Anda di halaman 1dari 51

Ultrasonic Testing (UT) merupakan bagian dari pengujian tanpa rusak, nondestructive test.

Yang
berkerjanya didasarkan pada propagasi gelombang ultrasonik terhadap obyek tertentu atau
material yang diuji. Dalam aplikasi UT yang paling umum, gelombang pulsa ultrasonik yang
sangat pendek dengan frekuensi pusat mulai dari 0,1-15 MHz, dan kadang-kadang hingga 50
MHz, ditransmisikan ke dalam bahan untuk mendeteksi cacat internal atau untuk
mengkarakterisasi material. Contoh umum adalah pengukuran ketebalan ultrasonik, yang
menguji ketebalan benda uji, misalnya, untuk memantau korosi pipa.

Pengujian ultrasonik sering dilakukan pada baja dan logam dan paduan lainnya, meskipun juga
dapat digunakan pada beton, kayu dan komposit, meskipun dengan resolusi yang lebih rendah.
Ini digunakan di banyak industri termasuk konstruksi baja dan aluminium, metalurgi,
manufaktur, aerospace, otomotif dan sektor transportasi lainnya.

Secara umum, pengujian ultrasonik didasarkan pada penangkapan dan kuantifikasi gelombang
pantul (pulse-echo) atau gelombang yang ditransmisikan (melalui transmisi). Masing-masing
dari kedua jenis ini digunakan dalam aplikasi tertentu, namun pada umumnya, sistem pulse echo
lebih berguna karena hanya memerlukan akses dari satu sisi ke objek yang diperiksa.

Prinsip dasar Ultrasonic Testing


Sistem inspeksi Ultrasonic Testing pulse-echo terdiri dari beberapa komponen alat, seperti pulser
/receiver, transducer, dan perangkat display.
Sebuah pulser/ receiver adalah perangkat elektronik yang bisa menghasilkan pulse listrik
tegangan tinggi. Didorong oleh pulser, transduser menghasilkan energi ultrasonik frekuensi
tinggi. Energi suara merambat dan disebarkan melalui media dari obyek yang diperiksa dalam
bentuk gelombang.

Bila ada diskontinuitas, misalnya seperti retakan, di jalur rambatan gelombang, energi akan
dipantulkan kembali dari permukaan yang cacat tersebut. Sinyal gelombang yang dipantulkan
diubah menjadi sinyal listrik oleh transduser dan ditampilkan di layar.

Dengan mengetahui kecepatan gelombang dan waktu tempuh maka jarak tempuh sinyal dapat
diketahui pula. Dari sinyal tersebut, informasi tentang lokasi reflektor, ukuran, orientasi dan fitur
lainnya terkadang bisa didapat.
Uji tarik

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Pengujian Logam

Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material
dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu [Askeland, 1985]. Hasil yang didapatkan
dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa teknik dan desain produk karena
mengahsilkan data kekuatan material. Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan
suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat.
Gambar 1. Mesin uji tarik dilengkapi spesimen ukuran standar.

Seperti pada gambar 1 benda yang di uji tarik diberi pembebanan pada kedua arah sumbunya.
Pemberian beban pada kedua arah sumbunya diberi beban yang sama besarnya.

Pengujian tarik adalah dasar dari pengujian mekanik yang dipergunakan pada material. Dimana
spesimen uji yang telah distandarisasi, dilakukan pembebanan uniaxial sehingga spesimen uji
mengalami peregangan dan bertambah panjang hingga akhirnya patah. Pengujian tarik relatif
sederhana, murah dan sangat terstandarisasi dibanding pengujian lain. Hal-hal yang perlu
diperhatikan agar penguijian menghasilkan nilai yang valid adalah; bentuk dan dimensi spesimen
uji, pemilihan grips dan lain-lain.
1. Bentuk dan Dimensi Spesimen uji
Spesimen uji harus memenuhi standar dan spesifikasi dari ASTM E8 atau D638. Bentuk dari
spesimen penting karena kita harus menghindari terjadinya patah atau retak pada daerah grip
atau yang lainnya. Jadi standarisasi dari bentuk spesimen uji dimaksudkan agar retak dan patahan
terjadi di daerah gage length.

1. b. Grip and Face Selection


Face dan grip adalah faktor penting. Dengan pemilihan setting yang tidak tepat, spesimen uji
akan terjadi slip atau bahkan pecah dalam daerah grip (jaw break). Ini akan menghasilkan hasil
yang tidak valid. Face harus selalu tertutupi di seluruh permukaan yang kontak dengan grip.
Agar spesimen uji tidak bergesekan langsung dengan face.
Beban yang diberikan pada bahan yang di uji ditransmisikan pada pegangan bahan yang di uji.
Dimensi dan ukuran pada benda uji disesuaikan dengan estándar baku pengujian.

Gambar 2. Dimensi dan ukuran spesimen untuk uji tarik

Kurva tegangan-regangan teknik dibuat dari hasil pengujian yang didapatkan.


Gambar 3. Contoh kurva uji tarik

Tegangan yang digunakan pada kurva adalah tegangan membujur rata-rata dari pengujian tarik.
Tegangan teknik tersebut diperoleh dengan cara membagi beban yang diberikan dibagi dengan
luas awal penampang benda uji. Dituliskan seperti dalam persamaan 2.1 berikut:

s= P/A0

Keterangan ; s : besarnya tegangan (kg/mm2)

P : beban yang diberikan (kg)

A0 : Luas penampang awal benda uji (mm2)

Regangan yang digunakan untuk kurva tegangan-regangan teknik adalah regangan linier rata-
rata, yang diperoleh dengan cara membagi perpanjangan yang dihasilkan setelah pengujian
dilakukan dengan panjang awal. Dituliskan seperti dalam persamaan 2.2 berikut.

Keterangan ; e : Besar regangan

L : Panjang benda uji setelah pengujian (mm)

Lo : Panjang awal benda uji (mm)


Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung pada komposisi,
perlakuan panas, deformasi plastik, laju regangan, temperatur dan keadaan tegangan yang
menentukan selama pengujian. Parameter-parameter yang digunakan untuk menggambarkan
kurva tegangan-regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh atau titik luluh, persen
perpanjangan dan pengurangan luas. Dan parameter pertama adalah parameter kekuatan,
sedangkan dua yang terakhir menyatakan keuletan bahan.

Bentuk kurva tegangan-regangan pada daerah elastis tegangan berbanding lurus terhadap
regangan. Deformasi tidak berubah pada pembebanan, daerah remangan yang tidak
menimbulkan deformasi apabila beban dihilangkan disebut daerah elastis. Apabila beban
melampaui nilai yang berkaitan dengan kekuatan luluh, benda mengalami deformasi plastis
bruto. Deformasi pada daerah ini bersifat permanen, meskipun bebannya dihilangkan. Tegangan
yang dibutuhkan untuk menghasilkan deformasi plastis akan bertambah besar dengan
bertambahnya regangan plastik.

Pada tegangan dan regangan yang dihasilkan, dapat diketahui nilai modulus elastisitas.
Persamaannya dituliskan dalam persamaan

Keterangan ; E : Besar modulus elastisitas (kg/mm2),

e : regangan

σ : Tegangan (kg/mm2)

Pada mulanya pengerasan regang lebih besar dari yang dibutuhkan untuk mengimbangi
penurunan luas penampang lintang benda uji dan tegangan teknik (sebanding dengan beban F)
yang bertambah terus, dengan bertambahnya regangan. Akhirnya dicapai suatu titik di mana
pengurangan luas penampang lintang lebih besar dibandingkan pertambahan deformasi beban
yang diakibatkan oleh pengerasan regang. Keadaan ini untuk pertama kalinya dicapai pada suatu
titik dalam benda uji yang sedikit lebih lemah dibandingkan dengan keadaan tanpa beban.
Seluruh deformasi plastis berikutnya terpusat pada daerah tersebut dan benda uji mulai
mengalami penyempitan secara lokal. Karena penurunan luas penampang lintang lebih cepat
daripada pertambahan deformasi akibat pengerasan regang, beban sebenarnya yang diperlukan
untuk mengubah bentuk benda uji akan berkurang dan demikian juga tegangan teknik pada
persamaan (1) akan berkurang hingga terjadi patah.
Dari kurva uji tarik yang diperoleh dari hasil pengujian akan didapatkan beberapa sifat mekanik
yang dimiliki oleh benda uji, sifat-sifat tersebut antara lain [Dieter, 1993]:

1. Kekuatan tarik
2. Kuat luluh dari material
3. Keuletan dari material
4. Modulus elastic dari material
5. Kelentingan dari suatu material
6. Ketangguhan.
2.2 Kekuatan Tarik

Kekuatan yang biasanya ditentukan dari suatu hasil pengujian tarik adalah kuat luluh (Yield
Strength) dan kuat tarik (Ultimate Tensile Strength). Kekuatan tarik atau kekuatan tarik
maksimum (Ultimate Tensile Strength / UTS), adalah beban maksimum dibagi luas penampang
lintang awal benda uji.

di mana, Su = Kuat tarik


Pmaks = Beban maksimum
A0 = Luas penampang awal
Untuk logam-logam yang liat kekuatan tariknya harus dikaitkan dengan beban maksimum
dimana logam dapat menahan sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas.

Tegangan tarik adalah nilai yang paling sering dituliskan sebagai hasil suatu uji tarik, tetapi pada
kenyataannya nilai tersebut kurang bersifat mendasar dalam kaitannya dengan kekuatan bahan.
Untuk logam-logam yang liat kekuatan tariknya harus dikaitkan dengan beban maksimum, di
mana logam dapat menahan beban sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas. Akan
ditunjukkan bahwa nilai tersebut kaitannya dengan kekuatan logam kecil sekali kegunaannya
untuk tegangan yang lebih kompleks, yakni yang biasanya ditemui. Untuk berapa lama, telah
menjadi kebiasaan mendasarkan kekuatan struktur pada kekuatan tarik, dikurangi dengan faktor
keamanan yang sesuai.

