Anda di halaman 1dari 62

PRAKTIKUM I

PENGUJIAN MEKANIK

Disusun Oleh :
M. FARID HARTAMI PUTRA
(211910101100)

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS JEMBER
2021

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu logam mempunyai sifat-sifat tertentu yang dibedakan atas sifat fisik, mekanik,
thermal, dan korosif. Salah satu yang penting dari sifat tersebut adalah sifat mekanik. Sifat
mekanik terdiri dari keuletan, kekerasan, kekuatan, dan ketangguhan. Sifat mekanik merupakan
salah satu acuan untuk melakukan proses selanjutnya terhadap suatu material, contohnya untuk
dibentuk dan dilakukan proses permesinan. Untuk mengetahui sifat mekanik pada suatu logam
harus dilakukan pengujian terhadap logam tersebut. Salah satu pengujian yang dilakukan adalah
pengujian tarik.
Dalam pembuatan suatu konstruksi diperlukan material dengan spesifikasi dan sifat-sifat
yang khusus pada setiap bagiannya. Sebagai contoh dalam pembuatan konstruksi sebuah
jembatan. Diperlukan material yang kuat untuk menerima beban diatasnya. Material juga harus
elastis agar pada saat terjadi pembebanan standar atau berlebih tidak patah. Salah satu contoh
material yang sekarang banyak digunakan pada konstruksi bangunan atau umum adalah logam.
1.2 Tujuan Percobaan

1. Mahasiswa dapat mengetahui :


a. Kekuatan Tarik
b. Kekuatan Luluh
c. Tegangan Ijin
d. Kekuatan Patah
e. Nilai rata-rata Modulus Elastisitas
f. Faktor Pengerasan Regangan
g. Keuletan
2. Mahasiswa dapat menganalisis data-data pengujian 3. Mahasiswa dapat
menyimpulkan hasil penguji
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Dasar Pengujian Logam


Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material
dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu. Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik
sangat penting untuk rekayasa teknik dan desain produk karena mengahsilkan data kekuatan
material. Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya
statis yang diberikan secara lambat.

Seperti pada gambar 1 benda yang di uji tarik diberi pembebanan pada kedua arah sumbunya.
Pemberian beban pada kedua arah sumbunya diberi beban yang sama besarnya.
Pengujian tarik adalah dasar dari pengujian mekanik yang dipergunakan pada material. Dimana
spesimen uji yang telah distandarisasi, dilakukan pembebanan uniaxial sehingga spesimen uji
mengalami peregangan dan bertambah panjang hingga akhirnya patah. Pengujian tarik relatif
sederhana, murah dan sangat terstandarisasi dibanding pengujian lain. Hal-hal yang perlu
diperhatikan agar penguijian menghasilkan nilai yang valid adalah; bentuk dan dimensi spesimen
uji, pemilihan grips dan lain-lain.

Bentuk dan Dimensi Spesimen uji


Spesimen uji harus memenuhi standar dan spesifikasi dari ASTM E8 atau D638. Bentuk dari
spesimen penting karena kita harus menghindari terjadinya patah atau retak pada daerah grip atau
yang lainnya. Jadi standarisasi dari bentuk spesimen uji dimaksudkan agar retak dan patahan
terjadi di daerah gage length.
Grip and Face Selection
Face dan grip adalah faktor penting. Dengan pemilihan setting yang tidak tepat, spesimen uji
akan terjadi slip atau bahkan pecah dalam daerah grip. Ini akan menghasilkan hasil yang tidak
valid. Face harus selalu tertutupi di seluruh permukaan yang kontak dengan grip. Agar spesimen
uji tidak bergesekan langsung dengan face.
Beban yang diberikan pada bahan yang di uji ditransmisikan pada pegangan bahan yang di uji.
Dimensi dan ukuran pada benda uji disesuaikan dengan estándar baku pengujian.

Tegangan Teknik
Tegangan yang digunakan pada kurva adalah tegangan membujur rata-rata dari pengujian tarik.
Tegangan teknik tersebut diperoleh dengan cara membagi beban yang diberikan dibagi dengan
luas awal penampang benda uji. Dituliskan seperti dalam persamaan berikut:
S= P/A0

Keterangan ;
S : Tegangan teknik (kg/mm2)
P : Beban yang diberikan (kg)
A0 : Luas penampang awal benda uji (mm2)
Regangan Teknik
Regangan yang digunakan untuk kurva tegangan-regangan teknik adalah regangan linier ratarata,
yang diperoleh dengan cara membagi perpanjangan yang dihasilkan setelah pengujian dilakukan
dengan panjang awal. Dituliskan seperti dalam persamaan 2.2 berikut.

Keterangan ; e :

Regangan Teknik

L : Panjang benda uji setelah pengujian (mm)


Lo : Panjang awal benda uji (mm)
Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung pada komposisi,
perlakuan panas, deformasi plastik, laju regangan, temperatur dan keadaan tegangan yang
menentukan selama pengujian. Parameter-parameter yang digunakan untuk menggambarkan
kurva tegangan-regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh atau titik luluh, persen
perpanjangan dan pengurangan luas. Dan parameter pertama adalah parameter kekuatan,
sedangkan dua yang terakhir menyatakan keuletan bahan. Modulus Elastisitas
Pada tegangan dan regangan yang dihasilkan, dapat diketahui nilai modulus elastisitas.
Persamaannya dituliskan dalam persamaan

Keterangan ;
E : Modulus elastisitas (kg/mm2),

e : Regangan σ : Tegangan

(kg/mm2)

Pada mulanya pengerasan regang lebih besar dari yang dibutuhkan untuk mengimbangi
penurunan luas penampang lintang benda uji dan tegangan teknik (sebanding dengan beban F)
yang bertambah terus, dengan bertambahnya regangan. Akhirnya dicapai suatu titik di mana
pengurangan luas penampang lintang lebih besar dibandingkan pertambahan deformasi beban
yang diakibatkan oleh pengerasan regang. Keadaan ini untuk pertama kalinya dicapai pada suatu
titik dalam benda uji yang sedikit lebih lemah dibandingkan dengan keadaan tanpa beban.
Seluruh deformasi plastis berikutnya terpusat pada daerah tersebut dan benda uji mulai
mengalami penyempitan secara lokal. Karena penurunan luas penampang lintang lebih cepat
daripada pertambahan deformasi akibat pengerasan regang, beban sebenarnya yang diperlukan
untuk mengubah bentuk benda uji akan berkurang dan demikian juga tegangan teknik pada
persamaan (1) akan berkurang hingga terjadi patah.
2.2 Kekuatan Tarik (Tensile Strength)
Kekuatan yang biasanya ditentukan dari suatu hasil pengujian tarik adalah kuat luluh (Yield
Strength) dan kuat tarik (Ultimate Tensile Strength). Kekuatan tarik atau kekuatan tarik
maksimum (Ultimate Tensile Strength / UTS), adalah beban maksimum dibagi luas penampang
lintang awal benda uji.

Keterangan :
Su : Kekuatan tarik (kg/mm2)

Pmaks : Beban maksimum (kg)


A0 : Luas penampang awal (mm2)
Untuk logam-logam yang liat kekuatan tariknya harus dikaitkan dengan beban maksimum
dimana logam dapat menahan sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas.
Tegangan tarik adalah nilai yang paling sering dituliskan sebagai hasil suatu uji tarik, tetapi pada
kenyataannya nilai tersebut kurang bersifat mendasar dalam kaitannya dengan kekuatan bahan.
Untuk logam-logam yang liat kekuatan tariknya harus dikaitkan dengan beban maksimum, di
mana logam dapat menahan beban sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas. Akan
ditunjukkan bahwa nilai tersebut kaitannya dengan kekuatan logam kecil sekali kegunaannya
untuk tegangan yang lebih kompleks, yakni yang biasanya ditemui. Untuk berapa lama, telah
menjadi kebiasaan mendasarkan kekuatan struktur pada kekuatan tarik, dikurangi dengan faktor
keamanan yang sesuai.

2.3 Kekuatan luluh (yield strength)

Salah satu kekuatan yang biasanya diketahui dari suatu hasil pengujian tarik adalah kuat luluh
(Yield Strength). Kekuatan luluh ( yield strength) merupakan titik yang menunjukan perubahan
dari deformasi elastis ke deformasi plastis. Besar tegangan luluh dituliskan seperti pada
persamaan 2.4, sebagai berikut.
Keterangan :
Ys : Besarnya tegangan luluh (kg/mm2)
Py : Besarnya beban di titik yield (kg)
Ao : Luas penampang awal benda uji (mm2)
Tegangan di mana deformasi plastis atau batas luluh mulai teramati tergantung pada kepekaan
pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami perubahan sifat dari elastik menjadi
plastis yang berlangsung sedikit demi sedikit, dan titik di mana deformasi plastis mulai terjadi
dan sukar ditentukan secara teliti.
Kekuatan luluh adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah kecil deformasi
plastis yang ditetapkan. Definisi yang sering digunakan untuk sifat ini adalah kekuatan luluh
ditentukan oleh tegangan yang berkaitan dengan perpotongan antara kurva tegangan-regangan
dengan garis yang sejajar dengan elastis ofset kurva oleh regangan tertentu. Di Amerika Serikat
offset biasanya ditentukan sebagai regangan 0,2 atau 0,1 persen (e = 0,002 atau 0,001)

Cara yang baik untuk mengamati kekuatan luluh offset adalah setelah benda uji diberi
pembebanan hingga 0,2% kekuatan luluh offset dan kemudian pada saat beban ditiadakan maka
benda ujinya akan bertambah panjang 0,1 sampai dengan 0,2%, lebih panjang daripada saat
dalam keadaan diam. Tegangan offset di Britania Raya sering dinyatakan sebagai tegangan uji
(proff stress), di mana harga ofsetnya 0,1% atau 0,5%. Kekuatan luluh yang diperoleh dengan
metode ofset biasanya dipergunakan untuk perancangan dan keperluan spesifikasi, karena
metode tersebut terhindar dari kesukaran dalam pengukuran batas elastik atau batas proporsional.
2.4 Pengukuran Keliatan (keuletan)
Keuleten adalah kemampuan suatu bahan sewaktu menahan beban pada saat diberikan penetrasi
dan akan kembali ke baentuk semula.Secara umum pengukuran keuletan dilakukan untuk
memenuhi kepentingan tiga buah hal
1. Untuk menunjukan elongasi di mana suatu logam dapat berdeformasi tanpa terjadi patah
dalam suatu proses suatu pembentukan logam, misalnya pengerolan dan ekstrusi.

