Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan produk baja di dunia semakin berkembang.

Sehingga memaksa kita untuk selalu mengembangkan konsep-konsep ilmu yang


telah ada, seperti bagaimana mendapatkan suatu baja dengan sifat kekerasan dan
ketangguhan yang baik. Berdasarkan fenomena yang ada bahwa nilai kekerasan
pasti berbanding terbalik dengan nilai ketangguhan, oleh karena itu perlu adanya
penelitian lebih lanjut tentang hal tersebut. Seperti yang telah kita ketahui bahwa
fenomena tenggelamnya kapal titanic membuat orang-orang pada masa itu
tercengang, karena kapal itu telah dibuat dan dirangkai sedemikian rupa dengan
kualitas baja yang luar biasa, tetapi ada satu hal yang penting yang terlupakan
oleh pabrik manufaktur pembuat kapal tersebut.
Setelah adanya tragedi tersebut, suatu program penelitian yang luas telah
dilakukan, sebagai usaha untuk mendapatkan penyebab kegagalan tersebut dan
menemukan cara-cara pencegahannya. Didapatkanlah sebuah fakta bahwa suatu
baja dapat berubah menjadi getas bila berada dalam temperatur tertentu. Di
samping penelitian untuk menemukan jawaban persoalan yang mendesak tadi,
dilakukan pula penelitian untuk lebih memahami mekanisme patah getas dan
kegagalan secara umum.
Kegagalan fungsi logam pada kapal terutama terjadi pada sambungan las,
untuk beberapa lama teknik pengelasan dianggap tidak cocok untuk kondisi
dimana terdapat kemungkinan perpatahan las. Namun, diperlukan pengendalian
mutu yang baik untuk mencegah terjadinya cacat pengelasan yang dapat berfungsi
sebagai takik atau pemertinggi tegangan. Terdapat 3 (tiga) buah faktor dasar yang
mendukung terjadinya patah jenis pembelahan getas. Ketiga faktor tersebut
adalah:
1. Keadaan tegangan tiga sumbu.
2. Suhu rendah.

3. Laju regangan yang tinggi atau pembebanan yang tinggi atau laju
pembebanan yang cepat.
Ketiga faktor tersebut tidak perlu ada secara bersamaan pada waktu terjadi
patah getas. Sebagian besar peristiwa kegagalan getas disebabkan oleh keadaan
tegangan tiga sumbu, seperti terdapat pada takik, dan oleh sumbu rendah.
Akan tetapi, kedua penyebab tersebut akan lebih menonjol apabila terdapat
laju pembebanan yang tinggi, dan untuk menentukan kepekaan bahan terhadap
patah getas, seringkali digunakan pengujian impak.
Oleh karena itu, kita sebagai mahasiswa metalurgi yang tahu akan kondisi
dari suatu material baja harus banyak melakukan penelitian tentang karakteristik
baja, oleh karena itu pada laboratorium metalurgi dilakukan beberapa pengujian
untuk mengetahui sifat perpatahan dari logam, diantaranya yaitu dengan uji
impak.
1.2

Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari praktikum uji impak ini adalah untuk mengetahui

pengaruh temperatur terhadap harga impak (HI) dan sifat perpatahan berdasarkan
% (persen) patahan.
1.3

Batasan Masalah
Batasan masalah pada praktikum kali ini terdiri dari variabel bebas dan

variabel terikat. Variabel bebas terdiri dari tingkat temperatur yang bervariasi pada
masing-masing pengujian yakni antara lain pada temperatur 0 oC, 25oC, dan 50oC.
Variabel terikatnya terdiri dari ukuran benda uji dan skala bandul yang diterapkan.
1.4

Sistematika Penulisan
Penulisan laporan ini dibagi menjadi lima bab, dimana Bab I berisikan

tentang pendahuluan yang di dalamnya terdapat latar belakang, tujuan percobaan,


batasan masalah, serta sistematika penulisan. Bab II menjelaskan tentang tinjauan
pustaka. Bab III menjelaskan mengenai metode penelitian dimana didalamnya
terdapat diagram alir, alat dan bahan yang digunakan serta prosedur percobaan.
Bab IV menjelaskan tentang data percobaan dan pembahasan. Bab V menjelaskan

tentang kesimpulan yang didapat dari percobaan. Kemudian pada bagian akhir
terdapat daftar pustaka, lampiran (lampiran contoh perhitungan, gambar alat dan
bahan, jawaban pertanyaan dan tugas khusus) serta blanko percobaan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Uji Impak
Pengujian impak digunakan untuk menguji kecenderungan suatu material

untuk bersifat getas. Spesimen yang diberi notch (takikan) menerima beban secara
tibatiba (rapid loading). Pada pembebanan cepat ini, terjadi proses penyerapan
energy yang besar dari energy kinetic suatu beban yang menumbuk ke spesimen.
Sejarah dilakukannya pengujian ini adalah karena hasil uji tarik yang biasa
digunakan untuk mengetahui sifat material tidak dapat memprediksi secara tepat
perilaku patah dari material. [Astrid Parama, 2007]
Kekuatan impak adalah salah satu kriteria penting dalam ilmu metalurgi.
Pengujian ini adalah untuk menentukan sifat perpatahan suatu logam, keuletan
maupun kegetasannya. Pada umumnya pengujian impak menggunakan batang
bertakik. Berbagai jenis pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk
menentukan kecenderungan bahan untuk bersifat getas. Dengan jenis uji ini dapat
diketahui perbedaan sifat bahan yang tidak teramati dalam uji tarik. Beberapa
kasus laju pembebanan tidak dapat ditetapkan dengan baik, maka oleh karena itu
perlu hati-hati dalam membandingkan hasil satu sama lain.
Hasil yang diperoleh dari uji batang bertakik tidak langsung sekaligus
memberikan besaran rancangan yang dibutuhkan, karena tidak mungkin
mengukur komponen tegangan tiga sumbu pada takik. Para peneliti perpatahan
getas logam telah menggunakan berbagai bentuk benda uji untuk pengujian impak
bertakik.
Secara umum harga impak (HI) didefinisikan sebagai perbandingan antara
energi yang digunakan untuk mematahkan bahan (U) dengan luas penampang sisa
lintang spesimen uji. Harga impak didapat dengan persamaan[Avner, 1964] :
HI=
.(1)

E mg(h1 h2)
=
................................................................................
A
A

Keterangan :
m = massa bandul pemukul
g = percepatan gravitasi
h1 = beda tinggi pusat bandul & spesimen sebelum pemukulan
h2 = beda tinggi pusat bandul & spesimen setelah pemukulan
A = luas penampang lintang spesimen uji
Semakin banyak energi yang diserap berarti semakin besar harga impak
spesimen. Sebaliknya semakin kecil energi yang diserap harga impak spesimen
menjadi semakin kecil. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga impak antara lain
1.
2.
3.
4.

Temperatur
Jenis material uji
Lajupembebananimpak
Triaxial stress

Untuk menentukan sifat perpatahan, keuletan dan kegetasan suatu logam,


maka dapat dilakukan suatu pengujian yang biasa disebut dengan uji impak. Pada
umumnya pengujian impak ini menggunakan batang bertakik. Dengan pengujian
impak ini kita dapat mengetahui perbedaan sifat bahan yang tidak teramati dalam
uji tarik. Para peneliti kepatahan getas logam telah menggunakan bebagai bentuk
benda uji untuk pengujian impak bertakik.
Pengujian impak dilakukan dengan menggunakan dua metode standar
yaitu metode charpy dan izod. Metode charpy v notch (CVN) banyak digunakan
di Amerika sedangkan metode izod banyak digunakan di Inggris (Eropa).Secara
umum benda uji telah dikelompokkan ke dalam dua golongan standar. Kita telah
mengenal dua metode percobaan impak, antara lain:
1. Metoda Charpy
Batang impak biasa, banyak di gunakan di Amerika Serikat. Benda uji
charpy mempunyai luas penampang lintang bujursangkar (10 x 10 mm)
dan mengandung takik V-45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan
kedalaman 2 mm. Benda uji diletakan pada tumpuan dalam posisi
mendatar dan bagian yang tak bertakik diberi beban impak dengan
ayunan bandul (kecepatan impak sekitar 16 ft/detik). Benda uji akan

melengkung dan patah pada laju regangan yang tinggi, kira-kira 103
detik-1.
2. Metoda Izod
Dengan batang impak kontiveler. Benda uji izodlazim digunakan di
Inggris, namun saat ini jarang digunakan. Benda uji izod mempunyai
penampang lintang bujursangkar atau lingkaran dan bertakik V di dekat
ujung yang dijepit.
Perbedaan antara metoda charpy dengan Metoda izod perbedaan yang
sangat jelas antara Metoda charpy dengan metoda izod adalah peletakan bahan uji
dan arah beban impaknya. Apabila pada charpy bahan uji diletakkan mendatar
(horizontal) dan beban impak datang dari arah belakang takik, maka pada Metoda
izod bahan uji diletakkan dengan posos berdiri tegak (vertikal) dan beban impak
datang dari arah depan takik.
Metode charpy lebih umum dilakukan karena lebih mudah diterapkan,
murah dan pengujiannya dapat dilakukan pada suhu di bawah suhu ruang. Pada
metode izod, spesimen harus dipendam dalam posisi horizontal, kemudian diberi
rapid load dibagian diatas notch. Hal ini dinilai agak merepotkan dalam
pengujian, karena suhu spesimen yang telah ditentukan dapat mudah berubah
akibat lamanya waktu pemendama spesimen yang akan mengakibatkan hasil
pengujian yang tidak valid.
Pengukuran lain dari uji charpy yang biasanya dilakukan adalah
penelaahan permukaan patahan untuk menentukan jenis patahan yang terjadi;
patahan berserat (patahan geser), granular (patahan belah) atau campuran dari
keduanya. Bentuk patahan yang berbeda-beda ini dapat ditentukan dengan mudah,
walaupun pengamatan permukaan patahan tidak menggunakan perbesaran. Facet
permukaan patahan belah yang datar memperlihatkan daya pemantul cahaya yang
tinggi serta penampilan yang berkilat.
Sementara permukaan patahan ulet berserat yang berbentuk dimple
menyerap cahaya serta penampilan yang buram. Biasanya dibuat suatu perkiraan
berapa persen (%) patahan permukaan yang terjadi berupa patahan belah atau
serat.

Memperlihatkan perubahan permukaan patahan sejalan dengan naiknya


suhu serta persen perpatahannya. Patahan berbentuk serat, pertama kali tampak di
sekitar permukaan luar dari benda uji (tepi geseran) di mana kendala trisumbu
(triaksial) berakhir. Minimal pengukuran jenis ketiga yaitu pengukuran keuletan
dalam bentuk persen pengkerutan benda uji pada takik, kadang-kadang dilakukan
pula pada uji charpy.
2.2

Ukuran Benda Uji Impak


Untuk mendapatkan hasil yang representatif, maka batang uji harus

distandarkan baik ukuran dan tipe takikannya. Benda uji atau spesimen harus
benar-benar telah dikerjakan dengan baik dengan ketentuan kehalusan tertentu.
Bahkan selama preparasi spesimen uji impact, material tidak boleh mengalami
pengaruh deformasi maupun pengaruh pengerjaan panas.
Ukuran dan tipe takikan yang digunakan untuk uji impact. Beberapa tipe
takikan spesimen uji impact metoda charpy yaitu tipe (A, B dan C) dapat dilihat
pada Gambar 5 pada gambar terlihat ada tiga tipe spesimen yaitu : tipe A atau V
(V notch), tipe B atau lubang kunci (key notch) dan tipe C atau U (U notch).
2.3 Pengujian Impak Charpy
Pengujian impak charpy mengukur energi yang diserap oleh laju regangan
tinggi perpatahan dari sebuah benda uji bertakik standar. Benda uji dipatahkan
dengan benturan dari sebuah palu pendulum yang berat, yang jatuh dari jarak
tetap (energi potensial yang konstan) untuk membentur benda uji dengan
kecepatan yang tetap (energi kinetik yang konstan). Bahan-bahan yang tangguh
(tough) menyerap banyak energi ketika dipatahkan dan bahan-bahan yang getas
(brittle) menyerap energi sangat sedikit [James Marrow, 2009]. Energi impak
yang diukur dengan pengujian charpy adalah usaha yang dilakukan untuk
mematahkan benda uji. Pada impak, spesimen berubah bentuk secara elastis
sampai peluluhan tercapai (deformasi plastis) dan sebuah zona plastis berkembang
pada takikan. Ketika pengujian dilanjutkan, perubahan spesimen oleh impak
menyebabkan usaha pada zona plastis mengeras.Hal ini meningkatkan tegangan
dan regangan pada zona plastis sampai spesimen patah. Energi impak total

tergantung pada ukuran dari benda uji, dan standar ukuran benda uji yang
digunakan untuk dibandingkan diantara bahan-bahan yang berbeda. Energi impak
dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti halnya:
1. Kekuatan peluluhan dan keuletan
2. Takikan
3. Suhu dan laju regangan
4. Mekanisme perpatahan
2.4.

Kegagalan Material Pada Pengujian Impak


Faktor yang mempengaruhi kegagalan material pada pengujian impak

antara lain ialah sebagai berikut.


1. Notch
Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan
pada daerah yang lancip sehingga material lebih mudah patah. Selain itu
notch juga akan menimbulkan triaxial stress. Triaxialstress ini sangat
berbahaya karena tidak akan terjadi deformasi plastis dna menyebabkan
material menjadi getas. Sehingga tidak ada tanda-tanda bahwa material
akan mengalami kegagalan.
2. Temperatur
Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi
elektronnya yang semakin rendah, begitupun sebaliknya.
3. Strain rate
Jika pembebanan diberikan pada strain rate yang biasa-biasa saja, maka
material akan sempat mengalami deformasi plastis, karena pergerakan
atomnya (dislokasi). Dislokasi akan bergerak menuju ke batas butir lalu
kemudian patah. Namun pada uji impak,strain rate yang diberikan sangat
tinggi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak apalagi terjadi deformasi
plastis,sehingga material akan mengalami patah transgranular dengan
struktur patahan ditengah-tengah atom atau bagian bulan di batas butir
karena dislokasi tidak sempat gerak ke batas butir.

