PENGUJIAN MULUR
6.1 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami prinsip dasar pengujian mulur.
2. Mendapatkan data hasil uji mulur dengan jenis spesimen yang berbeda.
3. Mengetahui parameter yang digunakan pada pengujian mulur.
4. Melakukan pengolahan data hasil pengujian mulur.
5. Memahami, mengetahui, dan menganalisis data hasil pengujian mulur.
6. Mengetahui perubahan pada spesimen uji mulur.
Terdapat tiga daerah creep yaitu, daerah I merupakan daerah dimana laju
creep tinggi , daerah II disebut juga daerah steady state yang menunjukkan daerah
stabil dan merupakan daerah keseimbangan terjadinya proses pengerasan dan
72
BAB VI PENGUJIAN MULUR Kelompok 11
pelunakan material (kurva berbentuk linier), dalam daerah II ini mekanisme creep
yang terjadi adalah diffusion creep, dislocation creep, dislocation glide, dan grain
boundary. daerah III merupakan daerah tertier yaitu daerah dimana material mulai
mengalami rupture atau dalam keadaan tidak aman pada tahap III ini terjadi
Necking, sliding, intergranular sliding, void, cavity, cracking/fracture/rupture.
Dari creep test didapat kurva creep pada pembebanan dan tegangan konstan
sebagai berikut:
Kurva diatas didapat dari creep test yang memiliki kelemahan dalam
pengerjaannya yaitu waktu yang lama (±10000 jam), beban rendah, sulit
mendapatkan kurvanya karena tiap kali pengecilan penampang perlu penurunan
tegangan. Untuk itu agar creep lebih mudah di amati maka dilakukan creep
rupture test yang menggunakan beban yang besar dan waktu yang singkat.
Mekanisme Creep dapat dipetakan menjadi beberapa bagian pada daerah
homologous temperature sebagai berikut:
a. Difusional creep (Nabarro-herring creep) adalah daerah creep yang di
control oleh tegangan dan difusi atom. Pada difusional creep terjadi migrasi
vacancy dan atom kearah berlawanan sesuai perubahan bentuk benda kerja
akibat deformasi sehingga benda kerja menjadi memanjang.
b. Coble creep adalah daerah creep yang menunjukkan adanya creep akibat
difusi atom tetapi peristiwa ini lebih sensitiv dibandingkan nabarro-hering
creep (ukuran butir lebih halus).
c. Dislocation creep adalah daerah dimana creep terjadi pada temperatur yang
lebih tinggi 0.5Tm.
d. Dislocation glide adalah daerah creep yang dipengaruhi oleh aktivasi termal
pada tegangan tinggi.
Untuk menentukan laju creep dan umur benda kerja biasanya di gunakan
metode Larson-Miller dengan menggunakan persamaan berikut:
H / R = T (C + log t)
Dimana:
H = energi aktivasi creep
R = konstanta gas
C = konstanta Larson-Miller
T = Temperatur
t = rupture life
Gambar 6.4 Contoh kurva Larson- Miller untuk paduan Besi S 590
Untuk konstruksi alat uji creep ini diperlukan bahan yang memiliki
kekuatan tinggi karena alat uji creep ini menggunakan batang penyangga utama,
batang penyangga beban, heater dan beban yang akan menghasilkan daya dorong
atau perpanjangan mulur yang cukup besar. Untuk menghindari kerusakan pada
saat pengujian konstruksi alat uji creep harus dirancang sedemikian rupa sehingga
mampu menahan beban tersebut diatas. Laju mulur dinyatakankan dengan:
dɛ
dt
di mana:
dε = pertambahan panjang
dt = waktu
Aplikasi atau penerapan uji mulur terdapat pada mesin pesawat terbang
dan mesin pembangkit tenaga listrik, yaitu terdapat pada bagian turbin. Pada
bagian turbin akan dihasilkan perputaran turbin yang sangat cepat yang
menghasilkan energi panas, dengan berkerja pada beban tarik, getaran, suhu tinggi
(1500oC), tekanan tinggi, putaran tinggi/ gaya sentrifugal. Pada kondisi tersebut
rawan terjadinya korosi tegangan dan korosi suhu tinggi atau mulur. Maka
Kesimpulan
6.4.1 Bahan
1. SUS 304
2. SUS 304 + NiCr + Cr3C2