2. Untuk memberi petunjuk secara umum kepada perancang mengenai kemampuan logam
untuk mengalir secara pelastis sebelum patah.

3. Sebagai petunjuk adanya perubahan permukaan kemurnian atau kondisi pengolahan


2.5 Modulus Elastisitas
Modulus Elastisitas adalah ukuran kekuatan suatu bahan akan keelastisitasannya. Makin besar
modulus, makin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan.Modulus
elastisitas ditentukan oleh gaya ikat antar atom, karena gaya-gaya ini tidak dapat dirubah tanpa
terjadi perubahan mendasar pada sifat bahannya. Maka modulus elastisitas salah satu sifat-sifat
mekanik yang tidak dapat diubah. Sifat ini hanya sedikit berubah oleh adanya penambahan
paduan, perlakuan panas, atau pengerjaan dingin.
Secara matematis persamaan modulus elastic dapat ditulis sebagai berikut.

Dimana, σ =

Tegangan ε =

Regangan

2.6 Ketangguhan (Toughness)


Ketangguhan (Toughness) adalah kemampuan menyerap energi pada daerah plastik. Pada
umumnya ketangguhan menggunakan konsep yang sukar dibuktikan atau didefinisikan. Salah
satu menyatakan ketangguhan adalah meninjau luas keseluruhan daerah di bawah kurva
tegangan-regangan. Luas ini menunjukan jumlah energi tiap satuan volume yang dapat
dikenakan kepada bahan tanpa mengakibatkan pecah. Ketangguhan (S0) adalh perbandingan
antara kekuatan dan kueletan. Persamaan sebagai berikut.

UT ≈ su ef

atau

Untuk material yang getas

Keterangan; UT : Jumlah unit volume


Tegangan patah sejati adalah beban pada waktu patah, dibagi luas penampang lintang. Tegangan
ini harus dikoreksi untuk keadaan tegangan tiga sumbu yang terjadi pada benda uji tarik saat
terjadi patah. Karena data yang diperlukan untuk koreksi seringkali tidak diperoleh, maka
tegangan patah sejati sering tidak tepat nilai.
BAB III

METODE PERCOBAAN

3.2 Alat dan Bahan


1. Mesin Uji Tarik

2. Jangka sorong

3. Dial indicator

4. Spidol

5. Palu karet

6. Spesimen Baja

7. Kertas milimeter blok

3.3 Prosedur Percobaan


1. Mengukur benda uji dengan ukuran standar
2. Mengkur panjang awal (Lo) atau gage length dan luas penampang irisan benda uji.
3. Mengukur benda uji pada pegangan (grip) atas dan pegangan bawah pada mesin uji tarik.
4. Nyalakan mesin uji tarik dan lakukan pembebanan tarik sampai benda uji putus.
5. Mencatat beban luluh dan beban putus yang terdapat pada skala.
6. Melepaskan benda uji pada pegangan atas dan bawah, kemudian satukan keduanya
seperti semula.
7. Mengukur panjang regangan yang terjadi.
BAB IV

DATA HASIL PERCOBAAN

Nama Mesin : Tokyo Koki Seizosho

Diameter Awal : 6.2 mm

Panjang Awal : 40.4 mm

Skala Gaya : 5000 kg

Tanggal Praktikum : 30 Maret 2017

Nama Bahan : Baja ST 60

4.1 Data Hasil Percobaan


Dari hasil percobaan pengujian Tarik dengan spesimen baja yang telah dilakukan, didapatkan
data-data berikut :
Teganga

.
No Gaya Perubahan(mm) Tegangan(kg/mm²) Regangan sebenarnnsebenarnReganganElastisitModulus

panjang teknik teknik (%) (kg/mm²ya) ya (%) as

1. 100 0,22 3,31 0,56 3,32 0,55 603,63 2. 200 0,38 6,62 0,98
6,68 0,97 693,87 3. 300 0,47 9,94 1,21 10,06 1,2 838,33
4. 400 0,62 13,25 1,6 13,46 1,54 851,89
5. 500 0,76 16,57 1,96 16,89 1,98 870,61
6. 600 0,9 19,88 2,33 20,34 2,3 884,34
7. 700 1,05 23,2 2,72 23,83 2,68 889,17 8. 800 1,17 26,31 3,03 27,1 2,98 909,39
9. 900 1,19 29,83 3,38 30,83 3,32 920,61

10. 1000 1,41 33,14 3,69 34,34 3,58 959,21

11 989,03
1,51 36,46 3,91 37,88 3,83 3
. 1100
4.2 Grafik Uji Tarik
Berdasarkan hasil pengujian tarik pada bahan baja yang dilakukan, didapatkan grafik sebagai
4.3 Pembahasan
Pada percobaan uji tarik ini, menggunakan bahan baja berbentuk silinder. Proses
pengujiannya adalah dengan cara memasangkan specimen pada alat uji tarik. Dengan gaya
yang sudah ditentukan pengujian dilakukan sampai terjadi fracture dan dapat diketahui UTS
dan tegangan luluhnya.
Berikut adalah gambar specimen setelah dilakukan uji tarik
EVALUASI

1. Mengapa patahnya speimen tidak tepat di tengah?


Penjelasan : Karena struktur logam dalam specimen tidak merata dan pada saat
penempatan specimen di alat uji tarik tidak center atau sama rata. Alat perlu di
kalibrasi agar data hasil uji tarik valid

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan pengujian tarik yang telah dilakukan, maka didapatkan beberapa
kesimpulan, antara lain :
1. Pada uji coba ini kita menguji ketahanan bahan materialnya sejauh mana pertambahan
panjangnya dan bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tarikan.

2. Jenis material yang berbeda, dengan perlakuan yang didapatkannya berbeda dan
komposisinya yang berbeda akan menyebabkan nilai kekuatannya berbeda pula dan
kurva hasil uji tariknya juga berbeda.

3. Faktor penyebab terjadinya nilai diantara dua specimen uji tersebut adalah dimensi
yang berbeda dan perlakuan yang berbeda pula
PRAKTIKUM II
UJI TARIK

Disusun Oleh :
M. FARID HARTAMI PUTRA
(211910101100)

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS JEMBER

2021
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu logam mempunyai sifat-sifat tertentu yang dibedakan atas sifat fisik,
mekanik, thermal, dan korosif. Salah satu yang penting dari sifat tersebut adalah sifat
mekanik. Sifat mekanik terdiri dari keuletan, kekerasan, kekuatan, dan ketangguhan. Sifat
mekanik merupakan salah satu acuan untuk melakukan proses selanjutnya terhadap suatu
material, contohnya untuk dibentuk dan dilakukan proses permesinan. Untuk mengetahui
sifat mekanik pada suatu logam harus dilakukan pengujian terhadap logam tersebut. Salah
satu pengujian yang dilakukan adalah pengujian tarik.
Pengujian ini dimaksudkan agar kita dapat mengetahui besar sifat mekanik dari
material, sehingga dapat dlihat kelebihan dan kekurangannya. Material yang mempunyai
sifat mekanik lebih baik dapat memperbaiki sifat mekanik dari material dengan sifat yang
kurang baik dengan cara alloying. Hal ini dilakukan sesuai kebutuhan konstruksi dan
pesanan.
Uji tarik merupakan salah satu pengujian mekanik yang paling luas digunakan di
industri dan di dunia pendidikan karena kemudahan dalam menganalisa data yang
didapatkan dan memperoleh informasi mengenai sifat mekanik suatu material. Pada proses
pengujian tarik ini, pembebanan berupa beban uniaksial dengan kecepatan pembebanan
yang statis. Pengujian ini dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui sifat – sifat mekanik
suatu bahan atau logam terhadap pembebanan tarik. Sehingga Mahasiswa dapat
melakukan percobaan ini karena mengetahui karakteristik benda. Kekuatan tarik dari pada
spesimen akan diuji, seberapa besar gaya yang bekerja pada spesimen tersebut hingga
spesimen dapat patah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraiakan di atas, maka permasahan yang
dibahas adalah:
1. Bagaimana standar prosedur pengujian tarik dengan baik benar ?
2. Apa besaran-besaran dari sifat mekanik yang diperoleh dari pengujian tarik ?
3. Data apa saja yang didapat dari hasil pengujian tarik ?
C. Tujuan Praktikum
Praktikum ini ditujukan untuk :
1. Mengetahui standar prosedur pengujian tarik dengan baik benar
2. Mengetahui besaran-besaran sifat mekanik yang diperoleh dari pengujian tarik
3. Mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi dari pengujian tarik
4. Mampu mengolah data dari hasil pengujian

