Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN RESMI

TENSILE TEST

Disusun Untuk Memenuhi Laporan Praktikum Teknologi Material
Dosen Pembimbing : M. Thoriq W. ST., MT. dan Laily Ulfiyah, ST.,MT


Disusun Oleh :
Kelompok II
Bara Muchammmad S. (33211301026)
Ratna Eka Purwanti (33211301002)
Syarifudin wandani (33211301021)
Ahmad Syaifudin (33211301004)
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN ALAT BERAT
POLITEKNIK NEGERI MADURA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu logam mempunyai sifat-sifat tertentu yang dibedakan atas sifat fisik,
mekanik, thermal, dan korosif. Salah satu yang penting dari sifat tersebut adalah sifat
mekanik. Sifat mekanik terdiri dari keuletan, kekerasan, kekuatan, dan ketangguhan. Sifat
mekanik merupakan salah satu acuan untuk melakukan proses selanjutnya terhadap suatu
material, contohnya untuk dibentuk dan dilakukan proses permesinan. Untuk mengetahui
sifat mekanik pada suatu logam harus dilakukan pengujian terhadap logam tersebut.
Salah satu pengujian yang dilakukan adalah pengujian tarik.
Dalam pembuatan suatu konstruksi diperlukan material dengan spesifikasi dan
sifat-sifat yang khusus pada setiap bagiannya. Sebagai contoh dalam pembuatan
konstruksi sebuah jembatan. Diperlukan material yang kuat untuk menerima beban
diatasnya. Material juga harus elastis agar pada saat terjadi pembebanan standar atau
berlebih tidak patah. Salah satu contoh material yang sekarang banyak digunakan pada
konstruksi bangunan atau umum adalah logam.
Meskipun dalam proses pembuatannya telah diprediksikan sifat mekanik dari
logam tersebut, kita perlu benar-benar mengetahui nilai mutlak dan akurat dari sifat
mekanik logam tersebut. Oleh karena itu, sekarang ini banyak dilakukan pengujian-
pengujian terhadap sampel dari material.
Pengujian ini dimaksudkan agar kita dapat mengetahui besar sifat mekanik dari
material, sehingga dapat dlihat kelebihan dan kekurangannya. Material yang mempunyai
sifat mekanik lebih baik dapat memperbaiki sifat mekanik dari material dengan sifat yang
kurang baik dengan cara alloying. Hal ini dilakukan sesuai kebutuhan konstruksi dan
pesanan.
Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu
bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu. Hasil yang
didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa teknik dan desain produk
karena mengahsilkan data kekuatan material. Pengujian uji tarik digunakan untuk
mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara
lambat.Salah satu cara untuk mengetahui besaran sifat mekanik dari logam adalah dengan
uji tarik. Sifat mekanik yang dapat diketahui adalah kekuatan dan elastisitas dari logam
tersebut. Uji tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar
kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Nilai kekuatan
dan elastisitas dari material uji dapat dilihat dari kurva uji tarik.
Pengujian tarik ini dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis suatu material,
khususnya logam diantara sifat-sifat mekanis yang dapat diketahui dari hasil pengujian
tarik adalah sebagai berikut:
1. Kekuatan tarik
2. Kuat luluh dari material
3. Keuletan dari material
4. Modulus elastic dari material
5. Kelentingan dari suatu material
6. Ketangguhan.
Pengujian tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar
kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Karena dengan
pengujian tarik dapat diukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan
secara perlahan. Pengujian tarik ini merupakan salah satu pengujian yang penting untuk
dilakukan, karena dengan pengujian ini dapat memberikan berbagai informasi mengenai
sifat-sifat logam.
Dalam bidang industri diperlukan pengujian tarik ini untuk mempertimbangkan
faktor metalurgi dan faktor mekanis yang tercakup dalam proses perlakuan terhadap
logam jadi, untuk memenuhi proses selanjutnya.
Oleh karena pentingnya pengujian tarik ini, kita sebagai mahasiswa metalurgi
hendaknya mengetahui mengenai pengujian ini. Dengan adanya kurva tegangan regangan
kita dapat mengetahui kekuatan tarik, kekuatan luluh, keuletan, modulus elastisitas,
ketangguhan, dan lain-lain. Pada pegujian tarik ini kita juga harus mengetahui dampak
pengujian terhadap sifat mekanis dan fisik suatu logam. Dengan mengetahui parameter-
parameter tersebut maka kita dapat data dasar mengenai kekuatan suatu bahan atau
logam.
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kekuatan bahan logam
melalui pemahaman dan pendalaman kurva hasil uji tarik.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam percobaan ini yaitu melakukan pengujian pada
sampel yang berbentuk pelat , round bar dan beton neser sampai sampel tersebut
putus. Dari hasil pengujian yang diperoleh, mencari berapa besar yield strength,
tensile strength dan persentase elongasinya.
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan ini dibagi menjadi lima bab. Bab I menjelaskan mengenai
latar belakang, tujuan percobaan, batasan masalah, sistematika penulisan. Bab II
menjelaskan mengenai tinjauan pustaka yang berisi mengenai teori singkat dari
percobaan yang dilakukan, Bab III menjelaskan mengenai metode penelitian, Bab IV
menjelaskan mengenai data percobaan, Bab V menjelaskan mengenai pembahasan
dan Bab VI menjelaskan mengenai kesimpulan dari percobaan. Selain itu juga di
akhir laporan terdapat lampiran yang memuat contoh perhitungan, jawaban
pertanyaan dan tugas serta terdapat juga blangko percobaan.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Pengujian Logam
Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu
bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu [Askeland, 1985].
Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa teknik dan
desain produk karena mengahsilkan data kekuatan material. Pengujian uji tarik digunakan
untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara
lambat.

Gambar 1. Mesin uji tarik dilengkapi spesimen ukuran standar.
Seperti pada gambar 1 benda yang di uji tarik diberi pembebanan pada kedua arah
sumbunya. Pemberian beban pada kedua arah sumbunya diberi beban yang sama
besarnya.
Pengujian tarik adalah dasar dari pengujian mekanik yang dipergunakan pada
material. Dimana spesimen uji yang telah distandarisasi, dilakukan pembebanan uniaxial
sehingga spesimen uji mengalami peregangan dan bertambah panjang hingga akhirnya
patah. Pengujian tarik relatif sederhana, murah dan sangat terstandarisasi dibanding
pengujian lain. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar penguijian menghasilkan nilai yang
valid adalah; bentuk dan dimensi spesimen uji, pemilihan grips dan lain-lain.
1. Bentuk dan Dimensi Spesimen uji
Spesimen uji harus memenuhi standar dan spesifikasi dari ASTM A370. Bentuk
dari spesimen penting karena kita harus menghindari terjadinya patah atau retak pada
daerah grip atau yang lainnya. Jadi standarisasi dari bentuk spesimen uji dimaksudkan
agar retak dan patahan terjadi di daerah gage length.
1. b. Grip and Face Selection
Face dan grip adalah faktor penting. Dengan pemilihan setting yang tidak tepat,
spesimen uji akan terjadi slip atau bahkan pecah dalam daerah grip (jaw break). Ini akan
menghasilkan hasil yang tidak valid. Face harus selalu tertutupi di seluruh permukaan
yang kontak dengan grip. Agar spesimen uji tidak bergesekan langsung dengan face.
Beban yang diberikan pada bahan yang di uji ditransmisikan pada pegangan
bahan yang di uji. Dimensi dan ukuran pada benda uji disesuaikan dengan estndar baku
pengujian.
Kurva tegangan-regangan teknik dibuat dari hasil pengujian yang didapatkan.

Gambar 2. Contoh kurva uji tarik
Tegangan yang digunakan pada kurva adalah tegangan membujur rata-rata dari
pengujian tarik. Tegangan teknik tersebut diperoleh dengan cara membagi beban yang


diberikan dibagi dengan luas awal penampang benda uji. Dituliskan seperti dalam
persamaan 2.1 berikut:
s= P/A0
Keterangan ; s : besarnya tegangan (kg/mm
2
)
P : beban yang diberikan (kg)
A
0
: Luas penampang awal benda uji (mm
2
)
Regangan yang digunakan untuk kurva tegangan-regangan teknik adalah
regangan linier rata-rata, yang diperoleh dengan cara membagi perpanjangan yang
dihasilkan setelah pengujian dilakukan dengan panjang awal. Dituliskan seperti dalam
persamaan 2.2 berikut.

Keterangan ; e : Besar regangan
L : Panjang benda uji setelah pengujian (mm)
Lo : Panjang awal benda uji (mm)
Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung pada
komposisi, perlakuan panas, deformasi plastik, laju regangan, temperatur dan keadaan
tegangan yang menentukan selama pengujian. Parameter-parameter yang digunakan
untuk menggambarkan kurva tegangan-regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan
luluh atau titik luluh, persen perpanjangan dan pengurangan luas. Dan parameter pertama
adalah parameter kekuatan, sedangkan dua yang terakhir menyatakan keuletan bahan.
Bentuk kurva tegangan-regangan pada daerah elastis tegangan berbanding lurus
terhadap regangan. Deformasi tidak berubah pada pembebanan, daerah remangan yang
tidak menimbulkan deformasi apabila beban dihilangkan disebut daerah elastis. Apabila
beban melampaui nilai yang berkaitan dengan kekuatan luluh, benda mengalami
deformasi plastis bruto. Deformasi pada daerah ini bersifat permanen, meskipun
bebannya dihilangkan. Tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan deformasi plastis
akan bertambah besar dengan bertambahnya regangan plastik.
Pada tegangan dan regangan yang dihasilkan, dapat diketahui nilai modulus
elastisitas. Persamaannya dituliskan dalam persamaan

Keterangan ; E : Besar modulus elastisitas (kg/mm
2
),
e : regangan
: Tegangan (kg/mm
2
)
Pada mulanya pengerasan regang lebih besar dari yang dibutuhkan untuk
mengimbangi penurunan luas penampang lintang benda uji dan tegangan teknik
(sebanding dengan beban F) yang bertambah terus, dengan bertambahnya regangan.
Akhirnya dicapai suatu titik di mana pengurangan luas penampang lintang lebih besar
dibandingkan pertambahan deformasi beban yang diakibatkan oleh pengerasan regang.
Keadaan ini untuk pertama kalinya dicapai pada suatu titik dalam benda uji yang sedikit
lebih lemah dibandingkan dengan keadaan tanpa beban. Seluruh deformasi plastis
berikutnya terpusat pada daerah tersebut dan benda uji mulai mengalami penyempitan
secara lokal. Karena penurunan luas penampang lintang lebih cepat daripada
pertambahan deformasi akibat pengerasan regang, beban sebenarnya yang diperlukan
untuk mengubah bentuk benda uji akan berkurang dan demikian juga tegangan teknik
pada persamaan (1) akan berkurang hingga terjadi patah.
Dari kurva uji tarik yang diperoleh dari hasil pengujian akan didapatkan beberapa
sifat mekanik yang dimiliki oleh benda uji, sifat-sifat tersebut antara lain [Dieter, 1993]:
1. Kekuatan tarik
2. Kuat luluh dari material
3. Keuletan dari material
4. Modulus elastic dari material
5. Kelentingan dari suatu material
6. Ketangguhan.
2.2 Kekuatan Tarik
Kekuatan yang biasanya ditentukan dari suatu hasil pengujian tarik adalah kuat
luluh (Yield Strength) dan kuat tarik (Ultimate Tensile Strength). Kekuatan tarik atau
kekuatan tarik maksimum (Ultimate Tensile Strength / UTS), adalah beban maksimum
dibagi luas penampang lintang awal benda uji.

di mana, S
u
= Kuat tarik

P
maks
= Beban maksimum
A
0
= Luas penampang awal
Untuk logam-logam yang liat kekuatan tariknya harus dikaitkan dengan beban
maksimum dimana logam dapat menahan sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas.
Tegangan tarik adalah nilai yang paling sering dituliskan sebagai hasil suatu uji
tarik, tetapi pada kenyataannya nilai tersebut kurang bersifat mendasar dalam kaitannya
dengan kekuatan bahan. Untuk logam-logam yang liat kekuatan tariknya harus dikaitkan
dengan beban maksimum, di mana logam dapat menahan beban sesumbu untuk keadaan
yang sangat terbatas. Akan ditunjukkan bahwa nilai tersebut kaitannya dengan kekuatan
logam kecil sekali kegunaannya untuk tegangan yang lebih kompleks, yakni yang
biasanya ditemui. Untuk berapa lama, telah menjadi kebiasaan mendasarkan kekuatan
struktur pada kekuatan tarik, dikurangi dengan faktor keamanan yang sesuai.
Kecenderungan yang banyak ditemui adalah menggunakan pendekatan yang lebih
rasional yakni mendasarkan rancangan statis logam yang liat pada kekuatan luluhnya.
Akan tetapi, karena jauh lebih praktis menggunakan kekuatan tarik untuk menentukan
kekuatan bahan, maka metode ini lebih banyak dikenal, dan merupakan metode
identifikasi bahan yang sangat berguna, mirip dengan kegunaan komposisi kimia untuk
mengenali logam atau bahan. Selanjutnya, karena kekuatan tarik mudah ditentukan dan
merupakan sifat yang mudah dihasilkan kembali (reproducible). Kekuatan tersebut
berguna untuk keperluan spesifikasi dan kontrol kualitas bahan. Korelasi empiris yang
diperluas antara kekuatan tarik dan sifat-sifat bahan misalnya kekerasan dan kekuatan
lelah, sering dipergunakan. Untuk bahan-bahan yang getas, kekuatan tarik merupakan
kriteria yang tepat untuk keperluan perancangan.
Tegangan di mana deformasi plastik atau batas luluh mulai teramati tergantung
pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami perubahan sifat
dari elastik menjadi plastik yang berlangsung sedikit demi sedikit, dan titik di mana
deformasi plastik mulai terjadi dan sukar ditentukan secara teliti. Telah digunakan
berbagai kriteria permulaan batas luluh yang tergantung pada ketelitian pengukuran
regangan dan data-data yang akan digunakan.
2.3 Kekuatan luluh (yield strength)
Salah satu kekuatan yang biasanya diketahui dari suatu hasil pengujian tarik
adalah kuat luluh (Yield Strength). Kekuatan luluh ( yield strength) merupakan titik yang
menunjukan perubahan dari deformasi elastis ke deformasi plastis [Dieter, 1993]. Besar
tegangan luluh dituliskan seperti pada persamaan 2.4, sebagai berikut.

Keterangan ; Ys : Besarnya tegangan luluh (kg/mm
2
)
Py : Besarnya beban di titik yield (kg)
Ao : Luas penampang awal benda uji (mm
2
)
Tegangan di mana deformasi plastis atau batas luluh mulai teramati tergantung
pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami perubahan sifat
dari elastik menjadi plastis yang berlangsung sedikit demi sedikit, dan titik di mana
deformasi plastis mulai terjadi dan sukar ditentukan secara teliti.
Kekuatan luluh adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah
kecil deformasi plastis yang ditetapkan. Definisi yang sering digunakan untuk sifat ini
adalah kekuatan luluh ditentukan oleh tegangan yang berkaitan dengan perpotongan
antara kurva tegangan-regangan dengan garis yang sejajar dengan elastis ofset kurva oleh
regangan tertentu. Di Amerika Serikat offset biasanya ditentukan sebagai regangan 0,2
atau 0,1 persen (e = 0,002 atau 0,001)

Cara yang baik untuk mengamati kekuatan luluh offset adalah setelah benda uji
diberi pembebanan hingga 0,2% kekuatan luluh offset dan kemudian pada saat beban
ditiadakan maka benda ujinya akan bertambah panjang 0,1 sampai dengan 0,2%, lebih
panjang daripada saat dalam keadaan diam. Tegangan offset di Britania Raya sering
dinyatakan sebagai tegangan uji (proff stress), di mana harga ofsetnya 0,1% atau 0,5%.
Kekuatan luluh yang diperoleh dengan metode ofset biasanya dipergunakan untuk
perancangan dan keperluan spesifikasi, karena metode tersebut terhindar dari kesukaran
dalam pengukuran batas elastik atau batas proporsional.
2.4 Pengukuran Keliatan (keuletan)
Keuleten adalah kemampuan suatu bahan sewaktu menahan beban pada saat
diberikan penetrasi dan akan kembali ke baentuk semula.Secara umum pengukuran
keuletan dilakukan untuk memenuhi kepentingan tiga buah hal [Dieter, 1993]:
1. Untuk menunjukan elongasi di mana suatu logam dapat berdeformasi tanpa terjadi
patah dalam suatu proses suatu pembentukan logam, misalnya pengerolan dan
ekstrusi.
2. Untuk memberi petunjuk secara umum kepada perancang mengenai kemampuan
logam untuk mengalir secara pelastis sebelum patah.
3. Sebagai petunjuk adanya perubahan permukaan kemurnian atau kondisi
pengolahan
2.5 Modulus Elastisitas
Modulus Elastisitas adalah ukuran kekuatan suatu bahan akan keelastisitasannya.
Makin besar modulus, makin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian
tegangan.Modulus elastisitas ditentukan oleh gaya ikat antar atom, karena gaya-gaya ini
tidak dapat dirubah tanpa terjadi perubahan mendasar pada sifat bahannya. Maka
modulus elastisitas salah satu sifat-sifat mekanik yang tidak dapat diubah. Sifat ini hanya
sedikit berubah oleh adanya penambahan paduan, perlakuan panas, atau pengerjaan
dingin.
Secara matematis persamaan modulus elastic dapat ditulis sebagai berikut.

Dimana, s = tegangan
= regangan
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Diagram Alir Percobaan

Gambar 4. Diagram alir proses percobaan pengujian uji tarik
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat-Alat yang Digunakan
1. Mesin uji tarik
2. Kikir
3. Jangka sorong
4. Ragum
5. Penitik
6. Palu
3.2.2 Bahan-Bahan yang Digunakan
1. Spesimen uji tarik plat
2. Spesimen uji tarik round bar
3. Spesimen uji tarik beton neser
4. Kertas milimeter
3.3 Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan specimen uji kemudian jepit dengan ragum
2. Kikir bekas machining pada spesimen . Ulangi langkah 1 dan 2 untuk semua
specimen uji .
3. Membuat gauge length dengan menandai specimen menggunakan penitik .
Posisikan gauge length tepat di tengah spesimen . Tandai dengan dua titikan
berjarak 50mm . Ulangi untuk specimen yang lain
4. Mengukur dimensi semua spesimen
5. Memasang kertas millimeter pada tempatnya di mesin uji tarik.
6. Meletakkan specimen pada tempatnya di mesin uji tarik
7. Mengatur beban dan pencatat grafik pada mesin uji tarik
8. Memberikan beban secara kontinyu pada specimen sampai specimen patah .
9. Mencatat besarnya beban pada yield,Ultimate dan patah yang tercantum pada
menitor beban .
10. Mengambil specimen dan mengukur panjang dan luasan penampang yang patah.
11. Membersihkan lingkungan kerja
BAB IV
DATA HASIL PERCOBAAN

4.1 Data Hasil Percobaan
Dari hasil percobaan pengujian tarik yang telah dilakukan, didapatkan data-data
berikut,dengan spesimen uji adalah round bar, plat dan beton neser.
Specification Sample Tensile Test Results
No. Width
w
0
(mm)
Thick
t
0
(mm)
Diameter
d
0
(mm)

Area
A
0

(mm)
L
0

F yield F ult Width
w
0

(mm)
Thick
t
0

(mm)
Diameter
d
1
(mm) kgf kN kgf kN
1 - - 12.9
130.6
3
50 45 63 - - 7.4
2 12.4 8.5 - 105.4 50 33.25 36.5 7.1 4.2 -
3 - - 9.4 69.36 75.2 24.5 32 - - 6.4
No.
Tensile Test Results
Area
A
1
(mm
2
)
L
1

(mm)
Reduction
of Area
(%)
Elongation
(%)
Yield Stress

yield
Ult Stress
ult
Remark
Kgf/
mm
2
MPa
Kgf/
mm
2
MPa
1 43 64.5 67.08 29
344.
5

482.
27

2 29.82 64.2 71.1 28.4
314.
5

346.
3

3 32.15 97.2 53.12 29.26
353.
2

461.
36

Note: -WM: wield metal HAZ: heat affected zone BM: base metal


4.2 Analisa dan Pembahasan

Uji Tarik Round Bar

A0 L0
Sumbu
Y Skala Y L P Regangan Tegangan
105,4 50 0 0,151 0 0 0 0
105,4 50 4,2 0,151 0,6342 0 1,2684 0
105,4 50 5,3 0,151 0,8003 4,8 1,6006 0,045541
105,4 50 6,8 0,151 1,0268 5,2 2,0536 0,049336
105,4 50 7,9 0,151 1,1929 10,8 2,3858 0,102467
105,4 50 8,9 0,151 1,3439 18,5 2,6878 0,175522
105,4 50 10,8 0,151 1,6308 20,1 3,2616 0,190702
105,4 50 11,8 0,151 1,7818 23,8 3,5636 0,225806
105,4 50 12,2 0,151 1,8422 26,1 3,6844 0,247628
105,4 50 13,7 0,151 2,0687 27,2 4,1374 0,258065
105,4 50 14,4 0,151 2,1744 28,4 4,3488 0,26945
105,4 50 15,4 0,151 2,3254 29,2 4,6508 0,27704
105,4 50 16,2 0,151 2,4462 45,6 4,8924 0,432638
105,4 50 17,8 0,151 2,6878 63,3 5,3756 0,600569
105,4 50 18,5 0,151 2,7935 68,8 5,587 0,652751
105,4 50 20,8 0,151 3,1408 76,2 6,2816 0,72296
105,4 50 21,2 0,151 3,2012 82,1 6,4024 0,778937
105,4 50 22,8 0,151 3,4428 90,5 6,8856 0,858634
105,4 50 22,9 0,151 3,4579 91,2 6,9158 0,865275
105,4 50 23,1 0,151 3,4881 93,2 6,9762 0,88425
105,4 50 23,4 0,151 3,5334 83,5 7,0668 0,79222
105,4 50 23,6 0,151 3,5636 86,2 7,1272 0,817837
105,4 50 24,5 0,151 3,6995 87,8 7,399 0,833017
105,4 50 25,6 0,151 3,8656 88,1 7,7312 0,835863
105,4 50 26,1 0,151 3,9411 88,4 7,8822 0,83871
105,4 50 27,5 0,151 4,1525 88,8 8,305 0,842505
105,4 50 28,2 0,151 4,2582 90,2 8,5164 0,855787
105,4 50 29,8 0,151 4,4998 95,8 8,9996 0,908918
105,4 50 30,2 0,151 4,5602 98,8 9,1204 0,937381
105,4 50 32,5 0,151 4,9075 99,1 9,815 0,940228
105,4 50 35,6 0,151 5,3756 101,5 10,7512 0,962998
105,4 50 36,2 0,151 5,4662 107,7 10,9324 1,021822
105,4 50 37,8 0,151 5,7078 108,2 11,4156 1,026565
105,4 50 38,2 0,151 5,7682 109,2 11,5364 1,036053
105,4 50 40,5 0,151 6,1155 109,8 12,231 1,041746
105,4 50 42,4 0,151 6,4024 110,2 12,8048 1,045541
105,4 50 45,3 0,151 6,8403 110,8 13,6806 1,051233
105,4 50 47,8 0,151 7,2178 111,2 14,4356 1,055028
105,4 50 49,2 0,151 7,4292 111,9 14,8584 1,06167
105,4 50 50,5 0,151 7,6255 112,2 15,251 1,064516
105,4 50 52,2 0,151 7,8822 112,9 15,7644 1,071157
105,4 50 54,6 0,151 8,2446 113,1 16,4892 1,073055
105,4 50 55,2 0,151 8,3352 113,6 16,6704 1,077799
105,4 50 56,8 0,151 8,5768 115,2 17,1536 1,092979
105,4 50 57,2 0,151 8,6372 116,5 17,2744 1,105313
105,4 50 58,5 0,151 8,8335 117,3 17,667 1,112903
105,4 50 62,1 0,151 9,3771 118,6 18,7542 1,125237
105,4 50 64,2 0,151 9,6942 119,2 19,3884 1,13093
105,4 50 66,4 0,151 10,0264 120,8 20,0528 1,14611
105,4 50 68,4 0,151 10,3284 121,2 20,6568 1,149905
105,4 50 69,1 0,151 10,4341 121,9 20,8682 1,156546
105,4 50 70,2 0,151 10,6002 122,6 21,2004 1,163188
105,4 50 73,2 0,151 11,0532 123,2 22,1064 1,16888
105,4 50 74,2 0,151 11,2042 123,6 22,4084 1,172676
105,4 50 76,3 0,151 11,5213 124,2 23,0426 1,178368
105,4 50 78,5 0,151 11,8535 124,9 23,707 1,185009
105,4 50 80,6 0,151 12,1706 125,2 24,3412 1,187856
105,4 50 82,2 0,151 12,4122 125,5 24,8244 1,190702
105,4 50 85,3 0,151 12,8803 125,9 25,7606 1,194497
105,4 50 86,8 0,151 13,1068 126,2 26,2136 1,197343
105,4 50 89,2 0,151 13,4692 105,6 26,9384 1,001898
105,4 50 90,2 0,151 13,6202 98,7 27,2404 0,936433
105,4 50 90,8 0,151 13,7108 93,5 27,4216 0,887097
105,4 50 91,2 0,151 13,7712 92,3 27,5424 0,875712
105,4 50 91,3 0,151 13,7863 91,8 27,5726 0,870968
105,4 50 91,3 0,151 13,7863 90,2 27,5726 0,855787
105,4 50 91,3 0,151 13,7863 90,9 27,5726 0,862429
105,4 50 91,3 0,151 13,7863 89,1 27,5726 0,845351





Data round bar sebelum di lakukan uji tarik
Diketahui: d
0
=12.9mm
L
0
=50mm
Ditanya: A
0
=.?
Penyelesaian: A
0
=



Data sesudah dilakukan uji tarik
F yield=90x0,5=45kn
F ult=126x0,5=63kn




Diketahui:d
1
=7,4mm
L
1=
64,5mm
Ditanya:a
1
,reduction,elongation,yield stres,yield ult

Jawab:A
1
=

mm
2


Reduction=



Elongation =







=344,5 Mpa





=487.27 Mpa













Uji Tarik Plat

A0 L0
Sumbu
Y Skala Y l P Regangan Tegangan
130,63 50 0 0,139 0 0 0 0
130,63 50 3,5 0,139 0,4865 0 0,973 0
130,63 50 3,8 0,139 0,5282 6,3 1,0564 0,04822782
130,63 50 4,5 0,139 0,6255 6,5 1,251 0,04975886
130,63 50 4,9 0,139 0,6811 6,7 1,3622 0,0512899
130,63 50 5,6 0,139 0,7784 6,9 1,5568 0,05282094
130,63 50 6,1 0,139 0,8479 7,2 1,6958 0,05511751
130,63 50 7,8 0,139 1,0842 7,4 2,1684 0,05664855
130,63 50 8,3 0,139 1,1537 7,5 2,3074 0,05741407
130,63 50 10,2 0,139 1,4178 8,5 2,8356 0,06506928
130,63 50 12,5 0,139 1,7375 14,8 3,475 0,1132971
130,63 50 14,9 0,139 2,0711 18,7 4,1422 0,14315242
130,63 50 15,2 0,139 2,1128 22,5 4,2256 0,17224221
130,63 50 16,7 0,139 2,3213 23,6 4,6426 0,18066294
130,63 50 17,1 0,139 2,3769 29,2 4,7538 0,22353211
130,63 50 18,2 0,139 2,5298 35,5 5,0596 0,27175993
130,63 50 19,8 0,139 2,7522 40,2 5,5044 0,30773942
130,63 50 20,3 0,139 2,8217 43,5 5,6434 0,33300161
130,63 50 20,8 0,139 2,8912 46,9 5,7824 0,35902932
130,63 50 21,2 0,139 2,9468 54,5 5,8936 0,41720891
130,63 50 22,2 0,139 3,0858 55,2 6,1716 0,42256756
130,63 50 23,6 0,139 3,2804 55,8 6,5608 0,42716068
130,63 50 25,6 0,139 3,5584 56,2 7,1168 0,43022277
130,63 50 26,7 0,139 3,7113 56,8 7,4226 0,43481589
130,63 50 28,3 0,139 3,9337 57,2 7,8674 0,43787798
130,63 50 29,5 0,139 4,1005 59,9 8,201 0,45854704
130,63 50 35,6 0,139 4,9484 61,2 9,8968 0,46849881
130,63 50 37,6 0,139 5,2264 61,4 10,4528 0,47002986
130,63 50 47,5 0,139 6,6025 61,5 13,205 0,47079538
130,63 50 50,2 0,139 6,9778 61,6 13,9556 0,4715609
130,63 50 61,3 0,139 8,5207 62,5 17,0414 0,47845059
130,63 50 65,2 0,139 9,0628 62,7 18,1256 0,47998163
130,63 50 67,4 0,139 9,3686 63,1 18,7372 0,48304371
130,63 50 71,5 0,139 9,9385 63,8 19,877 0,48840236
130,63 50 74,5 0,139 10,3555 62,5 20,711 0,47845059
130,63 50 77,1 0,139 10,7169 62,1 21,4338 0,4753885
130,63 50 79,8 0,139 11,0922 59,1 22,1844 0,45242287
130,63 50 82,1 0,139 11,4119 58,4 22,8238 0,44706423
130,63 50 84,9 0,139 11,8011 58,2 23,6022 0,44553319
130,63 50 89,5 0,139 12,4405 53,6 24,881 0,41031922



Data plat sebelum dilakukan uji tarik
Diketahui: W
0
=12.4 mm
T
0
=8.5 mm
Ditanya : A
0.
?
Penyelesaian: A
0
=W
0
x t
0

=12.4 x 8.5
=105.4 mm
2

Data sesudah dilakukan uji tarik
F
yield
= 66.5 x 0.5 =33,25kn
Fult=49x0,5=24,5kn





Diketahui:w
1
=7,1mm
T
1
=4,2mm
Ditanya:A
1
,reduction,elongtion,yield,ult
Penyelesaian:A
1
=W
1
.t
1

=7,1x4,2
=29,82mm
2
Reduction



Elongation =

=28.4%




= 346.3 x 10
-6
N/m
2
=346.3 Mpa




=314.5 x 10
-6
N/m
2

=314.5 Mpa


















Uji Tarik Beton Neyzer

A0 L0
Sumbu
Y Skala Y L P Regangan Tegangan
69,36 75,2 0 0,166 0 0 0 0
69,36 75,2 4,9 0,166 0,8134 0 1,172722 0
69,36 75,2 5,1 0,166 0,8466 3 1,220588 0,0432526
69,36 75,2 5,5 0,166 0,913 5,4 1,316321 0,0778547
69,36 75,2 6,2 0,166 1,0292 8,9 1,483852 0,128316
69,36 75,2 6,8 0,166 1,1288 11 1,627451 0,1585928
69,36 75,2 8,2 0,166 1,3612 12,7 1,962514 0,1831027
69,36 75,2 10,1 0,166 1,6766 13,2 2,417243 0,1903114
69,36 75,2 12,8 0,166 2,1248 14 3,063437 0,2018454
69,36 75,2 13,1 0,166 2,1746 17,3 3,135236 0,2494233
69,36 75,2 14,5 0,166 2,407 22,9 3,4703 0,3301615
69,36 75,2 15,7 0,166 2,6062 30 3,757497 0,432526
69,36 75,2 16,8 0,166 2,7888 40,9 4,020761 0,589677
69,36 75,2 17,2 0,166 2,8552 42,8 4,116494 0,6170704
69,36 75,2 18,6 0,166 3,0876 45,2 4,451557 0,6516724
69,36 75,2 19,9 0,166 3,3034 46,4 4,762687 0,6689735
69,36 75,2 20,2 0,166 3,3532 47,8 4,834487 0,689158
69,36 75,2 21,8 0,166 3,6188 48,7 5,217416 0,7021338
69,36 75,2 22,1 0,166 3,6686 48,8 5,289216 0,7035755
69,36 75,2 23,7 0,166 3,9342 48,9 5,672145 0,7050173
69,36 75,2 24,3 0,166 4,0338 47,1 5,815744 0,6790657
69,36 75,2 25,6 0,166 4,2496 47,5 6,126874 0,6848328
69,36 75,2 26,4 0,166 4,3824 49,2 6,318339 0,7093426
69,36 75,2 27,8 0,166 4,6148 50,2 6,653403 0,7237601
69,36 75,2 29,2 0,166 4,8472 52,3 6,988466 0,7540369
69,36 75,2 30,3 0,166 5,0298 54,8 7,25173 0,7900807
69,36 75,2 34,2 0,166 5,6772 56,1 8,185121 0,8088235
69,36 75,2 38,2 0,166 6,3412 57,3 9,142445 0,8261246
69,36 75,2 45,2 0,166 7,5032 59,4 10,81776 0,8564014
69,36 75,2 50,4 0,166 8,3664 60,5 12,06228 0,8722607
69,36 75,2 55,6 0,166 9,2296 61,1 13,30681 0,8809112
69,36 75,2 60,4 0,166 10,0264 61,8 14,45559 0,8910035
69,36 75,2 89,8 0,166 14,9068 63,5 21,49193 0,9155133
69,36 75,2 94,3 0,166 15,6538 52,9 22,56892 0,7626874
69,36 75,2 95,9 0,166 15,9194 42,9 22,95185 0,6185121





Data beton neser sebelum dilakukan uji tarik
Diket: m = 161.20 kg
Ditanya: d
0
=?
Penyelesaian:


=7.85



=20.53



=0.69






=0.94 cm
=9.4 mm

A
o
=

=69.36 mm
2

Data sesudah di lakukan uji tarik
F yield = 49 x 0.5 = 24.5 kN
F ult = 64 x 0.5 = 32 kN

L
1
= 97.2 mm
Ditanya: A
1
, reduction, elongation, yield,ult
Penyelesaian:

=32.15 mm
2

Reduction =

=53.12 %

Elongation =

=29.26 %

yield =


=353.2 x 10
-6
N/m
2

=353.2 Mpa




=461.36 x 10
-6
N/m
2

=461.36 Mpa
































































































DAFTAR PUSTAKA
Askeland., D. R., 1985, The Science and Engineering of Material, Alternate Edition,
PWS Engineering, Boston, USA
Dieter, E. George, 1993, Metalurgi Mekanik, Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
http://www.calce.umd.edu/general/facilities/hardness_ed_.htm
http://www.geology.csupomona.edu/alert/mineral/hardness.htm
http://www.gordonengland.co.uk/hardness.htm
LAPORAN RESMI
HARDNESS TEST

Disusun Untuk Memenuhi Laporan Praktikum Teknologi Material
Dosen Pembimbing : M. Thoriq W. ST., MT. dan Laily Ulfiyah, ST.,MT


Disusun Oleh :
Kelompok II
Bara Muchammmad S. (33211301026)
Ratna Eka Purwanti (33211301002)
Syarifudin wandani (33211301021)
Ahmad Syaifudin (33211301004)
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN ALAT BERAT
POLITEKNIK NEGERI MADURA
2014

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Pengujian kekerasan suatu bahan sangatlah penting adanya,ini dimaksudkan
untuk mengetahui seberapa kuat bahan tersebut menopang suatu beban tertentu.
Maka dari itu dilakukanlah suatu pengujian terhadap bahan tersebut,seberapa
keras bahan dapat digunakan dalam suatu konstruksi .
Untuk mengetahui seberapa kuat bahan tersebut tahan terhadap pukulan maupun
gaya gesekan.

1.2 Tujuan percobaan
1. Mahasiswa dapat mengetahui seberapa keras bahan yang diujikan.
2. Mengetahui seberapa kuat bahan tersebut menahan beban.
3. Mengetahui nilai kekerasan material yang dalam praktikum ini digunakan
material baja,kuningan,dan besi .

1.3 Batasan masalah
Batasan masalah pada percobaan uji kekerasan adalah pengujian kekerasan
Rockwell,Brinell,Vikcers dimana menggunakan indentor kerucut intan dan bola
baja , Intan Piramit











BAB II
Dasar teori
2.1 Definisi Kekerasan
Kekerasan adalah ketahanan material terhadap deformasi plastis yang diakibatkan
oleh tekanan atau goresan dari benda lain. Kekerasan merupakan sifat suatu logam, yang
memberi kemampuan logam tahan terhadap deformasi permanen (bengkok, rusak, atau
bentuk yang berubah), ketika suatu beban diterapkan. Pada umumnya, kekerasan
menyatakan ketahanan terhadap deformasi dan untuk logam dengan sifat tersebut
merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi permanen.
Untuk orang yang berkecimpung dalam mekanika pengujian bahan, banyak yang
mengartikan kekerasan sebagai ukuran ketahanan terhadap lekukan. Untuk para
perancang bangunan, kekerasan sering diartikan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas
khusus yang menunjukkan sesuatu mengenai kekuatan dan perlakuan panas dari suatu
logam. Dari uraian singkat di atas maka kekerasan suatu material dapat didefinisikan
sebagai ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang
lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan (scratching),
pantulan ataupun ndentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Untuk
melakukan pengujian kekerasan ada 3 metode, yaitu [Fauji, 2010]:
1. Metode goresan
2. Metode elastis atau pantulan ( rebound )
3. Metode indentasi









2.2 Metode Goresan
Kekersana goresan merupakan perhatian utama para ahli mineral. Dengan
mengukur kekerasan, berbagai mineral dan bahan-bahan yang lain disusun berdasarkan
kemampuan goresan yang satu terhadap yang lain. Kekerasan goresan diukur dengan
skala Mohs. Skala ini terdiri atas sepuluh standar mineral disusun berdasarkan
kemampuannya untuk digores. Mineral yang paling lunak pada skala ini adalah talk
(kekerasan goresan 1), kuku jari mempunyai nilai kekerasan sekitar 2, tembaga yang
dilunakkan kekerasannya 3, martensit 7, logam yang paling keras mempunyai harga
kekerasan pada skala Mohs antara 4 sampai 8. Sedangkan intan mempunyai kekerasan
10. kelemahan dari penilaian kekerasan dengan skala Mohs adalah penilaiannya tidak
cocok untuk logam karena interval skala pada nilai kekerasan.