Kecenderungan yang banyak ditemui adalah menggunakan pendekatan yang lebih rasional yakni
mendasarkan rancangan statis logam yang liat pada kekuatan luluhnya. Akan tetapi, karena jauh
lebih praktis menggunakan kekuatan tarik untuk menentukan kekuatan bahan, maka metode ini
lebih banyak dikenal, dan merupakan metode identifikasi bahan yang sangat berguna, mirip
dengan kegunaan komposisi kimia untuk mengenali logam atau bahan. Selanjutnya, karena
kekuatan tarik mudah ditentukan dan merupakan sifat yang mudah dihasilkan kembali
(reproducible). Kekuatan tersebut berguna untuk keperluan spesifikasi dan kontrol kualitas
bahan. Korelasi empiris yang diperluas antara kekuatan tarik dan sifat-sifat bahan misalnya
kekerasan dan kekuatan lelah, sering dipergunakan. Untuk bahan-bahan yang getas, kekuatan
tarik merupakan kriteria yang tepat untuk keperluan perancangan.
Tegangan di mana deformasi plastik atau batas luluh mulai teramati tergantung pada kepekaan
pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami perubahan sifat dari elastik menjadi
plastik yang berlangsung sedikit demi sedikit, dan titik di mana deformasi plastik mulai terjadi
dan sukar ditentukan secara teliti. Telah digunakan berbagai kriteria permulaan batas luluh yang
tergantung pada ketelitian pengukuran regangan dan data-data yang akan digunakan.
1. Batas elastik sejati berdasarkan pada pengukuran regangan mikro pada skala regangan 2 X 10-
6
inci/inci. Batas elastik nilainya sangat rendah dan dikaitkan dengan gerakan beberapa ratus
dislokasi.
2. Batas proporsional adalah tegangan tertinggi untuk daerah hubungan proporsional antara
tegangan-regangan. Harga ini diperoleh dengan cara mengamati penyimpangan dari bagian
garis lurus kurva tegangan-regangan.
3. Batas elastik adalah tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh bahan tanpa terjadi
regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban telah ditiadakan. Dengan bertambahnya
ketelitian pengukuran regangan, nilai batas elastiknya menurun hingga suatu batas yang sama
dengan batas elastik sejati yang diperoleh dengan cara pengukuran regangan mikro. Dengan
ketelitian regangan yang sering digunakan pada kuliah rekayasa (10-4 inci/inci), batas elastik
lebih besar daripada batas proporsional. Penentuan batas elastik memerlukan prosedur
pengujian yang diberi beban-tak diberi beban (loading-unloading) yang membosankan.
2.3 Kekuatan luluh (yield strength)
Salah satu kekuatan yang biasanya diketahui dari suatu hasil pengujian tarik adalah kuat luluh
(Yield Strength). Kekuatan luluh ( yield strength) merupakan titik yang menunjukan perubahan
dari deformasi elastis ke deformasi plastis [Dieter, 1993]. Besar tegangan luluh dituliskan seperti
pada persamaan 2.4, sebagai berikut.

Keterangan ; Ys : Besarnya tegangan luluh (kg/mm2)

Py : Besarnya beban di titik yield (kg)


Ao : Luas penampang awal benda uji (mm2)

Tegangan di mana deformasi plastis atau batas luluh mulai teramati tergantung pada kepekaan
pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami perubahan sifat dari elastik menjadi
plastis yang berlangsung sedikit demi sedikit, dan titik di mana deformasi plastis mulai terjadi
dan sukar ditentukan secara teliti.

Kekuatan luluh adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah kecil deformasi
plastis yang ditetapkan. Definisi yang sering digunakan untuk sifat ini adalah kekuatan luluh
ditentukan oleh tegangan yang berkaitan dengan perpotongan antara kurva tegangan-regangan
dengan garis yang sejajar dengan elastis ofset kurva oleh regangan tertentu. Di Amerika
Serikat offset biasanya ditentukan sebagai regangan 0,2 atau 0,1 persen (e = 0,002 atau 0,001)

Cara yang baik untuk mengamati kekuatan luluh offset adalah setelah benda uji diberi
pembebanan hingga 0,2% kekuatan luluh offset dan kemudian pada saat beban ditiadakan maka
benda ujinya akan bertambah panjang 0,1 sampai dengan 0,2%, lebih panjang daripada saat
dalam keadaan diam. Tegangan offset di Britania Raya sering dinyatakan sebagai tegangan uji
(proff stress), di mana harga ofsetnya 0,1% atau 0,5%. Kekuatan luluh yang diperoleh dengan
metode ofset biasanya dipergunakan untuk perancangan dan keperluan spesifikasi, karena
metode tersebut terhindar dari kesukaran dalam pengukuran batas elastik atau batas proporsional.
2.4 Pengukuran Keliatan (keuletan)

Keuleten adalah kemampuan suatu bahan sewaktu menahan beban pada saat diberikan penetrasi
dan akan kembali ke baentuk semula.Secara umum pengukuran keuletan dilakukan untuk
memenuhi kepentingan tiga buah hal [Dieter, 1993]:

1. Untuk menunjukan elongasi di mana suatu logam dapat berdeformasi tanpa terjadi patah dalam
suatu proses suatu pembentukan logam, misalnya pengerolan dan ekstrusi.
2. Untuk memberi petunjuk secara umum kepada perancang mengenai kemampuan logam untuk
mengalir secara pelastis sebelum patah.
3. Sebagai petunjuk adanya perubahan permukaan kemurnian atau kondisi pengolahan
2.5 Modulus Elastisitas

Modulus Elastisitas adalah ukuran kekuatan suatu bahan akan keelastisitasannya. Makin besar
modulus, makin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan.Modulus
elastisitas ditentukan oleh gaya ikat antar atom, karena gaya-gaya ini tidak dapat dirubah tanpa
terjadi perubahan mendasar pada sifat bahannya. Maka modulus elastisitas salah satu sifat-sifat
mekanik yang tidak dapat diubah. Sifat ini hanya sedikit berubah oleh adanya penambahan
paduan, perlakuan panas, atau pengerjaan dingin.

Secara matematis persamaan modulus elastic dapat ditulis sebagai berikut.

Dimana, s = tegangan

ε = regangan

Tabel 1 Harga modulus elastisitas pada berbagai suhu [Askeland, 1985]


2.6 Kelentingan (resilience)
Kelentingan adalah kemampuan suatu bahan untuk menyerap energi pada waktu berdeformasi
secara elastis dan kembali kebentuk awal apabila bebannya dihilangkan [Dieter, 1993].
Kelentingan biasanya dinyatakan sebagai modulus kelentingan, yakni energi regangan tiap
satuan volume yang dibutuhkan untuk menekan bahan dari tegangan nol hingga tegangan
luluh σo. Energi regangan tiap satuan volume untuk beban tarik satu sumbu adalah :
Uo = ½ σxеx

Dari definisi diatas, modulus kelentingan adalah :

Persamaan ini menunjukan bahwa bahan ideal untuk menahan beban energi pada pemakaian di
mana bahan tidak mengalami deformasi permanen, misal pegas mekanik, adalah data bahan yang
memiliki tegangan luluh tinggi dan modulus elastisitas rendah.

2.7 Ketangguhan (Toughness)


Ketangguhan (Toughness) adalah kemampuan menyerap energi pada daerah plastik. Pada
umumnya ketangguhan menggunakan konsep yang sukar dibuktikan atau didefinisikan. Salah
satu menyatakan ketangguhan adalah meninjau luas keseluruhan daerah di bawah kurva
tegangan-regangan. Luas ini menunjukan jumlah energi tiap satuan volume yang dapat
dikenakan kepada bahan tanpa mengakibatkan pecah. Ketangguhan (S0) adalh perbandingan
antara kekuatan dan kueletan. Persamaan sebagai berikut.
UT ≈ su ef
atau
Untuk material yang getas

Keterangan; UT : Jumlah unit volume

Tegangan patah sejati adalah beban pada waktu patah, dibagi luas penampang lintang. Tegangan
ini harus dikoreksi untuk keadaan tegangan tiga sumbu yang terjadi pada benda uji tarik saat
terjadi patah. Karena data yang diperlukan untuk koreksi seringkali tidak diperoleh, maka
tegangan patah sejati sering tidak tepat nilai.

________________________________________________________________________
Uji impact

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Pengujian Impak

Sejarah pengujian impak terjadi pada masa perang dunia ke dua, karena ketika itu banyak terjadi
fenomena patah getas yang terjadi pada daerah lasan kapal-kapal perang dan tanker-tanker.
Diantara fenomena patahan tersebut ada yang patah sebagian dan ada yang benar-benar patah
terbeah menjadi dua bagian, fenomena patahan ini terjadi terutama pada saat musim dingin
ketika dilaut bebas ataupun ketika kapal sedang berlabuh. Dan contoh yang sangat terkenal
tentang fenomena patahan getas adalah tragedi Kapal Titanic yang melintasi samudera Atlantik.

B. Jenis-jenis Metode Uji Impak


Secara umum metode pengujian impak terdiri dari dua jenis yaitu:
1. Metode Charpy
Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi
horizontal/mendatar, dan arah pembebanan berlawanan dengan arah takikan.
2. Metode Izod
Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi, dan arah
pembebanansearah dengan arah takikan.

Gambar 1. Ilustrasi pengujian impak.


(http://danidwikw.wordpress.com)

C. Perpatahan Impak
Secara umum sebagai mana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impa
k digolongkanmenjadi tiga jenis, yaitu:
1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-
bidang kristal di dalambahan (logam) yang ulet (ductile).
Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang
menyerap cahaya dan berpenampilan buram.
2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage)
pad abutir-butir daribahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan
yang datar yang mampu memberikandaya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
3. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan di
atas.
Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur transisi bahan.
Temperatur transisiadalah temperatur yang
menunjukkan transisip perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang
berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-
beda maka akan terlihat bahwa padatemperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile)
sedangkan padat temperatur rendah material akan bersifatrapuh atau getas (brittle).
Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang
berbedadimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selan
jutnya akan menjaditinggi bila temperatur dinaikkan
(ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakanpartikel atom
bahan). Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle)
terhadap pergerakandislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin
tinggi vibrasi itu maka pergerakandislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang
lebih besar untuk mematahkan benda uji.Sebaliknya pada temperatur di
bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom
relatif sedikit sehingga pada saat bahandideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih sangat m
udah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkandengan energi yang
relatif lebih rendah (Dany, 2010).

Gamabar 2. Efek temperatur terhadap ketangguhan impak beberapa material.


(http://danidwikw.wordpress.com)
D. Patah Getas dan Patah Ulet
Secara umum perpatahan dapat digolongkan menjadi dua golongan umum yaitu :
1. Patah Getas
Merupakan fenomena patah pada material yang diawali terjadinya retakan secara cepat
dibandingkan patah ulet tanpa deformasi plastis terlebih dahulu dan dalam waktu yang singkat.
Dalam kehidupan nyata, peristiwa patah getas dinilai lebih berbahaya dari pada patah ulet,
karena terjadi tanpa disadari begitu saja. Biasanya patah getas terjadi pada material berstruktur
martensit, atau material yang memiliki komposisi karbon yang sangat tinggi sehingga sangat
kuat namun rapuh.
Ciri-cirinya:
a. Permukaannya terlihat berbentuk granular, berkilat dan memantulkan cahaya.
b. Terjadi secara tiba-
tiba tanpa ada deformasi plastis terlebih dahulu sehingga tidak tampak gejala-gejala material
tersebut akan patah.
c. Tempo terjadinya patah lebih cepat
d. Bidang patahan relatif tegak lurus terhadap tegangan tarik.
e. Tidak ada reduksi luas penampang patahan, akibat adanya tegangan multiaksial.