D. Manfaat Praktikum
Manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan praktikum, dan penyusunan laporan ini
merupakan ilmu pengetahuan dibidang teknologi material, khususnya dalam bidang uji
tarik. Mahasiswa mampu mendalami ilmu material teknik melalui uji tarik ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori


Uji Tarik merupakan salah satu pengujian untuk mengetahui sifat-sifat suatu
bahan. Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan
tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu
bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkeraman (grip)
yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff).
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik
suatu bahan (dalam hal ini suatu logam) sampai putus, kita akan mendapatkan profil
tarikan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada Gambar 1. Kurva ini
menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat
diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut.
Uji tarik bertujuan untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh
pengguna bahan logam, informasi yang akan diperoleh antara lain :
1. Tegangan Luluh (Yield Strength),
2. Tegangan Tarik Maksimum,
3. Kekuatan Patah (Fracture Strength),
4. Elongasi,
5. Modulus Elastisitas, dan
6. Kontraksi.
Untuk mengetahui data-data daitas, biasanya mesin penguji yang telah
dihubungkan dengan komputer, diprogram untuk mengolah data diatas, namun untuk
memberikan informasi data yang lebih beberapa data perlu dihitung secara manual
menggunakan rumus persamaan matematis.
Persamaan matematis yang digunakan meliputi :
1. Tegangan Luluh
Untuk mencari tegangan luluh, dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode,
yaitu :
a. Metode Tangensial
Metode ini menggunakan cara menarik garis berhimpt dengan garis
proporsional.
b. Metode Offset
Metode ini menggunakan cara menarik garis sejajar berjarak = 0.02 dari garis
proporsional.

Tegangan luluh dengan satuan


2. Tegangan Tarik Maksimum
Untuk mencari tegangan tarik maksimum, dapat menggunakan persamaan :

Tegangan tarik maksimum dengan satuan :


3. Kekuatan Patah (Fracture Strength)
Untuk mencari kekuatan patah dapat menggunakan persamaan
:

Kekuatan patah dengan


satuan

4. Elongasi
Untuk mencari elongasi dapat menggunakan persamaan :

Elongasi dengan satuan persen (%)


5. Modulus Elastisitas
Untuk mencari modulus elastisitas menggunakan persamaan :

Modulus elastisitas dengan satuan


6. Kontraaksi
Untuk mencari kontraksi dapat menggunakan persamaan :

Kontraksi dengan satuan persen (%)


BAB III PEMBAHASAN DAN PERHITUNGAN
A. Alat dan Bahan
Untuk melaksanakan uji tarik, digunakan mesin uji tarik berjenis mesin Electrical
Universal Testing Machine (EUTM). Adapun alat dan bahan yang dipergunakan dalam
paraktikum uji tarik yang telah dilaksanakan, meliputi :
1. Mesin EUTM
2. Jangka Sorong
3. Ampelas
4. Gergaji Besi
5. Komputer
6. Printer
7. St-37 (Speciment)
8. Buku dan Alat Tulis B. Langkah Percobaan
Standar pengujian yang baik benar, dapat mengikuti peraturan umum yang berlaku.
Mulai dari standar K3 yang harus diperhatikan dan diaplikasikan, hingga tahapan
percobaan uji tarik. Untuk melaksanakan praktikum uji tarik ini, berikut langkah-langkah
percobaan yang harus dilakukan :
1. Siapkan alat dan bahan,
2. Hamplas spesimen hhingga bersih dari karat,
3. Hidupkan komputer dan masukan data yang diperlukan,
4. Siapkan mesin penguji,
5. Pasang spesimen pada chuck pemegang mesin,
6. Setelah selesai, print data hasil dari komputer,
7. Bersihkan mesin dan matikan komputer, dan
8. Susun laporan praktikum.
C. ANALISIS PERHITUNGAN

A. Data Perhitungan
No. Detail of material Testing Quotes and Value
1. Test Ridwan 2
2. Date of test 31 – 10 - 2014
3. Tap ASTM
4. Reel Number Fe
5. Wire Drawing Section std
6. Work Turn I Ridwan 2014 pp
7. Diameter 1
8 Round Sample. Section 79,33 mm2
9. Sample diameter 10,05 mm
10 Measuring base length 50 mm
11. Maximum Force 5,258 t
12. Maximum Stress ( Rm ) 66,3 kg/mm2
13. Yield point force 5,135 t
14. Yield ponit at 0,2 % ( Re ) 64,7 kg/mm2
15. Maximum stress / Yield point ratio 1,02
16. Remanent elongation at fracture -

B. Analisis Perhitungan 1. Tegangan Tarik Maksimum (σt)


Diketahui : Fmax = 5,258 t = 5.258 kg
AO = 79,33 mm2
Ditanyakan : Berapakah nilai Tegangan Tarik Maksimumnya?
Penyelesaian:

σt = 66,2800958 kg/mm2

Jadi, nilai Tegangan Tarik Maksimumnya adalah 66 kg/mm2

2. Elongasi (e) Diketahui : Lf = 64,7 mm


LO = 50,00 mm
Ditanyakan : Berapakah nilai Elongasinya?
Penyelesaian:

e e

e = 29, 4 % Jadi, nilai Elongasinya adalah 29,4


%.

3. Tegangan Tarik Patah (σfracture)


Diketahui : Ff = (diketahui dari analisis perhitungan grafik percobaan)

dpatah = 7,1 mm
Ditanyakan : Berapakah nilai Tegangan Tarik Patahnya?
Penyelesaian:
a. Mencari Luas Penampang Setelah Patah

Apatah

Apatah
Apatah = 39,57 mm2

b. Analisis Grafik Percobaan untuk mendapatkan nilai Ff

Nilai σfracture didapat dengan menghitung pada grafik uji tarik dengan
menarik skala garis lurus secara mendatar dan akan mendapatkan nilai Ff,
kemudian subtitusikan ke : σf = Ff / Apatah

Ff = 3,8 + n
Keterangan : n = Skala ukur tegangan yang diukur dari F = 3,8 ton sampai
garis
horizontal pada diagram uji tarik.
1) Besar 1 bagian pada sumbu y atau F didapat dari besar skala nominal per
kotak pada diagram uji tarik dibagi dengan jumlah skala ukur dengan
menggunakan penggaris :

Dengan, besar 1 bagian di sumbu y = 0,6 / 15 = 0,04 ton.


2) Besar 1 bagian pada sumbu x atau L didapat dari besar skala nominal per
kotak pada diagram uji tarik dibagi dengan jumlah skala ukur dengan
menggunakan penggaris :

Dengan, besar 1 bagian di sumbu x = 1,5 / 16 = 0,09375 mm.

3) Nilai n dicari dengan mengalikan skala ukur n dengan penggaris dikalikan


dengan jumlah 1 bagian di sumbu y:
n = 9,5 x 0,04 = 0,38 ton.
4) Maka nilai Ff = 3,8 + 0,38= 4,18 ton.

c. Menentukan Nilai Tegangan Tarik

𝟒𝟏𝟖𝟎 𝒌𝒈
σf = 𝟑𝟗,𝟓𝟕 𝒎𝒎𝟐

σf = 105,635 kg/mm2

4. Modulus Elastisitas (E)


Diketahui :P = 5,258 t = 5.258 kg
AO = 79,33 mm2
L = 50,0 mm
∆L = 64,7 – 50,0 mm = 14,7 mm Ditanyakan :
Berapakah nilai Modulus Elastisitasnya?
Penyelesaian:

E = 225,442 kg/mm2
Jadi, nilai modulus elastisnya adalah 225,442 kg/mm2 BAB IV
PENUTUP DAN KESIMPULAN A. Kesimpulan
• Standar pengujian yang baik benar, adalah praktikum percobaan yang
mengikuti peraturan umum yang berlaku. Mulai dari standar K3 yang harus
diperhatikan dan diaplikasikan, hingga tahapan percobaan uji tarik.
• Dalam uji tarik yang telah dilaksanakan, ada beberapa besaran yang didapat.
Meliputi : Tegangan Luluh (Yield Strength), Tegangan Tarik Maksimum,
Kekuatan Patah (Fracture Strength), Elongasi, Modulus Elastisitas, dan
Kontraksi.
• Besaran berupa data diatas tidak dapat secara langsung diukur oleh mesin, ada
beberapa besaran yang perlu dihitung secara manual.
• Didalam proses uji tarik, terjadi peristiwa “necking”, dimana terjadinya
pengecilan diameter spesimen hingga akhirnya putus.
B. Saran
Disarankan kepada mahasiswa yang akan melakukan praktikum, sebaiknya
melakukan persiapan spesimen terlebih dahulu, agar pada saat akan melakukan
praktikum tidak direpotkan dengan mempersiapkan spesimen terlebih dahulu.
PRAKTIKUM III
UJI KEKERASAN

Disusun Oleh :
M. FARID HARTAMI PUTRA
(211910101100)

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS JEMBER

202
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengujian kekerasan merupakan pengujian yang relatif mudah dilakukan
untuk mengetahui sifat mekanik suatu material. Sifat mekanik ini sangaterat
kaitanya dengan performa dari suatu material, jika sifat mekanik tersebut bagus
maka performa dari suatu material bagus pula. .
Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang
ilmu yang berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan
material terhadap penetrasi sementara untuk para insinyur desain nilai tersebut
adalah ukuran dari tegangan air, untuk insinyur lubrikasi kekerasan berarti
ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai
itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik workshop
lebih bermakna kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat
potong.
Uji keras dapat digunakan sebagai metode untuk mengetahui pengaruh
perlakuan panas dan perlakuan dingin terhadap material. Material yang telah
mengalami Cold Working, Hot Working, dan Heat Treatment, dapat diketahui
perubahan kekuatan, dengan mengukur kekerasan permukaan suatu material.
Sehingga dengan uji keras, kita dapat dengan mudah melakukan quality control
terhadap suatu material.

