Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Logam merupakan salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan

manusia. Seiring dengan meningkatnya kemajuan zaman, kebutuhan akan logam


menjadi semakin tinggi. Seperti yang telah dilajari bahwa logam diperoleh dari
unsur logam dengan cara mereduksi mineral-mineral logam. Salah satu cara untuk
mengetahui kekerasan yang dimiliki oleh suatu material maka harus dilakukan
pengujian impak terhadap material tersebut. Metode pengujian untuk ketangguhan
dapat dilakukan dengan metode charpy atau izod. Metode yang dipilih disesuaikan
dengan standar pengujian yang dipakai.
Pengujian ini tergolong salah satu pengujian yang perlu dilakukan karena
untuk mengetahui nilai ketangguhan suatu logam maka dilakukanlah praktikum
pengujian impak terhadap suatu logam. Hal ini dimaksudkan agar praktikan
mengetahui tentang cara melakukan pengujian impak yang baik terhadap suatu
logam, dan diharapkan mampu menganalisa hasil dari pengujian impak yang telah
didapatkan.
1.2

Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari praktikum uji impak ini adalah untuk mengetahui

pengaruh temperatur terhadap harga impak (HI) dan sifat perpatahan berdasarkan
% (persen) patahan.
1.3

Batasan Masalah
Batasan masalah pada praktikum kali ini terdiri dari variabel bebas dan

variabel terikat. Variabel bebas terdiri dari tingkat temperatur yang bervariasi pada
masing-masing pengujian yakni antara lain pada temperatur 5 oC, 25oC, dan
1
100oC. Variabel terikatnya terdiri dari ukuran benda uji dan skala bandul yang
diterapkan.

1.4

Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada laporan praktikum ini terdiri dari lima bab.

Bab I terdiri dari latar belakang, tujuan, dan batasan masalah. Adapun bab II berisi
tentang teori dasar seputar materi yang berkaitan dengan modul praktikum. Bab
III berisi tentang diagram alir percobaan beserta prosedur percobaan. Bab IV
berisi tentang data hasil percobaan yang dirangkum dalam tabel serta pembahasan
data dan hasil percobaan. Bab V berisi tentang kesimpulan dan saran. Kemudian
bagian terakhir berisi tentang lampiran yang berisi tentang contoh perhitungan,
jawaban pertanyaan dan tugas khusus, gambar alat dan bahan praktikum, serta
blanko hasil percobaan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Metode Pengujian Impak


Kekuatan impak adalah salah satu kriteria penting dalam ilmu metalurgi.

Pengujian ini adalah untuk menentukan sifat perpatahan suatu logam, keuletan
maupun kegetasannya. Pada umumnya pengujian impak menggunakan batang
bertakik. Berbagai jenis pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk
menentukan kecenderungan bahan untuk bersifat getas. Dengan jenis uji ini dapat
diketahui perbedaan sifat bahan yang tidak teramati dalam uji tarik. Beberapa
kasus laju pembebanan tidak dapat ditetapkan dengan baik, maka oleh karena itu
perlu hati-hati dalam membandingkan hasil satu sama lain.
Hasil yang diperoleh dari uji batang bertakik tidak langsungsekaligus
memberikan besaran rancangan yang dibutuhkan, karena tidak mungkin
mengukur komponen tegangan tiga sumbu pada takik. Para peneliti perpatahan
getas logam telah menggunakan berbagai bentuk benda uji untuk pengujian impak
bertakik.
Secara umum harga impak (HI) didefinisikan sebagai perbandingan antara
energi yang digunakan untuk mematahkan bahan (U) dengan luas penampang sisa
setelah diberi takikan.
Proses Pengujian impak umumnya terdapat dua metoda percobaan, yaitu :
1.

Metoda Izod
Metode izod menggunakan batang impak kontiveler. Benda uji izod lazim
digunakan di Inggris, namun saat ini jarang digunakan. Benda uji izod mempunyai
penampang lintang bujursangkar atau lingkaran dan bertakik V di dekat ujung
yang dijepit.

2.

Metoda Charpy
Metoda Charpy menggunakan batang impak biasa, biasa digunakan di
Amerika Serikat. Benda uji Charpy mempunyai luas penampang lintang
bujursangkar (10 x 10 mm) dan mengandung takik V-45o, dengan jari-jari dasar
0,25 mm dan kedalaman + 2 mm. Benda uji diletakan pada tumpuan dalam posisi

Beban impa

mendatar dan bagian yang tak bertakik diberi beban impak dengan ayunan bandul
(kecepatan impak sekitar 16 ft/detik). Benda uji akan melengkung dan patah pada
laju regangan yang tinggi, kira-kira 103 detik-1.
Perbedaan cara pembebanan antara metoda izod dan metoda charpy,
ditunjukkan pada gambar 2.1.
3

Gambar II.1 Uji Impak Izod dan Charpy.


Pada uji impak kita mengukur energi yang diserap untuk mematahkan
benda uji. Setelah benda uji patah, bandul berayun kembali. Makin besar energi
yang diserap, makin rendah ayunan kembali dari bandul. Energi perpatahan yang
diserap biasanya dinyatakan dalam joule atau foot-pound dan dibaca langsung
pada skala petunjuk (dial) yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin
penguji.
Energi yang diperlukan untuk mematahkan benda uji Charpy sering kali
diberi tanda CV 25 ft-lb. Di Eropa hasil uji impak seringkali dinyatakan sebagai
energi yang diserap tiap satuan luas penampang lintang benda uji. Perlu diingat
bahwa energi perpatahan yang diukur dengan uji charpy hanyalah energi relatif
dan tidak bisa digunakan secara langsung dalam persamaan perancangan.
Pengukuran lain dari uji charpy yang biasanya dilakukan adalah
penelaahan permukaan patahan untuk menentukan jenis patahan yang terjadi;
patahan berserat (patahan geser), granular (patahan belah), atau campuran dari
keduanya. Bentuk patahan yang berbeda-beda ini dapat ditentukan dengan mudah,
walaupun pengamatan permukaan patahan tidak menggunakan perbesaran.

2.2

Pengujian Impak Charpy


Pengujian impak charpy mengukur energi yang diserap oleh laju regangan

tinggi perpatahan dari sebuah benda uji bertakik standar. Benda uji dipatahkan
dengan benturan dari sebuah palu pendulum yang berat, yang jatuh dari jarak
tetap (energi potensial yang konstan) untuk membentur benda uji dengan
kecepatan yang tetap (energi kinetik yang konstan). Bahan-bahan yang tangguh
(tough) menyerap banyak energi ketika dipatahkan dan bahan-bahan yang getas
(brittle) menyerap energi sangat sedikit [James Marrow, 2009]. Energi impak
yang diukur dengan pengujian charpy adalah usaha yang dilakukan untuk
mematahkan benda uji. Pada impak, spesimen berubah bentuk secara elastis
sampai peluluhan tercapai (deformasi plastis) dan sebuah zona plastis berkembang
pada takikan. Ketika pengujian dilanjutkan, perubahan spesimen oleh impak
menyebabkan usaha pada zona plastis mengeras. Hal ini meningkatkan tegangan
dan regangan pada zona plastis sampai spesimen patah. Energi impak total
tergantung pada ukuran dari benda uji, dan standar ukuran benda uji yang
digunakan untuk dibandingkan diantara bahan-bahan yang berbeda. Energi impak
dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti halnya:
1. Kekuatan peluluhan dan keuletan
2. Takikan
3. Suhu dan laju regangan
4. Mekanisme perpatahan
2.3

Kegagalan Material Pada Pengujian Impak


Faktor yang mempengaruhi kegagalan material pada pengujian impak

antara lain ialah sebagai berikut.


1. Notch
Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan
pada daerah yang lancip sehingga material lebih mudah patah. Selain itu
notch juga akan menimbulkan triaxial stress. Triaxial stress ini sangat
berbahaya karena tidak akan terjadi deformasi plastis dna menyebabkan

material menjadi getas. Sehingga tidak ada tanda-tanda bahwa material


akan mengalami kegagalan.
2. Temperatur
Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi
elektronnya yang semakin rendah, begitupun sebaliknya.
3. Strain rate
Jika pembebanan diberikan pada strain rate yang biasa-biasa saja, maka
material akan sempat mengalami deformasi plastis, karena pergerakan
atomnya (dislokasi). Dislokasi akan bergerak menuju ke batas butir lalu
kemudian patah. Namun pada uji impak, strain rate yang diberikan sangat
tinggi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak apalagi terjadi deformasi
plastis,sehingga material akan mengalami patah transgranular dengan
struktur patahan ditengah-tengah atom atau bagian bulan di batas butir
karena dislokasi tidak sempat gerak ke batas butir.
Pada baja dan aluminium terdapat perbedaan harga impak. Harga
impak baja lebih tinggi daripada aluminium menunjukkan bahwa
ketangguhan baja lebih tinggi jika dibandingkan dengan aluminium. Selain
temperatur, hal lain yang mempengaruhi harga impak suatu material
adalah kadar karbonnya. Material yang memiliki kadar karbon yang tinggi
akan lebih getas. Hal ini akan mempengaruhi harga impaknya dan
temperature transisi. Material yang memiliki kadar karbon tinggi akan
memiliki temperatur transisi yang lebih panjang jika dibandingkan dengan
material yang memiliki kadar karbon rendah. Temperatur transisi yang
berbeda-beda ini akan mempengaruhi ketahanan material terhadap
perubahan suhu. Material yang memiliki temperatur transisi rendah maka
material tersebut tidak akan tehan terhadap perubahan suhu.
Beberapa bahan dapat tiba-tiba menjadi getas dan patah karena perubahan
temperatur dan laju regangan, walaupun pada dasarnya logam tersebut liat. Gejala
ini biasa disebut transisi liat getas yang merupakan hal penting ditinjau dari
penggunaan praktis bahan. Patahan patah getas bersifat getas sempurna, yaitu
tanpa adanya deformasi plastis sama sekali, jadi berbeda dengan bidang slip biasa,

patah terjadi pada bidang kristalografi spesifik pada bidang pecahan. Permukaan
patah dari bidang pecahan mempunyai kilapan yang menunjukkan pola chevron
secara makrokospik pada arah yang menuju titik permulaan patah. Berikut adalah
gambar ilustrasi dari patahan yang terjadi pada benda uji impak.

Gambar II.2 Gambaran Patahan pada Benda Uji Impak

BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1

Diagram Alir Percobaan


Berikut adalah langkah-langkah percobaan yang disajikan dalam bentuk

diagram alir atau flowchart.


Menyiapkan 1 buah benda uji dengan ukuran standar (Pelat Kapal)
Meletakkan benda uji pada mesin uji impak Charpy

Mengatur bandul pada posisi skala 300 joule

Melepaskan bandul

Mencatat energi yang dibutuhkan untuk mematahkan benda uji

Mengamati dan mengukur bentuk patahan yang terjadi

Data
pengamatan
Pembahasan

Literatur

Kesimpulan

Gambar III.1 Diagram alir percobaan pengujian impak

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
1. Mesin uji impak Charpy
2. Penjepit spesimen
3. Jangka sorong
3.2.2 Bahan
1. Pelat kapal
3.3 Prosedur Percobaaan
1.
2.
3.
4.

Menyiapkan benda uji sesuai ukuran standar.


Mengatur bandul pada posisi skala 300 joule.
Meletakkan benda uji pada mesin uji impak Charpy.
Melepaskan bandul dan mencatat energy yang diserap untuk

mematahkan benda uji.


5. Mengamati dan mengukur bentuk patahan yang terjadi.

BAB IV

10

HASIL DAN PERCOBAAN


4.1

Hasil Percobaan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, berikut adalah data-data

hasil percobaan yang terangkum dalam bentuk tabel IV.1 berikut.


Tabel IV.1 Data Hasil Percobaan Pengujian Impak
N
o

Bahan

Luas

Suh

Penampang

(mm2)

(oC)

Harga
Energi

Impak

(Joule)

(J/mm2
)

Bentuk
Patahan
(%)

Pelat Kapal

80

25

106

1.325

41

Pelat Kapal

80

18

0.225

56

80

100

118

1.475

31

4.2

Pelat Kapal

Pembahasan
Pada percobaan kali ini praktikan melakukan pengujian untuk

menentukan tingkat ketangguhan dari sebuah sampel baja dari pelat kapal dengan
menghitung seberapa besar penyerapan energi yang berasal dari pembebanan
dinamis pendulum mesin uji impak. Pada praktikum kali ini beban impak
bergantung dari skala ketinggian pendulum yang diterapkan, dalam hal ini
digunakan skala ketinggian hingga 300 J. Luas penampang benda uji dalam
percobaan ini dihitung dengan mengalikan panjang antara ujung sampel dengan
sisi ujung takikan kemudian hasilnya dikalikan dengan tebal sampel uji, proses
pengujian dalam hal ini menggunakan jangka sorong. Berdasarkan percobaan uji
impak ini dapat diketahui bahwa variabel temperature akan mempengaruhi energi
yang diserap oleh benda uji dan harga impak dari benda uji tersebut. Selain untuk
mengetahui seberapa besar energi impak yang akan dihasilkan, dapat diketahui

11

pula jenis perpatahan apa yang terjadi pada sampel, uji apakah patah ulet atau
getas. Hasil percobaan dan hasil pengamatan karakteristik benda uji setelah
dikenai beban ini kemudian dibandingkan dengan berbagai rujukan teoritis seperti
diagram FATT dan lain-lain. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki
kemampuan menyerap beban kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau
terdeformasi dengan mudah.
Pada sampel uji sendiri terdapat takikan yang berfungsi antara lain agar saat
sampel uji diberikan pembebanan impak maka konsentrasi tegangan yang terjadi
dapat menjadi lebih terpusat pada daerah ini sehingga fungsi dari adanya takikakn
itu sendiri yaitu sebagai pusat atau awal adanya penjalaran perpatahan. Jika pada
sampel uji tidak terdapat takik, maka tumbukan yang diberikan akan
menyebabkan perpatahan sampel uji dapet terjadi secara tidak beraturan sehingga
10
dalam hal ini profil ketangguhan yang sesungguhnya pada sampel tidak akan
dapat ditentukan.
Pada percobaan ini sampel tidak diberikan perlakun panas apapun baik
dinaikkan temperature maupun diturunkan temperaturnya. Sampel berada pada
temperature kamar atau sekitar 250C. dapat dilihat dari table 4.1 bahwa pelat baja
ini mempunyai nilai medium diantara kedua sampel lainnya dalam hal harga
impak maupun energi yang diserap oleh spesimennya dengan nilai energy yang
diserap yaitu 106 Joule dan harga impak yaitu 1.325 J/mm2.

Gambar IV.1 Diagram FATT

12

Perubahan sifat baja atau spesimen benda uji karena pengaruh temperatur
dapat secara jelas dilihat dengan menggunakan acuan diagram FATT seperti pada
gambar diatas. Hal ini berkaitan erat dengan temperatur transisi, yakni titik
temperatur dimana sifat logam berubah dari ulet menjadi getas maupun
sebaliknya. Dengan terjadinya perubahan sifat tersebut maka tentu karakterisrik
perpatahan yang terjadi juga akan berbeda pada temperatur tinggi atau rendah.
Temperatur transisi ini bergantung pada berbagai hal, salah satunya aspek
metalurgi material, yaitu kadar karbon. Material dengan kadar karbon yang tinggi
akan bersifat semakin getas dan harga impaknya kecil sehingga temperatur
transisinya juga kecil. Temperatur transisi akan mempengaruhi ketahanan material
terhadap perubahan suhu. Jika temperatur transisinya kecil maka material tersebut
tidak tahan terhadap perubahan suhu. Setelah dilakukan proses pengujian
diperoleh bahwa energi impak pada sampel ialah sebesar 106 J dengan harga
impak 1.325 J/mm2 dengan karakteristik bentuk patahan getas. Untuk menjelaskan
hubungan antara temperature dengan data yang diperoleh, dapat dibuat kurva yang
menunjukkan hubungan antara temperatur dengan harga impak (HI).

13

Kurva Temperatur vs Harga Impak


1.6
1.4
1.2
1

Harga Impak (J/mm2) 0.8


0.6
0.4
0.2
0
0

20

40

60

80

100

120

Temperatur (oC)

Gambar IV.2 Kurva Temperatur vs Harga Impak


Berdasarkan kurva diatas dapat diambil suatu hubungan bahwa tingginya
temperatur proses memiliki harga impak yang lebih tinggi karena sampel akan
menyerap energi yang lebih besar dan menunjukkan bahwa material tersebut
mempunyai sifat mekanis yaitu ulet. Sedangkan dalam hal ini temperatur proses
yang rendah sekalipun (pada 5oC) menunjukkan nilai harga impak yang rendah.
Hal ini sesuai dengan kaidah secara teoritis dimana temperatur proses yang kecil
menyebabkan harga impak kecil karena spesimen menjadi getas dan tidak
terdeformasi akibat pembebanan. Data temperatur proses, energi impak, dan harga
impak yang telah didapatkan pada prarktikum kemudian dibandingkan dengan
data lain yang sudah ada. Data temperatur proses secara berturut-turut untuk
sampel baja pelat kapal pertama hingga ketiga (diperoleh dari data praktikum lain)

14

ialah 5oC dan 100oC dengan energi impaknya berturut-turut ialah 18 J dan 118 J
serta harga impaknya berturut-turut ialah 0.225 J/mm2 dan 1.475 J/mm2. Jika
ditinjau dari temperatur masing-masing proses terlihat bahwa akan didapat energi
impak yang diserap spesimen uji semakin rendah dengan semakin rendahnya
temperatur uji maupun sebaliknya.
60
50
40
30
20

Temperatur (0C)

10 Perpatahan (%)
Bentuk
0

25

100

Pe
ngaruh antara temperature dengan bentuk perpatahan yang didapat dapat dilihat
dari diagram IV.3 yang menunjukkan semakin tinggi temperature maka
perpatahan brittle yang diperoleh pun akan semakin sedikit begitu pula sebailknya
jika temperature semakin rendah maka patah brittle yang diperoleh akan semakin
besar.
Gambar IV.3 Grafik hubungan antara temperature dengan bentuk perpatahan
Berdasarkan grafik IV.3 dapat dilihat hubungan antara pengaruh temperature
dengan bentuk patahan yang terbentuk pada sampel. Setelah dilakukan percobaan
didapatkan data yaitu untuk sampel pada temperature 50C mempunyai bentuk
perpatahan yaitu 56% patah brittle dan 41 % patahan terbentuk ductile, untuk
sampel dengan temperature ruang atau 250C didapat bentuk perpatahan berupa
41% patah brittle dengan kandungan 56% patahan berupa ductile, sedangkan
untuk sampel dengan temperature 1000C mempunyai patahan berupa 31% patahan
brittle dan 69% patahan berupa ductile. Grafik ini menunjukkan bahwa adanya
hubungan yang erat antara temperature dengan bentuk perpatahan karena
temperature akan mempengaruhi temperature transisi yang nantinya akan

15

mengubah material ulet mengalami patah getas maupun sebaliknya material getas
yang mengalami patah ulet. Hal ini juga dapat menunjukan bahwa temperature
berbanding terbalik dengan bentuk perpatahan brittle yang terbentuk di material.
Dengan kata lain jika temperature semakin tinggi maka bentuk patah brittle akan
semakin sedikit sedangkan jika temperature semakin rendah maka patah brittle
yang terbentuk akan semakin banyak yang terbentuk.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat diambil

beberapa kesimpulan antara lain:


1. Temperatur sangat berpengaruh terhadap karakteristik dan sifat baja
hingga jenis perpatahannya ketika telah dikenai beban kejut. Semakin

16

rendah temperatur maka harga impak spesimen juga akan semakin


rendah begitu pula sebaliknya.
2. Pada sampel pertama mempunyai temperature 250C dengan nilai harga
impak 1.325 J/mm2 dan energy yang diserap yaitu 106 Joule serta bentuk
perpatahan yang terbentuk yaitu 41%. Pada sampel kedua mempunyai
temperature 50C dengan harga impak 0.225 J/mm2 dan energy yang
diserap specimen sebesar 18 Joule serta bentuk perpatahannya yaitu 56%
sedangkan untuk sampel ketiga mempunyai temperature yaitu 1000C
mempunyai harga impak 1.475 J/mm2 , energy yang diserap specimen
sebesar 118 Joule dan bentuk perpatahannya 31%
3. Bentuk perpatahan specimen hasil percobaan impak yaitu patah yang
didominasi oleh patah ulet yang perpatahannya mengikuti batas butir
sehingga perpatahnnya tampak tidak rata.
5.2

Saran
Beberapa saran terhadap jalannya praktikum yang telah dilakukan ialah

sebaiknya sampel uji ditambah agar praktikan dapat membandingkan secara


langsung pembebanan sampel pada berbagai temperatur proses yang bervariasi,
sehingga pengamatan perbandingan perpatahan yang terjadi juga bisa lebih
maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
14
Davis, H.E, dan G.E, Troxell, The Testing and Inspection of Engineering
Material, Mc. Graw-Hill, New York, 1964.
Avner, S.H., Introduction to Physical Metallurgy, Mc. Graw-Hill, New
York, 1964.
Buku panduan praktikum laboratorium metalurgi II, Fakultas Teknik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, cilegon, Banten, 2014.
Lakhtin, Y., Engineering Physical Metallurgy, MIR Published, Moscow,

17

1968.

15

18

LAMPIRAN

Lampiran A. Contoh Perhitungan


1. Luas penampang benda uji
16

A=pxL
8 x10 80
mm2

Dimana A = luas penampang benda uji (mm2)


P = panjang benda uji dari ujing takik hingga ujung satunya (mm)
L = tebal benda uji (mm)
2. Harga impak (HI)

19

Pada temperatur es (3C)


HI=

E
A

106
80

1.325 J /mm2
Dimana:
A : luas penampang benda uji (mm2)
E : energi yang diserap spesimen (Joule)
HI : harga impak (Joule/mm2)

Lampiran B. Jawaban Pertanyaan dan Tugas


B.1 Jawaban Pertanyaan
1. Sebutkan jenis-jenis metode pengujian impak! Berikan dan jelaskan gambaran
skematis, posisi sampel dan arah pembebanan saat pengujian!
Jawab :
Terdapat dua metode yang bisa dilakukan untuk pengujian impak yaitu :

