Anda di halaman 1dari 26

65

LAPORAN PRAKTIKUM
PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL
MODUL 3 - PENGUJIAN IMPAK



DELIANA RAMDANIAWATI
1206217364
KELOMPOK: 7






LABORATORIUM METALURGI FISIK
DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2014
66

MODUL 3
PENGUJIAN IMPAK

I. Tujuan Praktikum
1. Menjelaskan tujuan dan prinsip dasar pengukuran harga impak dari
logam.
2. Mengetahui temperatur transisi perilaku kegetasan baja struktural ST 42.
3. Menganalisa permukaan patahan (fractografi) sampel impak yang diuji
pada beberapa temperatur.
4. Membandingkan nilai impak beberapa jenis logam.
5. Menjelaskan perbedaan metode Charpy dan Izod.

II. Dasar Teori
Uji impak adalah pengujian material dengan menggunakan pembebanan yang
cepat (rapid loading) atau secara tiba-tiba. Uji ini bertujuan untuk mengetahui
sifat mekanis material terhadap beban impact atau kejut dan juga untuk
mengetahui besar energi pada temperatur variasi rendah - tinggi akibat beban
kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan
kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan.

Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi
operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan konstruksi dan
transportasi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan
melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada
saat kecelakaan.

Terdapat 3 macam pengujian impak: pendulum weight test, drop test, dan
crash test. Drop wight test yakni memanfaatkan baban kejut berupa benda
yang bergerak jatuh bebas. Seperti pada gambar berikut:
67


Gambar 1. Uji impak dengan metode drop test

Sedangkan crash test ialah pengujian impak dengan sengaja menabrakkan
benda uji ke suatu benda rigid lain yang lebih besar dan keras, sehingga gaya
gravitasi tidak berperan dalam uji ini. Sebagai contoh yaitu pengujian
otomotif seperti gambar berikut ini:

Gambar 2. Uji impak metode crash test

68

Tipe yang ketiga dan yang paling banyak digunakan untuk pengujian material
yaitu pendulum weight test. Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan
energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian
tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi
maksimum hingga mengakibatkan perpatahan. Pada pengujian impak ini
banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan
merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. suatu
material dikatakn tangguh bila memiliki kemampuan menyerap beban kejut
yang besar tanpa mengalami retak atau deformasi dengan mudah. Gambar di
bawah ini memberikan ilustrasi suatu pengujian impak dengan metode
Charpy.


Gambar 3. Mekanisme pengujian impak

Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya
dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial)
penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga
impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan oleh :


69

dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas
penampang di bawah takik dalam satuan mm2.

dimana : P = beban yang diberikan (Newton)
H
o
= ketinggian awal bandul (mm)
H
1
= ketinggian akhir setelah terjadi perpatahan benda uji (mm)
Benda uji impak dikelompokkan kedalam dua golongan sampel standar
(ASTM E-23) yaitu batang uji Charpy (Metode Charpy - USA) dan batang
uji Izod ( Metode Izod Inggris dan Eropa).

1. Batang Uji Charpy
Sampel uji memiliki dimensi ukuran yaitu 10x10x55 mm (tinggi x lebar x
panjang). Dengan posisi takik (notch) berada di tengah, kedalaman takik 2
mm dari permukaan benda uji, dan sudut takik 45. Bentuk takik berupa
huruf bentuk U, V, key hole ( seperti lubang kecil). Benda diletakkan pada
tumpuan dengan posisi horisontal dan tidak dijepit. Hal ini menyebankan
pengujian berlangsung lebih cepat, sehingga memudahkan untuk
melakukan pengujian pada temperatur transisinya. Sedangkan ayunan
bandul dari arah belakang takik dengan pembebanan dilakukan dari arah
punggung takik.

Bentuk dari takik pun bermacam-macam, seperti : takik model V, model U
dan model lubang kunci. Jenis takik tergantung pada standar yang
digunakan. Adapun ukuran dari spesimen uji impak untuk metode charpy
adalah :
70


Gambar 4. Sampel uji impak Charpy

Gambar 5. Arah pembebanan pada sampel uji impak Charpy

Pada metode charpy ayunan bandul datang dari arah belakang takik
dengan pembebanan dilakukan dari arah punggung takik. Posisi benda uji
Charpy pada alat uji ialah horizontal dan tidak dijepit. Pengujian impak
berlangsung lebih cepat karena benda uji tidak perlu dijepit, sehingga
metode Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai
temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi.

2. Batang Uji Izod
Sampel uji memiliki dimensi ukuran yaitu 10 x 10 x 75 mm (tinggi x lebar
x panjang). Dengan posisi takik berada pada jarak 28 mm dari ujung benda
71

uji, kedalaman takik 2 mm dari permukaan benda uji, dengan sudut takik
45. Bentuk takik berupa huruf U, V , atau key hole (seperti lubang kunci).
Benda diletakkan pada tumpuan dengan posisi vertikal dan dijepit. Sampel
yang dijepit menyebabkan pengujian berlangsung lama, sehingga tidak
cocok digunakan pada pengujian dengan temperatur yang bervariasi.
Sedangkan ayunan bandul dari arah depan takik dengan pembebanan
dilakukan dari arah muka takik.

Gambar 6. Sampel uji impak izod dan arah pembebanannya

Dari aplikasinya, metode Charpy umumnya banyak digunakan unttuk
menguji ketangguhan suatu sampel berupa sampel logam sedangkan
metode Izod biasanya digunakan untuk menguji impak sampel berupa
polimer atau komposit. Sedangkan dari segi alatnya, metode Charpy
berukuran sangat besar dan jauh lebih berbahaya dibanding alat uji Izod,
sementara alat uji Izod lebih bersahabat dan portable.

Pengukuran lain yang bisa dilakukan dalam pengujian impak Charpy
adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis
perpatahan (fractografi) yang terjadi. Secara umum perpatahan impak
digolongkan menjadi 3 jenis perpatahan, yaitu :
1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan
mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam material /
logam (logam) yang ulet (ductile).
72

2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme
pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari material / logam
(logam) yang rapuh (brittle).
3. Perpatahan campuran, merupakan kombinasi kedua jenis
perpatahan di atas.

Informasi lain yang dapat diperoleh dari pengujian impak adalah
temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang
menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji
pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur
yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi
material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur rendah
material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Temperatur transisi
umumnya ditemui pada material yang memiliki struktur kristal BCC.
Temperatur transisi ini dapat ditentukan dari grafik hasil plotan energy
yang diserap oleh material terhadap perubahan temperature (kurva DBTT).

Terdapat 5 jenis temperatur transisi pada suatu kurva DBTT:
1. Temperatur transisi T1 yaitu temperatur ketika perpatahan 100%
berupa perpatahan ulet (berserat).
2. Temperatur transisi T2 yaitu temperatur ketika perpatahan 50%
cleavage dan 50% ulet.
3. Temperatur transisi T3 yaitu temperatur ketika energi absorpsi
rata-rata antara shelf bagiana atas dan bagian bawah..
4. Temperatur transisi T4 didefinisikan Cv = 20J.
5. Temperatur transisi T5 yaitu temperatur ketika perpatahan 100%
cleavage (brittle).

73


Gambar 7. Temperatur transisi yang berbeda-beda


Gambar 8. Perbedaan tipe perpatahan pada temperatur yang berbeda

Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur
yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam
kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila
temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu
driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Dengan
meningkatnya vibrasi vacancy akan semakin tinggi dan dengan begitu
74

dislokasi akan sangat mudah bergerak. Dengan semakin mudahnya
dislokasi bergerak deformasi menjadi lebih tinggi dimana derajat
deformasi yang tinggi merupakan salah satu ciri keuletan.

Sebaliknya pada temperatur di bawah 0
O
C, vibrasi atom relatif sedikit
sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi tidak terlalu
berperan dalam terjadinya perpatahan ketika uji impak dilakukan. Ketika
beban terjadi tiba-tiba pada material dengan temperatur rendah maka
patahan terjadi karena putusnya ikatan antar atom, mode perpatahan yang
terjadi adalah patahan getas dengan begitu perpatahan energi yang relatif
lebih rendah.

