Anda di halaman 1dari 14

Makalah

Karakteristik fisik, kimia dan fungsional umbi garut


Anggota Kelompok 4:
Sumini Ayu Setiyowati

(151710101010)

Faridatul Meikhusna

(151710101034)

Johan Aliv Ivansyah

(151710101061)

Malvira Mega Febriaynti

(151710101085)

Retno Ayu Ambarwati(151710101133)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

LEMBAR PENGESAHAN

KARAKTERISTIK FISIK KIMIA DAN FUNGSIONAL UMBI GARUT

Telah Disetujui Oleh :

Asisten Dosen

Nurlita Sari

Dosen Pengampu

Lailatul Azkiyah, S. TP., MP

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keanekaragaman
hayati. Diversifikasi atau penganekaragaman pangan fungsional sebaiknya
dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya alam sekitar. Nenek moyang bangsa
Indonesia telah secara turun temurun dalam menyeleksi sumberdaya hayati 2
(pangan tradisional) yang mereka yakini dapat memberikan manfaat bagi
kesehatan tubuh.Menurut Ardiansyah (2008), pangan tradisional adalah makanan
atau minuman yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, dengan citarasa yang
khas yang diterima oleh masyarakat tersebut. Pangan tradisional meliputi berbagai
jenis bahan pangan seperti: bahan nabati (kacang-kacangan, sayuran hijau,
umbiumbian dan buah-buahan), hewani (kerang, ikan, unggas), dan rempahrempah (jahe, kunyit, ketumbar, salam, sirih, dan lain-lain).
Pemanfaatan umbi-umbian untuk mengurangi ketergantungan impor
gandum yang semakin meningkat dengan harga yang semakin melambung, maka
sudah saatnya pemerintah meningkatkan pemanfaatan bahan pangan lokal,
khususnya umbi umbian lokal seperti garut (Marantha arrundinaceae L). Potensi
dan prospek pasar agribisnis garut mencakup industri makanan olahan skala kecil,
menengah, dan besar, industri makanan bayi (captive market 360 ton pertahun),
industri farmasi, industri pakan ternak (captive market 10.000 ton pertahun).
Pemanfaatan umbi garut secara 1 2 maksimal, dapat meningkatkan diversifikasi
pangan yang selanjutnya memperkuat ketahanan pangan berbasis bahan pangan
lokal.
Garut (Maranatha arundinacea) merupakan jenis umbi komoditas lokal
Indonesia, tanaman umbi tersebut telah lama dikonsumsi secara turun temurun
oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia. Garut banyak dikembangkan
beberapa daerah seperti Jawa, Sulawesi , dan Maluku. Tanaman garut ini dapat
tumbuh pada berbagai jenis tanah dan ketinggian tempat dengan produktivitas
tanaman garut mencapai 17 ton/ha (Djafaar et al., 2010). Umbi garut kukus

memiliki indeks glikemik yang rendah yaitu sebesar 14 (Marsono, 2002). Indeks
Glikemik adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar gula darah.
Dengan kata lain indeks glikemik adalah respon glukosa darah terhadap makanan
dibandingkan dengan respon glukosa darah terhadap glukosa murni. Indeks
glikemik berguna untuk menentukan respon glukosa darah terhadap jenis dan
jumlah makanan yang dikonsumsi (Rimbawan dan Siagian, 2004). Pangan dengan
IG rendah memiliki potensi sebagai pangan fungsional. Dengan nilai IG umbi
garut dan suweg kukus yang rendah, umbi garut dan suweg memiliki potensi yang
sangat baik untuk dikembangkan terkait dengan nilai IG-nya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Mempelajari karakteristik fisik umbi garut
2. Mempelajari perbedaan umbi garut sebelum dan sesudah direbus
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apa pengertian umbi garut?
2. Bagaimana karakteristik fisik umbi garut?
3. Bagaimana perbedaan fisik umbi garut setelah dan sesudah direbus?