Gambar 3. Spesimen Patah Getas


(http://okasatria.blogspot.com)

2. Patah Ulet
Patah ulet merupakan patah yang diakibatkan oleh beban statis yang diberikan pada material, jika
beban dihilangkan maka penjalaran retakakan berhenti. Patah ulet ini ditandai dengan
penyerapan energi disertai adanya deformasi plastis yang cukup besar di sekitar patahan,
sehingga permukaan patahan nampak kasar, berserabut (fibrous), dan berwarna kelabu. Selain itu
komposisi material juga mempengaruhi jenis patahan yang dihasilkan, jadi bukan karena
pengaruh beban saja. Biasanya patah ulet terjadi pada material berstruktur bainit yang
merupakan baja dengan kandungan karbon rendah (duta, 2011).
Ciri-cirinya :
a. Ada reduksi luas penampang patahan, akibat tegangan uniaksial
b. Tempo terjadinya patah lebih lama.
c. Pertumbuhan retak lambat, tergantung pada beban
d. Permukaan patahannya terdapat garis-garis benang serabut (fibrosa), berserat,
menyerap cahaya, danpenampilannya buram.

Gambar 4. Spesimen Patah ulet


(http://okasatria.blogspot.com)

E. Ketangguhan Bahan

Ketangguhan suatu bahan adalah kemampuan suatu bahan material untuk menyerap energi pada
daerah plastis atau ketahanan bahan terhadap beban tumbukan atau kejutan. Penyebab
ketangguhan bahan adalah pencampuran antara satu bahan dengan bahan lainnya. Misalnya baja
di campur karbon akan lebih tangguh dibandingkan dengan baja murni. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi ketangguhan bahan adalah :

1. Bentuk takikan
Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material, karena adanya perbedaan
distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing takikan tersebut yang mengakibatkan
energi impak yang dimilikinya berbeda-beda pula. Ada beberapa jenis takikan berdasarkan
kategori masing-masing. Berikut ini adalah urutan energi impak yang dimiliki oleh suatu bahan
berdasarkan bentuk takikannya. Takikan dibagi menjadi beberapa macam antara lain adalah
sebagai berikut :

a. Takikan segitiga
Memiliki energi impak yang paling kecil, sehingga paling mudah patah. Hal ini disebabkan
karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada satu titik saja, yaitu pada ujung takikan.

b. Takikan segi empat


Memiliki energi yang lebih besar pada takikan segitiga karena tegangan terdistribusi
pada dua titik pada sudutnya.

c. Takikan Setengah lingkaran


Memiliki energi impak yang terbesar karena distribusitegangan tersebar pada setiap sisinya,
sehingga tidak mudah patah.

2. Beban
Semakin besar beban yang diberikan , maka energi impak semakin kecil yang dibutuhkan untuk
mematahkanspecimen, dan demikianpun sebaliknya. Hal ini diakibatkan karena suatu material
akan lebih mudah patah apabila dibebani oleh gaya yang sangat besar.

3. Temperatur
Semakin tinggi temperatur dari spesimen, maka ketangguhannya semakin tinggi dalam
menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya, dengan temperatur yang lebih
rendah. Namun temperatur memiliki batas tertentu dimana ketangguhan akan berkurang dengan
sendirinya.

4. Transisi ulet rapuh


Hal ini dapat ditentukan dengan berbagai cara, misalnya kondisi struktur yang susah ditentukan
oleh sistem tegangan yang bekerja pada benda uji yang bervariasi, tergantung pada cara
pengusiaannya
5. Efek komposisi ukuran butir
Ukuran butir berpengaruh pada kerapuhan, sesuai dengan ukuran besarnya. Semakin halus
ukuran butir maka bahan tersebut akan semakin rapuh sedangkan bila ukurannya besar maka
bahan akan ulet.

6. Perlakuan panas dan perpatahan


Perlakuan panas umumnya dilakukan untuk mengetahui atau mengamati besar-besar butir benda
uji dan untuk menghaluskan butir.

7. Pengerasan kerja dan pengerjaan radiasi


Pengerasan kerja terjadi yang ditimbulkan oleh adanya deformasi plastis yang kecil pada
temperatur ruang yang melampaui batas atau tidak luluh dan melepaskan sejumlah dislokasi serta
adanya pengukuran keuletan pada temperatur rendah

F. Deformasi Plastis dan Elastis

Suatu material dapat bertahan dari energi tekan di karenakan energi tekan tidak melebihi
energi material itu. Deformasi elastis adalah perubahan bentuk material yang di beri gaya tarik
atau tekan sehingga dapat berubah bentuk dan bila energi tarik atau tekan di hilang kan benda
tersebut akan kembali ke bentuk semula, contohnya saja pada waktu kita maelakukan uji
tarik, pada saat material yang kita uji di tarik maka aka ada perubahan panjang pada material itu
tetapi material itu akan kembali pada bentuk semula apa bila gaya tarik di hilangkan. Sedangkan
pada deformasi plastis material yang sudah di beri gaya tarik hingga mengalami perubahan
panjang atau bentuk tidak akan kembali pada bentuk semula setelah gaya tarik di hilangkan.
Seperti diperlihatkan dalam grafik tegangan-regangan terdapat yang namanya batas luluh (yield
strength) nah untuk deformasi elastis itu berada di bawah batas luluh sedangkan untuk deformasi
plastis berada/melewati batas luluh suatu material, di mana untuk setiap material memiliki
karakteristik yang berbeda-beda, misalnya saja pada pipa jenis API 5L X 52 di mana yield
strength (SMYS) adalah 52000 psi yang artinya karakter elastis pada material tersebut adalah <
52000 psi sedangkan plastisnya > 52000 psi.

Mengenai tentang struktur mikro, pada saat di deformasi elastis tidak ada perubahan perubahan
mikro begitu juga ketika deformasi elastis itu hilang. Secara sederhana deformasi elastis itu dapat
kita gambarkan dengan dua buah atom Fe yang diikat dengan sebuah pegas. Ketika kita
deformasi elastis maka pegas akan berusaha melawan Fe yang kita tarik. Untuk deformasi
plastis struktur mikro sudah berubah. Sebagai inisiasinya adalah sudah putusnya ikatan antara
Fe, kemudian adanya pembentukan ukuran butir yang baru (biasanya ukuran butir menjadi lebih
kecil dan gepeng karena deformasi plastis akibat tekanan). Pembentukan butir butir baru
terbutlah yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur mikro. Biasanya daerah elastik itu
dibatasi oleh garis proporsioanal antara tegangan san tegangan, nah ujung dari titik proporsioanl
ini disebut sebagai yield point. Setelah keluar dari daerah ini, disebut sebagai daerah plastic yang
tidak akan kembali kebentuk semula. Alasannya karena sudah terjadi perubahan, sedangkan di
daerah elastic tidak terjadi perubahan secara drastis, hal ini disebabkan ketika masih di daerah
elastis, logam dapat menahan beban yg diberikan yg disebabkan oleh bertemunya dengan batas
butir dengan dislokasi. sehingga menghambat pergerakkan dari dislokasi, sedangkan ketika
sudah memasuki daerah plastik, dislokasi sudah memotong batas butir (Dimas, 2013).

G. Kurva Suhu Peralihan

Pemanfaatan utama hasil uji Charpy dalam rekayasa adalah untuk memilih benda yang
tahan terhadap patah getasdengan menggunakan kurva suhu peralihan. Dasar pemikiran perancan
gan adalah memilih benda yang mempunyai ketangguhan takik yang
memadai untuk berbagai kondisi pembebanan yang
berat sedemikian hinggakemampuan dukung beban bagian konstruksi dapat dihitung dengan men
ggunakan metode kekuatan standar, tanpa memperhatikan sifat-
sifat patah dari benda atau efek konsentrasi tegangan retak atau cacat.

Suhu peralihan benda dapat digolongkan menjadi tiga kategori, logam kps (FCC) berkekuatan
menengah dan rendah dan sebagian besar logam heksa gonal tumpukan padat mempunyai
ketangguhan takik yang demikian tingginya sehingga kepatahan getas tidak merupakan
persoalan, terkecuali dalam lingkungan kimiawi khusus yang relatif.

Benda berkekuatan tinggi mempunyai ketangguhan takik demikian rendahnya, sehingga patah
getas dapat terjadi akibat beban nominal di daerah elastis pada sembarang suhu dan laju
regangan, apabila terdapat cacat (retakan). Baja berkekuatan tinggi, paduan-paduan titanium dan
aluminium termasuk dalam kategori ini. Pada suhu rendah, terjadi perpatahan pembelahan getas,
sedangkan pada suhu yang lebih tinggi terjadi perpatahan energi rendah. Pada kondisi seperti
inilah, análisis mekanika patahan merupakan hal yang berguna dan wajar. Ketangguhan takik
logam kubik pusat ruang (BCC) berkekuatan menengah dan rendah, Be, Zn dan benda keramik
sangat tergantung pada suhu. Pada suhu rendah, patah terjadi secara pembelahan, sedangkan
pada suhu tinggi terjadi perpatahan ulet. Jadi,
terdapat peralihan dari takik getas ke takik tangguh, apabila suhu naik.

Kriteria suhu peralihan demikian dinamakan plastik peralihan patah (fracture transitionplastic,
FTP). FTP adalah suhu di mana perpatahan akan mengalami perubahan benda dari ulet sempurna
menjadi patah getas. Kemungkinan terjadinya patah getas di atas FTP, dapat diabaikan.
Penggunaan FTP dianggap tua dan pada berbagai penerapan, kriteria FTP kurang praktis.
Kriteria lain yang kurang konservatif adalah berdasarkan suhu peralihan di mana terjadi
perpatahan 50% pembelahan dan 50% geseran, dan disebut
T2. Kriteria ini dinamakansuhu peralihan penampilan patah (fracture-appearance transition
temperature,
FATT). Hubungan antara hasil ujiimpak Charpy dan kegagalan dalam pemakaian menunjukkan
bahwa bila terjadi patah belah pada batang Charpykurang dari 70%,
maka besar kemungkinan bahwa tidak terjadi patah pada suhu peralihan atau diatasnya,
jikategangan tidak melebihi setengah tegangan luluhnya. Secara garis besarnya, akan diperoleh
serupa bila digunakan definisi suhu peralihan T3. T3 adalah nilai rata-rata bagian atas dan bagian
bawah.

Kriteria umum lainnya adalah definisi, suhu peralihan T4 berdasarkan sembarang nilai energi
serap yang rendah, CV. T4 ini sering disebut suhu peralihan keuletan (ductility transition
temperature). Sesuai dengan hasil pengujian pada pelat baja kapal Perang Dunia II, terbukti pada
pada pelat tidak akan mengalami patah getas apabila CV sama dengan 15 ft-lb pada suhu uji.
Suhu peralihan dimana CV = 15 ft-lb menjadi kriteria umum yang diterima untuk baja kapa
lkekuatan rendah. Akan tetapi, perlu ditegasakan di sini bahwa untuk bendalain, C V 15
tidakberlaku.

