifatnya dan mempunya sifat tangguh
2. Martensite
Gambar 5. 3 Gambar fasa martensite
Struktur fasa martensite terbentuk pada baja karbon rendah sampai
sedang, atau baja dengan kandungan karbon kurang daripada 0,6
persen. Sedangkan plate martensite terbentuk pada baja karbon tinggi,
atau baja dengan kandungan karbon lebih daripada 0,6 persen. Untuk
mendapatkan struktur dengan fasa martensite, maka logam harus
melalui proses perlakuan panas dengan laju pendinginan yang cepat.
Untuk laju pendinginan yang cepat, biasanya digunakan air garam
yang memiliki densitas yang sangat tinggi.

3. Cementite
Gambar 5. 4 Gambar Cementite

Cementite terbentuk ketika batas kelarutan karbon dalam 𝛼-ferit


terlampaui di bawah 727°C (1341°F) (untuk komposisi dalam wilayah
fase 𝛼 + Fe3C). Fe3C juga hidup berdampingan dengan fase antara
727°C dan 1147°C (1341°F dan 2097°F). Secara mekanis, sementit
sangat keras dan rapuh; kekuatan dari beberapa baja meningkatk tajam
dengan kehadirannya.
4. Pearlite
Gambar 5. 5 Gambar fasa pearlite

Pearlite merupakan elektroid yang terdiri dari 2 fasa yaitu terit dan
sementit. Kedua fasa ini tersusun dari bentuk yang halus. Perlit hanya
dapat terjadi di bawah 723 C. Sifatnya kuat dan tahan terhadap korosi
serta kandungan karbonnya 0,83%.
5. Bainite

Gambar 5. 6 Gambar fasa bainite


Bainit merupakan fasa yang kurang stabil yang diperoleh dari austenit
pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur transformasi ke
perlit dan lebih tinggi dari transformasi ke martensit. Struktur ini
terbentuk ketika baja berada di sekitar 125-550 ° C. Selain itu, ia juga
terbentuk ketika austenit mendingin hingga melewati suhu di mana
struktur austenit tidak lagi stabil (secara termodinamik tidak stabil)
bila dibandingkan dengan ferrit atau sementit. Struktur bainit terutama
terdiri dari semen dan ferrit, dan ferrit ini kaya akan dislokasi.
c. Unsur Paduan
1. Unsur paduan yang dihasilkan media pendinginan air atau metode
quenching adalah fasa martensite. Fasa martensite memiliki tingkat
kekerasan tinggi karena media pendinginan air dapat mendinginkannya
dengan sangat cepat.
2. Unsur paduan yang dihasilkan media pendinginan oli atau metode
normalizing adalah fasa austenite. Fasa austenit memiliki tingkat
kekerasan namun tidak sekuat martensite. Hal ini disebabkan karena
media pendinginan oli tidak secepat air dalam mendinginkan spesimen
dikarena oli memiliki viskositas (kekentalan) yang tinggi.
3. Unsur paduan yang dihasilkan media pendinginan udara atau metode
pendinginan annealing adalah fasa pearlite yang memiliki tingkat
kekerasan paling lunak. Hal ini disebabkan karena media pendinginan
oli sangat lambat dalam mendinginkan spesimen.
d. Jenis-jenis heat treatment
Heat treatment terdiri dari beberapa jenis, yaitu quenching, normalizing,
annealing, tempering dan holding time. Namun faktor yang membedakan
struktur mikronya adalah kecepatan pemanasan dan kecepatan
pendinginan. Semakin cepat pendinginan maka semakin keras sebuah
material. Jika pendinginan terjadi lambat, maka material baja akan
menjadi baja yang memiliki struktur mikro yang lunak.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat pada praktikum kali ini adalah:
a. Struktur mikro menentukan tingkat kekerasan baja yang didapat dari
proses heat treatment.
b. Metode quenching merupakan metode yang tepat untuk mendapatkan baja
dengan tingkat kekerasan yang sangat tinggi dibandingkan dengan metode
annealing atau normalizing.
c. Kecepatan pendingin setelah pemanasan dapat mempengaruhi struktur
mikro yang didapat.
d. Dengan mengetahui struktur mikro sebuah material, maka kita dapat
menentukan kegunaan dari material tersebut.

6.2 Saran
a. Praktikan dijelaskan lebih rinci dalam menggunakan alat praktikum dan
diberikan kesempatan untuk menggunakan alat praktikum.
b. Praktikan diberikan waktu berdiskusi secara berkelompok setelah
melakukan observasi.
c. Memberikan kebebasan terhadap praktikan memilih spesimen yang akan
diuji
d. Memberikan arahan secara struktur dan tidak melewati satupun prosedur.
DAFTAR PUSTAKA

Almadani, M. I., & Siswanto, R. (2020). Proses Manufaktur Mesin Poles dan
Amplas Untuk Proses Metalografi. Jurnal Tugas Akhir Mahasiswa, 16.
Budianto, F. (2018). Tugas Diagram Fasa Fe-Fe3C Ilmu Bahan dan Pengerjaan
Logam. Surabaya: academi.edu.
ITERA, U. L. (2020). Modul Analisis Struktur Mikro. Lampung Selatan:
Laboratorium Teknik Mesin.
Pradipto, B., & Rasyid, A. H. (2018). Pengaruh Kecepatan Putar Mesin Grinding
dan Polish Terhadap Kualitas Benda Uji. Jurnal Rekayasa Mesin, 107.
Prof. Dr. Hazairin, S. (2012). Analisa Struktur Mikro pada Daerah Las dan HAZ
Hasil Pengelasan Shielded Metal Arc Welding (SMA W) pada Baja
Karbon Medium dan Quenching Air Laut. Jurnal Analisa Struktur Mikro,
3.
Saktisahdan, T. J. (2019). PENGARUH PROSES HEAT TREATMENT
TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO BAJA KARBON
RENDAH. Jurnal Laminar, Vol. 1 No. 1, 29.
Saputra, D. L. (2018). Analisis Struktur Mikro Logam Stainless Steel tipe SS 304
Di Instalasi KHIPSB3. Tangerang Selatan: Pusat Teknologi Limbah
Radioaktif – BATAN.
Sukaini, Tarkina, & Fandi. (2013). Teknik Las SMAW. Malang: Kemendikbud.
Zainuri, A., Setyawan, P. D., & Atmam, P. (2017). Analisa Kekerasan dan
Struktur Mikro Pada Baja AISI 1018 Akibat Proses Pack Carburizing
Dengan Variasi Konsentrasi Serbuk Cangkang Keong Emas. Mataram:
Universitas Mataram.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai