BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Logam merupakan salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari praktikum uji impak ini adalah untuk mengetahui
pengaruh temperatur terhadap harga impak (HI) dan sifat perpatahan berdasarkan
% (persen) patahan.
1.3
Batasan Masalah
Batasan masalah pada praktikum kali ini terdiri dari variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebas terdiri dari tingkat temperatur yang bervariasi pada
masing-masing pengujian yakni antara lain pada temperatur 5 oC, 25oC, dan
1
100oC. Variabel terikatnya terdiri dari ukuran benda uji dan skala bandul yang
diterapkan.
1.4
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada laporan praktikum ini terdiri dari lima bab.
Bab I terdiri dari latar belakang, tujuan, dan batasan masalah. Adapun bab II berisi
tentang teori dasar seputar materi yang berkaitan dengan modul praktikum. Bab
III berisi tentang diagram alir percobaan beserta prosedur percobaan. Bab IV
berisi tentang data hasil percobaan yang dirangkum dalam tabel serta pembahasan
data dan hasil percobaan. Bab V berisi tentang kesimpulan dan saran. Kemudian
bagian terakhir berisi tentang lampiran yang berisi tentang contoh perhitungan,
jawaban pertanyaan dan tugas khusus, gambar alat dan bahan praktikum, serta
blanko hasil percobaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengujian ini adalah untuk menentukan sifat perpatahan suatu logam, keuletan
maupun kegetasannya. Pada umumnya pengujian impak menggunakan batang
bertakik. Berbagai jenis pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk
menentukan kecenderungan bahan untuk bersifat getas. Dengan jenis uji ini dapat
diketahui perbedaan sifat bahan yang tidak teramati dalam uji tarik. Beberapa
kasus laju pembebanan tidak dapat ditetapkan dengan baik, maka oleh karena itu
perlu hati-hati dalam membandingkan hasil satu sama lain.
Hasil yang diperoleh dari uji batang bertakik tidak langsungsekaligus
memberikan besaran rancangan yang dibutuhkan, karena tidak mungkin
mengukur komponen tegangan tiga sumbu pada takik. Para peneliti perpatahan
getas logam telah menggunakan berbagai bentuk benda uji untuk pengujian impak
bertakik.
Secara umum harga impak (HI) didefinisikan sebagai perbandingan antara
energi yang digunakan untuk mematahkan bahan (U) dengan luas penampang sisa
setelah diberi takikan.
Proses Pengujian impak umumnya terdapat dua metoda percobaan, yaitu :
1.
Metoda Izod
Metode izod menggunakan batang impak kontiveler. Benda uji izod lazim
digunakan di Inggris, namun saat ini jarang digunakan. Benda uji izod mempunyai
penampang lintang bujursangkar atau lingkaran dan bertakik V di dekat ujung
yang dijepit.
2.
Metoda Charpy
Metoda Charpy menggunakan batang impak biasa, biasa digunakan di
Amerika Serikat. Benda uji Charpy mempunyai luas penampang lintang
bujursangkar (10 x 10 mm) dan mengandung takik V-45o, dengan jari-jari dasar
0,25 mm dan kedalaman + 2 mm. Benda uji diletakan pada tumpuan dalam posisi
Beban impa
mendatar dan bagian yang tak bertakik diberi beban impak dengan ayunan bandul
(kecepatan impak sekitar 16 ft/detik). Benda uji akan melengkung dan patah pada
laju regangan yang tinggi, kira-kira 103 detik-1.
Perbedaan cara pembebanan antara metoda izod dan metoda charpy,
ditunjukkan pada gambar 2.1.
3
2.2
tinggi perpatahan dari sebuah benda uji bertakik standar. Benda uji dipatahkan
dengan benturan dari sebuah palu pendulum yang berat, yang jatuh dari jarak
tetap (energi potensial yang konstan) untuk membentur benda uji dengan
kecepatan yang tetap (energi kinetik yang konstan). Bahan-bahan yang tangguh
(tough) menyerap banyak energi ketika dipatahkan dan bahan-bahan yang getas
(brittle) menyerap energi sangat sedikit [James Marrow, 2009]. Energi impak
yang diukur dengan pengujian charpy adalah usaha yang dilakukan untuk
mematahkan benda uji. Pada impak, spesimen berubah bentuk secara elastis
sampai peluluhan tercapai (deformasi plastis) dan sebuah zona plastis berkembang
pada takikan. Ketika pengujian dilanjutkan, perubahan spesimen oleh impak
menyebabkan usaha pada zona plastis mengeras. Hal ini meningkatkan tegangan
dan regangan pada zona plastis sampai spesimen patah. Energi impak total
tergantung pada ukuran dari benda uji, dan standar ukuran benda uji yang
digunakan untuk dibandingkan diantara bahan-bahan yang berbeda. Energi impak
dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti halnya:
1. Kekuatan peluluhan dan keuletan
2. Takikan
3. Suhu dan laju regangan
4. Mekanisme perpatahan
2.3
patah terjadi pada bidang kristalografi spesifik pada bidang pecahan. Permukaan
patah dari bidang pecahan mempunyai kilapan yang menunjukkan pola chevron
secara makrokospik pada arah yang menuju titik permulaan patah. Berikut adalah
gambar ilustrasi dari patahan yang terjadi pada benda uji impak.
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1
Melepaskan bandul
Data
pengamatan
Pembahasan
Literatur
Kesimpulan
BAB IV
10
Hasil Percobaan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, berikut adalah data-data
Bahan
Luas
Suh
Penampang
(mm2)
(oC)
Harga
Energi
Impak
(Joule)
(J/mm2
)
Bentuk
Patahan
(%)
Pelat Kapal
80
25
106
1.325
41
Pelat Kapal
80
18
0.225
56
80
100
118
1.475
31
4.2
Pelat Kapal
Pembahasan
Pada percobaan kali ini praktikan melakukan pengujian untuk
menentukan tingkat ketangguhan dari sebuah sampel baja dari pelat kapal dengan
menghitung seberapa besar penyerapan energi yang berasal dari pembebanan
dinamis pendulum mesin uji impak. Pada praktikum kali ini beban impak
bergantung dari skala ketinggian pendulum yang diterapkan, dalam hal ini
digunakan skala ketinggian hingga 300 J. Luas penampang benda uji dalam
percobaan ini dihitung dengan mengalikan panjang antara ujung sampel dengan
sisi ujung takikan kemudian hasilnya dikalikan dengan tebal sampel uji, proses
pengujian dalam hal ini menggunakan jangka sorong. Berdasarkan percobaan uji
impak ini dapat diketahui bahwa variabel temperature akan mempengaruhi energi
yang diserap oleh benda uji dan harga impak dari benda uji tersebut. Selain untuk
mengetahui seberapa besar energi impak yang akan dihasilkan, dapat diketahui
11
pula jenis perpatahan apa yang terjadi pada sampel, uji apakah patah ulet atau
getas. Hasil percobaan dan hasil pengamatan karakteristik benda uji setelah
dikenai beban ini kemudian dibandingkan dengan berbagai rujukan teoritis seperti
diagram FATT dan lain-lain. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki
kemampuan menyerap beban kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau
terdeformasi dengan mudah.
Pada sampel uji sendiri terdapat takikan yang berfungsi antara lain agar saat
sampel uji diberikan pembebanan impak maka konsentrasi tegangan yang terjadi
dapat menjadi lebih terpusat pada daerah ini sehingga fungsi dari adanya takikakn
itu sendiri yaitu sebagai pusat atau awal adanya penjalaran perpatahan. Jika pada
sampel uji tidak terdapat takik, maka tumbukan yang diberikan akan
menyebabkan perpatahan sampel uji dapet terjadi secara tidak beraturan sehingga
10
dalam hal ini profil ketangguhan yang sesungguhnya pada sampel tidak akan
dapat ditentukan.
Pada percobaan ini sampel tidak diberikan perlakun panas apapun baik
dinaikkan temperature maupun diturunkan temperaturnya. Sampel berada pada
temperature kamar atau sekitar 250C. dapat dilihat dari table 4.1 bahwa pelat baja
ini mempunyai nilai medium diantara kedua sampel lainnya dalam hal harga
impak maupun energi yang diserap oleh spesimennya dengan nilai energy yang
diserap yaitu 106 Joule dan harga impak yaitu 1.325 J/mm2.