Kriteria yang didefinisikan dengan cermat adalah penentuan suhu transisi berdasarkan suhu
T5 dimana terjadi patah belah sempurna atau
100%. Titik ini dikenal sebagai suhu tanpa keuletan (Hadir, 2013).
LAS

A. Pengertian Pengelasan Pengelasan merupakan penyambungan dua bahan atau lebih


yang didasarkan pada prinsip-prinsip proses difusi, sehingga terjadi penyatuan bagian
bahan yang disambung. Kelebihan sambungan las adalah konstruksi ringan, dapat
menahan kekuatan yang tinggi, mudah pelaksanaannya, serta cukup ekonomis. Namun
kelemahan yang paling utama adalah terjadinya perubahan struktur mikro bahan yang
dilas, sehingga terjadi perubahan sifat fisik maupun mekanis dari bahan yang dilas.
Perkembangan teknologi pengelasan logam memberikan kemudahan umat manusia
dalam menjalankan kehidupannya. Saat ini kemajuan ilmu pengethuan di bidang
elektronik melalui penelitian yang melihat karakteristik atom, mempunyai kontribusi
yang sangat besar terhadap penemuan material baru dan sekaligus bagaimanakah
menyambungnya. Jauh sebelumnya, penyambungan logam dilakukan dengan memanasi
dua buah logam dan menyatukannya secara bersama. Logam yang menyatu tersebut
dikenal dengan istilah fusion. Las listrik merupakan salah satu yang menggunakan
prinsip tersebut. Pada zaman sekarang pemanasan logam yang akan disambung berasal
dari pembakaran gas atau arus listrik. Beberapa gas dapat digunakan, tetapi yang sangat
popular adalah gas Acetylene yang lebih dikenal dengan gas Karbit. Selama pengelasan,
gas Acetylene dicampur dengan gas Oksigen murni. Kombinasi campuran gas tersebut
memproduksi panas yang paling tinggi diantara campuran gas lain. 4 Cara lain yang
paling utama digunakan untuk memanasi logam yang dilas adalah arus listrik. Arus listrik
dibangkitkan oleh generator dan dialirkan melalui kabel ke sebuah alat yang menjepit
elektroda diujungnya, yaitu suatu logam batangan yang dapat menghantarkan listrik
dengan baik. Ketika arus listrik dialirkan, elektroda disentuhkan ke benda kerja dan
kemudian ditarik ke belakang sedikit, arus listrik tetap mengalir melalui celah sempit
antara ujung elektroda dengan benda kerja. Arus yang mengalir ini dinamakan busur
(arc) yang dapat mencairkan logam. Terkadang dua logam yang disambung dapat
menyatu secara langsung, namun terkadang masih diperlukan bahan tambahan lain
agar deposit logam lasan terbentuk dengan baik, bahan tersebut disebut bahan tambah
(filler metal). Filler metal biasanya berbentuk batangan, sehingga biasa dinamakan
welding rod (Elektroda las). Pada proses las, welding rod dibenamkan ke dalam cairan
logam yang tertampung dalam suatu cekungan yang disebut welding pool dan secara
bersama-sama membentuk deposit logam lasan, cara seperti ini dinamakan Las Listrik
atau SMAW (Shielded metal Arch welding), lihat gambar 1. Sebagian besar logam akan
berkarat (korosi) ketika bersentuan dengan udara atau uap air, sebagai contoh adalah
logam besi mempunyai karat, dan alumunium mempunyai lapisan putih di
permukaannya. Pemanasan dapat mempercepat proses korosi tersebut. Jika karat,
kotoran, atau material lain ikut tercampur ke dalam cairan logam lasan dapat
menyebabkan kekroposan deposit logam lasan yang terbentuk sehingga menyebabkan
cacat pada sambungan las. Gambar 1. Prinsip Kerja Las Listrik 5 B. Klasifikasi Proses Las
Sambungan las adalah ikatan dua buah logam atau lebih yang terjadi karena adanya
proses difusi dari logam tersebut. Proses difusi dalam sambungan las dapat dilakukan
dengan kondisi padat maupun cair. Dalam terminologi las, kondisi padat disebut Solid
state welding (SSW) atau Presure welding dan kondisi cair disebut Liquid state welding
(LSW) atau Fusion welding. Proses SSW biasanya dilakukan dengan tekanan sehingga
proses ini disebut juga Presure welding Presure welding. Proses SSW memiliki beberapa
kelebihan, diantaranya adalah dapat menyambung dua buah material atau lebih yang
tidak sama, proses cepat, presisi, dan hampir tidak memiliki daerah terpengaruh panas
(heat affected zone / HAZ). Namun demikian SSW juga mempunyai kelemahan yaitu
persiapan sambungan dan prosesnya rumit, sehingga dibutuhkan ketelitihan sangat
tinggi. LSW merupakan proses las yang sangat populer di kalangan masyarakat kita,
sambungan las terjadi karena adanya pencairan ujung kedua material yang disambung.
Energi panas yang digunakan untuk mencairkan material berasal dari busur listrik,
tahanan listrik, pembakaran gas, dan juga beberapa cara lain diantaranya adalah sinar
laser, sinar electron, dan busur plasma. Penyambungan material dengan cara ini
mempunyai persyaratan material harus sama, karena untuk mendapatkan sambungan
yang sempurna suhu material harus sama, jika tidak proses penyambungan tidak akan
terjadi. Kelebihan metode pengelasan ini adalah proses dan persiapan sambungan tidak
rumit, beaya murah, pelaksanaannya mudah. Kelemahannya adalah memerlukan juru
las yang terampil, terjadinya HAZ yang menyebabkan perubahan sifat bahan, dan ada
potensi kecelakaan dan terganggunya kesehatan juru las. Tabel 1 menunjukan berbagai
macam proses las yang ditinjau dari kelompok SSW dan LSW, disamping itu juga dilihat
dari jenis sumber panas yang digunakan beserta kode proses las berdasarkan standar
ISO. C. Reaksi Kimia Selama Proses Las Dalam proses LSW bagian dari logam yang dilas
harus dipanasi sampai mencair. Pemanasan logam dengan temperature yang sangat
tinggi ini dapat megakibatkan terjadinya reaksi kimia antara logam tersebut dengan
Oksigen dan Nitrogen yang ada dalam udara. Jika selama proses las cairan logam las
(welding pool) tidak dilindungi dari pengaruh udara, maka logam akan bereaksi dengan
Oksigen dan Nitrogen membentuk Oxides dan Nitrides yang dapat menyebabkan logam
tersebut menjadi getas dan keropos karena adanya kotoran (slag inclutions), sedangkan
kandungan unsur Karbon dalam 6 logam akan membentuk gas CO yang dapat
mengakibatkan adanya rongga dalam logam las (caviety). Reaksi kimia lainnyapun bisa
terjadi dalam cairan logam las (welding pool). Gas Hydrogen dan uap air juga dapat
menyebabkan cacat las (welding defect). Hydrogen yang bereaksi dengan Oxides yang
ada dalam logam dasar dapat menyebabkan terjadinya uap yang mengakibatkan
terjadnya porositas pada logam lasan. Tabel 1. Klasifikasi Proses Pengelasan Logam Jenis
Proses Las Kode ISO Stud Welding 781 Flash Butt Projection Welding Shelded Metal Arc
Welding (SMAW) 111 Metal Inert Gas Welding (MIG) 131 Metal Active Gas Welding
(MAG) 135 Consumable Electrode Flux Cored Arc Welding (FCAW) 114 Tungsten Inert
Gas (TIG) 141 Electric Arc Welding Non Consumable Electrode Plasma Arc Welding
(PAW) 15 Spot Welding Resistance Welding Seam Welding Gas Welding 3 LIQUID STATE
WELDING Thermal Welding Laser Welding - Friction Welding 42 Explosive Welding 441
Cold Welding Ultrasonic Welding 41 Forge Welding 43 WELDING PROCESSES SOLID
STATE WELDING Diffusion Welding 45 D. Melindungi Cairan Logam Las dari Pengaruh
Udara Luar 7 Type energi panas yang digunakan untuk pencairan logam dan teknik
pelindungan cairan logam las sangat berpengaruh terhadap perubahan komposisi
kimawi dalam deposit logam lasan. Ketika nyala oksidasi dalam las Karbit (Oxy-acetylene
welding/OAW) akan merubah besi menjadi Oxides sehingga deposit las keropos karena
Oxides tersebut tercampur di dalamnya. Untuk mengelas baja karbon akan lebih baik
bila digunakan nyala Netral. Pengelasan logam dengan OAW, cairan logam dilindungi
dari udara luar oleh reduksi gas hasil pembakaran gas Acetylene. Dalam teknik
pengelasan SMAW, proses pelindungan logam lasan dilakukan dua tahap. Ketika logam
las dalam kondisi cair dilindungi oleh bermacam-macam gas hasil pembakaran elektroda
las dan ketika sedang membeku cairan ini dilindungi oleh lapisan terak yang terbentu
dari fluks yang membeku. Pelindungan deposit logam las dalam pengelasan Metal inert
gas (MIG) dan Tungsten inert gas (TIG), terjadi karena sifat inert gas yang tidak dapat
mengikat elemen lain dalam udara sehingga tidak akan terjadi reaksi kimia. Jika las MIG
menggunakan gas pelindung CO2, akan terjadi proses deoksidasi CO2 ketika terbakar
dengan busur listrik, gas ini terpecah menjadi Karbon monoksida (CO) dan Oksigen (O2).
Oksigen yang lepas tidak bersentuhan dengan logam lasan, sedangkan deoxidisers
bereaksi dengan Oksigen membentuk lapisan slag yang sangat tipis di atas permukaan
deposit logam lasan. Dalam las OAW deposit logam lasan dapat dilindungi dari oksidasi
dan pengaruh reaksi kimia lainnya dengan menggunakan Flux. Flux merupakan
gabungan berbagai elemen yang berfungsi meminimalkan terjadinya oksidasi. Komposisi
kimia flux bervariasi tergantung jenis logam yang akan dilas. E. Perubahan Sifat Logam
Setelah Proses Las Pencairan logam saat pengelasan menyebabkan adanya perubahan
fasa logam dari padat hingga mencair. Ketika logam cair mulai membeku akibat
pendinginan cepat, maka akan terjadi perubahan struktur mikro dalam deposit logam
las dan logam dasar yang terkena pengaruh panas (Heat affected zone/HAZ). Struktur
mikro dalam logam lasan biasanya berbentuk columnar, sedangkan pada daerah HAZ
terdapat perubahan yang sangat bervariasi. Sebagai contoh, pengelasan baja karbon
tinggi sebelumnya berbentuk pearlite, maka seelah pengelasan struktur mikronya tidak