Informasi mengenai temperatur transisi menjadi demikian penting bila
suatu material akan didisain untuk aplikasi yang melibatkan rentang
temperatur yang besar, misalnya dari temperatur dibawah 0
O
C hingga
temperatur tinggi di atas 100
O
C. Contoh sistem penukar panas (heat
exchanger). Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur
kristal FCC seperti tembaga dan aluminium bersifat ulet pada semua
temperatur sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat
rapuh.

Bahan keramik, polimer dan logam-logam BCC dengan kekuatan luluh
yang rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperatur
dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai pada jembatan, kapal,
jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada temperatur rendah.

Bentuk dan posisi kurva DBTT menetukan letak titik temperatur transisi,
yang mana memegang peranan penting dalam pertimbangan desain suatu
struktur/ komponen. Sedangkan bentuk dan posisi kurva DBTT
dipengaruhi oleh:
1. Struktur kristal
75

Hanya material yang memiliki struktur kristal BCC yang dapat
mengalami temperatur transisi. Hal ini dikarenakan slip system yang
terbatas pada temperatur rendah. Semakin tinggi suhu, semakin leluasa
slip systemnya. Pada material dengan struktur kristal HCP maupun
FCC, ketangguhan relatif sama diseluruh temperatur (tidak ada
perbedaan mencolok sebagaimana BCC)

Gambar 9. Grafik efek temperatur terhadap kekuatan impak

2. Interstisi atom
Atom interstisi disini biasanya adalah karbon. Walaupun mangan juga
dapat memengaruhi kurva DBTT, semakin sedikit kandungan karbon,
semakin curam kurva DBTT, atau dengan kata lain semakin ulet
perpatahannya pada temperatur tinggi.
76


Gambar 10. Pengaruh kandungan karbon pada kurva DBTT

3. Ukuran butir
Semakin kecil ukuran butir, kurva DBTT semakin bergeser ke kiri.
Sehingga memiliki temperatur transisi yang lebih rendah yang berarti
lebih aplikatif (makin tinggi temperatur transisi, makin jelek suatu
materialk karena pada saat digunakan makin mudah mencapai
perpatahan ductile yang mana dibenci orang-orang material).

Gambar 11. Pengaruh ukuran butir terhadap kurva DBTT



77

4. Perlakuan panas
Semakin tinggi temperatur temper, semakin tinggi ketangguhan
sehingga kurva DBTT makin bergeser keatas.

Gambar 12. Pengaruh suhu temper terhadap kurva DBTT

5. Orientasi specimen
Sifat anisotropik terutama ditunjukkan oleh logam yang sudah di
coldwork. Sampel yang arah memanjangnya sama dengan arah rolling
memiliki ketangguhan yang lebih tinggi dibandingkan sampel yang
tegak lurus arah rolling. Hal ini ada katannya dengan susunan atom
yang terdeformasi jadi panjang-panjang dan arah perambatan crack
pada uji impak.

Gambar 18. Pengaruh orientasi spesimen terhadap kurva DBTT
78

6. Ketebalan specimen
Semakin tebal spesimen, semakin susah untuk berdeformasi plastis
sehingga semakin brittle.

Gambar 19. Struktur yang tebal memiliki ketangguhan lebih rendah

Standar uji impak:
JIS Z 2202 Test pieces for impact test for metallic materials
ASTM E23 - 07ae1 Standard Test Methods for Notched Bar
Impact Testing of Metallic Materials

79

III. Metodologi Penelitian
III.1 Alat dan Bahan
1. Impact testing machine (metode Charpy) kapasitas 30 Joule.
2. Caliper dan/atau micrometer
3. Stereoscan macroscope
4. Termometer
5. Furnace
6. Sampel uji impak baja ST 42 dan Cu-Zn (3 buah)
7. Dry ice

III.2 Flowchart Proses Pengujian



80

Referensi

Modul Praktikum Pengujian Material (Destructive Test) Departemen Teknik
Metalurgi dan Material FTUI 2014
Anonimus. Modul Praktikum Metalurgi (Logam). 2012. Fakultas Teknik
Mesin. Universitas Muhammadiyah Surakarta