20

a. Metode Izod
Metode izod menggunakan batang impak kontiveler. Benda uji izod lazim
digunakan di Inggris, namun saat ini jarang digunakan. Benda uji izod
mempunyai penampang lintang bujursangkar atau lingkaran dan bertakik V
di dekat ujung yang dijepit.
b. Metode Charpy
Metoda Charpy menggunakan batang impak biasa, biasa digunakan di
Amerika Serikat. Benda uji Charpy mempunyai luas penampang lintang
bujursangkar (10 x 10 mm) dan mengandung takik V-45 o, dengan jari-jari
dasar 0,25 mm dan kedalaman + 2 mm. Benda uji diletakan pada tumpuan
dalam posisi mendatar dan bagian yang tak bertakik diberi beban impak
dengan ayunan bandul (kecepatan impak sekitar 16 ft/detik). Benda uji Beban impak
akan melengkung dan patah pada laju regangan yang tinggi, kira-kira 10 3
detik-1.
Perbedaan cara pembebanan antara metoda izod dan metoda charpy,
ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar II.1 Uji Impak Izod dan Charpy.


2. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis patahan yang dapat dilihat pada sampel hasil
uji impak! Berikan ciri masing-masing dari jenis patahan!
Jawab :
Perpatahan yang dapat dilihat dari hasil pengujan impak ini terdapat tiga
macam, yaitu :
a. Perpatahan berserat (Fibrous fracture)

21

Perpatahan ini melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang Kristal


didalam bahan atau material yang ulet (ductile). Ditandai dengan
permukaan perpatahan berserat yang berbentuk dimple yang menyerap
cahya dan berpenanmpilan buram. Patahan jenis ini juga dapat diamati
dengan permukaannya yang kasar karena patahan ini mengikuti batas
butiran yang ada dalam material tersebut.
b. Perpatahan granular (Kristalin)
Dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir yang
rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang
mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi atau terlihat
mengkilap.
c. Perpatahan campuran (Berserat dan granular)
Perpatahan jenis ini merupakan patahan yang terbentuk dari kombinasi
kedua jenis patahan berserat dan granular.

3. Apa yang dimaksud dengan temperatur transisi uji impak? Jelaskan


hubungannya dengan perubahan sifat logam (ulet dang etas)
Jawab :
Kurva transisi ulet ke getas mencatat efek suhu pada energi perpatahan.
Energi impak pada umumnya menurun seiring menurunnya suhu dimana
kekuatan peluluhan meningkat dan kekuatan menurun. Sebuah transsisi yang
tajam dimana perubahan sejumlah besar energi untuk perubahan suhu yang
kecil, dapat terjadi ketika terdapat perubahan mekanisme perpatahan. Jika
bahan mempunyai transisi ulet ke getas yang tajam, kemudian suatu transisi
suhu dapat didefinisikan bahwa bahan tersebut ketangguhannya jelek. Ini dapat
digunakan sebagai panduan untuk penggunaan suhu yang minimum. Hal ini
sangat mudah terjadi pada bahan dengan transisi yang halus dari lingkungan
ulet ke getas.