Pada baja dan aluminium terdapat perbedaan harga impak.Harga


impak baja lebih tinggi daripada aluminium menunjukkan bahwa
ketangguhan baja lebih tinggi jika dibandingkan dengan aluminium. Selain
temperatur, hal lain yang mempengaruhi harga impak suatu material
adalah kadar karbonnya. Material yang memiliki kadar karbon yang tinggi
akan lebih getas. Hal ini akan mempengaruhi harga impaknya dan
temperature transisi. Material yang memiliki kadar karbon tinggi akan
memiliki temperatur transisi yang lebih panjang jika dibandingkan dengan
material yang memiliki kadar karbon rendah. Temperatur transisi yang
berbeda-beda ini akan mempengaruhi ketahanan material terhadap
perubahan suhu. Material yang memiliki temperatur transisi rendah maka
material tersebut tidak akan tehan terhadap perubahan suhu.
Beberapa bahan dapat tiba-tiba menjadi getas dan patah karena perubahan
temperatur dan laju regangan, walaupun pada dasarnya logam tersebut liat.Gejala
ini biasa disebut transisi liat getas yang merupakan hal penting ditinjau dari
penggunaan praktis bahan.Patahan patah getas bersifat getas sempurna, yaitu
tanpa adanya deformasi plastis samasekali, jadi berbeda dengan bidang slip biasa,
patah terjadi pada bidang kristalografi spesifik pada bidang pecahan. Permukaan
patah dari bidang pecahan mempunyai kilapan yang menunjukkan pola chevron
secara makrokospik pada arah yang menuju titik permulaan patah.Berikut adalah
gambar ilustrasi dari patahan yang terjadi pada benda uji impak.

Gambar 2.1 Gambaran Patahan pada Benda Uji Impak

10

BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1

Diagram Alir Percobaan


Berikut adalah langkah-langkah percobaan yang disajikan dalam bentuk

diagram alir atau flowchart.


Menyiapkan 1 buah benda uji dengan ukuran standar (Baja BS 4360 A)

Mengukur luas penampang benda uji dengan jangka sorong

Menghitung temperatur sampel dengan mengguanakan termometer

Mengatur bandul pada posisi skala 300 joule

Data pengamatan

Pembahasan

Literatur

Kesimpulan
Gambar 3.1 Diagram alir percobaan pengujian impak
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat yang digunakan
1. Mesin uji impak Charpy
2. Penjepit spesimen
3. Termometer
4. Wadah tempat es
5. Jangka sorong
3.2.2 Bahan

11

1. Benda uji
2. Es batu
3.3 Prosedur Percobaaan
1.

Baja untuk kapal disiapkan praktikan sebagai sampel uji.

2. Luas penampang sampel uji kemudian dihitung dengan menggunakan


jangka sorong.
3. Spesimen kemudian diatur temperatur permukaannya dengan sehingga
mencapai 0, 25 dan 50oC
4.

Bandul diatur pada posisi skala 300 Joule

5. Bandul kemudian dilepaskan hingga menumbuk benda uji. Setelah


proses tumbukan terjadi proses pengayunan pendulum impak
kemudian dihentikan dengan menggunakan tuas yang ada pada mesin
uji impak.
6. Penunjukan nilai energi yang diserap spesimen pada meteran mesij uji
impak kemudian dicatat
7.

Jenis perpatahan dan gambaran perpatahan dari sampel uji impak


kemudian diamati.

12

BAB IV
HASIL DAN PERCOBAAN
4.1

Hasil Percobaan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, berikut adalah data-data

hasil percobaan yang terangkum dalam bentuk tabel IV.1 berikut.


Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Pengujian Impak
Luas
N
o

Bahan

Penampan
g
(mm2)

4.2

Suh

Energi

Harga

(Joule

Impak

(oC)

(J/mm2)

Bentuk Patahan
(%)

Baja
Kapal

80

160

50.35

BS 4360
A

80

25

48

0.6

67

BS 4360
A

80

50

72

0,9

43

Pembahasan
Pada percobaan kali ini praktikan melakukan pengujian untuk

menentukan tingkat ketangguhan dari sebuah sampel baja untuk kapal dengan
menghitung seberapa besar penyerapan energi yang berasal dari pembebanan
dinamis pendulum mesin uji impak. Pada praktikum kali ini beban impak
bergantung dari skala ketinggian pendulum yang diterapkan, dalam hal ini
digunakan skala ketinggian hingga 300 J. Luas penampang benda uji dalam hal ini
dihitung dengan mengalikan panjang antara ujung sampel dengan sisi ujung
takikan kemudian hasilnya dikalikan dengan tebal sampel uji, proses pengujian

13

dalam hal ini menggunakan jangka sorong. Lewat pengujian ini akan dicari tahu
seberapa tinggi ketangguhan baja untuk kapal terhadap pembebanan impak pada
temperatur rendah dalam hal ini 3oC. Selain untuk mengetahui seberapa besar
energi impak yang akan dihasilkan, dapat diketahui pula jenis perpatahan apa
yang terjadi pada sampel uji apakah patah ulet atau getas.
Pada sampel uji sendiri terdapat takikan yang berfungsi sebagai upaya untuk
membuat konsentrasi tegangan di daerah takikan artinya agar saat sampel uji
diberikan pembebanan impak maka konsentrasi tegangan yang terjadi dapat
menjadi lebih terpusat pada daerah yang lancip sehingga material lebih mudah
patah. Jika pada sampel uji tidak terdapat takik, maka tumbukan yang diberikan
akan menyebabkan perpatahan sampel uji dapet terjadi secara tidak beraturan
sehingga dalam hal ini profil ketangguhan yang sesungguhnya pada sampel tidak
akan dapat ditentukan (Sukanto.2004)
Pada praktikum kali ini proses pengujian untuk baja kapal dilakukan pada
temperatur 3oC, didapatkan hasil energy yang diserap 160 Joule dengan harga
impak 2 J/mm2 dengan bentuk patahan 50.35%. Selain data hasil percobaan untuk
kapal juga terdapat data hasil percobaan untuk baja BS 4360 A pada temperatur 25
dan 50oC. Pada temperatur 25oC baja BS 4360 A hanya mampu menyerap energy
48 Joule dengan harga impak 0.6 J/mm2 dan bentuk patahan 67% sedangkan pada
temperatur 50oC baja BS 4360 A mampu menyerap energi sampai 72 Joule dengan

14

harga

impak

0.9

J/mm2

bentuk

patahan

hanya

43%.

180
160
140
120
100
80
60
Energi yang Di Serap (Joule) 40
20
0

Gambar 4.1 Diagram Batang Energi yang Diserap Benda Uji

Pada gambar 4.1 terlihat bahwa benda uji yang paling tinggi menyerap energi
adalah baja untuk kapal yaitu sebesar 160 Joule meskipun dites dalam kondisi
temperature yang rendah yaitu 3oC, sedangkan baja BS 4360 A pada temperatur
25oC hanya 48 Joule dan BS 4360 A pada temperatur 50oC hanya 72 Joule.
Sehingga dapat disimpulkan melalui percobaan uji impak charpy ini bahwa baja
untuk kapal pada temperatur rendah yaitu 3oC dengan nilai energi yang mampu
diserap 160 joule lebih tangguh dibandingkan dengan baja BS 4360 A pada
temperatur 25 dan 50oC dengan nilai energi yang mampu diserap yaitu 48 dan 72
Joule.

15

Bentuk Patahan (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0

Gambar 4.2 Diagram Batang Bentuk Patahan (%) Benda Uji


Pada gambar 4.2 terlihat bahwa baja BS 4360 A pada temperatur 25 oC
memiliki bentuk patahan yang paling tinggi mencapai 67% sedangkan baja BS
4360 A pada temperatur 50oC memiliki bentuk patahan mencapai 43% sedangkan
baja kapal pada temperatur 3oC memiliki bentuk patahan mencapai 50.35%
artinya baja BS 4360 A pada temperatur 25oC mengalami deformasi pelastis yang
paling sedikit dibandingkan yang lain yaitu hanya mencapai 33% sehingga dapat
disimpulkan bahwa baja ini memiliki kegetasan yang paling tinggi dibandingkan
dengan baja-baja jenis lain misalnya baja kapal pada temperatur 3 oC dan baja BS
4360 A pada temperatur 50oC , dimana baja kapal pada temperatur 3oC mengalami
deformasi pelastis mencapai 49.65% dan baja BS 4360 A pada temperatur 50 oC
memiliki deformasi plastis mencapai 57%. Dari data tersebut terlihat bahwa baja
BS 4360 A pada temperatur 50oC memiliki keuletan yamg paling tinggi diantara
yang lain. Secara teoritis faktor-faktor yang mempengaruhi properties dan
behavior antara lain :
1.
2.
3.
4.