Tabel 1. Skala Kekerasan Mohs


2.3 Metode Elastis atau Pantulan
Untuk mengetahui nilai kekerasan suatu material dintentukan oleh alat yang
dinamakan Scleroscop yang merupakan contoh paling umum dari suatu alat penguji
kekerasan dinamik, mengukur kekerasan yang dinyatakan dengan tinggi lekukan atau
tinggi pantulan. Semakin tinggi pantulan maka kekerasan suatu benda uji semakin tinggi.





2.3 Metode Indentasi
Metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan menggunakan indentor
dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Prinsip kerja dari metode ini
dengan menentukan jejak dari indentasi yang dihasilkan. Nilai kekerasan dari suatu bahan
dilihat dari kedalaman jejak yang ditinggalkan. Jejak yang ditinggalkan menandakan
bahwa logam tersebut telah terdeformasi plastis. Metode indentasi ini di klasifikasikan
menjadi 3, yaitu :
2.3.1 Metode pengujian brinel

Indentor menggunakan bola baja yang di keraskan
Biasanya digunakan untuk pengujian material yang tidak terlalu keras
Bisa untuk pengujian material yang relatif kurang homogen
Prinsip pengujian

Ket : p: beban (ksf)
D: diameter bola baja (mm)
d : Diameter jejak yang di ukur denga mikroskop skala 0.005 mm




2.3.2 Metode vicker

Indentor menggunakan berbentuk piramid dengan sudut puncak 136 0
Digunakan untuk pengujian pada range yang luas
Pengujian material relatif homogen
Prinsip pengujian

Ket : P = Pembebanan(Kg)
D = diameter

2.3.3 Metode rockwell

Menggunakan indentor kerucut dengan sudut 120
Hasil pengujian langsung terbaca dialat uji
Digunakan untuk pengujian material yang keras
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat yang digunakan
1. Mesin uji kekerasan Rockwell
2. Obeng
3 Stop Watch
4. Grinding dan polishing machine
5. Dryer
3.2.2 Bahan yang digunakan
1. Spesimen uji kekerasan
2. Indentor bola baja
3. indentor Intan
4. kertas gosok
5. Kapas
6. Alkohol
7. HNO
8. Tisu
3.3 Langkah percobaan
Metode Brinell
1. Mempersiapkan bahan uji hasil pengelasan
2. Menghaluskan permukaan bahan uji yang akan diamati dengan
menggukan polishing machine dengan grid 120 (sampai kita dapat
berkaca dengan permukaan bahan uji) . Apabila permukaan bahan uji
dirasa belum halus dapat dihaluskan kembali menggunakan grid 120-
240 dengan arah yang berbeda 90 dari arah semula .
3. Mengetsa permukaan bahan uji dengan menggunakan larutan natal 2% ,
yaitu larutan HNO3 2ml + Alkohol 98 ml.
4. Mengeringkan material uji dengan dryer
5. Setelah permukaan bahan uji dirasa kering ,kemudian membuat
beberapa titik dengan menggunakan pensil pada daerah BM,WM dan
HAZ.
6. Menentukan beban identor yang akan digunakan berdasarkan diameter
identor.
7. Mengatur handle hardness test machine pada posisi Brinell.
8. Meletakkan identor bola baja pada tempat identasi
9. Meletakkan pen sesuai dengan beban identasi yang telah ditentukan
berdasarkan jenis dan diameter identor;.
10. Meletakkan specimen dan mengatur dengan tepat pada titik penetrasi
yang telah ditentukan.
11. Menggeser handle beban dengan tangan kanan pada posisi siap untuk
penetrasi .
12. Memutar handle wheel dengan tangan kiri sehingga permukaan
specimen tepat menyentuh ujung identor .
13. Menarik handle beban setelah penetrasi 15 detik dan kunci pada
tempatnya .
14. Menyalakan lampu dan mengatur posisi specimen serta focus lensa
sehingga bekas identasi tampak pada layer .
15. Mengukur diameter identisi.

Metode Vickers
16. Mempersiapkan bahan uji hasil pengelasan
17. Menghaluskan permukaan bahan uji yang akan diamati dengan
menggukan polishing machine dengan grid 120 (sampai kita dapat
berkaca dengan permukaan bahan uji) . Apabila permukaan bahan uji
dirasa belum halus dapat dihaluskan kembali menggunakan grid 120-
240 dengan arah yang berbeda 90 dari arah semula .
18. Mengetsa permukaan bahan uji dengan menggunakan larutan natal 2% ,
yaitu larutan HNO3 2ml + Alkohol 98 ml.
19. Mengeringkan material uji dengan dryer
20. Setelah permukaan bahan uji dirasa kering ,kemudian membuat
beberapa titik dengan menggunakan pensil pada daerah BM,WM dan
HAZ.
21. Menentukan beban identor yang akan digunakan berdasarkan diameter
identor.
22. Mengatur handle hardness test machine pada posisi Brinell.
23. Meletakkan identor bola baja pada tempat identasi
24. Meletakkan pen sesuai dengan beban identasi yang telah ditentukan
berdasarkan jenis dan diameter identor;.
25. Meletakkan specimen dan mengatur dengan tepat pada titik penetrasi
yang telah ditentukan.
26. Menggeser handle beban dengan tangan kanan pada posisi siap untuk
penetrasi .
27. Memutar handle wheel dengan tangan kiri sehingga permukaan
specimen tepat menyentuh ujung identor .
28. Menarik handle beban setelah penetrasi 15 detik dan kunci pada
tempatnya .
29. Menyalakan lampu dan mengatur posisi specimen serta focus lensa
sehingga bekas identasi tampak pada layer .
30. Mengukur diameter identisi.











BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Metode Brinell
Dari hasi pratikum yang kelompok kami lakukan untuk metode brinell dengan
menggunakan beban 62,5 ,Indikator bola baja , D=2,5 mendaptkan data sebagai berikut :

brinell
Load (P) :62,5
Indentor : Bola Baja
Time : 15 second
Ball : 2,5

BM BHIT
(mm) (kgf/mm)
0,576 226,86
0,523 264,83
0,496 317,25
Tabel 4.1data pratikum metode brinell

Pembahasan :











Analisa
Pada pengujian Brinell kita dapat beberapa nilai,Pada percobaan pertama dengan D = 2,5
d = 0,576 jenis materialnya adalah kuningan. Beban yang diberikan pada percobaan
pertama ialah 62,5 kg dan Hasil yang didapat adalah 226,86 percobaan pertama hasil
nilainya hampir 227. Nilai. Berikutnya pada percobaan yang kedua dengan data D = 2,5
d= 0,523 dan dengan beban yang sama dapat menghasilkan nilai kekerasan 264,83.
kekerasan brinell adalah 265. Nilai rata-rata yang Selanjutnya pada percobaan ketiga
dengan data D = 2,5 d= 0,496 dan beban yang sama mendapatkan nilai kekerasan yang
lebih besar pada percobaan yang pertama yaitu 177,706.
Dari percobaan metode brinell semakin kecil d maka semakin besar hasil yang didapat .



4.2 Metode Vickers
Dari hasi pratikum yang kelompok kami lakukan untuk metode brinell dengan
menggunakan beban 20 ,Indikator intan piramit , mendaptkan data sebagai berikut :

Vickers
Load (P) :20
Indentor : intan piramit
Time : 15 second

BM VHN
(mm)
0,309 120
0,301 123,18
0,449 185,4
Tabel 4.2 data pratikum metode vikers

Pembahasan :

Analisa
Pada pengujian Vickers kita mendapatkan nilai yang berbeda-beda,Pada percobaan
pertama dengan d1 = 0,3150 d2= 0,304 dengan beban=20kg jenis materialnya adalah
Besi. Hasil Deveragenya ialah 0,309. Hasil yang didapat adalah 120 . Pada percobaan
kedua dengan d1 = 0,301 d2= 0,302 dengan beban=20kg jenis materialnya adalah Besi.
Hasil Deveragenya ialah 0,3091. Hasil yang didapat adalah 123,18 . Pada percobaan
ketiga dengan d1= 0,302 d2= 0,295 dengan beban=20kg jenis materialnya adalah Besi.
Hasil Deveragenya ialah 0,449. Hasil yang didapat adalah 185,4 .
Semakin tinggi nilai Deveragenya maka semakin kecil VHN hasil perhitungannya.












4.3 Metode Rockwell C
Dari hasi pratikum yang kelompok kami lakukan untuk metode brinell dengan
menggunakan beban 20 ,Indikator intan piramit , mendaptkan data sebagai berikut :

Rockwell
C

Load (P) :150
Indentor : Kerucut
Time : 15 second

BM
(mm)
88,8
70
70,5
Tabel 4.3 data pratikum metode Rockwell C

Pembahasan :
Untuk metode Rockwell C hasilnya bias langsung di lihat pada alat uji kekerasan























Bab V
Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
1. Sifat dasar material menentukan kualitas bahan.
2. Kita bisa melihat perubahan sifat mekanik pada material dari hasil praktikum
3. Besaran sifat material bisa ditentuan dan dicari. untuk kepentingan dan efisiensi data
kerja nyata industri
4. Dari hasil praktikum kekerasan,banyak uji metode yang bisa digunakan untuk
menentukan hasil kekerasan
5. Hasil Rata-rata dari BHN 269,6
6. Hasil Rata-rata dari VHN 142,8
7. Hasil Rata-rata dari Rockwell 76,4












Lampiran



Gb.Mesin Uji Kekerasan
Seperti pada Gb. di atas gambar alat untuk menguji kekerasan suatu benda .


