METALURGI
Banyak material yang terdapat di sekitar kita, dan telah menjadi bagian dari
pola berpikir manusia bahkan telah menyatu dengan keberadaan kita. Apakah hakikat
bahan atau material itu? Bahan dengan sendirinya merupakan bagian dari alam
semesta, secara terperinci bahan adalah benda yang dengan sifat-sifatnya yang khas
dimanfaatkan dalam bangunan, mesin, peralatan atau produk. Seperti : logam,
keramik, semikonduktor, polimer, gelas, dielektrik serat, kayu, pasir, batu berbagai
komposit dan lain-lain.
Pada dasarnya bahan atau material mempunyai beberapa sifat yang
diklasifikasikan menjadi sifat mekanik, sifat fisik dan sifat kimia.
1.1 SIFAT MEKANIK
1.1.1. Hardness (Kekerasan)
Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang
berbeda, bagi insinyur metalurgi kekerasan adalah ketahanan material terhadap
penetrasi sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari
tegangan alir, untuk insinyur lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap
mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai itu adalah ketahanan terhadap
goresan, dan untuk para mekanik work-shop lebih bermakna kepada ketahanan material
terhadap pemotongan dari alat potong. Begitu banyak konsep kekerasan material yang
dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat
dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji.
5. Apatite
8. Topaz
4. Gipsum
6. Orthoclase
9. Corundum
4. Calcite
7. Quartz
4. Fluorite
Prinsip pengujian: bila suatu mineral mampu digores oleh Orthoclase (no. 6) tetapi
tidak mampu digores oleh Apatite (no. 5), maka kekerasan mineral tersebut berada antara 5
dan 6. Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan utama
berupa ketidak akuratan nilai kekerasan suatu material.
diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1-9 saja,
sedangkan nilai 9-10 memiliki rentang yang besar.
b. Metode Elastik/Pantul (Rebound)
Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope
yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang
dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan
(rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan
tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai
semakin tinggi.
c. Metode Indentasi
Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan
indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan suatu
material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung
jenis indentor dan jenis pengujian). Berdasarkan prinsip bekerjanya metode uji kekerasan
dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
c.1 Metode Brinell
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun 1900.
Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras (hardened
steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu, sebagaimana ditunjukkan oleh
Gambar.1. Pengukuran nilai kekerasan suatu material diberikan oleh rumus:
BHN =
2P
2
2
1.1
D d )
dimana P adalah beban (kg), D diameter indentor (mm) dan d diameter jejak (mm).
Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran bulat, yang harus dihitung diameternya
( D )( D
karakteristik alat penguji. Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan HB
tanpa tambahan angka di belakangnya menyatakan kondisi pengujian standar dengan
indentor bola baja 10 mm, beban 3000 kg selama waktu 115 detik. Untuk kondisi yang
lain, nilai kekerasan HB diikuti angka-angka yang menyatakan kondisi pengujian.
Contoh: 75 HB 10/500/30 menyatakan nilai kekerasan Brinell sebesar 75 dihasilkan oleh
suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg selama 30 detik.
1.2
1.1.2 Ketangguhan
Ketangguhan (impak) merupakan ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah
yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana
pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya
untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan
transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan
melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat
terjadinya tumbukan kecelakaan.
Gambar 1.6 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy
Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk
terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan
tersebut. Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan
dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi
yang terdapat pada mesin penguji.
1.3
A
dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas penampang di
bawah takik dalam satuan mm4.
Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan sampel standar
yaitu : batang uji Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izod yang
lazim digunakan di Inggris dan Eropa.
Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan
memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan
kedalaman 2 mm.. Perbedaan cara pembebanan antara metode Charpy dan Izod
ditunjukkan di bawah ini:
Gambar 1.8 Ilustrasi skematik pembebanan impak pada benda uji Charpy dan Izod
Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai
temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi. Sementara uji impak
dengan metode Izod umumnya dilakukan hanya pada temperatur ruang dan ditujukan untuk
material-material yang didisain untuk berfungsi sebagai cantilever.
Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi
tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain
berbentuk V dengan sudut 45o, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci (key
hole)
Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah
penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang
terjadi.
Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka
perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran
bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan
permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan
berpenampilan buram.
4. Perpatahan granular / kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan
(cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan
permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang
tinggi (mengkilat).
4.
(obstacle) terhadap
pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin
tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan
energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur di
bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan
dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih
mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah.
Informasi mengenai temperatur transisi menjadi demikian penting bila suatu
material akan didisain untuk aplikasi yang melibatkan rentang temperatur yang besar,
misalnya dari temperatur di bawah nol derajat Celcius hingga temperatur tinggi di atas
100 derajat Celcius, contoh sistem penukar panas (heat exchanger). Hampir semua logam
berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC seperti tembaga dan aluminium bersifat
ulet pada semua temperatur sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat
rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam-logam BCC dengan kekuatan luluh rendah dan
sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperatur dinaikkan. Hampir semua baja karbon
yang dipakai pada jembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada
temperatur rendah.
1.1.3 Keausan
Keausan umumnya didefinisikan sebagai kehilangan material secara progresif atau
pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan sebagai suatu hasil pergerakan relatif
antara permukaan tersebut dan permukaan lainnya.
praktis sejak lama, tetapi hingga beberapa saat lamanya masih belum mendapatkan
penjelasan ilmiah yang besar sebagaimana halnya pada mekanisme kerusakan akibat
pembebanan tarik, impak, puntir atau fatigue. Hal ini disebabkan masih lebih mudah untuk
mengganti komponen/part suatu sistem dibandingkan melakukan disain komponen dengan
ketahanan/umur pakai (life) yang lama.
h
b
Gambar 1.10 Pengujian keausan dengan metode Ogoshi
Dengan B adalah tebal revolving disc (mm), r jari-jari disc (mm), b lebar celah material
yang terabrasi (mm) maka dapat diturunkan besarnya volume material yang terabrasi
(W):
W=
B.b 3
12 r
1.4
Laju keausan (V) dapat ditentukan sebagai perbandingan volume terabrasi (W) dengan
jarak luncur x (setting pada mesin uji):
3
W
B.b
1.5
x =
12r.x
A. Keausan adhesive: terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih
V =
mengakibatkan adanya perlekatan satu sama lain dan pada akhirnya terjadi
pelepasan/pengoyakan salah satu material, seperti diperlihatkan oleh Gambar ini.
B. Keausan abrasif: terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu
meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau
pemotongan material yang lebih lunak. Tingkat keausan pada mekanisme ini ditentukan
oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau sperity tersebut. Sebagai
contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika diikat
pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila partikel tersebut
berada di dalam sistem slury. Pada kasus pertama partikel tersebut kemungkinan akan
tertarik sepanjang permukaan dan mengakibatkan pengoyakan sementara pada kasus
terakhir partikel tersebut mungkin hanya berputar (rolling) tanpa efek abrasi.
1.1.4. Fatik
Fatik merupakan ketahanan suhatu material menerima pembebanan dinamik.
Benda yang tidak tahan terhadap fatik akan mengalami kegagalan
pembebanan dinamik
pada kondisi
pembebanan tunggal ( statis ). Kegagalan fatik biasanya terjadi pada tempat yang
konsentrasi tegangannya besar, seperti pada ujung yang tajam atau notch.
Tidak ada indikasi awal terjadinya patah fatik dan retakan fatik yang terjadi bersifat halus,
maka patah fatik sulit untuk dideteksi dari awal.
Gambar 1.15 Menunjukkan permukaan patahan poros akibat fatik yang bermula dari ujung yang tajam
dari tempat pasak
Gambar 1.16 Efek dari semburan air kepada kekuatan fatik dari besi perlit ulet/pearlitiductile iron.
A. Temperatur
1. Temperatur yang konstan nilainya, tidak berubah-ubah ( amplitudo=0 )
Pada temperatur yang berbeda, karakteristik material akan berbeda pula.
Kekuatan tarik dari material sebenarnya juga merupakan fungsi dari
temperatur pula. Karena kekuatan fatik mempunyai hubungan dengan
kekuatan tarik, sedangkan kekuatan tarik dipengaruhi temperatur, maka
secara tidak langsung, kekuatan fatik dipengaruhi pula oleh temperatur.