1.2 Tujuan
a. Menjelaskan cara uji kekerasan logam lunak dengan menggunakan alat uji
kekerasan dengan metode Rockwell B (HRB).
b. Menilai angka kekerasan logam berdasarkan skala Rockwell B (HRB).
c. Menjelaskan cara uji kekerasan logam keras dengan menggunakan alat uji
kekerasan denga metode Rockwell C (HRC).
d. Menilai angka kekerasan logam berdasarkan skala Rockwell C (HRC).

1.3 Manfaat
a. Mengetahui angka kekerasan suatu bahan.
b. Memahami dan tahu terhadap cara kerja alat pengujian kekerasan.
c. Mengetahui angaka kekerasan suatu bahan.
d. Memahami hubungan antara perancangan suatu alat dengan angka kekerasan
suatu bahan
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan adalah kemampuan suatu bahan terhadap beban dalam
perubahan yang tetap. Dengan melakukan tekanan pada benda yang diuji maka dapat
dianalisis seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui besarnya beban
yang diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut. ketahanan
material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras.
Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan (scratching), pantulan
ataupun indentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda
uji.Berdasarkan mekanisme penekanan tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan yaitu:
1. Metode gores
Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam dunia metalurgi dan material
lanjut, tetapi masih sering dipakai dalam dunia mineralogy. Metode ini
dikenalkan oleh Friedrich Mohs yang membagi kekerasan material di dunia ini
berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini
bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana
dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi,
sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala Mohs urutan nilai
kekerasan material di dunia ini diwakili oleh: Talc, Orthoclase
Gipsum, Quartz, Calcite,Topaz, Fluorite, Corundum, Apatite, Diamond
(intan).Prinsip pengujian bila suatu mineral mampu digores oleh Orthoclase
tetapi tidak mampu digores oleh Apatite, maka kekerasan mineral tersebut
berada antara Apatite dan Orthoclase. Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa
metode ini memiliki kekurangan utama berupa ketidakakuratan nilai kekerasan
suatu material. Bila kekerasan mineral-mineral diuji dengan metode lain,
ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1-9 saja, sedangkan nilai 9-10
memiliki rentang yang besar.
2. Metode elastik/pantul (rebound)
Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat
Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan
berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda
uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda
uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat
pengukur,maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi.
3. Metode indentasi/tekanan
Tipe pengetesan kekerasan material/logam ini adalah dengan mengukur
tahanan plastis dari permukaan suatu material komponen konstruksi mesin
dengan specimen standar terhadap “penetrator”.
2.2 Metode Uji Kekerasan
Berikut beberapa metode yang digunakan untuk pengetesan ketahanan permukaan yang
dikenal adalah:
a. Ball indentation test (Brinel)

Pengujian kekerasan dengan metode ini bertujuan untuk menentukan


kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
(indentor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment).
Idealnya, pengujian ini diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan
Brinell sampai 400 HB, jika lebih dari nilai tersebut maka disarankan
menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka
Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi koefisien) dari beban
uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas
permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam millimeter
persegi.Indentor (bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun
terbuat dari bahan Karbida Tungsten. Jika diameter Indentor 10 mm maka
beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 3000 N sedang jika
diameter Indentornya 5 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji)
adalah 750 N.
b. Pyramida indentation (Vickers)

Vickers adalah hamper sama dengan uji kekerasan Brinell saja


dapat mengukur sekitar 400 VHN. Pengujian kekerasan dengan metode
Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk
daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut
puncak 136 Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.
Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien)
dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor
0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam
millimeter persegi. Secara matematis dan setelah disederhanakan, HV sama
dengan 1,854 dikalikan beban uji (F) dibagi dengan diagonal intan yang
dikuadratkan.Beban uji (F) yang biasa dipakai adalah 5 N per 0,102;10 N
per 0,102; 30 N per 0,102; dan 50 N per 0,102

c. Cone indentation test (Rockwell)

Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan karena


simple dan tidak menghendaki keahlian khusus. Digunakan kombinasi variasi
indenter dan beban untuk bahan metal dan campuran mulai dari bahan lunak
sampai keras. Indenter: Bola baja keras Ukuran 1/16, 1/8, ¼, ½ inci (1,588;
3,175; 6,350; 12,70 mm). Intan kerucut Hardness number (nomor kekerasan)
ditentukan oleh perbedaan kedalaman penetrasi indenter, dengan cara
memberi beban minor diikuti beban major yang lebih besar. Berdasarkan
besar beban minor dan major, uji kekerasan
Rockwell dibedakan menjadi: Rockwell Beban minor : 10 kg Beban major :
60,100,150 kg. Rockwell superficial Beban minor:3 kg, Beban major:15, 30,
45 kg. Skala kekerasan:
Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah:
a.HRA (Untuk material yang sangat keras)
b.HRB (Untuk material yang lunak).
Indentor berupa bola baja dengan diameter 1/16 inchi dan beban uji 100 Kgf.
c.HRC (Untuk material dengan kekerasan sedang).
Indentor berupa kerucut intan dengan sudut puncak 120 derajat dan beban
uji sebesar 150 Kgf.
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap benda
uji (speciment) yang berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan
pada permukaan material uji tersebut.

d. Uji kekerasan mikro


Pada pengujian ini indentornya menggunakan intan kasar yang
dibentuk menjadi piramida.Bentuk lekukan intan tersebut adalah
perbandingan diagonal panjang dan pendek dengan skala 7:1.Pengujian ini
untuk menguji suatu material adalah dengan menggunakan beban
statis.Bentuk indentor yang khusus berupa knop memberikan kemungkinan
membuat kekuatan yang lebih rapat dibandingkan dengan lekukan Vickers.Hal
ini sangat berguna khususnya bila mengukur kekerasan lapisan tipis atau
mengukur kekerasan bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah
sebanding dengan volume bahan yang ditegangkan.Hardenability adalah sifat
yang menentukan dalamnya daerah ogam yang dapat dikeraskan.Pendinginan
yang terlalu cepat dapat dihindarkan arena dapat menyebabkan permukaan
logam (baja) retak. Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan sebuah benda
(benda kerja) terhadap penetrasi/daya tembus dari bahan lain yang lebih
keras (penetrator). Kekerasan merupakan suatu sifat dari bahan yang sebagian
besar dipengaruhi oleh unsur.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dalam perlakuan
panas antara lain: komposisi kimia, langkah perlakuan panas, aliran
pendinginan, temperature pemanasan, dan lain-lain.Proses hardening cukup
banyak dipakai di industri logam atau bengkel-bengkel logam lainnya. Alat-
alat permesinan atau komponen mesin banyak yang harus dikeraskan supaya
tahan terhadap tusukan atau tekanan dan gesekan dari logam lain, misalnya
roda gigi, poros-poros dan lain-lain yang banyak dipakai pada benda
bergerak. Dalam kegiatan produksi, waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu produksi adalah merupakan masalah yang sangat
sering dipertimbangkan dalam industry dan selalu dicari upaya-upaya untuk
mengoptimalkannya .Pengoptimalan ini dilakukan mengingat bahwa waktu
(lamanya) menyelesaikan suatu produk adalah berpengaruh besar terhadap
biaya produksi. Hardening dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang
tinggi, kekuatan dan fatigue limit/strength yang lebih baik. Kekerasan yang
dapat dicapai tergantung pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang
terjadi akan tergantung pada temperature pemanasan (temperature
autenitising), holding time dan laju pendinginan yang dilakukan serta
seberapa tebal bagian penampang yang menjadi keras banyak tergantung pada
hardenability.
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat Dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Alat uji kekerasan

b. Penetator bola baja 1/16” untuk metode Rockwell B.

c. Penetator kerucut intan bersudut puncak 120° untuk Rockwell C.

d. Mesin penggerinda
3.1.2 Bahan
a. ST 37 f. Spesial K
b. EMS 45 g. Kuningan
c. Besi Cor h. Alumunium
d. Amutit i. Tembaga
e. Silver Steel

3.2 Langkah Pengujian


a. Persiapan benda uji
1. Yakinkan bagian permukaan yang akan diuji betul-betul rata dan halus.
2. Untuk permukaan uji berbentuk lengkung / bagian silindris, ratakan
secukupnya dengan Kikir atau gerinda lebih dahulu lalu diamplas.

b. Pengujian
1.Pasang landasan benda uji pada dudukannya.
2. Letakkan bend uji pada landasan.
3. Pastikan tuas pada posisi 1.

