Anda di halaman 1dari 15

MATA KULIAH TEKNIK PENGOLAHAN PRODUK DERIVAT

ANALISIS AROMA DARI JENIS PISANG YANG BERBEDA SEBAGAI


MAKANAN PENUTUP (DESSERT)

Disusun Oleh:
SUMINI AYU SETIYOWATI 151710101010
MOHAMMAD FAQIH ALHARAMAIN 151710101136
KRISTINA LOIS 151710101094
RETNO AYU AMBARWATI 151710101133

THP-A

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2017
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pisang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia. Indonesia
menempati urutan ke 5 sebagai produsen pisang dunia dengan produksi 3,165,730
metrik ton. Total konsumsi pisang per kapita relatif stabil setiap tahun namun
cenderung menurun dalam lima tahun terakhir dengan rata rata penurunan
sebesar 1,80% per tahun. Konsumsi pisang lainnya secara umum lebih tinggi
dibandingkan konsumsi pisang ambon dan pisang raja. Tahun 2011, terjadi
kenaikan konsumsi pisang menjadi 8,812 kg/kapita atau naik 29,01 %
dibandingkan tahun sebelumnya. Penyediaan pisang digunakan untuk bahan
makanan sebesar 93,65%, sedangkan 6,35% sisanya tercecer. (Pusdatin
Sekretariat Jendral Kementrian Pertanian RI, 2014). Untuk meningkatkan nilai
ekonomis dari buah pisang dapat dibuat berbagai macam produk olahan yang
sekaligus menjadi salah satu cara untuk mempertahankan daya simpan buah
pisang (Suyanti dan Supriyadi, 2008).
Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan
energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang lain. Pisang
kaya mineral seperti kalium, magnesium, besi, fosfor dan kalsium, juga
mengandung vitamin B, B6 dan C serta serotonin yang aktif sebagai
neutransmitter dalam kelancaran fungsi otak. Nilai energi pisang rata-rata 136
kalori untuk setiap 100 g. Bila dibandingkan dengan jenis makanan lainnya,
mineral pisang khususnya besi dapat seluruhnya diserap oleh tubuh. Selain
kandungan gizi yang baik pisang juga mempunyai senyawa volatil berupa aroma
yang khas.
Senyawa volatil pisang menjadi komponen utama yang memberikan sensasi
aroma, memberikan kesan awal (top notes) pada buah pisang. Aroma pisang yang
sedang berada didalam mulut dapat ditangkap oleh indera penciuman manusia
melalui saluran yang menghubungkan antar mulut dan hidung. Jumlah komponen
volatil yang dilepaskan oleh suatu produk dipengaruhi suhu dan komponen
alaminya. Sejumlah karakteristik beberapa komponen bahan makanan yang
dibawa kemulut, dirasakan terutama oleh indera rasa dan bau, yang seterusnya
diterima dan dinterpretasikan oleh otak (Heath, 1981). Komponen aroma akan
dikenali apabila berbentuk gas atau uap dan molekul-molekulnya yang menyentuh
sel olfaktori (Winarno, 1997).
Berdasarkan uraian diatas review jurnal ini akan memaparkan hasil penelitian
mengenai senyawa volatil berupa sensasi aroma yang terdapat dalam beberapa
kultivar pisang yang dijadikan sebagai makanan penutup.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sifat senyawa volatil pada pisang
2. Bagaimana cara mengetahui senyawa volatil pisang
3. Bagaimana tahap pengujian senyawa volatil pisang

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari review jurnal ini yaitu sebagai berikut :
1. Mengetahui senyawa volatil aroma pisang
2. Mengetahui perbedaan senyawa volatil pisang dari berbagai jenis pisang.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Pisang


Pisang merupakan tanaman herbal yang berasal dari kawasan Asia Tenggara
(termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar),
Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat pisang disebut dengan dengan Cau,
di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang. Hampir seluruh wilayah
Indonesia merupakan daerah penghasil pisang. Hal ini karena iklim indonesia
cocok untuk pertumbuhan tanaman pisang. Klasifikasi botani tanaman pisang
adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa spp
Pisang rata-rata berbuah pada umur satu tahun. Umur panen ditentukan oleh
umur buah dan bentuk buah. Ciri khas buah yang cukup panen ditandai dengan
daun bendera yang sudah mengering. Buah yang sudah cukup umur dipanen pada
80-100 hari setelah buah berbentuk dengan siku-siku buah yang masih jelas
hingga hampir bulat. Penentuan umur panen harus didasarkan pada 4 jumlah
waktu yang diperlukan untuk pengangkutan buah ke daerah penjualan, sehingga
buah tidak terlalu matang sampai ketangan konsumen. Buah pisang masih tahan
disimpan 10 hari setelah sampai ke tangan konsumen. Pada perkebunan pisang
yang cukup luas, panen dilakukan 3-10 hari sekali tergantung pada pengaturan
jumlah tanaman produktif (Agromedia, 2009).
Buah pisang mengandung nilai gizi cukup tinggi sebagai sumber karbohidrat,
vitamin, dan mineral. Kandungan karbohidratnya terutama berupa zat tepung atau
pati dan macam-macam gula. Kandungan gula dalam pisang terdiri atas senyawa-
senyawa seperti dextrose 4,6%, clevulosa 3,6%, dan sukrosa 2%. Daging buah
banyak mengandung berbagai vitamin seperti vitamin A, vitamin B1, vitamin C
dan vitamin lainnya. Buah pisang juga mengandung mineral seperti kalsium,
fosfor dan zat besi (Santoso dan Purwoko, 1995). Buah pisang buah pisang
mempunyai kandungan gizi yang baik. Antara lain menyediakan energi yang
cukup tinggi dibandingkan buah-buahan yang lain.
2.2 Jenis-jenis Pisang
Menurut Stover (1987) menyatakan bahwa, Jenis-jenis tanaman pisang di
Indonesia mencapai ratusan jumlahnya. pisang dapat dikelompokkan menjadi
empat jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiacal Var
sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. Sinensis. Misalnya
pisang ambon, susu, raja, Cavendish, barangan dan mas.
2. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiacal forma
typical atau disebut juga M. paradisiacal normalis. Misalnya pisang nangka,
tanduk dan kapok.
3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya.
Misalnya pisang batu dan klutuk.
4. Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (acaba).

2.3 Pengertian Flavour


Flavor didefinisikan sebagai sensasi yang saling berbeda namun merupakan
suatu kesatuan antara sensasi rasa, bau, dan raba. Definisi lain menyatakan flavor
sebagai atribut dari makanan, minuman dan bumbu-bumbuan, yang dihasilkan
dari rangsangan terhadap keseluruhan indera ketika makanan melalui saluran
makanan dan pernapasan, terutama rasa dan bau (Dordland dan Rogers, 1977).
Menurut Heath (1981), flavor adalah suatu sensasi yang muncul dan disebabkan
oleh komponen kimia yang volatil atau non-volatil, yang berasal dari alam
ataupun sintetis, dan timbul pada saat makan atau minum. Komponen volatil
adalah komponen yang memberikan sensasi bau, memberikan kesan awal (top
notes), dan menguap dengan cepat. Komponen non volatil memberikan sensasi
pada rasa, yaitu manis, pahit, asam, dan asin, tidak memberikan sensasi bau tapi
menjadi media untuk komponen volatil, dan membantu menahan penguapan
komponen volatil.