2. Temperatur yang berubah-ubah
Amplitudo temperatur ini akan menghasilkan thermal fatigue atau kelelahan
termal. Thermal fatigue akan menyebabkan terjadinya siklus tegangan dan
regangan yang tidak merata pada benda akibat gradien temperatur pada
benda. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan thermal fatigue adalah
temperatur yang lebih tinggi, amplitudo yang lebih besar dan banyaknya
siklus pendinginan dan pemanasan.
Struktur metalurgi
Cacat permukaan pada permukaan benda kerja akan bertindak sebagai tempat
awal terjadinya retakan
Efek dari inklusi akan semakin hebat jika kekerasan dari matriks meningkat.
Maka secara otomatis, akan mengurangi kekuatan fatik dari material
Gambar 1.17 Efek dari kekerasan mikro matriks dan fraksi volume dari inklusi pada fatigue limit besi
ulet/ductile iron
Salah satu cara untuk menanggulangi efek dari inklusi dan cacat permukaan
bisa dengan cara menggunakan as-cast surface. Hal ini banyak dilakukan pada
ductile iron.
Pengurangan dross dapat meningkatkan kekuatan fatik dari material sebesar
25%. Untuk mengurangi dross, bisa dengan menggunakan filter atau saringan pada
mold filling system. Cara lain yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kekuatan
fatik dari material adalah dengan menggunakan proses pengolahan material yang
baik, contohnya dengan minimalisasi kadar residu Mg. Cara ini dapat meningkatkan
kekuatan material sampai dengan 5 % dibandingkan dengan dilakukan proses
permesinan.
Tegangan sisa
Pengerjaan mekanik baik panas maupun dingin seperti misalnya peening dan
surface rolling dapat meninggalkan tegangan sisa pada material.
Gambar 1.19 Hubungan antara tegangan sisa akibat peening dengan endurance limit untuk peended ADI
gears
Gambar 1.20 Kurva S-N untuk notched dan unnotched besi ferrit ulet/ferritic ductile iron
1. Standard Method
Specimen yang tersedia untuk pengujian sedikit
Hasil perkiraan kurva S-N
Pelaksanaan :
1. Menguji 1 atau 2 specimen pada beberapa bear tegangan yang berbeda
2. Mencatat besar teg. Dan
3. Jika specimen gagal pada tegangan tertentu, mereka kadang-kadang berhasil pad
4. Tegangan yang lebih tinggi, perhatikan bahwa kerusakan meningkat
5. Mempengaruhi nilai fatik limitnya.
6. Memplot data pada kurva S-N seperti pada gambar
2. Pembuatan diagram
Ada dua tehnik membuat kurva S-N :
1. Membuat Mean curve dari data yang ada . Kurva ini biasanya merupakan
perkiran yang beralasan dengan probabilitas kebenaran 50%. Bardasarkan kurva
ini dan dan beberapaperkiraan standart deviasi, perkiraan-perkiraan yg beralasan dpt
dibuat utk kurva lainnya
2. Membuat
didpt dari hasil pengujian) kurva ini tdk menentu dan tidak dapat dihubungakan
dgn probabilitas ketahanan specimen thd fatik
Kelemahan Metode ini :
Keraguan akan hasil yg diperoleh karena ukuran sampel yg terlalu kecil
3. Constant Stress Level Method
Pelaksanaan:
Melibatkan 15 atau lebih specimen pada 4 atau lebih teg.konstan yang berbeda ; dgn batas teg.
diantara fatik limit dan Yield Strengh dari meterial untuk pengujian
Pembuatan diagram:
Semua data yg diperoleh pada setiap teg.konstan diplot pada kertas Log-Normal
Probability utk membuktikan distribusi, rata-rata dan variasi dari Log-life pada tingkat
teg. tersebut.
Gambar 1.24 Kurva S terhadap N hasil pengujian metode standart hasil plot pada S konstan
Gambar di atas menunjukkan hasil dari metode diatas yg di plot pada kurva S-N biasa.
Hasil dari metode diatas yg di plot pada kertas Log-Normal Probability.