hanya pearlite, 8 tetapi juga terdapat bainite dan martensite (lihat Gambar 4).
Perubahan ini mengakibatkan perubahan pula sifat-sifat logam dari sebelumnya.
Struktur mikro pearlite memiliki sifat liat dan tidak keras, sebaliknya martensite
mempunyai sifat keras dang etas. Biasanya keretakan sambungan las bearsal dari
struktur mikro ini. Gambar 2 mendeskripsikan distribusi temperatur pada logam dasar
yang sangat bervariasi telah menyebabkan berbagai macam perlakuan panas terhadap
daerah HAZ logam tersebut. Logam lasan mengalami pemanasan hingga termperatur
1500o C dan daerah HAZ bervariasi mulai 200° C hingga 1100° C (lihat Gambar 3).
Temperatur 1500° C pada logam lasan menyebabkan pencairan dan ketika membeku
membentk struktur mikro columnar. Temperatur 200° C hingga 1100° C menyebabkan
perubahan struktur mikro pada logam dasar baik ukuran maupun bentuknya. 200o C
600o C 850o C 1100o C 1500o C Gambar 2. Distribusi Temperatur Saat Pengelasan
Transformation Over 1500o C 900o C Heating 1100o C 700o C Annealing Fusi Gambar 3.
Perlakuan Panas Logam Las F. Distorsi Sambungan Las Akibat Panas 9 Setiap logam yang
dipanaskan mengalami pemuaian dan ketika pendinginan akan mengalami penyusutan.
Fenomena ini menyebabkan adanya ekspansi dan konstraksi pada logam yang dilas.
Ekspansi dan konstraksi pada logam yang dilas ini menurut istilah metalurgi dinamakan
distorsi. Struktur Columnar HAZ Gambar 4. Struktur Makro Sambungan Las Gambar 5
Struktur Mikro Baja Karbon Martensite Pearlite Distorsi dikategorikan menjadi tiga
macam, yaitu: 1) distorsi longitudinal, 2) distorsi transfersal, dan 3) distorsi angular.
Distorsi longitudinal terjadi akibat adanya ekspansi dan konstraksi deposit logam las di
sepanjang jalur las yang menyebabkan tarikan dan dorongan pada logam dasar yang
dilas. Distorsi transfersal terjadi tegak lurus terhadap jalur las yang dapat
mengakibatkan tarikan ke arah sumbu tegak jalur las. 10 Distorsi angular menyebabkan
efek gerakan sayap burung yang biasanya terjadi karena pengelasan di satu sisi logam
dasar (lihat Gambar 6). G. Ruang Lingkup Pekerjaan Las Industri manufaktur tidak dapat
terlepas dari penyambungan logam. Penyambungan logam dilakukan dengan berbagai
tujuan, diantaranya adalah untuk membuat suatu barang yang tidak mungkin dilakukan
dengan teknik lain, memudahkan pekerjaan, serta dapat menekan biaya produksi.
Proses penyambungan logam yang banyak digunakan dalam industri manufaktur adalah
las. Pengelasan logam merupakan pilihan yang cukup tepat. Pengelasan tidak
membutuhkan waktu lama, konstruksi ringan, kekuatan sambungan cukup baik, serta
biaya relatif murah. Penerapan sambungan las sangat luas. Sambungan las banyak
digunakan pada konstruksi jembatan, gedung, industri otomotif, industri peralatan
rumah tangga, bahkan industri barang dengan bahan plastikpun banyak menggunakan
proses las tersebut, lihat gambar 7. Gambar 6. Macam-macam Distorsi H. Pengaruh
Posisi Proses Las Terhadap Keterampilan Juru Las Sebagaian besar pekerjaan las
dilakukan dengan proses LSW (Liquid state welding) atau proses las dalam kondisi cair.
Proses las yang dilakukan dengan kondisi cair ini, posisi saat pengelasan berlangsung
sangat berpengaruh terhadap bentuk deposit logam las yang terbentuk. Tidak semua
juru las mahir di semua posisi, posisi di bawah tangan (down hand) merupakan posisi
yang paling mudah untuk dilakukan, namun 11 ketika mengelas pipa logam dengan
posisi miring akan sangat sulit dilakukan. Juru las yang dapat melakukan pengelasan ini
adalah juru las kelas satu yang dilengkapi dengan sertifikat standar internasional.
Gambar 7. Sambungan Las pada Pipa Dalam dunia industri posisi las diberi kode tertentu
agar pada saat pengelasan dilakukan tidak terjadi kekeliruan menentukan juru las dan
prosedur pengelasan. Ada dua sistim pengkodean yang banyak dikenal, yaitu sistim yang
ditetapkan oleh American Welding Society (AWS) dan sistim International Standard
Organisation (ISO). Berdasarkan kode yang ditetapkan oleh AWS, posisi las dikaitkan
pada jenis teknik sambungan las, jika sambungan berkampuh (groove) maka kode
posisinya dengan huruf G, untuk posisi down-hand 1G, horisontal 2G, vertikal 3G, over-
head 4G, pipa dengan sumbu horisontal 5G, dan pipa miring 45° 6G. Jika sambungan las
tidak berkampuh/tumpul (fillet) maka kodenya adalah F, untuk posisi down-hand 1F,
horisontal 2F, vertikal 3F, dan over-head 4F. Sistim kode posisi las yang ditetapkan ISO
berbeda dengan AWS. Kode posisi las menurut ISO didasarkan pada posisi elektroda
saat pengelasan dilakukan, untuk pengelasan plat diberi kode PA, PB, PC, PD, dan PE,
sedangkan pengelasan pipa naik PF dan pipa turun PG, lihat Gambar 8 dan 9. 12 PB PE I.
Klasifikasi Bentuk Sambungan Las Ada beberapa bentuk dasar sambungan las yang biasa
dilakukan dalam penyambungan logam, bentuk tersebut adalah butt joint, fillet joint,
lap joint edge joint, dan out-side corner joint. Berbagai bentuk dasar sambungan ini
dapat dilihat pada Gambar 10. PD PC PA Gambar 8. Kode ISO Posisi Las Flat PF PG
Gambar 9. Kode ISO Posisi Las Pipa 13 Butt joint Lap joint Corner joint Fillet joint Edge
joint Gambar 10. Berbagai Bentuk Sambungan Las J. Beberapa Variabel yang Berkaitan
dengan Pekerjaan Las. Penyambungan logam dengan proses pengelasan tidak dapat
dilakukan sembarangan, banyak variabel yang harus diperhatikan agar kualitas
sambungan sesuai standar yang dipersyaratkan oleh suatu lembaga internasional yang
berkaitan dengan pekerjaan las. Variabel tersebut adalah bahan, proses, metode,
keselamatan dan kesehatan kerja, peralatan, sumber daya manusia, lingkungan, serta
pemeriksaan kualitas sambungan las. Lihat Gambar 11. Dalam proses pengelasan logam,
bahan yang akan disambung harus diidentifikasi dengan baik. Dengan dikenalinya bahan
yang akan dilas, dapat ditentukan prosedur pengelasan yang benar, pemilihan juru las
yang sesuai, serta pemilihan mesin dan alat yang tepat Bahan Proses las Metode Alat
Pemeriksaan Sambungan las SDM K3 Lingkungan 14 Gambar 11. Variabel yang
Berpengaruh pada Pengelasan Logam Metode pengelasan logam yang meliputi prosedur
pengelasan, prosedur perlakuan panas, desain sambungan, serta teknik pengelasan
disesuaikan dengan jenis bahan, peralatan, serta posisi pengelasan saat sambungan las
dibuat. Aspek efektifitas, efisiensi proses, dan pertimbangan ekonomis berkaitan erat
dengan pemilihan peralatan las. Pengelasan logam stainless steel akan berkualitas bagus
jika menggunakan las TIG, namun akan lebih murah bila ddilas dengan las listrik,
sehingga pemilihan mesin dan peralatan las sebaiknya disesuaikan dengan tujuan
pengelasan serta biaya operasionalnya. Dalam pelaksanaan pekerjaan las dibutuhkan
Sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi sesuai standar yang ada. Kualifikasi
harus mengikuti standar-standar internasional seperti International Institut of Welding
(IIW), American Welding Society (AWS), dan masih banyak lembaga-lembaga
international di bidang pengelasan logam yang lain. Berdasarkan standar International
Institut of Welding (IIW), profesi las terdiri dari Welding Engineer (WE), Welding
Technologist (WT), Welding Practitioneer (WP), serta Welder (W). Profesi Welding
Engineer mempunyai tugas untuk menentukan prosedur pengelasan dan prosedur
pengujian. Seorang Welding Technologist bertugas untuk menterjemahkan prosedur-
prosedur tersebut kepada profesi las yang mempunyai level di bawahnya. Untuk melatih
juru las (Welder) dibutuhkan seorang Welding Practititoneer dan yang melakukan
pengelasan adalah Welder (juru las). Lingkungan pada waktu pengelasan dilakukan
merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas las. Pengelasan yang dilaksanakan pada
kondisi lingkungan sangat ekstrim, diperlukan prosedur khusus agar kualitas sambungan
terjamin dengan baik. Pengelasan kapal yang terpaksa dilakukan di dalam air
memerlukan mesin las yang dilengkapi dengan satu unit peralatan yang dapat
melindungi elektroda dari sentuhan air. Disamping itu juga dibutuhkan Welder yang
sesuai dengan pekerjaan tersebut, pengelasan dalam air cukup sulit dilakukan karena
adanya tekanan gas pelindung terhadap dinding kapal. Keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) juga perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan pengelasan. Seorang juru las
tidak dapat bekerja dengan baik jika dia tidak menggunakan pakaian dan peralatan
keamanan kerja yang pada gilirannya sambungan 15 las yang dihasilkan akan berkualitas
tidak baik. Disamping itu jika peralatan K3 kurang memadahi apabila terjadi kecelakaan
tidak dapat diantisipasi secara tepat dan cepat. Sambungan las yang telah dibuat harus
diperiksa agar dapat diketahui kualitasnya. Sambungan las harus dibongkar jika terjadi
cacat-cacat yang melampaui batas yang dipersyaratkan. Pemeriksaan dilakukan oleh
seorang Welding Inspector (WI). Pemeriksaan las menggunakan uji visual, sinar-X,
Ultrasonic, serta masih banyak metode lainnya.
Sambungan keling adalah dipakai untuk mengikatkan bagian satu dengan yang lain menggunakan
paku keling. Sambungan dengan paku keling ini umumnya bersifat permanent dan sulit untuk
melepaskannya karena pada bagian ujung pangkalnya lebih besar daripada batang paku kelingnya.
Oleh karena itu pengelingan banyak dipakai pada bangunan-bangunan bergerak atau bergetar.
Kelemahan