4. Pasang penetrator (bola baja berdiameter 1/16” untuk HRB atau


kerucut intan 120° untuk HRC) pada pemegangnya dengan
mengencangkan baut dengan kunci L.
5. Pilih beban utama dengan cara memutar pengatur beban
berdasarkan tabel
1.
6. Gerakkan tuas keposisi 2. Pada posisi 2 jarum pada peraga
telah berputar.
7. Cekam lah benda uji dengan cara memutar roda tangan hingga
benda uji bergerak Naik dan berimpit dengan klem.
8. Berakkan tuas keposisi 3 secara perlahan sebagai pembebanan
awal.
9. Atur jarum penunjuk pada peraga pada posisi 0 untuk
menghilangkan beban awal sesuai dengan metode yang
digunakan pada mesin ini hanya tersedia metode Rockwell B
dan C.
10. Gerakkan tuas keposisi 4 secara perlahan sebagai beban utama,
jarum pada peraga akan bergerak setelah jarum berhenti
tunggulah selama 15-20 detik

11. Gerakkan tuas keposisi 3 perlahan-lahan.


12. Bacalah angka kekerasannya pada angka yang ditunjukkan oleh
jarum Penunjuk pada peraga.
13. Kembalikan tuas keposisi 2 secara perlahan.
14. Lakukan pengujian minimal 3 kali dengan cara menggeser
benda uji.
Masukkan data pengujian pada lembar data hasil percoban.
15. Jika pengujian telah selesai ambillah penetrator dengan cara
mengambil benda uji terlebih dahulu, lalu putar tuas keposisi 1.
Bukalah dengan kunci L Kembalikan semua peralatan dalam
keadaan bersih dan lengkap seperti semula.
BAB IV
DATA DAN ANALISA

4.1 Data Hasil Pengujian


4.1.1 Data Hasil Pengujian HRB
Benda No Uji HRB (Rockwell B)
1 74
ST 37 2 75.9
3 74.9
Rata-rata 74.93
1 59.7
Kuningan 2 56.9
3 52
Rata-rata 56.2
1 67.9
Besi Tuang 2 66.8
3 69.8
Rata-rata 68.2
1 78
EMS 2 78.5
3 79
Rata-rata 78.5
1 20.8
Tembaga 2 22
3 20.2
Rata-rata 21
1 50.4
Alumunium 2 51.2
3 53.5
Rata-rata 51.7
1 78.9
Spesial K 2 80.2
3 80.9
Rata-rata 80
1 73.8
Silver Steel 2 76.1
3 74.7
Rata-rata 74.9
1 59.7
Amutit 2 62.2
3 64.2
Rata-rata 62.03
4.1.2 Data Hasil Pengujian HRC (Benda yang sudah dikeraskan)

Benda No Uji HRC (Rockwell


C)
1 48.9
EMS 2 54
3 57.2
Rata-rata 53.37
1 63.5
Silver Steel 2 62
3 65
Rata- rata 63.5
1 41.5
Spesial K 2 44.1
3 40
Rata-rata 41.87

4.2 Pembahasan
Salah satu karakter mekanik dari material logam adalah dengan uji
kekerasan. Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu logam
terhadap identasi (penekanan). Pengujian dilakukan pada 3 titik yang
berbeda dalam satu benda uji dan dalam percobaan ini digunakan 10
specimen yaitu : alumunium, kuningan, tembaga, silversteel, special K,
ems45, amutit besi cor/tuang, dan ST37.
Pada bahan lunak menggunakan penetrator bola baja 116 inci
(HRB) dengan jenis specimen yaitu alumunium, kuningan, tembaga. Nilai
tertinggi ditunjukan pada Spesial K dengan rata rata 80 HRB dan yang
terendah ditunjukan pada tembaga dengan rata rata 21 HRB.
Pada bahan yang sudah dikeraskan menggunakan penetrator
kerucut intan ( HRC) dengan jenis specimen yaitu silversteel, special K,
EMS45. Nilai tertinggi ditunjukan pada Silver steel dengan rata rata 63.5
HRC dan yang terendah ditunjukan pada special K dengan ratarata 41, 87
HRC.
Untuk pembebanan yang diberikan pada penetrator bola1/6 inch
( untuk bahan lunnak ) diberikan beban 100kg , untuk penetrator intan (
untuk bahan yang sudah dikeraskan ) diberikan beban 150kg.
Pada hasil kekerasan suatu baja di tiga titik yang berbeda selalu
ada penyimpangan yang terjadi, karena struktur mikro dari baja paduan
tersebut tidak selalu sama pada setiap titik. Contohnya pada Kuningan,
paduan logan besi dan tembaga distrbusi paduan di setiap titik belum tentu
sama. Begitu juga dengan logam – logam paduan yang lain.
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum uji kekerasan pada bahan lunak material terkeras dimiliki
oleh Spesial K dan terendah kekerasanya adalah tembaga, sedangkan pada bahan yang
sudah dikeraskan material terkeras dimiliki oleh Silver Steel dan terendah
kekerasanya adalah spesial K.
Nilai kekerasan tersebut dapat dilihat berdasarkan beda kedalaman yang
ditimbulkan oleh permukaan material. Kekerasan suatu material dipengaruhi oleh
kemurnian bahan atau distribusi paduan logam
Nilai kekerasan juga dapat dilihat berdasarkan angka kekerasan yang tertera pada
mesin uji. Semakin tinggi angka yang tertera pad percobaan, maka semakin tinggi
kekerasan loga tersebut.

4.2 Saran
Kesalahan dalam pengukuran dapat terjadi dikarenakan faktor kerataan yang
berbeda beda, maka saat menghaluskan benda harus serata mungkin agar hasil
pengujian sama saat di uji di beberapa titik.
PRAKTIKUM IV
UJI IMPACT

Disusun Oleh :
M. FARID HARTAMI PUTRA
(211910101100)

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS JEMBER

2021
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .........................................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ............................................................................................................... 39
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... 41
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. 42
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... 42

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang.............................................................................. 1
1.2 TujuanPercobaann....................................................................... 1
1.3 Batasan Masalah.......................................................................... 2
1.4 Sistematika Penulisan.................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uji Impak..................................................................................... 3
2.2 Metode Uji Impak........................................................................ 4
2.2.1 Metode Charpy.................................................................. 5
2.2.2 Metode Izod....................................................................... 5
2.3 Angka Hasil Pukulan Takik (impact).......................................... 6
2.4 Cara Pemukulan Dengan Mesin Charpy......................................7
2.5 Standar Specimen Uji Impact...................................................... 7
BAB III METODE PERCOBAAN
3.1 Diagram Alir Percobaan.............................................................. 10
3.2 Alat dan Bahan............................................................................ 11
3.2.1 Alat yang Digunakan......................................................... 11
3.2.2 Bahan yang Digunakan...................................................... 11
3.3 Prosedur Percobaan..................................................................... 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan........................................................................... 12
4.2 Pembahasan................................................................................. 12
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan.................................................................................. 17
5.2 Saran............................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 19
LAMPIRAN
Lampiran A. CONTOH PERHITUNGAN……………………………............. 20
Lampiran B. JAWABAN PERTANYAAN DAN TUGAS KHUSUS…............. 22
Lampiran C. GAMBAR ALAT DAN BAHAN………………………….......... 28
Lampiran D. BLANKOOBAAN……………………………………….. 30
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Data HasilPercobaan......................................................................................... 12
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1 Macam-macam takiakan............................................................................... 3
2 Sketsa Pembebanan Metode pada Uji Impak Charpy dan Izod......................... 6
3 Ukuran beberapa jenis specimen uji impak dengan metode charpy........... 8
4 Standar specimen metode izod tipe D................................................................ 9
5 Uji impak metode izod....................................................................................... 9
6 Diagram Alir Percobaan Pengujian Impak......................................................... 10
7 Grafik hubungan harga impak dengan temperatur............................................. 13
8 Temperatur transisi............................................................................................. 14
9 Grafik hubungan antara % patahan dengan temperatur..................................... 15
10 Mesin Charpy............................................................................................... 28
11 Muffle furnace.............................................................................................. 28
12 Jangka Sorong.............................................................................................. 28
13 Baja KI-A..................................................................................................... 28
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
Lampiran A. CONTOH PERHITUNGAN……………………………..... 20
Lampiran B. JAWABAN PERTANYAAN DAN TUGAS KHUSUS….. 22
Lampiran C. GAMBAR ALAT DAN BAHAN…………………………. 28
Lampiran D. BLANKO PERCOBAAN………………………………..... 30
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Patah getas sebenarnya telah menjadi permasalahan sejak tahun 1900-an. Kapal-
kapal perang selama perang dunia kedua banyak mengalami retak bahkan patah menjadi
dua bagian yang mengakibatkan kerusakan total. Hampir semuanya kerusakan ini terjadi
pada musim dingin dan terjadi pada saat kapal berada di laut bebas maupun ketika
sedang berlabuh. Sejak saat itu perpatahan getas menjadi perhatian utama. Penelitian pun
gencar dilakukan untuk mencari penyebab kegagalan tersebut dan menemukan cara-cara
pencegahannya.
Akhirnya ditemukan bahwa penyebab kegagalan tersebut adalah karena kegagalan
getas baja lunak yang digunakan sebagai penyokong kapal. Terdapat tiga buah faktor
dasar yang mendukung terjadinya patah pembelahan getas. Ketiga faktor tersebut adalah:
1. Keadaan tegangan tiga sumbu
2. Suhu rendah
3. Laju regangan yang tinggi atau pembebanan yang tinggi atau laju pembebanan
yang cepat.
Ketiga faktor tersebut tidak perlu ada secara bersamaan pada waktu terjadi patah
getas. Sebagian besar peristiwa kegagalan getas disebabkan oleh keadaan tegangan tiga
sumbu, seperti terdapat pada takik, dan oleh sumbu rendah. Akan tetapi, kedua penyebab
tersebut akan lebih menonjol apabila terdapat laju pembebanan yang tinggi, untuk
menentukan kepekaan bahan terhadap patah getas, seringkali digunakan pengujian
impak. Oleh karena itu, pada Laboratorium Metalurgi dilakukanlah pengujian untuk
mengetahui sifat perpatahan dari logam, yaitu dengan uji impak