81

IV. Pengolahan Data
a. Data percobaan
i. Tabel
No
Nama
Bahan
T
(
o
C)
a
(mm)
b
(mm)
A
(mm
2
)
E
(Joule)
HI
(Joule/mm
2
)
Bentuk
Patahan
Deskripsi
Patahan
1 Fe -0.27 8 10 80 252 3.15 Getas Mengkilap
2 Fe 25.2 8 10 80 132 1.65 Ulet Buram
3 Fe 93.4 8 10 80 256 3.2 Ulet Buram
4 Cu-Zn -0.41 8 10 80 10 0.125 Getas Mengkilap
5 Cu-Zn 25.2 8 10 80 16 0.2 Getas Mengkilap
6 Cu-Zn 114.8 8 10 80 8 0.1 Getas Mengkilap

ii. Foto sampel

Suhu Ruang Panas

Dingin
82


Suhu Ruang Dingin

Panas

b. Contoh perhitungan
Harga Impak Fe
Pada suhu -0.27
o
C


Pada suhu 25.2
o
C


Pada suhu 93.4
o
C



Harga Impak Cu-Zn
Pada suhu -0.41
o
C


83

Pada suhu 25.2
o
C




Pada suhu 114.8
o
C



c. Grafik
i. Grafik HI vs T
1. Grafik HI vs T (Fe)


2. Grafik HI vs T (Cu-Zn)

0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
-20 0 20 40 60 80 100
H
a
r
g
a

I
m
p
a
k

(
J
o
u
l
e
/
m
m
2
)

Suhu (
o
C)
Grafik HI vs T ( Fe )
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
-20 0 20 40 60 80 100 120 140
H
a
r
g
a

I
m
p
a
k

(
J
o
u
l
e
/
m
m
2
)

Suhu (
o
C)
Grafik HI vs T ( Cu-Zn )
84

3. Grafik HI vs T (Gabungan)


V. Analisis
a. Prinsip Pengujian
Prinsip utama pengujian impak adalah dengan memberi pembebanan
impak (kejut) secara tiba-tiba kepada material. Hal yang diamati adalah
seberapa besar energi yang mampu diserap oleh material tersebut
sebelum akhirnya dia mengalami deformasi atau patah. Energi yang
diserap merupakan transfer dari energi ayunan bandul yang dijatuhkan
dari ketinggian tertentu (energi potensial dan energi kinetik). Jadi,
pengujian impak merupakan suatu pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui respon dari suatu material ketika mendapatkan beban kejut.
Metode pembebanan impak sebenarnya ada dua yaitu charpy dan izod.
Namun, pada pengujian kali ini yang digunakan adalah metode Charpy.
Izod tidak dipakai karena pada izod sampel harus dijepit dan dalam
percobaan kali ini suhu juga akan dimainkan sebagai variabel yang
mempengaruhi harga impak, sehingga tidak memungkinkan untuk
memakai metode izod.

Pada pengujian ini kami ada dua jenis spesimen uji dengan tiga macam
variasi temperatur. Spesimen yang digunakan adalah Logam Ferrous dan
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
-20 0 20 40 60 80 100 120 140
H
a
r
g
a

I
m
p
a
k

(
J
o
u
l
e
/
m
m
2
)

Suhu (
o
C)
Grafik HI vs T
Fe
Cu-Zn
85

Kuningan. Variasi temperatur yang digunakan pada masing-masing
sampel adalah temperatur suhu kamar , temperatur tinggi, dan
temperatur dibawah nol.

Spesimen uji yang digunakan pada percobaan kali ini adalah Baja ST-42
dan Kuningan (Cu-Zn), dengan variasi temperatur :

Pada Baja ST-42
Temperatur -0.27
o
C didapatkan dengan mencelupkan sampel ke
nitrogen cair
Temperatur 25.2
o
C didapatkan dengan sampel dibiarkan di
temperatur ruang
Temperatur 93.4
o
C didapatkan dengan memanaskan sampel

Pada Kuningan (Cu-Zn)
Temperatur -0.41
o
C didapatkan dengan mencelupkan sampel ke
nitrogen cair
Temperatur 25.2
o
C didapatkan dengan sampel dibiarkan di
temperatur ruang
Temperatur 114.8
o
C didapatkan dengan memanaskan sampel