Gb. Hasil Uji Kekerasan MetodeVickers
Pada gambar di atas merupakan uji kekekrasan dengan metode Vickers dengan benda
besi dengan menggunakn indentor intan piramit


Gb. Metode Brinell
Pada gambar di atas merupakan uji kekekrasan dengan metode brinell dengan benda
kuningan dengan menggunakn indentor bola baja

































DAFTAR PUSTAKA

1. Tri Jaka, IR.. ME. 2012. Materi Kuliah Pengujian Logam. FT Untirta : Cilegon
.
2. Fauji. 2010. Pengetahuan Sifat Logam (Fisik & Mekanik).
3. Tim laboratorium metalurgi. 2012. Buku panduan praktikum Laboratorium Metalurgi
I, Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Cilegon
4. http://pengetahuan-sifat-logam-mekanik-fisik.html
5. http://www.calce.umd.edu/TSFA/Hardness_ad_.htm
6. http://yopyhenpristian.blogspot.com/2013/06/uji-kekerasan.html
7. http://jemblunks.blogspot.com/2009/10/laporan-praktikum-uji-kekerasan.html
8. http://kalogueloe.blogspot.com/2013/03/pengujian-keras-brinell-vickers.html

LAPORAN RESMI
MAGNETIK TEST

Disusun Untuk Memenuhi Laporan Praktikum Teknologi Material
Dosen Pembimbing : M. Thoriq W. ST., MT. dan Laily Ulfiyah, ST.,MT


Disusun Oleh :
Kelompok II
Bara Muchammmad S. (33211301026)
Ratna Eka Purwanti (33211301002)
Syarifudin wandani (33211301021)
Ahmad Syaifudin (33211301004)
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN ALAT BERAT
POLITEKNIK NEGERI MADURA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang praktikum
Sekarang ini kebutuhan akan logam yang berkualitas pada Industir-industri permesinan
sangat di butuhkan untuk pembuatan alat-alat penunjang yang di butuhkan oleh manusia.
Hampir dari semua hal ciptaan manusia di dominasi oleh logam, mulai dari mobil,
sepeda, sepeda motor, jembatan dan lain sebagainya. Tentu saja logam yang di gunakan
bukanlah satu jenis logam saja melainkan dari banyak jenis logam. Selain pemilhan jenis
logam yang di gunakan, produsen-produsen pengguna logam juga harus memikirkan
bagaimana kualitas dari logam tersebut, apakah logam itu akan mampu menahan beban
yang akan diberikan. Oleh karena itu sebuah logam pasti melalui proses Quality Control
(QC) atau uji kelayakan sebelum di pasarkan.
Dalam pengujian sebuah logam kita harus memahami metode-motode yang di gunakan,
salah satunya dengan cara Non destructive test ( pengujian tak merusak ) yang
didalamnya terdapat metode Magnetic particle inspection. Pengujian ini akan mengetahui
cacat atau tidaknya sebuah logam. Logam akan di uji dengan menggunakan tiga metode
dari metode Magnetic particle yaitu metode Dry particle, Wet particle, dan Wet
Fluorescent.


1.2 Tujuan
Tujuan dari uji magnetik partikel adalah untuk mendeteksi discontinuity bahan logam
ferro pada permukaan atau discontinuity sub surface. Biasanya pengujian ini dilakukan
pada benda kerja pada semua tahapan produksi.














BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori umum MPI
Pengujian terhadap sebuah benda kerja dengan menggunakan metode MPI adalah dengan
meggunakan prinsip dasar magnet. Sebuah medan magnet selalu menunjukan gejala yang
sama yaitu arah medan magnet selalu bergerak dari kutub utara menuju kutub selatan (
diluar magnet ). Dengan prinsip dasar inilah kita bisa gunakan untuk menguji logam yang
bersifat ferromagnet.
Magnet merupakan suatu logam yang dapat menarik besi, dan selalu memiliiki dua kutub
yaitu kutub selatan dan kutub utara. Dimana arah medan magnet disetiap titik bersumber
dari kutub utara menuju ke selatan dan mengarah dari kutub selatan ke kutub utara
didalam magnet.
Prinsip kerja dari Magnetic Particle Inspection ( MPI ) adalah dengan memagnetisasi
benda yang di inspeksi yaidu dengan cara mengalirkan arus listrik dalam bahan yangg di
inspeksi. Ketika terdapat cacat peda benda uji maka arah medan magnet akan berbelok
sehingga terjadi kebocoran dalam flux magnetic. Bocoran flux magnetic akan menarik
butir-butir ferromagnetic di permukaan sehingga lokasi cacat dapat di tunjukan

Gb.2.1 Arah medan magnet terpotong oleh retakan
Pada gambar 2.1 menjelaskan bahwa Arah medan magnet terpoting oleh retakan

I.2.1. Prinsip Dasar pengujian Magnetik Partikel
Spesimen atau benda uji tersebut dimagnetisasi dengan cara memberikan arus listrik.
Karena perlakuan yang seperti itu, maka pada benda uji akan timbul medan magnet
sebagai akibat dari adanya beda potensial (arus listrik mengalir dari tegangan tinggi ke
tegangan rendah). Pada daerah tersebut ditaburkan serbuk ferro magnetik. Selanjutnya
serbuk ferro magnetik tersebut akan mengikuti bagian yang cacat dari benda uji tersebut.


I.2.2. Jenis-jenis Magnet
1. Magnet permanen
Merupakan bahan-bahan logam tertentu yang jika dimagnetisasi maka bahan logam
tersebut akan mampu mempertahankan sifat magnetnya dalam jangka waktu yang lama
(permanen).
2. Elektromagnet
Merupakan magnet yang terbuat dari bahan ferro magnetik yang jika diberikan arus
listrik maka bahan tersebut akan menjadi magnet, tetapi jika pemberian arus listrik
dihentikan, maka sifat magnet pada bahan tersebut akan hilang.

2.3. Metode Magnetisasi
1. Magnetisasi longitudinal :
Dihasilkan dari arus listrik yang dialirkan dalam koil.Magnetisasi longitudinal
merupakan proses magnetisasi dengan cara melilitkan arus listrik dan arah magnetnya
longitudinal.Diskripsi skema magnetisasi longitudinal dapat di lihat pada gambar
2.3.1. berikut.



Gambar 2.3.4. Magnetisasi longitudinal

2. Magnetisasi Yoke
Magnetisasi dengan menggunakan yoke. Dengan cara ujung kaki yoke ditempelkan
pada material yang akan dimagnetisasi. Diskripsi skema magnetisasi yoke dapat di
lihat pada gambar 2.3.2. berikut.



Gambar 2.3.4. magnetisasi yoke

3. Magnetisasi sirkular.
Magnetik sirkular terdiri dari :
a. Magnetik tak langsung, arus listrik dialirkan ke konduktor sentral. Medan magnet
mengenai bahan dan benda yang dilingkupinya. Diskripsi skema Central conductor
dapat di lihat pada gambar 2.3.3. berikut.



Gambar 2.3.3. Central Conductor


b. Magnetisasi langsung, arus listrik dialirkan pada bahan yang akan dimagnetisasi.
Diskripsi skema magnetisasid Shot Hea dapat di lihat pada gambar 2.3.4. berikut.




Gambar 2.3.4. Head Shot












c. Prod, magnetisasi dengan cara material ferromagnetic dililiti dengan logam
tembaga kemudial dialiri arus listrik. Diskripsi skema Magnetisasi prod dapat di lihat
pada gambar 2.3.5. berikut.



Gambar 2.3.5 Magnetisasi prod


2.4. Metode Pengerjaan Berdasarkan Waktu Magnetisasi

1. Medan Magnet Kontinyu :
Magnetisasi berlangsung secara terus menerus bersamaan dengan pemberian
serbuk ferromagnetik basah (suspensi) atau yang kering.
2. Medan Magnet sisa (residual) :
Partikel ferro magnetik (kering atau suspensinya) diberikan setelah proses
magnetisasi berakhir.

I.2.5. Metode Pengaplikasian Partikel Ferromagnetik

1. Metoda Kering:

Partikel magnetik yang digunakan berupa bubuk kering. Metoda ini
digunakan pada permukaan benda uji yang kasar. Suhu kerja yang baik
yaitu pada suhu kamar 10oC hingga 55oC, metoda ini juga masih dapat
dilakukan pada suhu tinggi asalkan benda uji masih berwujud padat.
Metoda ini tidak cocok dilakukan pada suhu dingin karena serbuk
ferromagnetic akan lengket terkena embun. Warna partiker ferromagnetik
yang dipilih harus kontras terhadap benda uji. Bubuk diarahkan pada
lokasi yang diinginkan secara perlahan-lahan, sisa partikel yang berlebih
dihilangkan dengan air.

2. Metoda Basah:

Partikel magnetik yang digunakan dalam bentuk suspensi. Metoda ini bisa
digunakan pada metoda kontinyu maupun residual. Metoda basah biasa
digunakan pada permukaan benda uji yang halus. Metoda ini cocok
digunakan pada suhu dingin dan batas maksimalnya adalah tidak boleh
lebih dari batas akhir temperatur kamar, yaitu 55oC karena suspensi akan
mengalami penguapan jika suhu terlalu panas.


2.6. Teknik Inspeksi
1. Pemilihan Teknik Inspeksi
Pemilihan teknik inspeksi partikel magnetik didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:
Kondisi Permukan Benda Uji :
Kasar : Metoda Kering
Halus : metoda Basah
Partikelnya:
Kering : Serbuk Kering
Basah : Suspensi
Warna serbuk partikelnya harus kontras


2. Prosedur Inspeksi
Persiapan Permukaan (Pre Cleaning)
Kondisi permukaan harus diperhatikan, permukaan harus kering dan bersih dari
segala macam kotoran yang kiranya dapat menganggu proses inspeksi seperti
karat, oli/gemuk, debu dll.
Penyemprotan White Contrast Paint (WCP 2)
Setelah permukaan dipastikan bersih dan kering maka dilakukan penyemprotan
WCP 2 secara merata. Hal ini dilakukan untuk memudahkan mendeteksi adanya
discontinuity. Karena warna dari WCP 2 lebih kontras dari pada serbuk
feromagnetik.
Magnetisasi Benda Uji
Magnetisasi benda uji dimaksudkan agar benda uji dapat menarik serbuk
ferromagnetik yang nantinya serbuk ferromagnetik tersebut akan mendetekasi
adanya discontinuity pada benda uji tersebut.
Aplikasi serbuk magnet
Aplikasi serbuk magnet disesuaikan dengan keadaan permukaan pada benda uji.
Bila permukaannya kasar, maka digunakan metode kering yang menggunakan
serbuk magnet kering. Apabila permukaannya halus digunakan metode basah
yang mana sebuk magnetik yang digunakan berupa suspensi. Warna partikel
serbuk magnet yang digunakan harus kontras dengan permukaan benda ujinya.