12
Perubahan sifat baja atau spesimen benda uji karena pengaruh temperatur
dapat secara jelas dilihat dengan menggunakan acuan diagram FATT seperti pada
gambar diatas. Hal ini berkaitan erat dengan temperatur transisi, yakni titik
temperatur dimana sifat logam berubah dari ulet menjadi getas maupun
sebaliknya. Dengan terjadinya perubahan sifat tersebut maka tentu karakterisrik
perpatahan yang terjadi juga akan berbeda pada temperatur tinggi atau rendah.
Temperatur transisi ini bergantung pada berbagai hal, salah satunya aspek
metalurgi material, yaitu kadar karbon. Material dengan kadar karbon yang tinggi
akan bersifat semakin getas dan harga impaknya kecil sehingga temperatur
transisinya juga kecil. Temperatur transisi akan mempengaruhi ketahanan material
terhadap perubahan suhu. Jika temperatur transisinya kecil maka material tersebut
tidak tahan terhadap perubahan suhu. Setelah dilakukan proses pengujian
diperoleh bahwa energi impak pada sampel ialah sebesar 106 J dengan harga
impak 1.325 J/mm2 dengan karakteristik bentuk patahan getas. Untuk menjelaskan
hubungan antara temperature dengan data yang diperoleh, dapat dibuat kurva yang
menunjukkan hubungan antara temperatur dengan harga impak (HI).
13
20
40
60
80
100
120
Temperatur (oC)
14
ialah 5oC dan 100oC dengan energi impaknya berturut-turut ialah 18 J dan 118 J
serta harga impaknya berturut-turut ialah 0.225 J/mm2 dan 1.475 J/mm2. Jika
ditinjau dari temperatur masing-masing proses terlihat bahwa akan didapat energi
impak yang diserap spesimen uji semakin rendah dengan semakin rendahnya
temperatur uji maupun sebaliknya.
60
50
40
30
20
Temperatur (0C)
10 Perpatahan (%)
Bentuk
0
25
100
Pe
ngaruh antara temperature dengan bentuk perpatahan yang didapat dapat dilihat
dari diagram IV.3 yang menunjukkan semakin tinggi temperature maka
perpatahan brittle yang diperoleh pun akan semakin sedikit begitu pula sebailknya
jika temperature semakin rendah maka patah brittle yang diperoleh akan semakin
besar.
Gambar IV.3 Grafik hubungan antara temperature dengan bentuk perpatahan
Berdasarkan grafik IV.3 dapat dilihat hubungan antara pengaruh temperature
dengan bentuk patahan yang terbentuk pada sampel. Setelah dilakukan percobaan
didapatkan data yaitu untuk sampel pada temperature 50C mempunyai bentuk
perpatahan yaitu 56% patah brittle dan 41 % patahan terbentuk ductile, untuk
sampel dengan temperature ruang atau 250C didapat bentuk perpatahan berupa
41% patah brittle dengan kandungan 56% patahan berupa ductile, sedangkan
untuk sampel dengan temperature 1000C mempunyai patahan berupa 31% patahan
brittle dan 69% patahan berupa ductile. Grafik ini menunjukkan bahwa adanya
hubungan yang erat antara temperature dengan bentuk perpatahan karena
temperature akan mempengaruhi temperature transisi yang nantinya akan
15
mengubah material ulet mengalami patah getas maupun sebaliknya material getas
yang mengalami patah ulet. Hal ini juga dapat menunjukan bahwa temperature
berbanding terbalik dengan bentuk perpatahan brittle yang terbentuk di material.
Dengan kata lain jika temperature semakin tinggi maka bentuk patah brittle akan
semakin sedikit sedangkan jika temperature semakin rendah maka patah brittle
yang terbentuk akan semakin banyak yang terbentuk.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat diambil
16
Saran
Beberapa saran terhadap jalannya praktikum yang telah dilakukan ialah
DAFTAR PUSTAKA
14
Davis, H.E, dan G.E, Troxell, The Testing and Inspection of Engineering
Material, Mc. Graw-Hill, New York, 1964.
Avner, S.H., Introduction to Physical Metallurgy, Mc. Graw-Hill, New
York, 1964.