Sebelum melakukan pengujian, terlebih dahulu kami melakukan
perhitungan untuk mencari luas di bawah takik (a x b) di mana a adalah
panjang di bawah takik dan b adalah
lebar di bawah takik, di mana luas di
bawah takik tidak dipengaruhi oleh
sudut takik. Bentuk takik yang
digunakan pada percobaan kali ini
adalah bentuk V dengan sudut 45
o
.
Berikut ini adalah gambar skematis
pengujian impak:

86

Setelah melakukan pengukuran dan preparasi sampel, langkah
selanjutnya adalah pengujian impak dengan beban uji sebesar 300 Joule.
Saat pengujian, kita harus memastikan bahwa takik berada di tengah,
agar beban yang datang tepat mengenai takik tersebut. Pada pengujian
ini, energi yang diserap sudah menggunakan skala joule dan bisa
langsung dibaca pada skala penunjuk yang telah dikalibrasi yang
terdapat di mesin penguji. Setelah pengujian selesai, harga impak (HI)
ditentukan dengan membagi besar energi yang diserap (E) dengan luas
area di bawah takik (A).

b. Analisis Grafik HI vs T
i. Analisis Grafik Fe
Pada grafik harga impak vs temperatur untuk baja ST-42
didapatkan variasi harga impak untuk setiap variasi temperatur.
Pada temperatur rendah (-0.27
o
C) didapatkan nilai HI 3.15
Joule/mm
2
. Untuk sampel yang berada di temperatur ruang
(25.2
o
C) didapatkan nilai HI 1.65 Joule/mm
2
. Untuk sampel yang
dipanaskan (93.4
o
C) didapatkan nilai HI 3.2 Joule/mm
2
. Jadi dapat
dilihat bahwa harga impak tertinggi dari spesimen baja ST-42
didapatkan pada suhu -0.27
o
C. Selain itu, dari grafik dapat dilihat
bahwa harga impak baja ST-42 meningkat seiring pertambahan
temperatur.

Menurut literatur, harga impak dari suatu material akan meningkat
seiring dengan meningkatnya temperatur. Hal itu dikarenakan pada
struktur BCC, vibrasi atom yang terjadi akan meningkat dan
membuat jarak antar atom menjadi merenggang. Akibatnya,
dislokasi menjadi lebih mudah untuk bergerak ketika deformasi
muncul. Nah, dislokasi tidak selamanya bisa bergerak. Ada kalanya
dislokasi sudah tak bisa bergerak lagi karena terjadi interaksi-
interaksi antar dislokasi yang membentuk belitan-belitan dislokasi
(jaring-jaring frank). Semakin mudahnya dislokasi bergerak akibat
87

kenaikan suhu, menyebabkan waktu yang diperlukan dislokasi
untuk mencapai batas maksimum pergerakannya (pembentukan
belitan) menjadi lebih lama. Alhasil, energi yang diterima pun bisa
lebih banyak karena dislokasi terus-menerus menyerap energi
untuk bergerak selama dia mampu bergerak hingga batas
maksimalnya.

Jika dibandingkan data hasil pengujian dengan literatur, maka hasil
pengujian impak tidak sesuai dengan literatur. Pada literatur
didapatkan bahwa harga impak meningkat seiring meningkatnya
temperatur. Namun pada pengujian didapatkan bahwa harga impak
pada suhu rendah malah meningkat bila dibandingkan dengan suhu
ruang.

Hal ini bisa terjadi akibat peletakan sampel yang tidak pas berada
di tengah yang menyebabkan benturan tidak pas mengenai
punggung takik. Selain itu, perbedaan data dapat terjadi karena
kesalahan saat pembacaan energi yang diserap. Pada saat
praktikum pun mengalami kendala seperti alat uji yang sempat
rusak. Ada jarak antara pengujian material satu dengan yang
lainnya. Hal ini memungkinkan kalibrasi yang berbeda.

ii. Analisis Grafik Cu-Zn
Berdasarkan grafik HI vs T pada spesimen kuningan, harga impak
dari spesimen kuningan pada temperatur 0.41
o
C adalah 0.125
J/mm
2
, harga impak dari spesimen kuningan pada temperatur
25.2
o
C sebesar 0,2 J/mm
2
sedangkan harga impak dari spesimen
kuningan pada temperatur 114.8
o
C sebesar 0.1 J/mm
2
.