Komposisi Logamnya
Proses Pembuatan
Struktur Mikro dan Makro
Lingkungan (Tri Djaka.2013)

16

Artinya perbedaan keuletan atau kegetasan antara baja kapal dengan baja BS
4360 A dipengaruhi oleh komposisi logam dan lingkungan, faktor yang paling
menonjol yang mempengaruhi perbedaan keuletan dan kegetasan antara baja BS
4360 A adalah faktor lingkungan dalam hal ini faktor lingkunganya adalah
temperatur sedangkang faktor yang paling menonjol yang mempengruhi antara
baja BS 4360 A dengan baja kapal adalah komposisi logam dan temperatur
lingkungannya.
Tabel 4.2 Data Metalurgis Seri Logam BS 4360 A (Continental Steel.2010)
Seri
Logam

Temperatur
(oC)

Min.
Charpy
V-Notch

Komposisi %
Elongasi

BS
4360 A

20

27 J

22%

Si

Mn

0.25

0.5

1.5

0.05

0.05

Baja kapal atau Ship Plate/ Plate Kapal dikarenakan ukuran dan peruntukan
material ini untuk bahan pembuatan kapal ,Bisa disebut dan masuk kategori plate
kapal minimal mempunyai dimensi standar lebar 1500mm (5 Feet) dan panjang
dimensi dari mulai 6000mm s.d 12000mm.
Speseifikasi material plate kapal pada umumnya mengacu pada standar JIS G
3131. Ketebalan yang Vailable untuk plat kapal dari mulai 4,5mm s.d 200mm
dengan rata-rata toleransi ukuran standar SNI 0,2mm.
Tabel 4.3 Data Metalurgis Seri Logam JIS G 3101 SPHC (Harsisto.2001)
Seri
Logam
JIS G
3131

Temperatur
(oC)
-

Min.
Charpy
VNotch

Komposisi %
Elongasi

49%

Si

Mn

0.06

0.05

0.3

0.01

0.0073

Dari data pada tabel 4.2 dan tabel 4.3 terlihat bahwa pada baja BS 4360 A
kandungan karbonnya adalah 0.25% sedangkan pada baja JIS G 3101 atau baja
kapal kandungan karbonya hanya 0.06% sehingga secara teoritis terbukti bahwa
baja kapal memiliki keuletan lebih tinggi dibandingkan dengan baja BS 4360 A
jika ditinjau dari komposisi karbon yang dikandungnya.

17

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat diambil

beberapa kesimpulan antara lain:


1. Baja kapal dengan temperatur 3oC memiliki ketangguhan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan baja BS 4360 A untuk temperatur 25 dan

18

50oC dengan energi yang mampu diserap berturut-turut yaitu 160, 48 dan
72 Joule.
2. Baja BS 4360 A Temperatur 50oC memiliki deformasi plastis yang paling
tinggi dibandingkan dengan baja BS 4360 A tempertur 25oC dan baja
kapal pada temperatur 3oC dengan nilai deformasi plastis berturut-turut
57%, 33% dan 49.65%.
3. Faktor yang mempengaruhi properties dan behavior dari suatu logam
adalah komposisi logam, proses pembuatan, struktur mikro dan makro
dan lingkungan.
5.2

Saran
Beberapa saran terhadap jalannya praktikum yang telah dilakukan ialah :
1. Sebaiknya sampel uji ditambah agar praktikan dapat membandingkan
secara langsung pembebanan sampel pada berbagai temperatur proses
yang bervariasi, sehingga pengamatan perbandingan perpatahan yang
terjadi juga bisa lebih maksimal.
2. Sebaiknya praktikan berhati-hati dalam melepasakn bandul agar tidak
terjadi kejadian yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA
Davis, H.E, dan G.E, Troxell, The Testing and Inspection of Engineering
Material, Mc. Graw-Hill, New York, 1964.
Avner, S.H., Introduction to Physical Metallurgy, Mc. Graw-Hill, New
York, 1964.
Buku panduan praktikum laboratorium metalurgi II, Fakultas Teknik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, cilegon, Banten, 2014.
Lakhtin, Y., Engineering Physical Metallurgy, MIR Published, Moscow,
1968.