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi tanaman garut (Maranta arundinacea Linn.) yaitu tegak,


berumpun, dan merupakan tanaman tahunan. Tinggi tanaman mencapai 1 1,5 m
dengan batang berdaun dan memiliki percabangan menggarpu. Tumbuh baik pada
lahan dengan ketinggian 0-900 dpl (diatas permukaan laut) dan paling baik pada
ketinggian 60-90 m. Masa panen tanaman ini berlangsung dari bulan Mei hingga
Agustus. Tanaman ini tidak membutuhkan perawatan khusus dan kasus hama
penyakit yang menjangkit relatif sedikit (Rukmana, 2000). Batang tanaman
memiliki tinggi 75-90 cm, batang semu, bulat, membentuk rimpang dan berwarna
hijau. Daun tunggal, bulat memanjang, ujung runcing, bertulang menyirip,
panjang 10-27 cm, lebar 4,5 cm berpelepah, berbulu, dan berwarna hijau. Bunga
majemuk bentuk tandan, kelopak bunga hijau muda, mahkota berwarna putih,
buah memiliki garis tengah 1cm, bentuk kotak dan agak buat dengan bulu
menyelimuti badan buah (Soedibyo, 1995).
Umbi garut berwarna putih ditutupi dengan kulit yang bersisik berwarna
coklat muda, berbentuk silinder (Anwar, 1999). Umbi garut dapat dijadikan
sumber karbohidrat alternatif untuk menggantikan tepung terigu karena
kandungan patinya yang tergolong besar, terutama yang berumur 10 bulan setelah
tanam. Rimpang segar mengandung air 6972%, protein 1,02,2%, lemak 0,1%,
pati 19,421,7%, serat 0,61,3% dan abu 1,31,4% (Sastra, 2003).
Umbi

garut

dihasilkan

oleh

tanaman

garut,

berpotensi

untuk

dikembangkan sebagai pangan alternatif sumber karbohidrat. Tanaman garut


(Maranta arundinacea L) dikenal oleh masyarakat diseluruh nusantara sejak tahun
1936. Heyne (1987) menyatakan bahwa garut diberbagai daerah diindonesia
mempunyai nama yang berbeda misalnya sagu (palembang), larut/patot (jawa
barat), arus/jelarut/irut/larut/garut (jawa timur), labia walanta (gorontalo), huda
sula (ternate). Umbi garut berpotensi sebagai sumber pangan lokal yang
unggul karena dapat diolah menjadi pati dan emping yang merupakan salah
satu upaya diversifikasi ataupenganekaragaman bentuk olahan umbi garut.
Pati

garut

dapat

dimanfaatkan

scbagaibahan

pengganti

terigu

dalam

pengolahan pangan seperti pengolahan kue, Cuke, Roti(Djaafar et a1.,2002)

dan pasta ikan (Riyadi dan Darmanto, 2003). Sedangkan ernping garut dapat
digunakan

sebagai

pengganti

emping

rnlinjo

yang saat ini

sudah

rnulaidihindari oleh para manula. Emping garut merniliki keunggulan karena


tidak mengandung kolesterol (Djaafar dan Rahayu. 2003).
Pati garut, merupakan polimer karbohidrat yang dususun dalam tanaman
oleh interaksi antarmolekul protein pembentuk gluten, yaitu dengan ikatan
hidrogen dan ikatan disulfida maupun ikatan ionik (Belitz dkk, 1986). Menurut
Djaafar dan Rahayu (2006) pati garut dapat dimanfaatkan sebagai bahan substitusi
teruGi dalam pengolahan pangan. Beberapa penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan bahan pati garut diantaranya adalah pregelatinasi pati garut sebagai
matriks tablet oleh Anwar dkk., (2006). Penelitian Wijayanti (2007), substitusi
tepung gandum dengan tepung garut pada pembuatan roti tawar menunjukkan
adanya peningkatan kadar serat pangan pada roti tawar sebesar 7,13 7,97 %.
Pada penelitian Noor (2013), pembentukkan siklodekstrin (pati termodifikasi)
dengan hidrolisis pati garut secara enzimatis.
Selain sebagai sumber karbohidrat, umbi garut juga memiliki manfaat
kesehatan terutama bagi penderita diabetes atau penyakit kencing manis yang
merupakan penyakityang disebabkan oleh terlalu tingginya kadar gula darah.
Umbi garut memiliki indeks glisemik yang rendah (14) dibanding umbiumbian lainnya, seperti gembili(90), kimpul(95), ganyong (105) dan ubijalar
(179) (Marsono, 2002).lndeks glisemik merupakanukuran yang menyatakan
kenaikan

gula

bersangkutan.

darah

setelah

Semakin

tinggi

seseorang
indeks

mengkonsumsi makanan

glisemik

berarti

semakin

yang
tidak

baikmakanan tersebut untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes (Trusrvell.