3. SUS 304 + NiCr + Cr3C2 + Al2O3
Panjang akhir
a. Spesimen 1 = 43 mm
b. Apesimen 2 = 45,96 mm
c. Spesimen 3 = 42 mm
Tinggi awal
a. Spesimen 1 = 2,92 mm
b. Spesimen 2 = 2,96 mm
c. Spesimen 3 = 2,40 mm
Tinggi akhir
a. Spesimen 1 = 2,40 mm
b. Spesimen 2 = 3,84 mm
c. Spesimen 3 = 2,11 mm
Lebar awal
a. Spesimen 1 = 6,26 mm
b. Spesimen 2 = 6,28 mm
c. Spesimen 3 = 6,25 mm
Lebar akhir
a. Spesimen 1 = 6,46 mm
b. Spesimen 2 = 6,28 mm
c. Spesimen 3 = 4,21 mm
2. Tabel Spesimen
a. Spesimen 1
Tabel 6.1 Data Spesimen 1 Pengujian Mulur
b. Spesimen 2
Tabel 6.2 Data Spesimen 2 Pengujian Mulur
c. Spesimen 3
Tabel 6.3 Data Spesimen 3 Pengujian Mulur
△l5 8,35 mm
menit ke 5 = ɛ5 = = = 0,264073371
l0 31,62 mm
△l10 9,15 mm
menit ke 10 = ɛ10 = = = 0,289373814
l0 31,62 mm
Regangan Secondary Creep
△l15 9,5 mm
menit ke 15 = ɛ15 = = = 0,300442758
l0 31,62 mm
△l20 9,61 mm
menit ke 20 = ɛ20 = = = 0,303921569
l0 31,62 mm
△l25 9,65 mm
menit ke 25 = ɛ25 = = = 0,305186591
l0 31,62 mm
△l30 9,71 mm
menit ke 30 = ɛ30 = = = 0,307084124
l0 31,62 mm
△l35 9,87 mm
menit ke 35 = ɛ35 = = = 0,312144213
l0 31,62 mm
△l40 10,04 mm
menit ke 40 = ɛ40 = = = 0,317520557
l0 31,62 mm
△l45 10,1 mm
menit ke 45 = ɛ45 = = = 0,31941809
l0 31,62 mm
△l50 10,18 mm
menit ke 50 = ɛ50 = = = 0,321948134
l0 31,62 mm
△l55 10,23 mm
menit ke 55 = ɛ55 = = = 0,323529412
l0 31,62 mm
△l60 10,36 mm
menit ke 60 = ɛ60 = = = 0,327640734
l0 31,62 mm
△l65 10,45 mm
menit ke 65 = ɛ65 = = = 0,330487034
l0 31,62 mm
△l70 10,53 mm
menit ke 70 = ɛ70 = = = 0,333017078
l0 31,62 mm
b. Spesimen 2
Regangan Primary Creep
△ln
ɛn =
l0
△lo 8,9 mm
menit ke 0 = ɛ0 = = = 0,281378438
l0 31,63 mm
△l5 10,01 mm
menit ke 5 = ɛ5 = = = 0,316471704
l0 31,63 mm
△l10 11,04 mm
menit ke 10 = ɛ10 = = = 0,349035726
l0 31,63 mm
Regangan Secondary Creep
△l15 11,28 mm
menit ke 15 = ɛ15 = = = 0,356623459
l0 31,62 mm
△l20 11,4 mm
menit ke 20 = ɛ20 = = = 0,360417325
l0 31,63 mm
△l25 11,43 mm
menit ke 25 = ɛ25 = = = 0,361365792
l0 31,63 mm
△l30 11,47 mm
menit ke 30 = ɛ30 = = = 0,362630414
l0 31,63 mm
△l35 11,6 mm
menit ke 35 = ɛ35 = = = 0,366740436
l0 31,63 mm
△l40 10,83 mm
menit ke 40 = ɛ40 = = = 0,374012014
l0 31,63 mm
△l45 12 mm
menit ke 45 = ɛ45 = = = 0,379386658
l0 31,63 mm
△l50 12,07 mm
menit ke 50 = ɛ50 = = = 0,381599747
l0 31,63 mm
△l55 12,09 mm
menit ke 55 = ɛ55 = = = 0,382232058
l0 31,63 mm
△l60 12,18 mm
menit ke 60 = ɛ60 = = = 0,385077458
l0 31,63 mm
△l65 12,34 mm
menit ke 65 = ɛ65 = = = 0,390135947
l0 31,63 mm
△l70 12,51 mm
menit ke 70 = ɛ70 = = = 0,395510591
l0 31,63 mm
c. Spesimen 3
Regangan Primary Creep
△ln
ɛn =
l0
△lo 8,15 mm
menit ke 0 = ɛ0 = = = 0,257829801
l0 31,61mm
△l5 8,99 mm
menit ke 5 = ɛ5 = = = 0,28440367
l0 31,61 mm
△l10 9,12 mm
menit ke 10 = ɛ10 = = = 0,288516292
l0 31,61 mm
Regangan Secondary Creep
△l15 9,22 mm
menit ke 15 = ɛ15 = = = 0,291679848
l0 31,61 mm
△l20 9,5 mm
menit ke 20 = ɛ20 = = = 0,300537804
l0 31,61 mm
△l25 10,15 mm
menit ke 25 = ɛ25 = = = 0,321100917
l0 31,61 mm
△l30 10,19 mm
menit ke 30 = ɛ30 = = = 0,307084124
l0 31,61 mm
△l35 10,46 mm
menit ke 35 = ɛ35 = = = 0,330907941
l0 31,61 mm
△l40 10,52 mm
menit ke 40 = ɛ40 = = = 0,332806074
l0 31,61 mm
△l45 10,63 mm
menit ke 45 = ɛ45 = = = 0,336285985
l0 31,61 mm
△l50 10,84 mm
menit ke 50 = ɛ50 = = = 0,342929453
l0 31,61 mm
△l55 11,05 mm
menit ke 55 = ɛ55 = = = 0,34957292
l0 31,61 mm
△l60 11,21 mm
menit ke 60 = ɛ60 = = = 0,354634609
l0 31,61 mm
△l65 11,26 mm
menit ke 65 = ɛ65 = = = 0,356216387
l0 31,61 mm
△l70 10,32 mm
menit ke 70 = ɛ70 = = = 0,358114521
l0 31,61 mm
3. Slope
a. Spesimen 1
Slope Primary Creep
Diketahui: Menit (t1)= 5
Menit (t2)=10
ɛ5= 0,264073371
ɛ5= 0,289373814
Ditanya: Slope=...?