Gambar 1.25 Kurva S terhadap N hasil pengujian metode standart hasil plot padakertas logritme untuk S
konstan
Kelemahan:
Metode ini tidak valid utk teg. didekat nilai fatik limit. Kegagalan yg terjadi
menyebabkan data tdk homogen didekat nilai fatik limit.
4. Response or Survival Method (Probit Method)
Melibatkan pengujian beberapa group specimen pada tingkat teg. yang
berdekatan, batas teg. : 2 standar deviasi dibawah fatik limit sampai sampai 2 sandar
deviasi diatasnya
Contoh : fatik limit 72000 psi. berdasarkan ini 5 tingkat teg. dipilih dgn batas dari 68000 psi
- 76000 psi dgn intervalnya 2000 psi.
Jika 20m specimen diuji pada setiap tingkat tegangan, akan diperoleh kurva S-N
seperti pada gambar.
Gambar berikut jika data diatas diplot pada kertas Log-Normal Probability
1. Sebuah tingkat tegangan dipilih sekitar 70% dari fatik limit yang diperkirakan.
2. Fatik limit kemudian diuji pada tingkat teg. tersebut sampai kegagalan terjadi.
Misalnya 10 jml putaran.
3. Jika run out terjadi, tegangan ditingkatkan kira-kira 0,7 dari standar deviasi teg.
yg diperkirakan dan specimen yg sama diuji dgn nilai teg. yg baru.
4. Sekali lagi, jika specimen gagal, data dicatat ; jika run 0ut terjadi, teg. dinaikan
lagi utk pengujian yg baru, menggunakan specimen yg sama.
5.
Prosedur ini berlanjut sampai specimen mengalami kegagalan. Run out lebih
kurang diartikan sebagai habis masa pakai
6. Prot Method
Melibatkan aplikasi yang naik dgn jml putaran sampai specimen gagal. Tegangan
dimana kegagalan terjadi, dihubungkan ke fatik limit melalui tingkat yg naik dan 2
konstanta material.
Pelaksanaan
1. Specimen diletakkan pada mesin penguji dgn teg. awal dibawah fatik limit yg
diperkirakan, biasanya pada batas 0%-70% fatik limit.
2. Ketika tes dimulai, teg. dinaikan dgn menaikan jml putaran shg peningkatan teg.
akan linier dengan jumlah putaran.
Grup I terdiri dari 15 atau 20 specimen diuji pada tingkat kenaikan teg. yang sama
(Prot rate ) . Grup II diuji dgn Prot rate yg berbeda. Begitu pula grup III.
Hasil dapat dilihat pada gambar di bawah.
=E+K
: 0,15
Gambar 1.31 Up and dodn pengujian fatik digunakan untuk menentukan rata-rata tengangan fatik pada 5 x
10 6 putara pada baja paduan 4340
Gambar 1.31 Harga probabilitas ekstrem S-N sebagai dasar pengujian lebih lanjut
beban diperbanyak.
Hanya terdapat pada besi dan baja yang mengandung atom karbon (C)
Sebab Atom C dalam besi dan baja dapat bergerak bebas. Dan akan mengisi retakanretakan yang timbul pada Tahap Inisiasi.
Pada umumnya : Jika jumlah siklus pembebanan diperbanyak Jumlah dislokasi atau
pergeseran (slip) makin banyak pula Kekuatan Fatik makin turun.
Keamanan dari mesin Stretham
Mesin pompa uap stretham (pada gmb) dibuat th. 1831, dgn power (kekuatan)
maks 105 HP pada 15 rpm (dpt memindahkan 30 ton air per revolusi atau 450 ton per
menit. Mesin ini masih dpt dijalankan utk kegiatan pameran. Misalkan, diketemukan
keretakan sedalam 2 cm pada conenecting rod (dari besi cor), panjang 21 kaki penampang
0,04 m. Akankah retakan bertambah akibat pembebanan siklik pada connecting rod ? Dan
berapakah kira-kira umur pakai dari struktur tersebut?
Aplikasi Hasil Pengujian
Jawab : Mekanika : Tegangan pada crankshaft dihitung dari kekuatan dan kecepatan spt
berikut
kecepatan = 15 rpm =
7,8 . 10 /
gaya
Utk besi
A = 4,3 10 (MN/ m)
dimana
. (1)
Walaupun konstan (pada power dan kec. konstan) K meningkat selagi kec.