Berdasarkan literatur harga impak dari material cenderung naik
seiring dengan naiknya temperatur. Sementara itu, pada hasil
pengujian harga impak tertinggi didapat pada suhu rendah, diikuti
88

harga impak pada suhu tinggi, dan harga impak terendah dimiliki
oleh sampel pada suhu ruang. Kesalahan mungkin saja disebabkan
oleh peletakan sampel yang tidak tepat dan terlalu lama
membiarkan sampel yang seharusnya dingin di suhu ruang
sehingga suhu benda uji kembali ke suhu ruang lagi.

iii. Analisis Grafik Perbandingan Kedua Sampel
Grafik HI vs temperatur pada spesimen Logam Ferrous dan
spesimen kuningan menunjukkan perbedaan harga impak yang
sangat signifikan antara Ferrous dan kuningan. Hal tersebut
menunjukkan kalau logam ferrous memiliki ketahanan impak yang
jauh lebih baik daripada kuningan. Hasil di lapangan sangat
mendukung grafik tersebut. Pada uji impak, sampel ferrous sama
sekali tidak ada yang patah. Sebaliknya, semua sampel kuningan
dengan variasi temperatur berapapun menghasilkan kuningan yang
patah setelah mengalami benturan meskipun nilai impaknya
berbeda-beda. Hal tersebut jelas membuktikan bahwa ferrous lebih
mampu untuk menyerap energi lebih banyak dan meredam energi
tersebut sebelum deformasi terjadi.

c. Analisis Temperatur Transisi
Temperatur transisi merupakan temperatur di mana suatu material
mengalami perubahan sifat dari ulet ke getas akibat penurunan
temperatur. Temperatur transisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain struktur kristal, atom intersisi, dan ukuran butir material. Pada
pengujian impak kali ini, kita dapat menganalisis tentang temperatur
transisi dari kedua spesimen uji. Seharusnya Fe memiliki temperatur
transisi karena struktur kristalnya adalah BCC, namun karena kesalahan-
kesalahan yang diperbuat maka kurva yang dihasilkan tidak sesuai
dengan yang ada pada literature. Sedangkan untuk Cu-Zn, seharusnya
tidak memiliki temperatur transisi karena struktur kristalnya adalah FCC.

89

d. Analisis Hasil Perpatahan Sampel pada Variasi T
i. Fe
Pada uji impak sampel baja ST-42, tidak ada sampel yang
mengalami perpatahan. Baja pada suhu ruang memiliki perpatahan
campuran antara perpatahan granular dan berserat, sementara pada
suhu dingin juga terjadi perpatahan campuran dengan didominasi
oleh perpatahan berserat. Sementara pada baja yang dipanaskan
terlebih dahulu, perpatahan yang terjadi adalah perpatahan berserat.

Hal ini berbeda dengan literatur karena seharusnya baja bersifat
getas pada suhu rendah sehingga akan memiliki perpatahan
kristalin. Analisa mengenai perbedaan hasil pengujian dengan
literatur telah dijelaskan pada subbab sebelumnya.

ii. Cu-Zn
Pada pengujian impak untuk sampel kuningan, kuningan
mengalami perpatahan pada setiap temperatur uji. Dari perpatahan
yang terjadi, terlihat bahwa permukaan patahan mengkilat dan
datar. Hal ini menunjukkan bahwa perpatahan yang terjadi adalah
perpatahan granular/kristalin. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kuningan memiliki sifat yang getas.

VI. Kesimpulan
Pengujian impak dengan metode Charpy dapat digunakan untuk
mengetahui ketangguhan suatu material dengan variasi temperatur dari
suatu material secara mudah
Harga impak dari Logam Ferrous lebih besar daripada harga impak dari
material kuningan (Cu-Zn).
Sampel impak spesimen ferrous umumnya menunjukkan perpaduan
antara patahan granular dan patahan fibrous pada daerah
pembengkokannya. Sementara sampel kuningan memiliki patahan yang
rata dan granular semua.
90

Pengujian impak pada berbagai temperatur memberikan data mengenai
temperatur transisi suatu material terutama pada logam berstuktur BCC.
Kuningan tidak memiliki temperatur transisi yang dapat terlihat pada
harga impak yang cenderung konstan di berbagai temperatur dan bentuk
kurva yang cenderung datar.

Anda mungkin juga menyukai