19

Continental steel: Products Handbook Structural Steel, Conblast Industris,


Singapore, 2001
Harsisto, Ginting Immanuel, Eddy. Kinerja Proteksi Anodik Baja ASTM A
516-60 dan JIS G 313-SPHC Dalam Asam Sulfat Pekat.
Pusilitbang Metalurgi, Serpong : 2001

LAMPIRAN A

20

CONTOH PERHITUNGAN

Lampiran A. Contoh Perhitungan


1. Luas penampang benda uji
A=pxL
8 x10 80
mm2
Dimana A = luas penampang benda uji (mm2)
P = panjang benda uji dari ujing takik hingga ujung satunya (mm)
L = tebal benda uji (mm)
2. Harga impak (HI)

21

Pada temperatur es (3C)


HI=

E
A

160
80
2

2 J /mm

Dimana:
A : luas penampang benda uji (mm2)
E: energi yang diserap spesimen (Joule)
HI : harga impak (Joule/mm2)
3. Interpolasi mencari Y1 :
X

50

5.35

5.5

45
y-y1 = x x
y3-y1

x3-x1

y-50 = 5.35 5
45-50

5.5 - 5

Y = 49.65

22

LAMPIRAN B
JAWABAN PERTANYAAN DAN TUGAS KHUSUS

Lampiran B. Jawaban Pertanyaan dan Tugas Khusus

B.1 Jawaban Pertanyaan


1. Sebutkan jenis-jenis metode penujian impak! Berikan dan jelaskan gambaran
skematis mekanisme, posisi sampel dan arah pembebanan saat pengujian?
Jawab :
Ada dua jenis metode pengujian impak yaitu metode charpy dan izod

23

Gambar B.1 Skematik Mekanisme Pengujian Impak


2. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis patahan yang dapat dilihat pada sampel uji
impak? Berikan cirri-ciri masing-masing jenis patahan!
Jawab :
Terdapat dua jenis patahan yaitu patah ulet dan patah getas. Patah ulet adalah
patah akibat deformasi berlebih, elastis atau plastis, terkoyak atau patah geser. .
Patah ulet ini ditandai dengan penyerapan energi disertai adanya deformasi
plastis yang cukup besardi sekitar patahan, sehingga permukaan patahan
nampak kasar, berserabut (fibrous), dan berwarna kelabu.
Patah getas terjadi dengan ditandai penjalaran retak yang lebih cepat
dibanding patah ulet dengan penyerapan energi yang lebih sedikit, serta hampir
tidak disertai dengan deformasi plastis.Permukaan patahan pada komponen
yang mengalami patah getas terlihat mengkilap, granular dan relatif rata.Patah
getas dapat mengikuti batas butir ataupun memotong butir.Bila bidang
patahannya mengikuti batas butir, maka disebut patah getas intergranular,
sedangkan bila patahannya memotong butir maka disebut patah getas
transgranular.ciri patah getas antara lain ialah sebagai berikut.
1. penjalaran retak yang lebih cepat dibanding patah ulet

24

2. penyerapan energi yang lebih sedikit


3. tidak disertai dengan deformasi plastis
4. permukaan patahan pada komponen yang mengalami patah getas terlihat
mengkilap, granular dan relatif rata.
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan temperatur transisi? Jelaskan hubunganya
dengan perubahan sifat logam?
Jawab :
Kurva transisi ulet ke getas mencatat efek suhu pada energi
perpatahan.Energi impak pada umumnya menurun seiring menurunnya suhu
dimana kekuatan peluluhan meningkat dan kekuatan menurun.Sebuah transsisi
yang tajam dimana perubahan sejumlah besar energi untuk perubahan suhu
yang kecil, dapat terjadi ketika terdapat perubahan mekanisme perpatahan.Jika
bahan mempunyai transisi ulet ke getas yang tajam, kemudian suatu transisi
suhu dapat didefinisikan bahwa bahan tersebut ketangguhannya jelek.Ini dapat
digunakan sebagai panduan untuk penggunaan suhu yang minimum.Hal ini
sangat mudah terjadi pada bahan dengan transisi yang halus dari lingkungan
ulet ke getas.
Transisi suhu bisa didefinisikan dengan menggunakan energi impak ratarata antara nilai tertinggi dan nilai terendah.Suatu transisi suhu dapat juga
didefinisikan menggunakan ekspansilateral benda uji (suatu pengukuran
sejumlah deformasi plastis), atau perubahan dalam bentuk permukaan
perpatahan. Perbedaan pengukuran pada bahan yang sama tidak harus
memberikan transisi suhu yang sama.

25

Gambar B.2 Diagram FATT


Untuk melihat temperature transisi, kita bisa menggunakan kurva yang
disebut kurva FATT (fracture-appearence temperature transition).Pada kurva
FATT, plotting pada sumbu Y adalah energi yang dapat diserap material
sebelum patah.sedangkan untuk sumbu X, kurva tersebut menunjukkan
temperatur. Pada kurva tersebut memperlihatkan perilaku patah suatu material
ulet

pada

temperatur

tinggi

dan

getas

pada

temperature

rendah.