Bertambah
da / dN = A a dN = {1 / (A )} . da / a
= 3,7 . 10 . 10 putaran.
Ini berarti: cukup bagi mesin utkbekerja selama 8 jam utk pameran tiap akhir
pekan dalm setahun. Keretakan sedalam 3cm masih terlalu jauh dari keadaan kritis, dgn
demikian mesin tetap akan aman setelah 3,7 . 10 . 10 putaran.
Pengujian Feros dan Non Feros
Jumlah putaran (yang dapat ditahan logam sebelum patah) yang meningkat
seiring dengan tegangan yang menurun.
tegangan tertentu . Di bawah batas tegangan ini, yang biasa disebut fatigue limit atau
endurance limit, material logam ini dapat bertahan (tidak akan mengalami gagal fatik)
untuk jumlah putaran yang tak terbatas.
Sedangkan untuk logam non feros , seperti aluminium
, mempunyai kurva S - N
putaran. Material ini tidak memiliki nilai fatik limit yang pasti karena memang kurva S N nya yang tidak pernah horizontal.
Nilai Fatik Limit :
Peningkatan dan metodenya
Shot peening
Mengubah struktur austenit menjadi martensit
Gambar 1.35 Pengaruh surface rolling terhadap kekuatan fatik dari v-notched
ferriticand pearlitic
ductiliron.
Gambar 1.36 RR. Moore-Type Machines dapat beroperasi sampai 10.000 rpm
rpm. Dalam seluruh pengujian tipe-lenturan, hanay material yang didekat permukaan
yang mendapat teganagn maks ; karena itu, pada specimen yang berdiameter kecil
volume material yang diuji.
3. Torsional Fatik Testing Machines
Sama dengan mesin tipe Axial hanya saja menggunakan penjepit yang sesuai jika
puntiran maks. yang dibutuhkan itu kecil.
Gambar dibawah ini adalah Mesin Uji Fatik akibat Torsi yang dirancang khusus.
(ditengah)
untuk
memindahkan
mesin
beban
penguji
tengahnya.
Bagian
dari
kebagian
transisi
dirancang
dengan
menghilangkan
konsentrasi tegangan.
Jenis-jenis
specimen yang
Dari bahan yang diuji dibuat sebuah batang coba dengan ukuran yang
distandarisasikan, dieretkan pada sebuah mesin renggut dan dibebani gaya tarik yang
dinaikkan secara perlahan-lahan sampai ia putus. Selama percobaan diukur terus
menerus beban dan regangan batang coba dan kedua besaran ini ditampilkan dalam
sebuah gambar unjuk (diagram). Skala tegangan menunjukkan tegangan dalam
daN/mm2 dengan berpatokan pada penampang batang semula, sedangkan skala
mendatar menyatakan regangan (perpanjangan)yang bersangkutan dalam prosentasi
panjang awalnya.
daN/mm2
40
Batas pecah
Z
30
20
Batas rentang
10
Regangan Pecah
s
0
10
15
Regangan dalam %
Gambar 1.38 Grafik tegangan-regangan pada pengujian tarik
20
= 20%
E.
Jika pada saat ini batang diulepaskan dari tegangan maka akan memegas
kembali secara kenyal ke kedudukan awalnya(kedudukan semula Lo) tanpa
meninggalkan bentuk yang berarti. Regangan yang menetap disini hanya boleh
sampai setinggi-tingginya 0,01%.
Jika beban dinaikkan melampaui batas kekenyalan, maka regangan membesar
relatiflebihpesat dan lengkungan segera menunjukkan sebuah tekukan yang akan
tampil semakin jelas,semakin ulet bahan itu. Tegangan
dinamakan batas rentang atau batas leleh. Ia merupakan angka ciri bahan yang
penting, karena disisni bahan untuk pertama kalinya mengalami pelonggaran
menetap pada stukturnya yang dapat dikenal melalui munculnya wujud-wujud leleh
pada permukaan batang. Di dalam kasus yang tidak jelas, maka batas rentang
dan terus meregang walaupun beban menukik, sampai ia putus pada batas
perenggutan (titik z).