Buku panduan praktikum laboratorium metalurgi II, Fakultas Teknik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, cilegon, Banten, 2014.
Lakhtin, Y., Engineering Physical Metallurgy, MIR Published, Moscow,
17
1968.
15
18
LAMPIRAN
A=pxL
8 x10 80
mm2
19
E
A
106
80
1.325 J /mm2
Dimana:
A : luas penampang benda uji (mm2)
E : energi yang diserap spesimen (Joule)
HI : harga impak (Joule/mm2)
20
a. Metode Izod
Metode izod menggunakan batang impak kontiveler. Benda uji izod lazim
digunakan di Inggris, namun saat ini jarang digunakan. Benda uji izod
mempunyai penampang lintang bujursangkar atau lingkaran dan bertakik V
di dekat ujung yang dijepit.
b. Metode Charpy
Metoda Charpy menggunakan batang impak biasa, biasa digunakan di
Amerika Serikat. Benda uji Charpy mempunyai luas penampang lintang
bujursangkar (10 x 10 mm) dan mengandung takik V-45 o, dengan jari-jari
dasar 0,25 mm dan kedalaman + 2 mm. Benda uji diletakan pada tumpuan
dalam posisi mendatar dan bagian yang tak bertakik diberi beban impak
dengan ayunan bandul (kecepatan impak sekitar 16 ft/detik). Benda uji Beban impak
akan melengkung dan patah pada laju regangan yang tinggi, kira-kira 10 3
detik-1.
Perbedaan cara pembebanan antara metoda izod dan metoda charpy,
ditunjukkan pada gambar 2.1.
21
22
Transisi suhu bisa didefinisikan dengan menggunakan energi impak ratarata antara nilai tertinggi dan nilai terendah. Suatu transisi suhu dapat juga
didefinisikan menggunakan ekspansilateral benda uji (suatu pengukuran
sejumlah deformasi plastis), atau perubahan dalam bentuk permukaan
perpatahan. Perbedaan pengukuran pada bahan yang sama tidak harus
memberikan transisi suhu yang sama.
Hubungan antara temperature transisi dengan perubahan sifat material
dapat diprediksi karena pada temperature tinggi material akan bersifat ulet
(ductile) sedangkan pada temperature rendah material akan bersifat getas atau
rapuh (brittle). Dasar pemikiran penggunaan kurva suhu peralihan terpusatkan
pada penentuan suhu, patah getas terendah pada leveltegangan elastis.
Sehingga, makin rendah temperature transisi maka akan makin besar
ketangguhan suatu material.
4. Sebutkan dan jelaskan kelebihan dan kekurangan uji impak dengan metode
Charpy dan metode Izod.
Jawab :
a. Metode Charpy
Metode Charpy lebih umum dilakukan karena lebih mudah diterapkan,
murah danpengujiannya dapat dilakukan pada suhu di bawah suhu ruang.
b. Metode Izod
Pada metode Izod,spesimen harus dipendam dalah posisi horizontal,
kemudian diberi rapid load dibagian diatas notch. Hal ini dinilai agak
merepotkan dalam pengujian, karenasuhu spesimen yang telah ditentukan
dapat mudah berubah akibat lamanya waktupemendama spesimen yang
akan mengakibatkan hasil pengujian yang tidak valid.
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan harga impak (HI) ! tuliskan dan jabarkan
rumus yang digunakan untuk menghitung harga impak (HI) dengan
berdasarkan energy potensial (energy sebelum tumbukan dan energy setelah
tumbukan).
Jawab :
Harga impak (HI) adalah energi yang diserap tiap satuan luas penampang
lintang spesimen uji. Harga impak didapat dengan persamaan.
23
HI=
E m. g .(h1 h2)
=
A
A
Dimana :
m = massa bandul pemukul
g
= percepatan gravitasi
pada
posisi h2,
energi
mekaniknya
merupakan
24
pada
temperatur
tinggi
dan
getas
pada
temperature
rendah.
Bentuk serta posisi kurva FATT sangat penting dalam menentukan temperatur
transisi suatu material. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kurva FATT,
yaitu struktur kristal, atom interstisi, grain size, heat treatment, orientasi dari
spesimen dan ketebalan dari spesimen.
25
26