2.4 Gas Kromatografi


Kromatografi Gas adalah metode kromatografi pertama yang dikembangkan
pada jaman instrument dan elektronika yang telah merevolusikan keilmuan
selama lebih dari 30 tahun. Sekarang KG dipakai secara rutin disebagian
besar laboratorium industri dan perguruan tinggi. KG dapat dipakai untuk setiap
campuran yang komponennya atau akan lebih baik lagi jika semua komponennya
mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan
(Widjaya 2009). Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat
terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase
gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah
menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya.
Kromatografi gas merupakan metode yang tepat dan cepat untuk
memisahkan campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam,
mulai dari beberapa detik untuk campuran sederhana sampai berjam-jam untuk
campuran yang mengandung 500-1000 komponen. Komponen campuran dapat
diidentifikasikan dengan menggunakan waktu tambat (waktu retensi) yang khas
pada kondisi yang tepat. Waktu tambat ialah waktu yang menunjukkan berapa
lama suatu senyawa tertahan dalam kolom. Waktu tambat diukur dari jejak
pencatat pada kromatogram dan serupa dengan volume tambat dalam KCKT dan
Rf dalam KLT. Dengan kalibrasi yang patut, banyaknya (kuantitas) komponen
campuran.

2.5 Prinsip Kerja


Kromatografi gas mempunyai prinsip yang sama dengan kromatografi
lainnya, tapi memiliki beberapa perbedaan misalnya proses pemisahan campuran
dilakukan antara stasionary fase cair dan gas fase gerak dan pada oven temperur
gas dapat dikontrol sedangkan pada kromatografi kolom hanya pada tahap fase
cair dan temperatur tidak dimiliki. Secara rinci prinsip kromatografi adalah udara
dilewatkan melalui nyala hydrogen (hydrogen flame) selanjutnya uap organik
tersebut akan terionisasi dan menginduksi terjadinya aliran listrik pada detektor,
kuantitas aliran listrik sebanding dengan ion.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu baskom, plastik, jarum
pelubang, kotak/kardus berventilasi, Tekstur Analyzer, vial, septun silikon,
Kromatografi Gas

3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 17 kultivar pisang yang
berbeda antara lain : cirad 916, cirad 918, cirad 919, cirad 924, cavendish,
fougamou, figue pomme, gros michel, indonesia 110, mossi, mysore, ney poovan,
pisang jari buaya, pisang lilin, pisang mas, prata ana, yangambi Km5. Bahan
kimia yang digunakan antara lain : bitertanol 200 mg/L, ethylene 1 ml/L, air
deionisasi, benzil butanoat.

3.3 Skema Analisis Perolehan Data


3.3.1 Persiapan Sampel

Pisang

Pencelupan dalam bitertanol 200


mg/Lt= 1 menit

Pembungkusan kantong plastik

Penambahan etilen dalam kotak

3.3.2 Analisis Sensoris Penyimpanan pisang selama 6 hari


18oC dalam kotak
Pisang

Pemotongan 4-5 cm tanpa kulit


Pemotongan 4-5 cm tanpa kulit
Pisang
Penilaian 10 panelis terlatih
Penilaian 10 panelis terlatih
Penusukan menggunakan Tekstur
Analizer

Penilaian Kuantitatif skala (0-9) Penilaian Kualitatif


Perhitungan
3.3.3 Analisis Fisikokimia
1. Penilaian Fisik

Pisang

Penusukan menggunakan Tekstur


Analizer

Perhitungan
2. Penilaian Kimia
Persiapan puree pisang

5 gram daging buah


pisang

Pencampuran 45 ml air
deionisasi

Pengecilan Ukuran dengan


waring blander
Pembuatan larutan standar

5 gram
Puree aliquot
pisang

Pemasukan dalam vial 10 ml

Penambahan 100 ml
benzil butanoate

Penutupan dengan septum silikon


Pengukuran Gas Kromatorografi

Puree pisang

Ekstraksi

Pengukuran Gas Kromatografi

3.3.4 Pengolahan Data

Perolehan Data

Perhitungan
ANOVA
BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 Pisang sebagai makanan penutup