22

Transisi suhu bisa didefinisikan dengan menggunakan energi impak ratarata antara nilai tertinggi dan nilai terendah. Suatu transisi suhu dapat juga
didefinisikan menggunakan ekspansilateral benda uji (suatu pengukuran
sejumlah deformasi plastis), atau perubahan dalam bentuk permukaan
perpatahan. Perbedaan pengukuran pada bahan yang sama tidak harus
memberikan transisi suhu yang sama.
Hubungan antara temperature transisi dengan perubahan sifat material
dapat diprediksi karena pada temperature tinggi material akan bersifat ulet
(ductile) sedangkan pada temperature rendah material akan bersifat getas atau
rapuh (brittle). Dasar pemikiran penggunaan kurva suhu peralihan terpusatkan
pada penentuan suhu, patah getas terendah pada leveltegangan elastis.
Sehingga, makin rendah temperature transisi maka akan makin besar
ketangguhan suatu material.
4. Sebutkan dan jelaskan kelebihan dan kekurangan uji impak dengan metode
Charpy dan metode Izod.
Jawab :
a. Metode Charpy
Metode Charpy lebih umum dilakukan karena lebih mudah diterapkan,
murah danpengujiannya dapat dilakukan pada suhu di bawah suhu ruang.
b. Metode Izod
Pada metode Izod,spesimen harus dipendam dalah posisi horizontal,
kemudian diberi rapid load dibagian diatas notch. Hal ini dinilai agak
merepotkan dalam pengujian, karenasuhu spesimen yang telah ditentukan
dapat mudah berubah akibat lamanya waktupemendama spesimen yang
akan mengakibatkan hasil pengujian yang tidak valid.
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan harga impak (HI) ! tuliskan dan jabarkan
rumus yang digunakan untuk menghitung harga impak (HI) dengan
berdasarkan energy potensial (energy sebelum tumbukan dan energy setelah
tumbukan).
Jawab :
Harga impak (HI) adalah energi yang diserap tiap satuan luas penampang
lintang spesimen uji. Harga impak didapat dengan persamaan.

23

HI=

E m. g .(h1 h2)
=
A
A

Dimana :
m = massa bandul pemukul
g

= percepatan gravitasi

h1 = beda tinggi pusat bandul & spesimen sebelum pemukulan


h2 = beda tinggi pusat bandul & spesimen setelah pemukulan
dengan,
h1, EM = EP1 = m.g.h1
h2, EM = EP2 = m.g.h2
sehingga EM = EP1 EP2
Persamaan di atas diperoleh dari hukum kekekalan mekanik, di mana
energimekanik pada posisi h1 merupakan murni energi potensial dari
pembeban.Sedangkan

pada

posisi h2,

energi

mekaniknya

merupakan

penjumlahan antaraenergi potensial di h2 dan energi yang diserap oleh spesimen.


Semakin banyak energi yang diserap berarti semakin besar harga impak
spesimen. Sebaliknyasemakin kecil energi yang diserap harga impak
spesimen menjadi semakin kecil.
6. Jelaskan faktor-faktor yang menentukan jenis patahan!
Jawab :
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi jenis patahan apakah ulet atau getas
yaitu :
a. Tegangan triaxial
b. Temperature
Patah getas disebabkan oleh temperatur rendah (di bawahtemperatur
transisi), sedangkan patah ulet disebabkan olehtemperatur tinggi (di atas
temperatur transisi).Temperatur transisiadalah rentang temperatur yang
menjadi batas daari sifat ulet dangetas suatu material.
c. Laju regangan atau laju pembebanan
Semakin tinggi laju pembebanan maka energi yang diserapsemakin kecil sehingga
mengakibatkan terjadinya patah getas
Tugas khusus

24

1. Jelaskan secara rinci perbedaan kurva Ductile Brittle Temperature Transition


(DBTT) dengan Fracture Appearance Temperatue Transition (FATT)!
Jawab :

Gambar B.1 Diagram FATT


Untuk melihat temperature transisi, kita bisa menggunakan kurva yang
disebut kurva FATT (fracture-appearence temperature transition). Pada kurva
FATT, plotting pada sumbu Y adalah energi yang dapat diserap material
sebelum patah. sedangkan untuk sumbu X, kurva tersebut menunjukkan
temperatur. Pada kurva tersebut memperlihatkan perilaku patah suatu material
ulet

pada

temperatur

tinggi

dan

getas

pada

temperature

rendah.

Bentuk serta posisi kurva FATT sangat penting dalam menentukan temperatur
transisi suatu material. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kurva FATT,
yaitu struktur kristal, atom interstisi, grain size, heat treatment, orientasi dari
spesimen dan ketebalan dari spesimen.

25

Gambar C.1 Jangka Sorong

Gambar C.2 Mesin Uji Impak

26

Gambar C.3 Spesimen uji impak

Anda mungkin juga menyukai