Bentuk serta posisi kurva FATT sangat penting dalam menentukan temperatur
transisi suatu material. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kurva FATT,
yaitu struktur kristal, atom interstisi, grain size, heat treatment, orientasi dari
spesimen dan ketebalan dari spesimen.
4. Sebutkan kelebihan dan kekurangan uji impak dengan metode charpy dan
izod?
Jawab :
Kelebihan metode charpy :
1.
2.
3.
4.

Pengerjaan lebih mudah dipahami dan dilakukan


Mengahasilkan tegangan uniform di sepanjang penampang
Harga alat lebih murah
Waktu pengujian lebih singkat

Kekurangan metode charpy :


1.
2.
3.
4.

Hanya dapat dipasang pada posisi horizontal


Spesimen dapat bergeser dari tumpuanya karena tidak dicekam
Pengujian hanya dapat dilakukan pada specimen yang kecil
Hasil pengujian kurang dapat atau tepat dimanfaatkan dalam perancangan
karena level teganag yang diberikan tidak merata.
Jawab :
Kelebihan metode izod :
1. Tumbukan tepat pada takikan karena benda kerja dicekam.
2. Dapat menggunakan specimen yang lebih besar
3. Specimen tidak mudah bergeser karena dicekam pada salah satu
ujungnya.
Kerugian metode izod :
1. Biaya pengujian yang lebih mahal.
2. Pembebanan yang dilakukan hanya pada satu ujungnya, sehingga hasil
yang diperoleh kurang baik.

26

3. Waktu yang digunakan cukup banyak karena prosedur pengujianya


yang banyak, mulai dari menjepit benda kerja sampai tahap pengujian.
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan harga impak (HI)! Tuliskan dan jabarkan
rumus meghitung harga impak (HI) dengan berdasarkan energi potensial?
Jawab :
Harga impak adalah energi yang diserap tiap satuan luas penampang lintang
spesimen uji.
Energi yang diserap = Ep Em
= m.g.h1 m.g.h2
= m.g (h1 h2)
= m.g ( (1- cos ) - (cos cos )
= m. g . (cos cos )
Sehingga HI = Energi Yang Diserap . (J)
A
Keterangan : Ep = Energi Potensial
Em = Energi Mekanik
m = Berat Pendulum (Kg)
g = Gravitasi 9,81 m/s 2
h1 = Jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
h2 = Jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)
= Jarak lengan pengayun (m)
cos = Sudut posisi awal pendulum
cos = Sudut posisi akhir pendulum
6. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang menentukan jenis patahan !
Jawab :
Faktor-faktor yang mempengaruhi jenis patahan antara lain :
1. Temperatur
Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi
elektronnya yang semakin rendah, begitupun sebaliknya.
2. Notch
Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan
pada daerah yang lancip sehingga material lebih mudah patah. Selain itu
notch juga akan menimbulkan triaxial stress. Triaxialstress ini sangat

27

berbahaya karena tidak akan terjadi deformasi plastis dan menyebabkan


material menjadi getas.
3. Strain rate
Jika pembebanan diberikan pada strain rate yang biasa-biasa saja, maka
material akan sempat mengalami deformasi plastis, karena pergerakan
atomnya (dislokasi). Dislokasi akan bergerak menuju ke batas butir lalu
kemudian patah. Namun pada uji impak,strain rate yang diberikan sangat
tinggi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak apalagi terjadi deformasi
plastis,sehingga material akan mengalami patah transgranular dengan
struktur patahan ditengah-tengah atom atau bagian bulan di batas butir
karena dislokasi tidak sempat gerak ke batas butir.
B.2 Tugas Khusus
1. Spesifikasi baja BS 4360 A
Jawab :
Spesifikasi baja BS 4360 A terlampir
2. Uji impak baja BS 4360 A
Jawab :
Uji impak terhadap baja BS 4360 A pada litilatur hanya terdapat pada
temperatur 20oC yaitu didapatkan energi yang mampu diserap 27 Joule.
(Continental Steel.2010)
3. Spesifikasi Baja Kapal?
Jawab :
Tabel B.1 Data Metalurgis Seri Logam JIS G 3101 SPHC (Harsisto.2001)
Seri
Logam
JIS G
3131

Temperatur
(oC)
-

Min.
Charpy
VNotch

Komposisi %
Elongasi

49%

Si

Mn

0.06

0.05

0.3

0.01

0.0073

28

LAMPIRAN C
GAMBAR ALAT DAN BAHAN

29

Lampiran C. Gambar Alat dan Bahan

Gambar C.1 Benda Uji (Baja Kapal)

Gambar C.2 Mesin Uji Impak

30

Gambar C.3 Jangka Sorong

Gambar C.5 Penjepit

Gambar C.4 Termometer

Gambar C.6 Palu

LAMPIRAN D
BLANKO PERCOBAA

Anda mungkin juga menyukai