Jawab:
△t 10menit-5 menit
Slope = =
△ɛ 0,289373814-0,264073371
= 197,64 menit
Slope Secondary Creep
Diketahui: Menit (t15)= 15
Menit (t30)=30
ɛ15= 0,300442758
ɛ30= 0,0,307084124
Ditanya: Slope=...?
Jawab:
△t 30 menit-15 menit
Slope = =
△ɛ 0,307084124-0,300442758
= 2258,571 menit
b. Spesimen 2
Slope Primary Creep
Diketahui : Menit (t1)= 5
Menit (t2)=10
ɛ5 = 0,316471704
ɛ10 = 0,349035726
Ditanya: Slope=...?
Jawab:
△t 10menit-5 menit
Slope = =
△ɛ 0,349035726-0,316471704
= 153,5436 menit
Slope Secondary Creep
Diketahui : Menit (t35)= 35
Menit (t45)=45
ɛ35= 0,366740436
ɛ45= 0,379386658
Ditanya: Slope =...?
Jawab:
△t 45menit-35 menit
Slope = =
△ɛ 0,379386658-0,366740436
= 790,749996 menit
c. Spesimen 3
Slope Primary Creep
Diketahui : Menit (t0)= 0
Menit (t5)=5
ɛ0= 0,257829801
ɛ5= 0,28440367
Ditanya: Slope =...?
Jawab:
△t 5 menit-0 menit
Slope = =
△ɛ 0,28440367-0,257829801
= 188,15476 menit
= 173,681 menit
panjang spesimen secara cepat menuju perpatahan. Pada tahap ini terjadi
pengurangan luas penampang akibat adanya necking.
Pada kondisi mulur, patah terjadi ketika regangan mulur mencapai regangan
maksimal. Karena nilai mulur akan meningkat seiring dengan naiknya tegangan
dan/atau temperatur, sehingga umur masa kerja material/spesimen sampai patah
akan menurun apabila temperatur naik .
6.7 Kesimpulan
1. Spesimen pada pengujian mulur praktikum adalah SUS 304, SUS 304
NiCr+Cr3C2, SUS 304 NiCr+Cr3C2+Al2O3. Yang mengalami regangan
paling besar pada menit ke 0 sampai dengan menit ke 5 adalah SUS 304
yaitu 0,26407337, pada spesimen II yaitu 0,316471704. Pada spesimen
III adalah 0,316471704.
2. Daerah primary yaitu daerah/tahap spesimen uji mengalami peningkatan
regangan plastis dengan menurunnya laju regangan terhadap waktu.
3. Daerah secondary merupakan daerah tahap dimana spesimen uji
mengalami perpanjangan, namun tidak secepat pada tahap primary.
4. Daerah tertiary adalah tahap pertambahan panjang spesimen secara cepat
menuju perpatahan. Pada tahap ini terjadi pengurangan luas penampang
akibat adanya necking.
5. Nilai mulur akan meningkat seiring dengan naiknya tegangan dan/atau
temperatur, sehingga umur masa kerja material/spesimen sampai patah
akan menurun apabila temperatur naik.
6. Mulur dapat dipengaruhi temperatur dan diawali adanya sliding
(pergeseran) diantara butir-butir logam dan terjadi permanent
deformation (pengecilan penampang), selanjutnya patah. Jadi, butir
struktur mikro yang besar akan lebih baik untuk komponen yang akan
dipakai pada temperatur tinggi.