Tegangan tertinggi
Pmaks
Lo
A. Regangan
Regangan adalah perpanjangan dibagi dengan panjang benda semula.
=
L
L0
L L0
L0
Dimana : = Regangan
L = Perpanjangan
L = Panjang akhir
L0 = Panjang awal
L = A0
Dimana: L = Perpanjangan
P = Gaya
L0 = Panjang awal
= Modulus Elastisitas
Dan jika dikaitkan dengan tegangan menjadi :
L
L0 = E
ini berarti :
B. Batas Elastisitas
Batas ini sulit ditentukan dalam percobaan. Batas keseimbangan keadaan
juga digunakan untuk batas elastisitas karena jaraknya sangat dekat sekali (untuk
bahan tertentu). Biasanya dalam tegangan-regangan di bawah elastisitas terdapat
batas proposional. Ada juga yang mengasumsikan batas proposional sama dengan
batas elastisitas. Batas elastisitas adalah batas dimana batas tegangan , bahan
tidak kembali lagi ke bentuk semula setelah tegangan dihilangkan, akan tetapi
benda akan mengalami deformasi tetap yang disebut permanent.
C. Modulus Young
Dalam menentukan hubungan tegangan dan regangan, penampang batas
harus diketahui. Dengan demikian tegangan yang bekerja dapat ditentukan.
D. Yield Point (Batas Linier)
Jika benda yang bekerja pada batang uji diteruskan sampai di luar batas
elastisitas akan terjadi secara tiba-tiba, perpanjangan permanen dari suatu bahan uji
ini disebut Yield Point. Di mana tegangan meningkat sekalipun tidak ada
peningkatan tegangan, tentu saja beban sebenarnya ketika terjadi mulur. Tetapi
gejala mulur memang terjadi pada baja.
E. Yield Strength
Untuk beberapa logam non-ferro dan baja, yield point sukar diteliti. Oleh
karena itu, kekuatan mulurnya biasanya ditetapkan dengan metode pergeseran.
Metode ini berupa penarikan garis sejajar ke garis singgung awal kurva
teganganregangan. Garis ini dimulai dari pergeseran sembarang besarnya 0,2 %.
F. Pengecilan Penampang
Pengecilan penampang terjadi di antara kekuatan maksimal dan kekuatan
patah. Untuk baja, struktur kekuatan patah lebih besar dari kekuatan maksimal.
Karena patah bahan meregang dengansangat cepat dan secara simultan bertambah
kecil sehingga beban patah sebenarnya terdistribusikan sepanjang luas terkecil.
Kontraksi =
G. Keuletan
Adalah besarnya tegangan plastis sampai perpatahan dan dapat dinyatakan
dalam prosentase perpanjangan dan tidak berdimensi.
L 1 L0 L
=
L0
L 0
Apabila bahan uji dibebani, maka akan mengalami deformasi. Selama
deformasi, beban akan menyerap energi akibat gaya yang bekerja sepanjang jarak
deformasi.
H. Regangan Patah
Adalah sifat bahan yang akan diukur pada batang yang ditarik hingga
patah, dinyatakan dengan :
L L
A=
0
x 100%
L 0
Dimana: L0 = Panjang benda mula-mula
- Regangan (%) yang dicapai dari logam sewaktu mendapat beban dari luar.
- Ketangguhan logam, dinilai dari dan
Suatu pengujian logam/material yang ditarik sampai putus dengan maksud untuk
mengetahui kekuatan logam/bahan terhadap beban tarik
Batang uji tarik yang biasa dipakai merupakan sebuah batang yang bundar,
dengan ujung-ujung tebal untuk pemasangan pada mesin tarik. Ditengah -tegah
batangnya (bagian yang lebih kecil) terdapat bagian pengukuran yang sebenarnya,
dimana panjang pengukurannya dinyatakan dengan dua tanda pengenal. Panjang lo
dari daerah ukur ini memepunyai perbandingan tertentu dengan diameter do dari
batang itu. Yang banyak dipakai ialah perbandingan
lo
= 10 atau 5; maka kita
do
berbicara tentang batang uji tarik dp10 dan dp5 (jadi ini selalu batang-batang uji tarik
bundar), lihat gambar 4.4. ini adalah perbandingan tetap yang paling banyak dipakai,
tetapi ada juga yang lain-lainnya. Batang yang memenuhi syarat perbandingan tetap,
kita sebut batang-batang uji tarik proporsional.
Keterangan: Bila batang uji tarik itu tidak bundar, harus juga dibuat suatu angka
regangan yang dapat dibandingkan. Diemikian bila pebandingan panjang dengan
penampang dibuat konstan (tetap). Untuk batang bujur sangkar dan/ atau persegi
panjang maka untuk batang dp10:lo = 11,3
Dan untuk batang dp 5:lo = 5,65
stator). Ketel uap digunakan untk menghasilkan uap yang akan dipakai untuk
memutar turbin, dan putaran ini diteruskan ke generator melalui rotor, sehingga
menghasilkan tenaga listrik
(2)
alat yang sangat vital untuk menghasilkan tenaga listrik. Hingga saat ini pembangkit
listrik tenaga uap yang ada di Indonesia rata-rata beroperasi di atas 10 tahun
lamanya, sehingga membutuhkan evaluasi sisa umur. Pada unit ketel uap terdapat
beberapa komponen yang tersusun menjadi satu kesatuan dalam bentuk pipa, mulai
steam drum, ruang bakar (furnace/burner), superheater dan economezer. Pipa yang
ada pada ketel uap merupakan komponen yang sangat vital, karena piapa tersebut
digunakan sebagai wadah untuk mengalirkan uap atau cairan keseluruh sistem yang
ada dengan suhu operasi berkisaar antara 250 o C hingga , hal ini sangat tergantung
pada jenis material teknik yang digunakan. Pipa ketel uap yang digunakan pada
pembangkit listrik tenaga uap umumnya dirancang sedemikian rupa sehingga
umurnya diharapkan mencapai 300.000 jam operasi atau sekitar 34 tahun
(3,4,7)
.Semua pipa ketel uap dioperasikan pada suhu tinggi dan tentunya harus dalam
kondisi yang aman. Untuk menciptakan suatu keamanan dalam pengoperasian
pembangkit listrik, harus dilakukan inspeksi seoptimal mungkin dan berdasarkan
pedoman atau batasan-batasan pengoperasian yang telah dibuat atau didisain oleh
produsen pembangkit tenaga listrik tersebut. Pipa ketel uap ini bila terinspeksi
dengan baik, maka kerusakan yang terjadi dapat diketahui sedini mungkin, dan
dengan mudah pipa tersebut dapat diganti sesuai ukuran dan spesifikasi teknisnya.
Pipa ketel uap yang beroperasi pada suhu tinggi dalam jangka waktu yang lama dan
akibat adanya faktor lingkungan korosif serta tekanan atau teganagn statis maupun
dinamis, dapat menyebabkan kerusakan. Jenis-jenis kerusakan tersebut adalah
kerusakan akibat creep, thermal fatigue, penipisan ketebalan akibat korosi, korosi
retak tegang, korosi erosi, korosi kapitasi, oksidasi , decarburisasi, karburisasi,
spherodisasi, dan lain-lain(5).
cara merusak dapat dilakuan. Kerusakan akibat suhutinggi dalam kurunwaktu yang cukup
lama, tanpa adanya kesalahan pengoperasian, biasanya terjadi akibat pengaruh creep atau
mulur(5). Pipa terdeformassi secara kontinu dan perlahan-lahan dalam kurun waktu yang
lama, apanila dibebani secara tetap. Laju regangan creep tergantung pada waktu dan suhu
serta pembebanan yang konstan. Prosesn kerusakan akibat creepjuga dapat terjadi pada
suhu rendah, akan tetapi yang sangat menyolok terjadi pada suhu tinggi atau mendekati
suhu cair suatu material. Proses kerusakan creep pada material biasanya terjadi pada suhu
tinggi yang berada pada 0.4 sampai 0.5 kali titik cair dalam derajat kerlvin atau biasanya
dinyatakan 0.4 0.5 TM dan terjadi akibat adanya peregangan butiran atau struktur pada
suhu tinggi dalam waktu yang lama pada kondisi pembebanan konstan.