Hanya satu kelemahan bahwa ada pekerjaan mula berupa pengeboran lubang paku kelingnya di
samping kemungkinan terjadi karat di sekeliling lubang tadi selama paku keling dipasang. Adapun
pemasangan paku keling bisa dilakukan dengan tenaga manusia, tenaga mesin dan bisa dengan
peledak (dinamit) khususnya untuk jenis-jenis yang besar.

Paku keling dalam ukuran yang kecil dapat digunakan untuk menyambung dua komponen yang
tidak membutuhkan kekuatan yang besar, misalnya peralatan rumah tangga, furnitur, alat-alat
elektronika, dll

Keuntungan

Bahwa tidak ada perubahan struktur dari logam disambung. Oleh karena itu banyak dipakai pada
pembebanan-pembebanan dinamis.

Jenis kerusakan
1. Tearing of the plate at ende : robek pada bagian pinggir dari plat yang dapat terjadi jika margin
(m) KURANG DARI 1.5 d, dengan d ialah diameter paku keling.
2. Tearing of the plate a cross a row of rivets : robek pada garis sumbu lubang paku keling dan
bersilangan dengan garis gaya.
3. Shearing of the rivets : kerusakan sambungan paku keling karena beban geser.
Tips pemasangan
 Lap joint : pemasangan tipe lap joint biasanya digunakan pada plat yang overlaps satu dengan
yang lainnya.
 Butt joint : digunakan untuk menyambung dua plat utama, dengan menjepit menggunakan 2 plat
lain, sebagai penahan (cover), dimana plat penahan ikut dikeling dengan plat utama. Tipe ini
meliputi single strap butt joint dan double strap butt joint.
Bagian utama paku keling adalah :
1. kepala
2. badan
3. ekor
4. kepala lepas
Bahan paku keling
yang biasa digunakan antara lain adalah baja, brass, aluminium, dan tembaga tergantung jenis
sambungan/ beban yang diterima oleh sambungan.

Penggunaan umum bidang mesin : ductile (low carbor), steel, wrought iron.

Penggunaan khusus : weight, corrosion, or material constraints apply : copper (+alloys) aluminium
(+alloys), monel, dll.

Cara Pemasangan

ket :
1. Plat yang akan disambung dibuat lubang, sesuai diameter paku keling yang akan digunakan.
Biasanya diameter lubang dibuat 1.5 mm lebih besar dari diameter paku keling.
2. Paku keling dimasukkan ke dalam lubang plat yang akan disambung.
3. Bagian kepala lepas dimasukkan ke dalam lubang plat yang akan disambung.
4. Dengan menggunakan alat atau mesin penekan (palu), tekan bagian kepala lepas masuk ke
bagian ekor paku keling dengan suaian paksa.
5. Setelah rapat/kuat, bagian ekor sisa kemudian dipotong dan dirapikan/ratakan.
6. Mesin/alat pemasang paku keling dapat digerakkan dengan udara, hidrolik atau tekanan uap
tergantung jenis dan besar paku keling yang akan dipasang.
KELING

SAMBUNGAN PAKU KELING


PENGERTIAN

P aku keling / rivet adalah salah satu metode penyambungan yang sederhana.

sambungan keling umumnya diterapkan pada jembatan, bangunan, ketel, tangki, kapal Dan
pesawat terbang. Penggunaan metode penyambungan dengan paku keling ini juga sangat baik
digunakan untuk penyambungan pelat-pelat alumnium. Pengembangan Penggunaan rivet
dewasa ini umumnya digunakan untuk pelat-pelat yang sukar dilas dan dipatri dengan ukuran
yang relatif kecil. Setiap bentuk kepala rivet ini mempunyai kegunaan tersendiri, masing masing
jenis mempunyai kekhususan dalam penggunaannya.

Sambungan dengan paku keling ini umumnya bersifat permanent dan sulit untuk
melepaskannya karena pada bagian ujung pangkalnya lebih besar daripada batang paku
kelingnya.

Bagian utama paku keling adalah :

1. Kepala
2. Badan
3. Ekor
4. Kepala Lepas
Bahan Paku Keling adalah :
Yang biasa digunakan antara lain adalah

1. Baja
2. Brass
3. Aluminium
4. Tembaga
Semua bahan itu tergantung dari jenis sambungan/ beban yang diterima oleh sambungan.

a. Penggunaan umum bidang mesin : ductile (low carbor), steel, wrought iron.
b. Penggunaan khusus : weight, corrosion, or material constraints apply : copper (+alloys)
aluminium (+alloys), monel, dll
PENGGUNAAN PAKU KELING
Pemakaian paku keling ini biasanya digunakan untuk :

1. Sambungan kuat dan rapat, pada konstruksi boiler (boiler, tangki dan pipa-pipa tekanan
tinggi).
2. Sambungan kuat, pada konstruksi baja (bangunan, jembatan dan crane).
3. Sambungan rapat, pada tabung dan tangki ( tabung pendek, cerobong, pipa-pipa
tekanan).
4. Sambungan pengikat, untuk penutup chasis ( misalnya ; pesawat terbang, kapal).

KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN


1. Keuntungan
Sambungan paku keling ini dibandingkan dengan sambungan las mempunyai keuntungan yaitu
:

a). Bahwa tidak ada perubahan struktur dari logam disambung. Oleh karena itu banyak dipakai
pada pembebanan-pembebanan dinamis.
b). Sambungan keling lebih sederhana dan murah untuk dibuat.
c). Pemeriksaannya lebih mudah
d). Sambungan keling dapat dibuka dengan memotong kepala dari paku keling tersebut

2. Kelemahan
a). Hanya satu kelemahan bahwa ada pekerjaan mula berupa pengeboran lubang paku
kelingnya di samping kemungkinan terjadi karat di sekeliling lubang tadi selama paku keling
dipasang. Adapun pemasangan paku keling bisa dilakukan dengan tenaga manusia, tenaga
mesin dan bisa dengan peledak (dinamit) khususnya untuk jenis-jenis yang besar.

b). Paku keling dalam ukuran yang kecil dapat digunakan untuk menyambung dua komponen
yang tidak membutuhkan kekuatan yang besar, misalnya peralatan rumah tangga, furnitur, alat-
alat elektronika, dll

JENIS PEMBEBANAN DALAM PAKU KELING


Bila dilihat dari bentuk pembebanannya, sambungan paku keling ini dibedakan yaitu :

a). Pembebanan Tangensial.

Pada jenis pembebanan tangensial ini, gaya yang bekerja terletak pada garis kerja resultannya,
sehingga pembebanannya terdistribusi secara merata kesetiap paku keling yang digunakan.

b). Pembebanan Eksentrik

JENIS KERUSAKAN
Kerusakan yang biasanya terjadi paku keling adalah :
1. Tearing of the plate at ende : robek pada bagian pinggir dari plat yang dapat terjadi jika
margin (m) kurang dari 1.5 d, dengan d ialah diameter paku keling.

2. Tearing of the plate a cross a row of rivets : robek pada garis sumbu lubang paku keling dan
bersilangan dengan garis gaya.

Tearing of the plate a cross a row of rivets

3. Shearing of the rivets : kerusakan sambungan paku keling karena beban geser.

Shearing of the rivets

TIPE SAMBUNGAN PAKU KELING


A. Berdasarkan Penyambungan Plat

1. Lap Joint (Sambungan Berimpit) : sambungan yang menempatkan pelat yang akan
disambung saling berimpitan dan kedua pelat tersebut disambung dengan paku keling.

Pemasangan tipe lap joint biasanya digunakan pada plat yang overlaps satu dengan yang
lainnya..

2. Butt Joint (Sambungan Bilah) : sambungan yang menempatkan kedua ujung pelat yang akan
disambung saling berdekatan, lalu kedua pelat tersebut ditutup dengan bilah (strap), kemudian
masing-masing pelat disambungkan dengan bilah menggunakan paku keling

Digunakan untuk menyambung dua plat utama, dengan menjepit menggunakan 2 plat lain,
sebagai penahan (cover), dimana plat penahan ikut dikeling dengan plat utama. Tipe ini meliputi
single strap butt joint dan double strap butt joint

Tipe Sambungan Paku Keling Berdasarkan Sambungan Plat

B. Berdasarkan Jumlah Baris

1. Sambungan baris tunggal (single riveted joint)

Pada sambungan berimpit, sambungan baris tunggal adalah sambungan yang menggunakan
satu baris paku keeling pada sistem sambungan. Sedangkan pada sambungan bilah,
sambungan baris tunggal adalah sambungan yang menggunakan satu baris paku pada masing-
masing sisi sambungan.

2. Sambungan baris ganda (double riveted lap joint)

Pada sambungan berimpit, sambungan baris ganda adalah sambungan yang menggunakan
dua baris paku keling pada sistem sambungan. Sedangkan pada sambungan bilah, sambungan
baris ganda adalah sambungan yang menggunakan dua baris paku pada masing-masing sisi
sambungan.
Tipe Sambungan Paku Keling Berdasarkan Jumlah Baris

C. Berdasarkan Susunan Paku

1. Sambungan Rantai
2. Sambungan Zig - Zag

Tipe Sambungan Paku Keling Berdasarkan Susunan Paku

DESAIN TEKNIS KELING


1. Pitch: Jarak dari pusat satu keling ke pusat keling lainnya yang sejajar, dinotasikan dengan p.
2. Diagonal Pitch: Jarak antara pusat keling pada baris berikutnya dari sambungan keling zig-
zag
3. Back Pitch: Jarak tegak lurus diantara garis pusat dari baris berikutnya, donotasikan dengan
ps.
4. Margin: Merupakan jarak antara pusat dari lubang keling dengan tepi dari pelat, notasi m.
PERHITUNGAN DALAM PAKU KELING
1. Perhitungan Kekuatan

a. Area Sobekan per Panjang Pitch :

b. Ketahanan sobek per panjang pitch :

Dimana :
= pitch dari keling
= diameter keling
= ketebalan plat
= tegangan tarik yg diijinkan dari bahan plat

2. Pergeseran Pada Keling

a. Area geser per keling / Luas Penampang

b. Tegangan Geser (N/mm2)

Sehingga

c. Diameter paku Keling

d. Ketahanan geser keling per panjang pitch


3. Patah (Crush) Pada Keling

a. Area patah per rivet

b. Total area patah

c. Ketahanan patah keling per panjang pitch

Dimana :

: jumlah keling per panjang pitch


: tegangan patah yang diijinkan bahan keling

4.Efisiensi Sambungan Keling

a. Strength of The Riveted Joint

b. Strength of Plate,

c. Efisiensi Sambungan
EFISIENSI SAMBUNGAN
MUR DAN BAUT
Gambar 1. Mur dan Baut

1. Mur dan Baut


Baut dan mur digunakan untuk mengencangkan part-part di berbagai macam
area kendaraan. Terdapat berbagai macam tipe baut dan mur tergantung
pada penggunaannya. Adalah penting untuk mengetahuinya agar dapat
melakukan perawatan dengan benar.

Gambar 2. Tipe Mur dan Baut

1. Nama Baut
Baut memiliki nama-nama yang berbeda untuk mengidentifikasikan ukuran
dan kekuatannya. Baut-baut yang digunakan pada kendaraan dipilih menurut
kekuatan dan ukurannya yang dibutuhkan oleh masing-masing area tersebut.
Oleh karena itu, mengetahui nama-nama baut adalah salah satu dasar
pelaksanaan perawatan.