1.2 Tujuan Percobaan


Mahasiswa diharapkan untuk mampu menganalisis hasil uji impak beberapa jenis
logam sebagai fungsi temperatur dan karakteristik perpatahan yang dihasilkan
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada percobaan impak ini yaitu bahan yang digunakan
adalah jenis baja KI-A dengan luas penampang 80 mm2 kemudian dilakukan pengujian
pada temperatur 815 ℃ , lalu mengamati energi yang diserap oleh benda uji, harga
impak, dan bentuk patahan yang dihasilkan
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan ini dibagi menjadi enam bab. Dimana BAB I menjelaskan
mengenai latar belakang, tujuan percobaan, batasan masalah, sistematika penulisan.
BAB II menjelaskan mengenai tinjauan pustaka yang berisi mengenai teori singkat, BAB
III menjelaskan mengenai metode penelitian, BAB IV menjelaskan mengenai data
percobaan, BAB V menjelaskan mengenai pembahasan dan BAB VI menjelaskan
mengenai kesimpulan dari percobaan. Selain itu juga di akhir laporan terdapat lampiran
yang memuat contoh perhitungan, jawaban pertanyaan dan tugas serta terdapat juga
blangko percobaan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

.1 Uji Impak
Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap
beban kejut. Suatu bahan memiliki ktangguhan dan kekuatan tarik yang tinggi akan
tetapi sesuai untuk kondisi pembebanan kejut
Suatu bahan memiliki katangguhan dan kekuatan tarik yang tinggi akan tetapi sesuai
untuk kondisi pembebanan kejut. Ketahanan pembebanan kejut biasanya diukur dengan
menggunakan metode izod atau charpy yang bertakik.
Ada tiga macam takiakan yang biasa digunakan dalam uji impak 1,yaitu:
1. Charpy takikan bentuk V (Charpy V-notch)
2. Charpy takikan bentuk U (Charpy unotch)
3. Charpy takikan bentuk lubang kunci (Charpy keyhole specimen)

Gambar 2.1 (a) Charpy takikan bentuk V (Charpy V-notch). (b) Charpy takikan bentuk
lubang kunci (Charpy keyhole specimen). (c) Charpy takikan bentuk U
(Charpy unotch)
Pada penelitian perpatahan getas logam telah menggunakan berbagai bentuk benda
uji untuk pengujian impak bertakik. Secara umum benda uji dikelompokkan ke dalam
dua golongan standar. Dikenal ada dua metoda percobaan impak, yaitu;
1. Metode Izod
2. Metode Charpy
.2 Metode Uji Impak
Untuk mengetahui sifat perpatahan,keuletan dan kegetasan suatu lmaterial, dapat
dilakukan suatu pengujian yaitu dengan uji impak. Umumnya pengujian ini
menggunakan benda uji yang bertakik. Berbagai jenis pengujian impak batang bertakik
telah digunakan untuk menentukan kecenderungan bahan untuk bersifat getas. Dengan
uji ini kita dapat mengetahui perbedaan sifat bahan yang tidak teramati dalam uji tarik.
Hasil yang diperoleh dari pengujian tidak sekaligus memberikan besaran rancangan
yang dibutuhkan, karena tidak mungkin mengukur komponen tegangan tiga sumbu pada
takik. Para peneliti perpatahan getas logam telah menggunakan berbagai bentuk benda
uji untuk pengujian impak bertakik.
Uji impak termasuk uji mekanik dinamis, dilihat dari cara pengujiannya yaitu
dengan pemukulan secara tiba-tiba. Suatu material yang mendapat beban statis seperti
tarik, kekerasan, tekuk dan lain-lain, maka akan berbeda karakteristiknya jika kita
bandingkan dengan material yang mendapat beban dinamis.
Bila baja yang kualitasnya kurang baik atau perlakuan panasnya tidak sempurna,
maka dengan pengujian statis semacam tarik, kekerasan dan lain-lain, masih
mendapatkan angka yang baik, tetapi bila diuji dengan pukulan secara tibatiba seperti uji
impak, maka akan menunjukkan angka yang rendah.
Bahan logam yang biasa diuji impak seperti ketel uap, hasil pengelasan, pelat
kapal, pipa gas dan minyak. Hal ini disebabkan bahan logam tersebut dipakai dalam
kondisi temperatur yang selalu berubah-ubah, sehingga mengakibatkan bahan tersebut
dapat mengalami kegetasan sehingga peka terhadap beban kejut seperti pukulan dan
tekanan yang tiba-tiba. Dengan pengujian impak ini material bisa diketahui
ketangguhannya. Dengan demikian, dengan uji impak dapat mengetahui material logam
tangguh atau tidak. Untuk ketentuan spesimennya dibuat dengan ukuran tertentu dan
diberi takikan dengan tipe tertentu pula. Kemudian dipukul secara tiba-tiba sampai patah
lalu mengukur kerja pukulan dalam satuan joule (J)
Secara umum harga impak (HI) didefinisikan sebagai perbandingan antara energi
yang digunakan untuk mematahkan bahan (U) dengan luas penampang sisa setelah diberi
takikan. Dikenal ada dua metoda percobaan impak 1, yaitu;
1. Metoda Izod
Dengan batang impak kontiveler. Benda uji Izod lazim digunakan di Inggris,
namun saat ini jarang digunakan. Benda uji Izod mempunyai penampang lintang
bujursangkar atau lingkaran dan bertakik V di dekat ujung yang dijepit.
2. Metoda Charpy
Batang impak biasa, banyak di gunakan di Amerika Serikat. Benda uji Charpy
mempunyai luas penampang lintang bujursangkar (10 x 10 mm) dan
mengandung takik V-45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman + 2
mm. Benda uji diletakan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang
tak bertakik diberi beban impak dengan ayunan bandul (kecepatan impak sekitar
16 ft/detik). Benda uji akan melengkung dan patah pada laju regangan yang
tinggi, kira-kira 103 detik-1.
Perbedaan cara pembebanan antara metoda Izod dan Metoda Charpy, ditunjukkan
pada Gambar 2.
(b)

Gambar 2.2 Sketsa yang menggambarkan metode pembebanan pada uji impak (a) uji
impak dengan Charpy .(b) uji impak dengan Izod
.3 Angka Hasil Pukul Takik (Impact)
Angka pukul takik (impact) memiliki satuan joule yang didefinisikan sebagai hasil
bagi dari kerja pukul dalam Kgm terhadap luas penampang dalam cm2 dari benda uji
yang diukur dari luas penampang yang diberi takikan dalam cm2. Metode pengujian yang
dilakukan ada dua yaitu dengan metode charpy dan metode izod. Dimana pada metode
charpy spesimen posisinya horizontal dengan takikan spesimen ditengah-tengah dan arah
takikan berlawanan dengan palu pemukulnya. Sedangkan metode izod posisi
spesimennya vertical dengan takikan menghadap palu pemukul.
Perlu menjadi perhatian bahwa selain pengaruh temperatur pengujian impact juga
sangat berpengaruh terhadap posisi pengambilan spesimen yaitu antara perbedaan arah
spesimen sangat berpengaruh terhadap nilai pengujian. masingmasing posisi
pengambilan spesimen dan arah takikan mempunyai nilai yang berlainan1.
.4 Cara Pemukulan dengan Mesin Charpy
Spesimen diletakkan horizontal lalu bagian yang ditakik diletakkan tepat ditengah-
tengah dan arah pukulan berlawanan dengan palu pemukul serta spesimen ditahan oleh
dua penumpu kiri dan kanan dengan jarak 40 mm. Kemudian palu dipukulkan tepat
ditengah-tengah punggung yang ditakik. Angka pengujian ini sangat berpengaruh
terhadap ukuran benda uji, bentuk takikan dan temperatur waktu pengujian. Bekas
pukulan spesimen bisa langsung putus dan menampakkan permukaan yang mengkilat,
hal ini menunjukkan nilai impact rendah, begitu juga sebaliknya jika spesimen tidak
putus dan menunjukkan patahannya buram dan berserabut, hal itu menunjukkan nilai
kuat impactnya tinggi disamping bisa melihat secara langsung angka impact pada mesin
uji impact.