Ketika menyeleksi material untuk penggunaan pada temperatur tinggi,
banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Diantaranya adalah biaya, seperti
komponen manufaktur, density dari material ketika pengurangan berat diperlukan
untuk aplikasi aerospace, ketahanan terhadap lingkungan dibawah kondisi normal
dan kemampuan untuk menahan distorsi atau kerusakan selama pemakaian.
Kekuatan material pada suhu tinggi akan menurun karena mobilitas atom
bertambah dengan cepat apabila suhu naik, maka dapat dipahami bahwa proses yang
dikontrol oleh difusi mempunyai pengaruh yang sangat berarti pada sifat mekanik suhu
tinggi. Suhu tinggi juga mengakibatkan mobilitas dislokasi yang lebih besar, melalui
mekanisme panjat (climb). Konsentrasi kekosongan atom dalam keadaan seimbang juga
bertambah besar jika suhu naik, selain itu dengan naiknya suhu akan memungkinkan
terjadinya deformasi pada batas butir.
Suatu karakteristik penting dari kekuatan material pada suhu tinggi adalah
keharusan untuk menyatakan kekuatan tersebut terhadap skala waktu tertentu. Untuk
keperluan praktis, dianggap bahwa sifat-sifat tarik sebagian besar logam teknik pada
suhu kamar tidak tergantung pada waktu. Akan tetapi pada suhu tinggi, kekuatan
bahan sangat tergantung pada laju perubahan regangan dan waktu keberadaan pada
suhu tinggi tersebut. Sejumlah logam pada keadaan demikian mempunyai perilaku
seperti bahan-bahan viskoelastis. Logam yang diberi beban tarik tetap pada suhu
tinggi akan mulur (creep) dan mengalami pertambahan yang tergantung pada waktu.
Untuk membuktikan kurva mulur rekayasa suatu logam, maka benda tarik
dikenakan beban tetap sedangkan suhu benda uji , regangan (perpanjangan) yang
laju mulur bertambah besar secara cepat hingga terjadi patah. Oleh karena itu,
merupakan hal yang wajar bahwa pembahasan kurva mulur ditinjau berdasarkan
ketiga tahapan tersebut, yang sangat tergantung pada suhu dan tegangan yang
digunakan.
Terlihat pada gambar kurva, creep dapat dibagi menjadi tiga tahap. Tahap
pertama disebut sebagai primary creep, yaitu tahap dimana benda uji mengalami
peningkatan regangan plastis dengan menurunnya laju regangan terhadap waktu. Hal
ini terjadi karena adanya pembebanan awal. Laju creep akan berkurang pada akhir
tahap ini karena terjadi penyusunan ulang cacat kristal dan merupakan awal dari
tahap kedua. Tahap kedua creep atau secondary creep pada dasarnya adalah kondisi
kesetimbangan antara mekanisme work hardening dan recovery. Benda uji tetap
berada dibawah pembebanan dan tetap bertambah panjang, namun tidak secepat
tahap pertama. Tahap ini bergantung pada temperatur dan tingkat pembebanan pada
benda uji. Semakin besar beban dan semakin tinggi temperatur, pertambahan panjang
dari benda uji akan semakin besar. Tahap akhir dari creep atau tertiary creep adalah
pertambahan panjang benda uji secara cepat menuju perpatahan. Tahap ini
merupakan hasil dari perubahan metalurgis dalam logam seperti pengkasaran partikel
endapan, rekristalisasi atau perubahan difusi yang memungkinkan peningkatan
deformasi secara cepat. Dalam tertiary creep terjadi pengurangsn luas penampang
akibat adanya necking yang mengakibatkan bertambahnya tegangan dalam beban
yang konstan, sehingga menambah peningkatan deformasi.
Pada kondisi creep, patah akan terjadi bila creep strain telah mengakibatkan
regangan mencapai 1 (strain pada saat putus). Karena creep rate akan meningkat
dengan naiknya tegangan dan/atau temperatur, maka umur hidup atau masa kerja
sampai patah akan menurun bila tegangan dan/atau temperatur dinaikan, seperti
terlihat pada gambar dibawah ini.
persamaannya adalah:
o
S = Ae RT