Gambar 1. Komponen Pisang sebagai makanan penutup


Jumlah senyawa flavor pada buah pisang sangat beragam, tergantung dari
jenis, tempat penanaman, tingkat kematangan dan metode ekstraksi. Keberhasilan
tahapan pemeraman atau fermentasi menggunakan gas etilen akan mempengaruhi
aroma pisang. Jika, pemeraman sudah sesuai akan menghasilkan aroma pisang
dengan senyawa berupa 3-methylbutyl asetat dan etil3-methylbutanoate. Hasil
penelitian Selli et al. (2012) menunjukkan jumlah senyawa flavor pada buah
pisang jenis Dwarf Cavendish (Musa spp. AAA) adalah 80 senyawa flavor. Ciri-
ciri sensorik dari kultivar digambarkan oleh analisis komponen utama Gambar 1.
Komponen utama yang pertama yaitu (39% dari total variabilitas) firmness,
grassy aroma dan astringency leleh, fermentasi, aroma dan bau pisang, aroma
kimiaa. Poros ini menunjukkan tingkat kematangan dirasakan oleh panelis.
Kultivar Cavendish, merupakan pisang dengan skor tertinggi (5,7/9), dianggap
oleh panelis memiliki aroma pisang yang khas. Di antara kultivar yang kurang
terkenal, Pisang Lilin merupakan salah satu jenis pisang yang memiliki rasa asam
dan memiliki aroma kimia yang tinggi. Pisang fougamou adalah yang paling
heterogen. Pisang Madu pisang memiliki skor tertinggi untuk firmness dan
heterogenitas, dan skor terendah untuk asam dan aroma pisang.
Gambar 2. Kriteria Penerimaan Aroma