Gambar 3. Nama Baut

Contoh:M 8 x 1.25-4T

M = Tipe alur

“M” kependekan dari alur metrik tipe-tipe lain alur adalah “S” untuk alur kecil,
dan “UNC” untuk alur kasar yang disatukan.

8 = diameter luar baut

1.25 = tinggi alur (mm)

4T = kekuatan

Nomor menunjukkan 1/10 dari daya rentang minimum dalam unit of kgf/mm2,
dan huruf adalah kependekan dari “daya rentang”. Kekuatan distempelkan
pada baut kepala.
1. Spesifikasi Pengerasan Baut
Gambar 4. Tabel Spesifikasi Pengerasan Baut

1. Metode Pengencangan Baut


Gambar 5. Metode Pengencangan Baut

Baut-baut dikencangkan dengan kunci momen ke momen spesifikasi yang


tertera pada buku pedoman reparasi.

Adapun metode pengencangan yang dapat dilakukan diantaranya:

1. Gunakan kunci momen, kencangkan sebuah baut atau mur ke 15 Nm (150 kgf cm)
2. Gunakan kunci boxe end (offset), kencangkan kembali dengan cara yang serupa.
1. Tipe-Tipe Baut
1. Baut Kepala Heksagonal

Gambar 6. Baut Kepala Heksagonal

Baut kepala heksagonal adalah tipe baut paling umum.beberapa diantaranya


memiliki flange dan washer dibawah kepala baut.

1. Tipe Flange
Gambar 6.a. Baut Kepala Heksagonal Tipe Flange

Bagian kepala baut yang mengalami kontak dengan part memiliki permukaan
yang lebar untuk meredam tekanan kontak yang digunakan kembali oleh
kepala baut pada part. Oleh karena itu, ia lebih efektif dalam meminimalkan
kemungkinan merusak part.

1. Tipe Washer

Gambar 6.b. Baut Kepala Heksagonal Tipe Washer

Keefektifannya serupa dengan tipe flange. Ia juga efektif saat digunakan


untuk mengencangkan part yang memiliki lubang dengan diameter yang lebih
lebar daripada kepala baut. Tipe ini menggunakan washer pegas diantara
kepala baut dan washer untuk meminimalkan pengendoran baut.

1. Baut U
Gambar 7. Baut U

Baut-baut ini digunakan untuk menyambungkan pegas-pegas daun pada axle.


Mereka disebut “Baut-U” karena bentuknya menyerupai huruf “U”.

1. Baut Tanam

Gambar 8. Baut Tanam

Baut-baut ini digunakan untuk mencari part pada part lain atau untuk
memudahkan perakitannya.

1. Metode untuk Melepas dan Mengganti Baut Tanam


Gambar 9. Metode Melepas dan Mengganti Baut Tanam

Untuk mengencangkan baut tanam, pasang dua mur pada baut tanam dan
kencangkan bersama-sama. Lalu putar untuk mengencangkan atau
mengendorkan baut tanam. Teknik ini disebut sebagai “mur ganda”.

Dengan teknik ini, pengencangan dan penguncian ke dua mur terhadap satu
dan yang lainnya memungkinkan mur untuk melaksanakan fungsi kepala baut
dari baut biasa. Adapun metodenya adalah sebagai berikut:

1. Untuk memasang baut tanam, putar bagian atas mur ke arah pengencangan.
2. Untuk melepas baut tanam, putar bagian dasar mur ke arah pengendoran.
1. Baut Plastic Region

Gambar 10. Baut Plastic Region


Baut-baut plastic region, yang menawarkan stabilitas dan tegangan axial yang
tinggi, digunakan sebagai baut kepala silinder dan baut-baut tutup bantalan
pada beberapa mesin.Kepala baut memiliki dan luar dodecagon (dalam dan
luar).

1. Ketentuan Penggunaan kembali Baut Plastic Region


Baut plastic region mengubah dirinya sendiri menggunakan tenaga poros.
Terdapat dua metode untuk menentukan penggunaan kembali baut plastic
region, yaitu:

1.Ukur Penyempitan Baut

Gambar 11.a. Pengukuran Penyempitan Baut Plastic Region

2.Ukur Perpanjangan Baut

Gambar 11.b. Pengukuran Perpanjangan Baut Plastic Region

1. Metode untuk Mengencangkan Baut-Baut Plastic Region


Gambar 12. Metode Pengencangan Baut Plastik Region

Metode untuk mengencangkan baut plastic region berbeda dari dari


pengencangan baut biasa. Cara mengencangkan baut plastic region adalah
sebagai berikut:

1. Kencangkan baut plastic region dengan menggunakan momen yang telah


ditentukan.
2. Letakkan tanda cat pada bagian atas baut.
3. Kencangkan mengikuti petunjuk di buku pedoman reparasi.
Untuk mengencangkan baut plastic region adalah perlu untuk mengikuti
petunjuk pada buku pedoman reparasi karena terdapat dua tipe metode
pengencangan untuk baut-baut plastic region.
1. Metode dimana baut pertama-tama dikencangkan ke momen spesifikasi, dan
hanya tambahkan 90 derajat.
2. Metode dimana baut pertama-tama dikencangkan ke momen spesifikasi, dan
kemudian tambahkan dua pergerakan sebesar masing-masing 90 derajat, dengan
total pengencangan sebesar 180 derajat.
Cara pengencangan berdasarkan metode pengencangan baut plastic region,
yaitu kencangkan baut melampaui bagian elastis, dimana menaikkan bagian
pada tegangan axial dan sudut putaran baut.Lalu, klemkan pada plastic
region, dimana hanya sudut putaran baut saja yang berubah dan teganga
axial baut tetap tidak berubah. Metode pengencangan ini menurunkan
ketidakmerataan tegangan axial pada sudut putaran baut, dan meningkatkan
tegangan axial yang stabil.

1. Tipe-Tipe Mur
1. Mur Heksagonal

Gambar 13.a. Mur Heksagonal

Mur tipe ini adalah yang paling umum digunakan. Beberapa diantaranya
memiliki flange dibawah mur.

1. Mur Bertutup

Gambar 13.b. Mur Bertutup


Mur-mur ini digunakan sebagai mur-mur hub roda alumunium dan memiliki
tutup ynag menutup alur-alurnya. Mur-mur ini digunakan untuk mencegah
agar ujung-ujung baut tidak berkarat atau untuk tujuan estetika.

1. Castle Nut (Mur Bergalur)

Gambar 13.c. Mur Bergalur

Mur-mur ini memiliki galur silinder bergalur. Untuk mencegah agar mur tidak
berputar dan menjadi kendor, sebuah cotter pin dimasukkan ke dalam galur.
Mur-mur ini digunakan pada berbagai macam persambungan, seperti pada
sistem kemudi.
PEMBAHASAN 2.1 Definisi Liquid Penetrant Test Metode Liquid Penetrant test merupakan Metode NDT
yang paling sederhana. Metode ini digunakan untuk menemukan cacat (discontinuity) di permukaan
(open surface) terbuka dari komponen solid, baik logam maupun non logam. Seperti keramik dan plastic
fiber. Melalui metode ini, cacat pada material akan terlihat lebih jelas. Caranya adalah dengan
memberikan cairan berwarna terang pada permukaan yang diinsfeksi. Cairan ini harus memiliki daya
penetrasi yang baik dan viskositas yang rendah agar dapat masuk pada cacat dipermukaan material.
Selanjutnya, penetrant yang tersisa di permukaan material disingkirkan. Cacat akan terlihat jelas jika
perbedaan warna penetrant dengan latar belakang yang cukup kontras. Seusai inspeksi, penetrant yang
tertinggal dibersihkan dengan penerapan developer. Kelemahan dari metode ini antara lain adalah
bahwa metode ini hanya diterapkan pada permukaan terbuka. Metode ini tidak dapat diterpkan pada
komponen dengan permukaan kasar, berpelapis, atau berpori. Pengujian ini mempergunakan sifat
kapiler benda cair yang dipergunakan adalah cairan tidak kental dan mempunyai tegangan permukaan
kecil, yang biasanya berwarna sebagai penetrant. Material uji dicelup atau disemprot dengan cairan ini,
karena sifat kapilernya , maka cairan masuk kedalam retakan, celah atau pori-pori pada perukaan
material uji tersebut sampai ke bagian yang paling dalam. Gambar 1. Proses Kapilaritas pada spesimen
uji Setelah permukaan dibersihkan dipakai detektor untuk menyerap penetran , sehingga terlihat bekas
yang jelas pada retakan, celah atu pori-p 6 | P a g e 1. Benda yang diperiksa permukaannya harus bersih
terhadap segala macam kotoran, minyak, olie, parafin dan lain sebagainya. Dimana kotoran-kotoran
tersebut akan menutupi cacat yang diperiksa 2. Benda yang diperiksa harus dalam keadaan kering dan
tidak keropos(porous). 3. Jika permukaan benda dicat, maka hilangkan cat tersebut dengan kertas
gosok. Sebagai bahan pembersih untuk membersihkan benda yang akan diperiksa dapat digunakan
minyak bensin, acctone atau bahan kimia lain yang bersifat serupa dengan bahan pebersih diatas.
Sedangkan bahan pembersih kedua yang fungsinya untuk membersihkan penetran yang menempel
pada benda yang diperiksa adalah cairan pembersih (cleaner) dan biasanya dijual bersama satu set
dengan penetran dan developer, tetapi dapat juga dipakai air hangat, minya bensin atau acetone atau
cairan lain yang murah harganya. Tidak merusak benda yang diperiksa ( menyebabkan karat) dan tidak
beracun. 2.2 Prinsip dari liquid penetrant Prinsip dari pengujian ini adalah memanfaatkan kemampauan
cairan penetrant untuk memasuki celah discontinuity serta kerja developer untuk mengangkat kembali
cairan yang meresap pada retakan, sehingga cacat dapat terdeteksi. Berikut ini merupakan prosedur
pemeriksaannya: 1) Pembersihan permukaan. 2) Penetration. pada tahap ini diberikan cairan penetrant
pada permukaan benda kerja yang diperiksa kemudian ditunggu beberapa saat ( dwell time ). Sehingga
cairan dapat masuk kedalam celah retakan. 3) Removal or excess penetrant. Pembersihan cairan
penetrant dengan air, pelarut, atau di lap saja. Pembersihan tidak boleh berlebihan, karena dapat
menyebabkan penetrant yang meresap akan terbilas semua. 4) Development Pemberian serbuk
developer pada permukaan yang telah bersih. Cairan developer akan menyerap cairan penetrant
kembali ke permukaan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan tegangan permukaan antara cairan
penetrant dengan developer. 5) Inpection Jenis cairan penetrant di bedakan menjadi dua, yaitu : 
visible penetrant dan  fluorescent penetrant. Kemudian cara pembersihannya dibedakan menjadi tiga,
yaitu:  pembersihan dengan air  pembersihan dengan pelarut 7 | P a g e  pembersihan dengan
emulsifier. Selain itu developer juga ada yang bekerja pada kondisi kering maupun basah. Dry developer
biasanya digunakan untuk penetrant yang fluorescent. Sedangkan wet developer, ada yan berupa water
suspendible (suspense dalam air) maupun solvent suspenpendible (suspense dalam cairan yang mudah
menguap). Namun hal penting yang perlu diingat bahwa warna developer harus kontras dengan cairan
penetrant, agar mudah mengamati cacat yang timbul. Metode pengujian ini dapat diguanakan untuk
mendeksi cacat permukaan maupun di bawah permukaan (sub surface). Akan tetapi seberapa dalam
dari permukaan bergantung daya kapilaritas cairan penetrant. Keuntungan dari Liquid penetrant test
adalah:  mudah di aplikasikan.  Murah  Tidak dipengaruhi oleh sifat kemagnetan material dan
komposisi kimianya.  Jangkauan pemeriksaan yang cukup luas. Kekurangan dari Liquid penetrant test
adalah:  Tidak dapat dilakukan pada benda berpori atau material produk powder metallurgy. Hal
tersebut akan menyebabkan terserapnya cairan penetrant secara berlebihan sehingga dapat
mengindikasi cacat palsu.  Permukaan yang kasar menyebabkan kesulitan pada saat pembersihan sisa
penetrant.  Beberapa material (karet dan plastic) mungkin dapat terpengaruh oleh penetrant yang
berbahan dasar minyak.  Sangat tergantung pada keahlian operator, dan  Beberapa produk penetrant
dapat menyebabkan iritasi terhadap kulit jika digunakan terus menerus jika tidak menggunakan alat
proteksi yang sesuai. 2.3 Langkah - langkah kerja Liquid Penetrant Test Sebelum kita melihat langkah –
langkah kerja Liquid Penetrant Test. Adapun tujuh langkah dalam proses inspeksi dengan menggunakan
penetrant test yaitu: 1. Pembersihan (cleaning) permukaan test past yang akan diinspeksi. 2.
Pengeringan. 3. Pemberian penetrant (penetrant application). 4. Pembersihan penetrant (penetrant
removal). 5. Pemberian developer (developer application). 8 | P a g e 6. Eveluasi subjek yang diinspeksi.
7. Pembersihan akhir dari subjek yang diinspeksi. Langkah – langkah kerja dalam metode liquid
penetrant. Pada dasarnya metode ini menggunakan beberapa bahan bantu yaitu cairan penetrant,
cleaner, dan developer. Adapun langkah kerja secara umum adalah sebagai berikut: 1. Benda yang akan
diperiksa terlebih dahulu dibersihkan dengan cairan cleaner dari kotoran sisa – sisa oli, debu, atau
kotoran lainnya yang dapat menutupi retak. Jika benda yang ingin di periksa ternyata di lapisi cat, maka
cat harus terlebih dahulu dibersihkan. 2. Celupkan benda kedalam cairan penetrant atau untuk lokasi
tertentu saja dapat menggunakan penetrant dalam bentuk spray. Setelah itu angkat dan diamkan
beberapa saat agar penetrant dapat masuk ke dalam celah retak secara optimal. Lamanya bergantung
dari material benda yang diuji. Misalnya: untuk alloys antara 10 – 15 menit. 3. Bersihkan cairan
penetrant berlebih yang menempel pada benda uji. Cara pembersihan tergantung dari jenis penetrant
yang digunakan. Untuk penetrant yang waterwashable dapat langsung dibersihkan dengan air
bertekanan, sedangkan untuk post – emulsifiable harus menggunakan emulsifier dan air bertekanan.
Yang perlu diperhatikan adalah cara penyemprotan air tidak tegak lurus pada permukaan benda yang
akan diperiksa karena akan menghilangkan penetran yang terdapat dalam celah retak. 4. Untuk
mengeringkan sisa air setelah proses pencucian maka benda di lap dan dimasukkan ke dalam pemanas
dengan temperature dan waktu yang telah ditentukan. 5. Setelah kering, permukaan benda yang akan
dites disemprotkan cairan developer agar cairan penetrant dalam retak dapat tertarik keluar. Untuk
penetrant jenis fluorescence, dapat dilihat dengan alat bantu ultraviolet sehingga penetrant yang ditarik
oleh developer akan tertarik dengan jelas. untuk memastikan bahwa penetrant yang terlihat adalah
berasal dari retak maka penetrant yang keluar harus dibersihkan dengan cleaner dan pada permukaan
tersebut disemprotkan lagi cairan developer. Bila terlihat masih ada cairan penetrant yang keluar dari
permukaan tersebut, maka dapat di pastikan bahwa terdapat retak pada permukaan benda tersebut. 2.4
Ruang lingkup pemakaian uji penetrant test.  Penggunaan uji Liquid Penetrant ini sangat terbatas yakni:
9 | P a g e a. Keratakan atau kekeroposan yang diselediki dapat dapat dideteksi apabila keretakan
tersebut terjadi sampai ke permukaan benda. Keretakan dibawah permukaan (subsurface cracks) tidak
dapat terdeteksi dengan cara ini. b. Permukaan yang terlalu kasar atau berpori-pori dapat
mengakibatkan indikasi yang palsu. c. Tidak dianjurkan menyelidiki benda – benda hasil powder
metellurgi kerena kurang padat (berpori – pori).  Klasifikasi penetrant sesuai cara pembersihannya:
Ada tiga macam sistem liquid penetrant yang dapat digunakan ketiganya memiliki perbedaan yang
mencolok. Pemilihan salah satu system bergantung pada factor – factor: 1) Kondisi permukaan benda
kerja yang diselidiki. 2) Karakteristik umum keretakan logam. 3) Waktu dan tempat penyelidikan. 4)
Ukuran benda kerja.  Ketiga sistem liquid penetrant yang dapat digunakan adalah :  The Water
Washable Penetrant System. Direncanakan agar liquid penetrant dapat dibersihkan dari system serupa.
System ini berupa flucreacont atau fisibledye. Proses cepat dan efisien. Pembasuh harus dilakukan
secara hati – hati, Karena liquid penetrant dapat terhapus habis dari permukaan yang retak. Derajat dan
kecepatan pembasuh untuk proses ini tergantung pada karakteristik dari spray nozzle, tekanan
temperature air selama pembasuhan, kondisi permukaan benda kerja, dan karakteristik liquid penetrant
sendiri.  The Post Emulsifisible System. Untuk menyelidiki keretakan yang sangat kecil, digunakan
penetrant yang tidak dapat dibasuh dengan air (not water washable). Hal ini penting agar tidak ada
kemungkinan penetrant terbasuh oleh air. Penetrant jenis ini dilarutkan dalam oli dan membutuhkan
langkah tambahan pada saat penyelidikan yaitu pembubuhan emulsifier dibiarkan pada permukaan
pada permukaan benda kerja, harus dibatasi waktunya agar penetrant yang berada di dalam keretakan
tidak menjadi water washable agar tidak ikut terbasuh.  The Solvent Removeable System. 10 | P a g e
Kadang – kadang dibutuhkan penyelikikan pada daerah yang sempit pada permukaan benda kerja yang
penyelikannya dilakukan di lapangan. Biasanya benda kerjanya besar atau ongkos pemindahan benda
kerja ini dari lapangan ke tempat penyelidikannya adalah relative mahal. Untuk situasi seperti ini solvent
removable system digunakan pada saat pembersihan pendahuan (pracianing) dan pembasuhan
penetrant. Proses seperti ini sesuai dan sangat luas digunakan untuk inspeksi lapangan. Penetrant jenis
ini larut dalam oli, pembersihan pelarut secara optimum dapat dicapai dengan cara mengelap
permukaan benda kerja dari penetrant dengan lap yang dibasuhi solvent. Tahap akhir dari pengelapan
dilakukan dengan kain kering. Penetrant dapat pula dibasuh dengan cara membanjiri permukaan benda
kerja dengan solvent. Cara ini diterapkan pada benda kerja yang besar. Tetapi pelaksaannya harus
berada dalam keretakan tidak ikut terbasuh. Proses ini biasanya dilakukan untuk aplikasi yang khusus,
karena prosesnya memakan tenaga yang relative banyak dan tidak praktis untuk diterapkan sebagai
inspeksi pada hasil produksi.  Klasifikasi liquid penetrant berdasarkan pengamatannya ada tiga jenis,
yaitu:  Visible penetrant. Pada umumnya visible penetrant berwarna merah. Hal ini ditunjukan pada
penampilannya yang kontras terhadap latar belakang warna developernya. Proses ini tidak
membutuhkan cahaya ultraviolet, tetapi membutuhkan cahaya putih yang cukup untuk pengamatan.
Walaupun sesivitas penetrant jenis ini tidak setinggi jenis fluorescent, tetapi cukup memadai untuk
berbagai kegunaan.  Fluorescent penetrant Liquid penetrant jenis ini adalah liquid penetrant yang
dapat berkilau bila disensitivitas. Fluorecent penetrant bergantung pada kemampuannya untuk
menampilkan diri terhadap cahaya ultraviolet yang lemah pada ruangan gelap. Ada tiga tingkatan
sensitivitas, yaitu: 1. Sensitivitas normal (cahaya normal) 2. Sensitivitas tinggi (cahaya gelap) 3.
Sensitivitas ultra tinggi (infra merah) 11 | P a g e Pemilihan penggunaan sensitivitas penetrant
bergantung pada kekritisan inspeksi, kondisi permukaan yang diselidiki, jenis proses (system), dan
tingkat senstivitas yang diinginkan.  Dual Sensitivity Penetrant Ini adalah gabungan dari visible
penetrant dan fluorescent penetrant, maksudnya adalah benda kerja mengalami dua kali pengujian
yaitu: visible penetrant dan fluorescent penetrant, sehingga dengan sensitivity dapat diperoleh hasil
yang lebih teliti dan akurat. 12 |

P a g e BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Data keterangan dia yang telah diketahui maka dapat
disimpulkan bahwa Liquid Penetrant test dapat mendeteksi cacat pada permukaan berdasarkan
kapilaritas yang dimana material akan di uji tidak berpori. Berikut ini dapat diuraikan beberapa hal yang
bisa dilakukan dalam Liquid penetrant test, yaitu:  Prinsip yang di gunakannya adalah sifat kapilaritas.
 Material yang dapat terdeteksi material yang tidak berpori.  Dapat menemukan cacat dengan cepat.
Jadi Liquid penetrant test ini tidak dapat dilakukan pada material yang berpori – pori. Keuntungan dari
Liquid penetrant test adalah:  mudah di aplikasikan.  Murah  Tidak dipengaruhi oleh sifat
kemagnetan material dan komposisi kimianya.  Jangkauan pemeriksaan yang cukup luas. Kekurangan
dari Liquid penetrant test adalah:  Tidak dapat dilakukan pada benda berpori atau material produk
powder metallurgy. Hal tersebut akan menyebabkan terserapnya cairan penetrant secara berlebihan
sehingga dapat mengindikasi cacat palsu.

Anda mungkin juga menyukai