1992)

BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat

:- Pisau
- Panci
- Baskom
- Lap
- Kompor
- Sendok

3.1.2 Bahan

:- Umbi garut umur 6 bulan, 8 bulan, dan 10 bulan

3.2 Pengolahan umbi garut


Umbi garut yang sudah dipanen pada berbagai umur yaitu umbi garut
panen pada umur 6 bulan, 8 bulan, dan 10 bulan. Umbi garut akan diolah menjadi
pati garut dengan serangkaian proses yang akan dipergunakan. Untuk percobaan
dilakukan perebusan untuk membedakan sifat fisik antara umbi sebelum direbus
dengan umbi yang sudah direbus dengan perbedaan umur panen umbi.
Skema Kerja :

Umbi Garut

Pengupasan Kulit Ari

Pencucian dan Pemotongan

Perebusan
Variabel Fisik yang diamati:

1.
2.
3.
4.

Warna (sisik, kulit, daging)


Jumlah ruas
Panjang rimpang
Tekstur

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Skema kerja dan fungsi perlakuan

Dalam perebusan umbi garut hal pertama yang dilakukan yaitu


menyiapkan peralatan yang akan digunakan, dan umbi garut. Pertama umbi
garut dibedakan menjadi 3 yaitu umbi garut dengan pemanenan 6 bulan, 8
bulan dan 10 bulan, kemudian dilakukan pengupasan kulit ari dari umbi garut
ini. Selanjtnya pencucian umbi garut fungsi dari pencucian umbi ini yaitu
untuk membersihkan sisa-sisa kotoran ataupun getah yang menempel pada
umbi setelah pengupasan. Setelah itu umbi dipotong fungsi pemotongan ini
yaitu memudahkan dalam perebusan. Dan tahap yang terakhir yaitu
perebusan umbi garut fungsi dari perebusan ini yaitu untuk mengetahui
perbedaan fisik umbi garut.
4.2 Analisa Data
Sifat fisik umbi garut yang diamati meliputi warna sisik, kulit dan daging,
jumlah ruas, panjang umbi, dan diameter umbi. Umbi garut dari berbagai
umur panen yang berbeda memiliki sifat fisik yang hampir sama. Hasil
pengamatan sifat fisik umbi garut pada berbagai umur panen.
Tabel 1. Hasil pengamatan sifat fisik umbi garut pada berbagai umur panen
Umur panen
8 bulan
9 bulan
10 bulan

Warna Sisik
Coklat muda
Coklat
Coklat

Warna Kulit
Putih
Putih
Putih

Warna daging
Putih
Putih
Putih

Jumlah ruas
13 ruas
15 ruas
19 ruas

Warna sisik umbi dapat digunakan sebagai tanda kematangan umbi garut.
Umbi garut yang masih muda memiliki warna sisik yang berwarna putih. Karena
pada umumnya karbohidrat merupakan zat padat berwarna putih. Sedangkan umbi
garut yang sudah tua memiliki warna coklat. Dari tabel terlihat bahwa mulai umur
8 bulan umbi garut sudah cukup tua dan siap untuk dipanen. Ruas yang paling
banyak ditemukan pada umbi yang berumur paling tua yaitu 10 bulan. Ruas ruas
pada umbi garut menunjukkan bahwa umbi garut sebenarnya merupakan batang
menjakar, atau dapat disebut sebagai umbi. Selain sebagai batang muda, juga
berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan makanan dalam bentuk pati. Warna
kulit umbi maupun daging umbi garut dari berbagai umur panen memperlihatkan
warna yang sama, yaitu putih dan kulitnya sedikit mengkilap. Umbi garut

mengandung lilin, tanin, dan lignin yang menyebabkan permukaan kulit umbi
menjadi kelihatan licin dan memantulkan sinar.
Tabel 2
Umur Panen
8 bulan
9 bulan
10 bulan

Panjang umbi

Diameter umbi

(cm)
12.664 a
12.740 a
13.652 a

(cm)
2.384 a
2.528 a
2.624 a

Untuk tabel dua menunjukkan ukuran panjang dan diameter umbi pada setiap
masa panen. Tetapi dari tabel diatas tidak menunjukkan perbedaan ukuran yang
signifikan. Semakin lama umur panen, maka penumpukan cadangan makanan
dalam bentuk rimpang akan semakin banyak sehingga menyebabkan ukuran
menjadi besar.
Tetapi perbedaan umbi garut setelah direbus dan sebelum direbus yaitu
mempunyai rasa manis dan bila sudah tua banyak seratnya sehingga mengurangi
kelezatannya.Setelah dilakukan perebusan pada umbi garut, terjadi perubahan
pigmen. Daging umbi garut berubah menjadi warna kuning kecoklatan. Hal ini
disebabkan karena pigmen yang terkandung dalam umbi garut peka terhadap
panas, sehingga berubah warna menjadi kuning kecoklatan.
Setelah dilakukan perebusan, didapatkan perubahan fisik pada sampel
umbi garut. Warnanya menjadi kuning kecoklatan, mempunyai aroma khas umbi
garut, rasanya hambar, dan memiliki tekstur yang keras berserat. Perubahan warna
kuning kecoklatan disebabkan perubahan pigmen pada umbi garut. Setiap bahan
makanan yang dilakukan pengolahan mengeluarkan aroma khas masing-masing
bahan makanan termaksud perubahan aroma pada umbi garut. Rasa hambar pada
sampel umbi garut disebabkan karena tidak adanya kandungan yang dominan
pada umbi garut. Tekstur keras pada umbi garut disebabkan kandungan serat yang
banyak dalam sampel umbi garut.