Tabel 1 menunjukkan aroma yang terdeteksi oleh panelis dan senyawa yang
diidentifikasi dari 116 senyawa yang terdeteksi. Sembilan belas senyawa
terdeteksi sebagai kontribusi terhadap keseluruhan aroma pisang. Di antaranya, 3-
methylbutyl acetate (pisang matang), 3-methylbutyl butanoate (buah pisang, kulit
buah), (E) -2-hexenal (buah hijau intens), dan eugenol (pedas) adalah senyawa
aktif yang paling bau pada Ekstrak SPME. Ketiga ester ini paling banyak terdapat
pada profil kromatografi, dan juga memiliki frekuensi deteksi tinggi. Dan juga
terdapat senyawa lain dengan proporsi sangat rendah seperti eugenol (0,7% dari
total area kromatografi), heksanal (0,2%), dan elemik (0,4%) juga memiliki
frekuensi pendeteksian tinggi.
4.2 Senyawa Volatil pembentuk Aroma Pisang
Sebanyak 146 fluktuatif terdeteksi pada ekstrak pisang SDE, 124 di antaranya
diidentifikasi secara positif. Identifikasi positif dicapai dengan membandingkan
indeks retensi linier dan spektrum massa dengan senyawa referensi standar yang
dianalisis dalam kondisi percobaan yang sama. Pembentukan tentatif didasarkan
pada pencocokan indeks retensi linier dan spektrum massa. Volatil teridentifikasi
terdiri dari 120 mg kg-1 dari komposisi buah.
Volatil yang diekstraksi dengan SDE dari pisang dianalisis oleh AEDA dan
OAV untuk menemukan odourants yang paling potensial. Hasil menunjukkan 38
odourants dengan faktor FD penting (berkisar antara 8 sampai 1024), telah
disusun mengikuti indeks retensinya. Senyawa dengan faktor FD tertinggi antara
lain heksanal, 3-methylbutyl acetate, 3-methylbutyl butanoate, dan eugenol.
Senyawa lain dengan faktor FD 512 antara lain etil 2-metilpropanoat, 2-pentil
asetat, (E) -2-heksanal. heksil asetat, dan 3-metilbutil 3-metilbutanoat. Pada faktor
FD = 256 adalah 2,3-butanedion dan 3-methylbutanal. Dari jumlah tersebut,
hanya 3-methylbutanal yang dilaporkan sebagai pembentuk odourant penting pada
buah pisang (Jordan et al., 2001). Pada faktor FD 128 senyawa yang terdapat
antara lain 2-pentanon, butil 3-metilbutanoat, 4-metil-2-metoksifenol, (z) -4-
oktan-1-yl3-metilbutanoat, (z) -4-oktan-1-yl pentanoat , dan eleminin.
Faktor FD 64 yaitu propil asetat, 3-metilbutanol, 2-metilpropil asetat, butil
asetat, 2-metilpropil 2-metilpropanoat, 2-metilpropil butanoat, 2-metoksi-4-
vinilfenol, 2-pentil 3-metilbutanoat, heksil 2-methylbutanoate, dan (z) -5-oktan-1-
yl 3 metilbutanoat. Faktor FD sedang 32 yaitu 2-heptanon, 2-heptanol, butil
butanoat, etil 3-hidroksirheksin-anoat, dan 2-undecanone. Dengan pengecualian 2-
undecanone. Kelompok terakhir dengan faktor FD rendah (8-16) memasukkan
empat volatil lainnya, dimana 1-butanol, (z) -3-hexen-1-ol, dan (E) -3-hepten-2-
one. Dari mereka, hanya (z) -3-hexen-1-ol yang ditemukan sebagai odourant
penting pada buah pisang.
Peningkatan aroma pada pisang juga dipengaruhi oleh kematangan pisang,
jika pisang dalam kondisi matang dengan meningkatnya gula dalam pisang maka
aroma yang terkandung akan semakin tinggi. Peningkatan pH pada pisang juga
berpengaruh pada aroma manis yang dihasilkan, jika pisang dalam kondisi asam
maka aroma manis yang dihasilkan akan hilang karena terdapat hubungan yang
kognitif antara asam dan aroma. Sehingga terdapat perbedaan senyawa volatil
antara masing-masing kultivar pisang. Dari uraian diatas konsumen akan dapat
membedakan masing-masing aroma jenis pisang sebagai makanan penutup atau
bahkan sebagai makanan pembuka. Karena flavour akan menjadi kesan utama
bagi seseorang sebelum memutuskan untuk mengkonsumsi suatu produk pangan.
BAB 5 KESIMPULAN

Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat


sebanyak 146 komponen volatil pada kultivar pisang, 124 di antaranya
diidentifikasi secara positif pada pisang cv. Giant Cavendish. Komposisi volatil
buah pisang meliputi 75 ester, 18 keton, 14 fenol dan turunannya, 7 aldehida, 13
alkohol, 7 asam, dan 12 senyawa miscella neous. Penelitian ini menyatakan
bahwa senyawa volatil ampuh bertanggung jawab atas keseluruhan aroma kultivar
pisang. Tiga puluh satu odour dianggap sebagai senyawa aktif aroma, dan terdapat
11 senyawa yang dinyatakan sebagai senyawa utama pembentuk aroma pisang.
DAFTAR PUSTAKA

Agromedia, R. 2009. Buku Pintar Budidaya Tanaman Buah Unggul Indonesia.


Jakarta: Redaksi Agromedia.

Dordland, W. E. & J. A. Rogers. 1977. The Fragrances and Flavor Industry. New
Jersey : Dordland Co.

Heath, H. B. 1981. Source Book of Flavors. Wesport : AVI Publishing Company.

Santoso, B.B. dan B.S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Pascapanen Tanaman
Hortikultura. Indonesia Australia Eastern Universities Project.

Stover, R. H., & Simmonds, N. W. 1987. Bananas, Tropical Agricultura Series.


Singapore: Longman Scientific & Technical. 3rd ed. pp. 86 101.

Wijaya, H. 2009. Bahan Tambahan Pangan Pewarna. Bogor: IPB Press.

Anda mungkin juga menyukai