.5 Standar Spesimen Uji Impact


Untuk mendapatkan hasil yang menguatkan, maka batang uji harus distandarisasi
terlebih dahulu, baik ukuran dan tipe takikannya. Benda uji atau spesimen harus sesuai
dan dikerjakan seteliti mungkin dengan ketentuan kehalusan tertentu. Bahkan selama
preparasi spesimen uji impact, material tidak boleh mengalami pengaruh deformasi,
maupun pengaruh pengerjaan panas. Dengan demikian kondisi temperatur pengerjaan
preparasi harus dalam kondisi dingin agar tidak mempengaruhi struktur mikro
materialnya.
Ukuran dan tipe takikan yang digunakan untuk uji tumbuk atau uji pukul takik atau
uji impact. Beberapa tipe takikan spesimen uji impact metoda charpy yaitu tipe (A, B
dan C) dapat dilihat pada gambar 2. Pada gambar terlihat ada tiga tipe spesimen yaitu :
tipe A atau V (V Notch), tipe B atau lubang kunci (key notch) dan tipe C atau U (U
Notch).
Ukuran beberapa jenis spesimen uji impact dengan metode charpy bisa disesuaikan
dengan tebal yang akan diuji seperti pada Gambar 4.
Gambar 2.3 Ukuran beberapa jenis spesimen uji impact dengan metode charpy

Tipe dan ukuran spesimen metode izod yaitu tipe D dengan ukuran seperti Gambar
5 standar spesimen uji impact metode charpy pada material. Cara pengujian dengan
metode izod sesuai dengan Gambar 5, benda uji atau spesimen diklem tegak lurus tepat
pada bagian yang ditakik yang kemudian dipukul dengan palu dari bagian muka yang
ditakik. Posisi spesimen uji impact dengan metode izod, berikut usuran palu dan syarat-
syarat yang harus dipenuhi saat melakukan pengujian impact (sesuai standar ASTM).
Gambar 2.4 Standar Spesimen Metode Izod Tipe D

Gambar 2.5 Uji impact metode izod

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN


3.1 Diagram Alir Percobaan
Adapun prosedur yang harus diketahui seperti persiapan bahan, proses yang
akan dilakukan , mencatat dan pengamatan, melakukan pembahasan, lalu membuat
kesimpulan. Diagram alir percobaannya seperti pada gambar dibawah ini
Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan Pengujian Impak

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum pengujian impak adalah
sebagai berikut :

3.2.1 Alat yang digunakan


1. Mesin uji impak Charpy
2. Muffle Furnace
3. Jangka sorong
4. Thermometer
5. Thermocouple

3.2.2 Bahan yang digunakan


1. Logam Baja KI-A
3.3 Prosedur percobaan
Berikut ini merupakan prosedur percobaan yang digunakan dalam paraktikum
pengujian impak :
1. Menyiapkan benda uji dengan ukuran standar.
2. Mengukur luas penampang dan kedalaman takik pada benda uji.
3. Mengatur bandul pada posisi skala 300 joule
4. Memanaskan benda uji kedalam muffle furnace pada kondisi temperatur 815

5. Meletakkan benda uji pada mesin uji impak charpy.
6. Melepaskan bandul dan mencatat energi yang diserap untuk mematahkan
benda uji.
7. Mengamati dan mengukur bentuk patahan yang terjadi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

.1 Hasil Percobaan
Dari percobaan uji impak yang dilakukan dengan metode charpy didapat data hasil
percobaan sebagai berikut
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan
No Bahan Luas Suhu Energi Harga %
Penampang ( (joule) Impak perpatahan
2
( mm ) (J/
) mm2 )
1 KIA 80 815 27 0,3375 8

2 KIA 80 100 118 1,475 31


3 KIA 80 3 17,9 0,22 66

4.2 Pembahasan
Berdasarkan teori yang didapat, bahwa semakin tinggi temperatur maka energi yang
diserap akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya semakin rendah temperaturnya maka
energi yang diserap akan semakin rendah. Dimana temperatur yang tinggi akan
mempunyai sifat yang ulet karena atom – atom nya mengalami vibrasi tinggi ketika
dipanaskan sehingga sempat mengalami deformasi plastis ketika diberi beban impak.
[Tridjaka, 2011] sedangkan berdasarkan teori untuk menentukan patahan, jika diketahui
bahwa nilai patahannya ≥ 50% maka material tersebut adalah ulet dan bila patahannya <
50% maka material tersebut getas.

Uji impak merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui sifat
suatu material. Pada percobaan yang telah dilakukan untuk jenis baja KI-A dengan
bantuan mesin charpy pada temperatur 815 °C, dengan luas penampang 80 mm2. maka
besarnya energi bandul yang diserap untuk mematahkan material sebesar 27 Joule,
sedangkan jika dilakukan pengukuran dari bentuk patahannya maka dapat disimpulkan
bahwa material tersebut bersifat ulet (% patahannya sebesar 8 %). Pada temperatur 3 °C
serta luas penampang 80 mm2 , besarnya energi bandul yang diserap untuk mematahkan
material sebesar 17,9 Joule. Dan jika dilakukan pengukuran dari bentuk patahannya
maka dapat dikatakan bahwa material tersebut bersifat ulet. Pada percobaan ini yaitu
pengujian impak menggunakan sampel baja jenis KIA untuk dijadikan perbandingan.
Namun, yang dilakukan pengujian impak hanyalah sampel dengan perlakuan temperatur
ruang 815˚C. Kedua sampel lainnya dijadikan perbandingan terhadap sampel yang
pertama, karena dilakukan proses perlakuan pada temperatur yang berbeda-beda. Dari
data hasil percobaan, didapatkan harga impak dari masing-masing sampel dengan
temperatur yang diberikan pada masing-masing sampel berbeda-beda.
Agar lebih jelas, data percobaan ini digambarkan dalam bentuk grafik berikut

Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara harga impak dengan temperatur


Dari gambar 4.1, dapat dijelaskan bahwa dari ketiga baja tersebut, masingmasing
diberikan suhu yang berbeda-beda untuk dilakukan pengujian. Kedua baja KIA
dilakukan perlakuan pada suhu yang berbeda, masing-masing adalah 3˚C, 100˚C, dan
815 ℃ . Dari hasil perlakuan pemberian suhu tersebut, energi yang diserap untuk
mematahkan benda uji juga berbeda sehingga harga impaknya pun berbeda-beda yaitu
secara berurutan 0,22 J/mm2 1,475 J/mm2 dan 0,3375 J/mm2. Sedangkan untuk baja
pertama, suhu yang diberikan adalah 815˚C dan harga impak yang dihasilkan sebesar
0,3375 J/mm2. Semakin tinggi suhu yang diberikan pada benda uji, harga impak yang
dihasilkan juga akan semakin tinggi. Tetapi berdasarkan penelitian teori itu tidak
terbukti,dapat dilihat dari data tabel dan grafik pada baja kedua yaitu bersuhu kan 100˚C
ternyata memiliki harga impak yg lebih tinggi dibandingkan dengan baja pertama yang
dalam hal ini baja ketiga memiliki suhu yang besar yaitu 815˚C.Hal ini bisa disebabkan
oleh beberapa faktor seperti : lingkungan, benda uji, waktu dalam pengambilan benda uji
terlalu lama dll.

Bentuk patahan yang dialami dari ketiga sampel juga berbeda-beda. Pada sampel
pertama (815˚C) mendapatkan patahan sebesar 8 %. Pada suhu (100˚C) nilai patahan
yang didapat adalah 31%. Hal ini merupakan patahan yang bersifat ulet. Dan pada
sampel yang dipanaskan pada 3˚C didapatkan nilai patahan sebesar 66%. Agar lebih
jelas dalam perbandingan ini terdapat gambar yang memberikan teori tentang uji impak
dalam gambar

Gambar 4.2 Temperature transisi yang dipadukan dengan bentuk patahannya

Selain dapat dibuat grafik antara temperatur dengan harga impak yang
didapatkan. Dapat dibuat pula grafik antara temperatur dengan % patahan yang terjadi
sehingga dapat ditentukan bentuk patahan yang terjadi pada masingmasing specimen
benda uji pada variasi temperatur yang dikenai pada specimen benda uji tersebut.
4.3 Grafik hubungan antara % patahan dengan temperatur
Dari % patahan yang didapat, bentuk patahan pun dapat ditentukan jika dilihat
dari diagram FATT. Pada diagram FATT semakin besar persen patahannya, maka
material tersebut merupakan patahan bersifat brittle dan semakin rendah persen
patahannya bersifat ductile., patah getas dapat dilihat dari bentuk patahannya yang
terlihat datar dan mengkilap, sedangkan patah ulet bentuk patahannya terlihat buram dan
membentuk cup and cone serta terlihat seperti serabut-serabut. Namun pada grafik di
atas tidak menunjukkan bahwa pada temperatur yang rendah 30C memiliki bentuk
patahan yang brittle, hal ini dapat dilihat dari % patahan yang terjadi pada 30C yaitu
sebesar 66% dibandingkan % patahan pada temperatur 1000C yaitu sebesar 31% dan
pada temperatur 8150C yaitu sebesar 8%.

Kemampuan suatu material untuk menahan energi impak sangat dipengaruhi oleh
temperatur kerja pada saat specimen benda uji tersebut di uji. Pengaruh temperatur
terhadap kekuatan impak setiap jenis material berbeda-beda. Pada umumnya kenaikan
temperatur akan meningkatkan kekuatan impak logam, sedangkan penurunan temperatur
akan menurunkan kekuatan impaknya. Namun ketangguhan tidak terjadi pada baja ini.
Terjadi kenaikan energi yang diserap pada temperatur yang rendah.
Walaupun temperatur kerja benda uji merupakan faktor yang utama, namun jika
history atau perlakuan apa saja yang telah dilakukan pada logam tersebut juga
mempengaruhi dari nilai ketangguhan logam yang dilakukan pengujian impak. Jika
logam tersebut pernah dilakukan annealing terlebih dahulu maka ketangguhan logam
akan meningkat daripada specimen benda uji lainnya walaupun material yang digunakan
sama yaitu plat baja KIA.

Selain itu juga, pendinginan pada specimen benda uji yang dimasukkan ke dalam
bejana berisi es hanya sebentar saja sehingga hanya mendinginkan bagian permukaan
saja sehingga ukuran butir yang mengecil hanya terjadi pada permukaannya saja
sedangkan pada bagian dalam tetap memiliki ukuran butir yang besar. Jadi
ketangguhannya hanya menurun pada bagian permukaannya saja sedangkan pada bagian
dalamnya memiliki ketangguhan yang tinggi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, yaitu pengujian impak pada sampel baja
KIA menggunakan metode charpy dengan bentuk takik V dengan suhu yang diberikan
berbeda-beda, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Harga impak sangat dipengaruhi oleh temperatur benda uji, apabila perlakuan
temperatur meningkat, maka harga impak pun akan semakin meningkat dan
energi yang diserap pun lebih besar.
2. Nilai perpatahan ≥ 50% maka material tersebut mengalami patahan ulet dan
bila perpatahannya < 50%, maka material tersebut mengalami patah getas.
3. Nilai patahan material KI-A pada temperatur 815 ˚C sebesar 8%, pada
temperatur 3 ˚C sebesar 66%, pada temperatur 100 ˚C sebesar 31%
4. Nilai harga impak KI-A pada temperatur 815 ˚C sebesar 0,3375 J/mm2, pada
temperatur 3 ˚C sebesar 0,22 J/mm2, pada temperatur 100 ˚C sebesar 14,75
J/mm2
5. Sesuai dengan hasil percobaan, tidak semua temperatur yang di berikan pada
benda uji semakin tinggi maka akan menghasilkan harga impak dan energi
yang diserap untuk mematahkan benda uji akan lebih besar. hal itu bisa
disebabkan oleh beberapa faktor seperti : lingkungan, benda uji, waktu dalam
pengambilan benda uji terlalu lama, dll
5.2 Saran
Dari percobaan yang telah di lakukan sebelumnya, adapun saran yang dapat
diberikan bagi percobaan selanjutnya :
1. Pemindahan benda uji dari mesin pemanas ke alat uji impak jangan terlalu
lama, maka di beri suhu toleransi saat pemanasan.
2. Ketelitian saat membaca jarum penunjuk angka untuk energi yang diserap.
3. Ketelitian saat pengukuran patahan yang dihasilkan menggunakan jangka
sorong.
Karena alat uji nya besar dan berbahaya, maka disarankan untuk berhati hati
dalam penggunaannya
DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Laboratorium Metalurgi. 2015. Modul Praktikum Material Teknik.


Cilegon: FT UNTIRTA
2. Yuwono, A. Herman. 2009. “Buku Panduan Praktikum Karakterisasi Material 1
Pengujian Merusak (Destructive Testing).pdf” Available at
http://www.google.co.id. ahyuwono@metal.ui.ac.id
3. http://www.scribd.com/doc/29446692/Laporan-Uji-Impak-Matrek
4. www.google.com
LAMPIRAN A CONTOH
PERHITUNGAN

1. Menentukan luas penampang


Diketahui : P = 8 mm2
L = 10 mm2
Ditanya :A=?
Jawab :A=PxL
= 8 mm2 x 10 mm2
= 80 mm2
Keterangan : A : Luas penampang permukaan
(mm2)
P : Panjang benda uji (mm2)
L : Lebar benda uji (mm2)
2. Menentukan Harga Impak
Diketahui : E = 27 J
A = 80 mm2
Ditanya : HI = ?
Jawab : HI = E
A
= 27
80
= 0,3375 J/mm2
LAMPIRAN B JAWABAN PERTANYAAN DAN TUGAS KHUSUS

Jawaban Pertanyaan
1. Buat grafik hubungan antara harga impak (HI) terhadap temperature (T)!

2. Apa yang dimaksud dengan temperatur transisi uji impak? Tentukan temperature
transisi dari grafik uji impak yang dilakukan!
Temperatur transisi adalah temperature yang menentukan perubahan sifat logam
dari getas menjadi lunak atau ulet. Untuk menentukan daerah getas dan daerah
ulet, dapat diketahui setelah temperatur peralihan ditentukan. Temperatur
peralihan merupakan temperatur yang menentukan perubahan sifat logam dari
getas menjadi ulet.
3. Jelaskan dan gambarkan macam-macam takik specimen uji impak!
1. Ada tiga macam takikan yang biasa digunakan dalam uji impak, yaitu :
Charpy takikan bentuk V (Charpy V-notch)
Takikan benda uji berbentuk huruf V dengan ¼ lingkaran dibagian sudutnya
2. Charpy takikan bentuk U (Charpy U-notch)
Tipe ini berbentuk huruf U dengan membentuk setengah lingkaran dibagian
sudutnya
3. Charpy takikan bentuk lubang kunci (Charpy keyhole specimen) Bentuk
takiknya menyerupai lubang anak kunci. Tipe ini juga merupakan takikan
benda uji impak charpy

(a) Charpy V-notch specimen, (b) Charpy U-notch specimen, (c)


Charpy keyhole specimen.
4. Berikan contoh kegunaan hasil uji impak dalam kehidupan sehari-hari!
a. Ketangguhan badan kapal laut yang telah teruji dengan uji impak, dapat
menjamin daya tahan kapal dalam menerima beban. Hal tersebut
berhubungan dengan keselamatan para penumpang.
b. Katangguhan sasis mobil yang telah teruji dengan uji impak, dapat menjamin
daya tahan mobil dalam menopang para penumpang dan badan mobil.
c. Ketangguhan helm yang telah teruji dengan uji impak, dapat menjamin daya
tahan dan keamanan helm tersebut dalam melindungi kepala pemakai.
d. Ketangguhan tiang baja pondasi rumah yang telah teruji dengan uji impak,
dapat menjamin daya tahan dan kekokohan rumah.
e. Ketangguhan pagar besi pembatas antara jalanan pegunungan dengan
lerengnya yang telah teruji dengan uji impak, dapat menjamin bahwa pagar
tersebut dapat menahan kendaraan jika saja mangalami kecelakaan, sehingga
mencegah kendaraan tersebut jatuh ke lerengnya.
5. Jelaskan mengapa kecelakaan pada kapal TITANIC bias terjadi? Jelaskan
fenomena yang terjadi!
Terjadinya kecelakaan pada kapal TITANIC disebabkan adanya patahan yang
terjadi karena kapal berada di tengah laut dengan temperatur yang rendah
sehingga menyebabkan material dari kapal tersebut menjadi getas yaitu mudah
untuk terjadi patahan tanpa adanya fase deformasi terlebih dahulu. Sehingga
setelah menabrak gunung es kapal tersebut pun langsung mengalami patahan
yang menyebabkan kapal terbelah menjadi dua. Dan juga pembuat kapal tidak
memperhitungkan bahan untuk kapal yang kuat terhadap perubahan temperatur
yang extreme
6. Buat grafik hubungan antara harga impak (HI) terhadap temperature (T)!

7. Jelaskan dan gambarkan macam-macam takik specimen uji impak!


Ada tiga macam takikan yang biasa digunakan dalam uji impak, yaitu :
1. Charpy takikan bentuk V (Charpy V-notch)
Takikan benda uji berbentuk huruf V dengan ¼ lingkaran dibagian sudutnya
2. Charpy takikan bentuk U (Charpy U-notch)
Tipe ini berbentuk huruf U dengan membentuk setengah lingkaran dibagian
sudutnya
3. Charpy takikan bentuk lubang kunci (Charpy keyhole specimen) Bentuk
takiknya menyerupai lubang anak kunci. Tipe ini juga merupakan takikan
benda uji impak charpy
Gambar B.2. (a) Charpy V-notch specimen, (b) Charpy U-notch
specimen, (c) Charpy keyhole specimen.
8. Jelaskan mengapa kecelakaan material logam akan meningkat dengan turunnya
temperature?
Kecelakaan terjadi karena pemilihan material yang tidak sesuai dengan kondisi
lingkungan yang dingin atau material yang dipakai bukanlah material yang tangguh pada
temperature yang dingin. Mengakibatkan adanya perubahan sifat material dikarenakan
perubahan temperature, material yang ulet manjadi getas dan pada saat terjadi gesekan
atau benturan material kapal mengalami patah/fracture. Berdasarkan teori telah diketahui
bahwa energi yang diserap semakin kecil berarti bahan akan semakin getas. Jadi ketika
temperature turun material akan semakin getas dan mudah patah ketika mendapatkan
beban kejut, sehingga kecelakaan material akan semakin tinggi pada temperature yang
semakin renda

Anda mungkin juga menyukai