2.7. Evaluasi

Pengevaluasian dimaksudkan untuk meneliti bentuk discontinuity yang terdapat pada
benda uji. Selain itu juga dari hasil pengevaluasian kita akan dapat menentukan apakah
benda uji harus diperbaiki atau tidak.




2.8. Demagnetisasi

Demagnetisasi dilakukan dengan maksud untuk menghilangkan sisa sifat magnet yang
terdapat pada benda uji agar benda uji tersebut tidak akan dapat menarik serbuk-serbuk
besi yang nantinya akan mnyulitkan proses pembersihan.
Demagnetisasi dapat dilakukan dengan menggunakan arus AC atau DC. Jika
menggunakan arus AC, benda uji dimasukkan ke dalam koil yang dialiri arus AC
kemudian diturunkan perlahan-lahan. Jika menggunakan arus DC step down bolak-
balik berulang dengan kontak langsung atau kontaktor inti, kemudian arus dibalik dan
dikecilkan secara berulang-ulang.


2.9. Pembersihan Setelah Inspeksi (Post Cleanig)

Post cleaning dimaksudkan untuk membersihkan benda uji dari sisa-sisa dari pemberian
serbuk magnetik pada saat pengujian.






























BAB III
METODOLOGI


3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
1. Kain Lap
2. Yoke
3. Lampu
4. Sikat besi
5. Gause Meter
6. Light Meter (Lux meter)
7. Penggaris
8. Foto

3.1.2 Bahan
1. Cleaner
2. White Contrast (WCP 2)
3. Wet partikel (7HF)

3.2 Prosedur Kerja

1. Persiapan Alat, yaitu dengan menguji kekuatan yoke terlebih dahulu (Power Lifting
of Yoke) berdasarkan ASME section V Article 6 (T-773, 2), yaitu untuk arus AC
yoke harus mampu mengangkat beban seberat 4,5 kg (10 lb) pada maximum pole
spacing-nya. Apabila yoke masih dapat mengangkat beban yang disyaratkan, maka
yoke tersebut masih layak untuk digunakan. Pengujian lifting power ini biasanya
dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sekali.
2. Specimen dibersihkan permukaannya dari oil, dan kotoran lain yang berupa karat,
lemak, cat, dan kotoran lainnya dengan menggunakan claner.
3. Material uji disemprot dengan White Contrast Paint (WCP 2) secara merata.
4. Tunggu sebentar hingga white contrast paint kering
5. Setelah kering, atur yoke sedemikian rupa sehingga dapat memagnetisasi material uji
dengan baik dan pada saat proses memagnetisasi material uji yoke ditempatkan pada
posisi yang berbeda-beda sehingga tampak semua discontinuity yang ada pada
material uji tersebut baik crack yang ada di permukaan maupun yang sub-surface.
6. Saat yoke memagnetisasi material uji, material uji disemprotkan wet particle hingga
tampak cacat yang ada pada material uji tersebut.
7. Amati discontiniuity yang tampak dan catat.
8. Demagnetisasi atau penghilangan sisa-sisa magnet pada spesimen setelah evaluasi.
Kemudian material uji diukur sifat magneticnya dengan menggunakan gause meter.
9. Post Cleaning/pembersihan akhir.



BAB IV
ANALISA DATA

4.1. Data yang Diperoleh

MAGNETIC PARTICLE TEST

Peralatan Yoke Prod Koil SN:
Jenis pertikel Dry Wet Flourescent Color cnt
Metode Kontinyu Residual
Kondisi permukan Lasan Proses mesin Gerinda .
Cakupan Base metal Weld part
Alat penerangan : Philips 12 Watt, lightmeter, gause meter
Intensitas penerangan : 100,2 Fc

4.2. Gambar yang diperoleh






Gambar 3.1. Hasil pengukuran intensitas penerangan dengan lux meter




4.3 Pembahasan
Pada pengujian spesimen dengan menggunakan magnetic partikel ini kami menggunakan
intensitas penerangan sebesar 100,2 Fc. Intensitas penerangan ini kami peroleh dengan
menggunakan lampu philips 12 watt dan jarak antara lampu dan material uji 170 mm


Gb.4.3 uji magnetiik
Pada gb. 4.3 spesimen setelah mengalami uji magnetic .
Dari hasil pengujian kami menemukan enam discontinuity yang tembus pada material
uji.. Panjang discontinuity tersebut bagian permukaan atas material uji 141 mm , 21 mm
,18 mm, 23 mm, 25 mm, 8 mm. Diskontinuity tersebut harus dilakukan perbaikan.


























BAB V
KESIMPULAN


Dari hasil pengujian yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa discontinuity yang
terjadi pada material uji adalah discotinuity jenis linier. Retakan ini terjadi karena proses
pengelasan yang tidak sempurnah..Menurut standard yang telah ditentukan material dapat
di terima apabila bebes dari cacat linier jika yang terlihat adaalah cacat linier dan untuk
rounded jika lebih dari 5mm maka material tersebut ditolak.Dari hasil pratikum yang
telah dilakukan, maka material weld part ini di tolak ,karena pada material di temukan
adaanya cacat linier.







































DAFTAR PUSTAKA

Harsono, Dr. Ir. & T. Okumura, dr. (1991), Teknologi Pengelasan Logam, PT
Pradya Paramita, Jakarta.
Dosen Metallurgi, (1986), Petunjuk Praktikum Logam, Jurusan Teknik Mesin FTI,
ITS.
ASME Section V Article 6
http://www.ndt.org/
http://en.wikipedia.org/wiki/Nondestructive_testing
http://www.b4t.go.id/id/content/view/47/54/
http://www.ndtindonesia.com/
http://wiryanto.wordpress.com/2007/04/18/non-destructive-testing-ndt/
http://en.wikipedia.org/wiki/Magnetic-particle_inspection
http://www.tcreng.com/services/NDT-tests.shtml
http://www.tcreng.com/services/NDT-tests.shtml
http://www.google.co.id/search?q=magnetic+particle+inspection&hl=id&biw=11
92&bih=630&prmd=ivnsb&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ei=PG7zTbu
vNY68vQOH6LXfBg&ved=0CDkQsAQ

LAPORAN RESMI
PENETRAN TEST

Disusun Untuk Memenuhi Laporan Praktikum Teknologi Material
Dosen Pembimbing : M. Thoriq W. ST., MT. dan Laily Ulfiyah, ST.,MT


Disusun Oleh :
Kelompok II
Bara Muchammmad S. (33211301026)
Ratna Eka Purwanti (33211301002)
Syarifudin wandani (33211301021)
Ahmad Syaifudin (33211301004)
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN ALAT BERAT
POLITEKNIK NEGERI MADURA
2014

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Metode pengujian dengan penetran merupakan salah satu metode uji tidak
merusak(Non Destructive Test) pada suatu material dimana permukaanya tidak berpori.
Pengujian penetran ini dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan atau diskontinuitas
yang terbuka pada permukaan. Penggunaan uji penetran sangat luas, selain untuk
memeriksa sambungan las dan surface pada benda kerja, metode uji penetrant ini juga
bisa untuk mendeteksi kerusakan retakan yang terjadi pada komponen mesin

1.2. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Memahami teknik inspeksi menggungakan metode penetrant test (PT)
2. Mampu memlakukan pendeteksian cacat permukaan/terbuka dengan metode PT.
3. Mampu membandingkan metode penetrant test dengan metode NDT lain.































BAB II
DASAR TEORI
Metode pengujian dengan penetran merupakan salah satu metode uji tidak merusak
(Non Destructive Test) pada suatu material dimana permukaanya tidak berpori. Pengujian
penetran ini dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan atau diskontinuitas yang
terbuka pada permukaan. Penggunaan uji penetran sangat luas, selain untuk memeriksa
sambungan las dan surface pada benda kerja, metode uji penetrant ini juga bisa untuk
mendeteksi kerusakan retakan yang terjadi pada komponen mesin seperti crank shaft,
roda gigi, dll.
Pengujian ini mempergunakan sifat kapiler benda cair yang dipergunakan adalah
cairan tidak kental dan mempunyai tegangan permukaan kecil, yang biasanya berwarna
sebagai penetrant. Material uji dicelup atau disemprot dengan cairan ini, karena sifat
kapilernya , maka cairan masuk kedalam retakan, celah atau pori-pori pada perukaan
material uji tersebut sampai ke bagian yang paling dalam.




Gambar 1. Proses Kapilaritas pada spesimen uji

Prosedur umum yang dilakukan pada pengujian ini antara lain :
a) Pembersihan awal (pre cleaning)
Permukaan bahan uji harus dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran yang akan
menghalangi masuknya cairan penetran masuk ke dalam cacat. Permukaan harus bebas
dari cat, kotoran, kerak, pernis, minyak, tambalan, pelumas, oksida, lilin, karat, cairan
pemesinan, dan sisa dari inspeksi penetran sebelumnya.


Suatu prosedur pembersihan yang baik akan menghilangkan semua kontaminan
dari benda uji dan tidak meninggalkan sisa-sisa yang dapat mengganggu proses inspeksi.
Cara yang digunakan untuk pre cleaning antara lain:
- Deterjen (detergent)
- Uap penghilang lemak (vapor degreasing)
- Uap pembersih (steam cleaning)
- Zat pelarut pembersih (solvent cleaning)
- Pembersih dengan ultrasonic (ultrasonic cleaning)
- Di etsa (etching)

b) Penggunaan cairan penetran
Setelah permukaan telah dibersihkan dengan seksama dan dikeringkan, bahan
penetran digunakan dengan cara penyemprotan, pengolesan, atau pencelupan benda uji ke
suatu bak berisi penetran.

Setelah penggunaan penetran, maka dibutuhkan waktu beberapa saat agar cairan
penetran benar-benar meresap ke dalam cacat. Waktu yang dibutuhkan cairan penetran
agar dapat meresap ke dalam cacat disebut penetrant time/penetrant dwell time. Waktu
yang dibutuhkan biasanya berkisar antara 5-60 menit.

c) Menghilangkan sisa penetran
Kelebihan sisa penetran yang ada di permukaan benda uji, haruslah dihilangkan
sampai sekecil mungkin. Pembersihan dilakukan dengan cara yang berbeda tergantung
pada jenis penetran yang digunakan.

Jenis-jenis penggunaan cairan penetran dapat dikategorikan berdasar pada jenis
pembersih yang digunakan, yaitu yang dapat dibersihkan dengan pelarut dan yang dapat
dibersihkan dengan air. Jenis pembersih penetran diantaranya Water-washable, Solvent-
removable, Lipophilic post-emulsifiable, dan hydrophilic post-emulsifiable.

d) Pengeringan
Setelah proses menghilangkan cairan penetran dilakukan, proses pengeringan harus
dilakukan dengan udara panas yang ditiup dengan blower dimana suhunya tidak boleh
melebihi 225 F.

e) Penggunaan zat pengembang (developer)
Untuk menarik cairan penetran agar muncul ke permukaan digunakan cairan
pengembang. Jenis pengembang ada dua jenis yakni bentuk cair dan jenis kering.
Pengembang jenis cair terbuat dari bahan bubuk yang dilarutkan pada air dan volatile
solvent. Zat pengembang harus berwarna putih agar dapat memberikan kontras warna
terhadap cairan penetran, dengan begitu cacat akan terlihat jelas.


Zat pengembang jenis kering umumnya digunakan untuk cairan penetran jenis
fluorescent sedangkan pengembang cair digunakan pada cairan penetran kontras warna.
Penggunaan cairan pengembang diperlihatkan pada gambar di bawah ini :



f) Interpretasi cacat
Interpretasi cacat yang timbul harus dilakukan sesegera mungkin setelah terlihat
adanya indikasi pada zat pengembang. Untuk mendapatkan hasil interpretasi yang baik
pada pemeriksaan dengan metode penetran cair jenis fluorescent harus dilakukan pda
ruangan yang gelap dengan bantuan lampu ultraviolet (black light).





























BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 ALAT DAN BAHAN
3.1.1 Alat yang di gunakan
1 Penggaris
2 Kamera
3. Stop Watch
4. Lampu Penerangan
5. Light Meter
6. Penggaris
7. Hand Grinding
8. Majun (Kain Pembersih)
9. Benda Kerja

3..1.2 Bahan yang di gunakan

1. cleaner (magnaflux SKC-S )berwarna bening.
2. Penetrant (magnaflux SKL-SP1) berwarna merah.
3. Developer (magnaflux SKD-S2) bedrwarna putih .
4. Bahan uji berupa plat hasil pengelasan dan T-join .

3.2 Langkah percobaan.

1. teknik uji liquid penetran yang di gunakan adalah solvent removable
system.Teknik ini di gunakan pada saat pre clening dan pembasuhan penetran .
2. Menyiapkan bahan uji .
3. Membersihkan permukaan benda kerja (bahan uji) dari kotoran berupa
karat,lemak,cat,dll
4.Menyemprotkan permukaan bahan uji yang sudah di bersihkan dengan clener
untuk membersihkan kotoran yang masih tersisah pada pembersihan
sebelumnya dan di tunggu sampai kering .
5. Menyemprotkan liquid penetran pada daerah yang akan diselidikai dengan
waktu 5 menit untuk memberikan kesempatan liquid penetrant memasuki
celah-celah retakan pada bahn uji.
6.Membersihakan liquid penetrant dari permukaan bahan uji dengan lap
kering,kemudian memmbersihkan kembalik dengan menggunakan kain atau tisu
yang dilembabkan dengan cleaner.jagalah jangan sampai liquid penetrant yang
telah masuk ke dalam celah retakan ikut hilang.
7. Menyemprotkan developer pada permukaan benda uji pada jarak 25 cm dari
permukaan benda uji .tunggu sekitar 7 menit agar liquid penetrant yang masuk
ke dalam celah retakan keluar sehingga tampak retakan sesuai pola warna
merah liquid penetrant yang timbul pada developer yang pberwarna putih.
8. Mengamati permukaan bahan uji yang telah disemprot developer dengan
intensitas pencahayaan yang cukup.
9. Mengamati permukaan bahan uji ,apakah timbul bercak merah berupa garis
atau bentuk lain .Apabila tidak terdapak bercak berarti tidak ada retakan pada
permukaan ,namun jika ad bercak merah berarti ada cacat .
10. Mengukur bercak merah berupa garis yang terdapat pada permukaan (jika
ada)(an mendokumantasikannya untuk memperoleh data.
11. Membersihkan kembali bahan uji dengan menyemprotkan cleaner ke seluruh
permukaannya untuk menghilangkan developer dan sisa liquid penetrant.
12. Mengeringkan permukaan bahan uji dengan kain
13. Mengembalikan alat-alat yang di gunakan pada tempatnya dan membersihkan
l ingkungan kerja.







BAB IV
Hasil pengamatan

Gb.IV hasil pengamatan
Gb. Hasil pengamatan penetran dengan metode solvent removable untuk menguji
kecacatan pada material A2.
ANALISA DATA
Non Destructive Test (NDT) metode penetrant test (PT) dapat mendeteksi cacat
yang ada di permukaan. Pada specimen uji yang kami test dengan benda baj A2, maka
diindikasi terdapat 3 buah crack dengan panjang sekitar 20 mm , 20 mm, 143mm. Tiga
buah crack ini terdapat di salah satu permukaan. Dikarenakan keterbatasan waktu, maka
kami hanya dapat menguji di satu permukaan saja.
Dalam metode penetrant test ini semua langkah kerja tidak bisa diabaikan begitu
saja dan harus berurutan. Untuk menunjang keberhasilan suatu pengujian menggunakan
uji penetrant test, persiapan alat dan bahan harus lengkap. Selain itu, persiapan
permukaan benda kerja juga sangat perlu untuk diperhatikan, karena jika suatu benda
kerja yang hendak dilakukan test uji pentrant pada permukaanya masih terdapat kotoran
seperti grease, oli, minyak dll, maka hal ini akan mempengaruhi hasil uji penetrant.
Untuk jarak penyemprotan pun tidak bisa sembarangan yaitu sekitar 30 cm. Ketika
membersihkan penetrant dengan cleaner/remover tidak boleh disemprotkan secara
langsung karena dapat menghilangkan penetrant yang ada didalam cacat, tetapi
disemprotkan kepada majun/kain pembersih kemudian majun/kain pembersih itulah yang
digun akan untuk membersihkan penetrant pada specimen uji. Pembersihannya dilakukan
secara searah agar penetrant yang ada didalam cacat tidak terbawa. Dan perlu
diperhatikan bahwa harus benar-benar terlihat bersih tidak menimbulkan indikasi palsu.
Pada penyemprotan developer pun harus merata, agar semua cacat yang ada dapat
diketahui.
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan
Dari hasil penetran test terhadap material tipe A2, Kami tarik kesimpulan
bahwa uji penetran test hanya bisa mendeteksi diskoninuitas dipermukaan saja seperti
crack dan porosity.
Uji penetran ini, bisa digunakan untuk menguji material yang permukaannya
tidak berpori. Teknik pengujian menggunakan penetrant test ini meliputi 3 cara, yaitu
solvent removable, water-washable dan post emulsifer yang mana kita bisa memilih
metode itu berdasarkan keperluan bagian-bagian mana saja yang perlu diuji.Sedangkan
metode yang kami gunakan solvent removable.


































LAMPIRAN




Gb. Baja A2
Gb. Baja A2 dengan intensitas cahaya 100,2 dan jarak lampu 170 dengan menggunakan
12watt.




Gb.baja A2
Gb. Saat baja A2 sudah semprot cleaner untuk membersihkan sisa-sisa penetran atau
kotoran-kotoran lain yang ada di benda kerja.



Gb.baja di lapisi oleh penetrant
Gb. Baja saat di semprot dengan penetran dengan menggunakan intensitas cahaya dan
jarak cahaya yang telah di tentukan .




Gb.proses penyemprotan cleaner yang ke 2
Gb. Proses penyemprotan cleaner setalah melakukan proses penetrant



Gb .proses penyembrotan defeloper
Gb .proses penyemprotan defeloper untuk mengetahui cacat pada baja A2 dengan
mendiaamkan minimal 10 menit.



Gb. Ppengukuran
Gb. Pengukuran kecacatan baja benda.



























Daftar Pustaka .
1. http://wendisukma.blogspot.com/2012/06/uji-penetrant-penetran-test.html
2. http://binderismine.blogspot.com/2013/01/laporan-penetrant-test.html
3. http://anan-dk.blogspot.com/2011/11/pengujian-ndt-dengan-metode-dye.html

Anda mungkin juga menyukai