BAB 5 PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dari penjelasan makalah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa umbi
garut dengan perbedaan umur panen memiliki perbedaan pada ruas rimpang.
Dan sifat fisik dari umbi garut sebelum dan sesudah direbus memiliki
perbedaan pada warna, tekstur dan rasa. Dengan banyaknya manfaat dari

umbi garut, umbi garut dapat digunakan untuk pembuatan tepung. Dengan
kandungan indeks glisemik yang rendah.
1.2 Saran
Dengan adanya penjelasan di atas, diversifikasi pangan itu perlu dilakukan
untuk mengurangi konsumsi beras dan bahan pangan alternatif yang dapat
dimanfaatkan adalah umbi garut dengan berbagai manfaatnya.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Sudarso. 1999. Sanitasi Makanan dan Minuman Pada Institusi
Pendidikan Tenaga Sanitasi. Jakarta:Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI.
Belitz dkk,1986. Food Chemistry. New York :Springer Verlag.
Djaafar, T.F. dan S. Rahayu. (2006). Teknologi Pemanfaatan Umbi Garut, Pangan
Sumber Karbohidrat. Yogyakarta : Jurnal Badan Ketahanan Pangan

bekerja sama dengan Pusat Kajian Makanan Tradisional Universitas


Gadjah Mada,
Djaafar, Titiek F, et.al. 2010. Pengembangan Budidaya Tanaman Garut dan
Teknologi Pengolahannya untuk Mendukung Ketahanan Pangan.
Yogyakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta.
Djaafar,T.F. dan S. Rahayu, 2003. Teknologi Pemanfaatan Umbi Garut.
Unpublished, 29 hal
Djaafar,T.F.,S. Rahayu, Wiryatmi dan A!.Amin SEP., 2002. Penelitian Adaptasi
Teknologi Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian Lahan Kering Dataran
Rendah dalam Menunjang Agroindustri di DIY. Laporan Kegiatan Proyek
ARMP-li. BPTP Yogyakarta, 37 hal Fakultas Teknologi Pertanian UGM..
Heyne, K., (1987), Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid 3. Jakarta :Departemen
Kehutanan.
Ho, L. H. dan A. A. Noor Aziah. 2013. Dough mixing and thermal properties
including the pasting profiles of composite flour blends with added
hydrocolloids. International Food Research Journal 20 (2): 911-917.
Maranta arundinacea Linn.
Marsono, Y. 2002. Indeks glikemik umbi-umbian. Buletin Agritech. 22:13-16.
Riyadi. P.H. dan Y.S. Darmanto, 2003.Peran tepung garut (Marantha Anndinacea
L.) sebagai alternatif substitusi tepung terigu pada proses pembuatan pasta
ikan. Kumpulan Hasil Penelitian Terbaik Bogasari Nugraha 1998-2001
Rukmana, R. 2000. Usaha Tani Jahe. Yogyakarta : Kanisius.
Sastra, D. R. 2003. Analisis Keragaman Genetik Maranta arundinaceae L.
Berdasarkan Penanda Molekuler RAPD (Random Amplified Polymophic
DNA). Jurnal Sains dan Teknologi BPPT. V5. N5. 30. Pusat Pengkajian
dan Penerapan Teknologi Budidaya Pertanian. BPPT.

Soedibyo. 1995. Alam Sumber Kesehatan, Manfaat dan Kegunaan. Jakarta : Balai
Pustaka.
Trusrvell,A.S.,1992. Glycemic indexof foods. Eur. J.Clin.Nutr., 46(suppl 2):91101
Wijayanti, Y.R. (2007). Substitusi Tepung Gandung (Triticum aestivum) dengan
Tepung Garut (Marantha arundinacea L) pada Pembuatan Roti Tawar.
Skripsi, Universitas Gadjah Mada.

LAMPIRAN DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai