TUGAS AKHIR
Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Strata Satu Teknik pada Jurusan Teknik Metalurgi
Oleh:
NIM: 2613161078
BAB I
1
PENDAHULUAN
Bab ini menerangkan latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian, ruang
lingkup kajian, serta sistematika penulisan.
Bijih nikel telah lama diproses melalui jalur proses pirometalurgi untuk
menghasilkan ferronikel atau nikel matte (Voermann., 2004). Sedangkan proses
pengolahan bijih laterit dapat dilakukan dengan menggunakan metode
hidrometalurgi, seperti proses Caron, proses high pressure acid leaching (HPAL), dan
proses atmospheric pressure acid leaching (APAL) (Kyle., 2010). Penggunaan
metode hidrometalurgi ini memiliki keunggulan, yaitu menghasilkan produk utama
yang jauh lebih murni dibandingkan dengan penggunaan metode pirometalurgi. Dari
ketiga contoh proses dari metode hidrometalurgi tersebut, proses APAL merupakan
proses yang dipandang lebih ekonomis untuk diaplikasikan dalam skala industri
dibandingkan kedua proses lainnya. Hal ini disebabkan oleh penggunaan tekanan
atmosferis dalam prosesnya sehingga kebutuhan energi dan biaya operasional proses
ini rendah (McDonald dkk., 2008). Energi proses menjadi hal yang sangat krusial,
karena harga energi (listrik dan batubara sangat tinggi).
Proses yang dipilih yaitu atmosferik leaching, solvent extraction dan
electrowinning. Pada prosesnya, pengolahan limonit dilakukan menggunakan jalur
hidrometalurgi untuk mendapatkan nikel kobalt dengan menambahkan pelarut H2SO4,
Cyanex 272 dan Versatic untuk memisahkan nikel dan kobalt dari pengotor logam yg
lainnya yang selanjutnya akan diproses electrowinning untuk mendapatkan nikel
murni.
Adapun untuk perumusan masalah yang akan dilakukan penelitian ini sebagai
berikut:
1. Bagaimana parameter proses pelindian nikel dengan asam sulfat?
2. Bagaimana parameter proses solvent extraction Cyanex 272?
3. Bagaimana % Recovery Nickel?
3
Bab ini menjelaskan teori dasar mengenai nikel, jenis nikel laterit, proses pengolahan
bijih nikel dalam jalur hidrometalurgi, leaching, solvent extraction, electrowinning
dan review jurnal.
2.1 Nikel
% Kontr ibus i
30%
24%
25%
20% 16% 16%
15% 13%
11%
10% 8% 7%
5% 3% 2%
0%
ia L r
ra
l ri ca i ca ea
n
es
ia
hi
ne CA pe he
st Af er rib on
ro Ot
u Am a d li ip ew E u
A S C In Ph N &
C& ia
As
Indonesia merupakan negara yang memiliki cadangan bijih nikel oksida yang
cukup tinggi, sekitar 12-15 % cadangan nikel oksida dunia seperti ditunjukan pada
gambar 2.2 (Xinfang, 2008). Cadangan oksida tersebut banyak terdapat di Indonesia
bagian timur seperti pulau Sulawesi, Maluku dan kepulauan sekitar daerah kepala
burung Papua Barat.
5
Bijih nikel diperoleh dari endapan nikel laterit yang terbentuk akibat pelapukan
batuan ultramafik yang mengandung nikel 0.2 - 0.4 %. Jenis-jenis batuan nikel
terbagi 3 yaitu olivine, piroksin, dan amphibole. Endapan nikel laterit ini menjadi
batuan beku tersingkap di permukaan dan mengalami pelapukan secara terus–
menerus yang mengakibatkan batuan menjadi batuan induk bijih nikel atau yang
disebut peridotit. Menurut Vinogradov batuan ultra basa rata-rata mempunyai
kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut dalam kisi-kisi kristal mineral
olivin dan piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses
terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat diterangkan karena radius ion dan
muatan ion yang hampir bersamaan di antara unsur-unsur tersebut. Proses
serpentinisasi terjadi pada batuan peridotit akibat adanya pengaruh larutan
hidrotermal, sehingga batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan
serpentinit peroditit. Untuk proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian
panas dingin yang bekerja kontinu, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada
batuan induk (Chen 2004; Habashi 1997).
6
Jenis nikel laterite terbagi menjadi dua tipe, yaitu limonit dan saprolit.
Keduanya terdapat dalam kedalaman yang berbeda. Bijih limonit terdapat dalam
lapisan yang lebih dangkal, sedangkan saprolit terdapat dalam lapisan yang lebih
dalam. Kadar nikel dalam bijih jenis saprolit lebih tinggi dibanding bijih nikel jenis
limonit. Nikel dalam bijih saprolit biasanya di atas 1.6 % (bisa sampai 2.5 %).
Sedangkan kadar nikel dalam bijih limonit berkisar antara 1 sampai 1.6 % (Solihin
2011). Bijih limonit kaya akan Oksida Fe, mengandung Mg dan silikat yang rendah.
Sedangkan bijih saprolit kaya akan Mg dan Silikat. Pada bijih limonit, nikel terutama
7
Gambar 2.3 Kadar nikel laterit dari kedalamannya [Adi Kurniadi 2018]
Profil nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut
(Prasetyo 2008; Thillier 2009):
1. Iron Capping: Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa
sisa organik lainnya. Warna khas adalah coklat tuak ehitaman dan bersifat gembur.
Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam penambangan. Ketebalan
lapisan tanah penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m. berwarna merah tua, merupakan
kumpulan massa goethit dan limonit. Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi
tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite,
chromiferous.
2. Limonite Layer: Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa.
Komposisinya meliputi oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit.
8
Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak dominan
atau hampir tidak ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basa-ultrabasa telah
terubah menjadi serpentin akibat hasil dari pelapukan yang belum tuntas. Fine
grained, merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari tanah limonit menyelimuti
seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena
erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide,
lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz,
gibsite, maghemite.
3. Saprolite: Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa
oksida besi, serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang
masih terlihat. Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 m. Kemunculan bongkah-bongkah
sangat sering dan pada rekahan-rekahan batuan asal dijumpai magnesit, serpentin,
krisopras dan garnierit. Bongkah batuan asal yang muncul pada umumnya memiliki
kadar SiO2 dan MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang rendah. campuran dari sisa-
sisa batuan, butiran halus limonit, saprolitic rims, vein dari endapan garnierite,
nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika boxwork,
bentukan dari suatu zona transisi dari limonit ke bedrock. Terkadang terdapat mineral
quartz yang mengisi rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukkan, chlorite.
Garnierite di lapangan biasanya diidentifikasi sebagai colloidal talc dengan lebih atau
kurang dari nickeliferous serpentine. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
4. Bedrock: bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih
besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak
mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan
batuan dasar). Batuan dasar merupakan batuan asal dari nikel laterit yang umumnya
merupakan batuan beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang pada rekahannya
telah terisi oleh oksida besi 5-10%, garnierit minor dan silika > 35%. Permeabilitas
batuan dasar meningkat sebanding dengan intensitas serpentinisasi. Frakturisasi ini
diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan
tetapi posisinya tersembunyi.
9
Tabel 2.1. Contoh Kandungan Mineral Bijih Nikel Limonit [M. Zaki Mubarok, 2016]
No Senyawa % Unsur %
1
SiO₂ 39,31 Si 18,34
2
Al₂O₃ 5,27 Al 2,79
3
Fe₂O₃T 37,01 Fe 25,91
4
MnO 0,54 Mn 0,42
5
MgO 7,68 Mg 4,63
6
Cr₂O₃ 1,6 Cr 1,09
7
NiO 1,37 Ni 1,08
8
CaO 0,27 Ca 0,19
9
K₂O 0,011 K 0,009
10
TiO₂ 0,063 Ti 0,038
11
P₂O₅ 0,022 P 0,010
12
CuO 0,009 Cu 0,007
13
V₂O₅ 0,037 V 0,021
14
ZnO 0,023 Zn 0,018
LOI = 6,78
Dari kandungan mineral bijih nikel limonit tersebut ada 4 senyawa yang memliki
persentasi yang cukup tinggi yaitu SiO₂, Al₂O₃, Fe₂O₃ dan MgO.
sudah dalam taraf pilot plant, commisioning plant, dan sebagian bahkan sudah
berproduksi secara kontinu (Solihin 2011; Prasetyo 2008).
Sesuai dengan namanya, pelindian bijih nikel dalam proses ini dilakukan pada
temperatur rendah dan tekanan atmosfer. Nikel dalam bijih akan larut dalam larutan
pelindi bersama dengan besi, mangan dan magnesium. Reaksi pelindiannya selain
melarutkan Ni, H2SO4 juga melarutkan (Solihin 2011):
NiO + H2SO4 Ni2+ + SO42- + H2O (2.1)
CoO + H2SO4 Co2+ + SO42- + H2O (2.2)
MgO + H2SO4 Mg2+ + SO42- + H2O (2.3)
MnO + H2SO4 Mn2+ + SO42- + H2O (2.4)
Fe2O3 + H2SO4 2Fe3+ + 3SO42- + 3H2O (2.5)
Secara umum, pemurnian hidrometalurgi dari nikel sulfit terjadi dalam langkah-
langkah berikut: (Frank K dkk 2011)
(i) Leaching;
(ii) ekstraksi pelarut dan salah satunya;
(iii) electrowinning; atau,
(iv) reduksi hidrogen.
2.4 Leaching
Leaching atau lixivation adalah tahapan pertama dari proses hidrometalurgi dan
memiliki peran utama dalam proses ekstraksi. Berbagai larutan asam yakni asam
sulfat, nitrat dan asam klorida atau kombinasi dari satu sama lain dengan atau tanpa
zat pengokisidasi yang sesuai dapat melarutkan sebagian besar dari unsur logam yang
akan diekstraksi dari pengotor lainnya. Proses ini sudah menjadi aplikasi industry
mineral dan logam. Dalam kasus pengolahan bijih sebagai contoh uranium, proses
ekstraksi dengan pelindian asam secara trasdisional sebanyak kurang dari 100 kg/ton
asam yang digunakan (setara dengan kandungan kalsit antara 7 dan 9% dalam bijih).
Adapun proses pelindian basa sebagai alternatif yaitu leaching carbonat yang
cenderung lebih banyak digunakan dari pada pelindian asam untuk kasus ekstraksi
uranium karena proses yang ekonomis.
11
Asam berdasarkan sifatnya yang bereaksi dengan zat lain dapat diklasifikasi
kedalam dua kategori: nonoxidizing dan oxidizing. Sebagai contoh kategori
nonoxidizing pengenceran kuat H2SO4 dan HCl untuk bijih logam oksida (Ni) dan
bijih logam sulfide (MS) yang akan membentuk reaksi sebagai berikut:
Ni + H2SO4 → NiSO4 + H2O (2.6)
Ni + 2 HCl → NiCl2 + H2O (2.7)
Ni + H2SO4 → NiSO4 + H2S (2.8)
Ni + 2 HCl → NiCl2 + H2S (2.9)
Adapun zat pengoksida seperti O2, Cl2, MnO2, ion Fe, bakteri dan lain-lain tergabung
bersama dengan asam nonoxidizing yang dapat melarutkan sebagian besar sulfide dan
oksida yang rendah tidak dapat dilarutkan dalam asam tersebut. Dengan demikian
proses leaching untuk melarutkan oksida ditambahkan secara eksternal maka reaksi
yang terbentuk sebagi berikut:
2 NiS + O2 + 2 H2SO4 → 2 NiSO4 +2 S + 2 H2O (2.10)
NiO2 + MnO2 + 2 H2SO4 → NiO2.SO4 +MnSO4 + 2 H2O (2.11)
NiS + 2 HCl + ½ O2 → NiCl4 + S + H2O (2.12)
Leaching dengan larutan asam dapat dilakukan dengan baik pada tekanan
atmoster maupun suhu dibawah titik didih atau pada tekanan tinggi dan suhu diatas
titik didih. Perkembangan terakhir proses leaching dilakukan dalam peralatan yang
dirancang khusus dikenal sebagai autoclave yang memiliki tekanan tinggi dan
memliki banyak keuntungan dalam proses pengcucian bijih logam. Karena autoclave
bertekanan tinggi memungkinkan operasi pada suhu yang lebih tinggi untuk
mencapai peningkatan subtansial dalam reaksi leaching. Peningkatan tekanan yang
diiringi dengan transfer gas bereaksi dengan cairan menghasilkan ekstraksi yang
maksimal untuk menghilangkan pengotor dalam bijih sulfida. Pelindian asam nitrat
memiliki tekanan dibawah 0,2 dengan regenerasi asam nitrat pada larutan tersebut
untuk mengikat oksida [Gupta C.K, 1990].
Leaching ini juga memilki beberapa faktor yang mempengaruhi laju pelindian
antara lain:
1. Pengaruh konsentrasi reaktan
12
logam yang tidak diinginkan. Fase loaded organic kemudian dilarutkan menjadi
konsentrat.
Fase cair sering membutuhkan pengkondisian. Langkah pengkondisian sering
menyertakan klarifikasi untuk menghilangkan partikel. Sisa pelarut juga dibersihkan
dari fase cair. Crud, yang biasanya terdiri dari campuran larutan, organik, dan padat,
juga harus dihilangkan. Penghapusan bisa menjadi masalah yang penting dalam
pemeliharaan (Michael L, 2013).
1) H2SO4
Reaksi pencucian asam sulfat utama untuk nikel kemudian bijih laterit dalam kondisi
atmosferik sebagai berikut:
2FeOOH + 3 H2SO4 → Fe2(SO4)3 (aq) + 4 H2O (2.13)
Fe2Si4O10(OH) 2 + 3 H2SO4→ Fe 2 (SO4)3(aq) + 4SiO2+ 4 H2O (2.14)
NiO + H2SO4 → NiSO4 (aq) + H2O (2.15)
CoO + H2SO4→ CoSO4 (aq) + H2O (2.16)
2 AlOOH + 3H2SO4 → Al2 (SO4)3 (aq) + 4H2O (2.17)
Mg3Si2O5(OH)4 + 3 H2SO4→ 3 MgSO4 (aq) + 2 Si(OH)4 (aq) + H2O (2.18)
MnO + H2SO4 → MnSO4 + H2O (2.19)
nSi(OH)4 → (SiO2)n + 2nH2O (2.20)
Seperti ditunjukkan dalam reaksi (2.13) hingga (2.20) pencucian bijih nikel
mengkonsumsi asam sulfat (Srećko S 2003).
(bahan kimia shell) yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah asam karboksilat
tersier sintetis yang terdiri dari campuran isomer bercabang tinggi dari asam
monokarboksilat C10, yang memiliki struktur sebagai berikut:
Ekstraksi Cyanex 272 komponen reaktif C16H34PO2H adalah fosfat bis (2,4,4-
trimethylpentyl) asam memiliki struktur berikut:
karena kecenderungan pembentukan emulsi mereka. Selain itu DEHPA dan D2EHPA
memerlukan kontrol pH yang ketat untuk pemisahan dan pemisahan fasa menjadi
buruk karena adanya asam karboksilat ke dalamnya. Aplikasi asam karboksilat
dibatasi oleh kelarutan tinggi dalam air. Dalam kasus oksim, ekstraktan akan
mengalami degenerasi karena oksidasi dan regenerasi memerlukan langkah tambahan
perawatan dengan garam asam hidroksilamin suphurat (D.S. Flett. 2005).
Ekstraktan asam alkil fosfonat dibandingkan dengan asam alkil fosfat stabil
tetapi mengekstraksi nikel pada nilai pH yang lebih tinggi dengan ekstraksi yang
lebih cepat dan kinetika pengupasan. Waktu kesetimbangan untuk PC 88 kurang dari
5 menit tetapi mengekstraksi nikel pada pH> 4. Asam alkilfosinat paling banyak
digunakan untuk ekstraksi dan pemisahan nikel. Sebagian besar pekerjaan yang
dilaporkan terkait dengan Cyanex 272 karena telah terbukti ekstraktan yang efisien
dengan kinetika yang lebih cepat dan kapasitas pemuatan yang lebih tinggi.
Pemisahan menggunakan CYANEX 272 dicapai terutama oleh kontrol pH (R. Singh
1999).
Masalah utama yang terkait dengan CYANEX 272 adalah membutuhkan
jumlah alkali yang tinggi untuk mempertahankan pH. CYANEX 301 dan CYANEX
302 keduanya mengekstraksi nikel pada pH yang sangat rendah tetapi tidak stabil dan
terurai. Ekstraksi Hydroxyoximes menunjukkan kinetika ekstraksi nikel yang lebih
lambat tetapi dieksplorasi untuk ekstraksi nikel terutama karena kemampuan ekstraksi
pada nilai pH yang lebih rendah secara efisien. LIX 84 IC, LIX 860 dan LIX 984 NC
mengekstraksi nikel pada pH rendah. Di antara mereka LIX 984 NC memiliki
kecenderungan membentuk emulsi. Penggunaan ekstraktan campuran sekarang
mendapatkan perhatian untuk mengatasi masalah yang timbul saat menggunakan
ekstraktan tunggal. Ekstraktan yang paling banyak digunakan dan diterima secara
komersial adalah asam organofosfat dan hidroksi oksim (Sejal Chauhan 2014).
2.6 Electrowinning
Proses electrowinning dan electrorefining bagian dari hidrometalurgi dalam
memurnikan logam berharga. Terdapat reaksi yang terjadi yaitu reaksi oksidasi yang
17
Anoda dan katoda ditempatkan dalam tangki persegi panjang yang diisi dengan
elektrolit, disebut sebagai sel. Sel-sel biasanya terbuat dari beton polimer yang tahan
asam, beton dengan sisipan polimer yang diperkuat fiberglass Sel-sel baru sebagian
besar terbuat dari beton polimer. Setiap sel berisi 46 anoda dan 45 katoda. Anoda dan
katoda adalah berjarak merata di sepanjang sel untuk menyamakan arus di antara
semua anoda dan katoda. Ini memastikan pelapisan yang sama pada semua katoda.
Anoda dalam sel bersentuhan dengan busbar yang sama, sehingga memiliki potensi
listrik yang sama. Cara katoda berhubungan dengan busbar lain dan memiliki
potensial yaitu sekitar 3 V lebih rendah dari potensi anoda. Ini berarti bahwa anoda
dan katoda dalam satu sel terhubung secara elektrik dan paralel. Arus searah untuk
pengambilan listrik disediakan dari thyristoformer rectifiers. Rapat arus yang
digunakan 240 A/m2 dengan arus yang mengalir pada sel biasanya 23 kA. Sel-sel
dihubungkan secara seri (Frank Crundwell, 2011).
Parameter utama pada proses electrowinning meliputi potensial dan arus. Rapat
arus saat ini adalah istilah yang lebih praktis di industri. Potensi dan kerapatan arus
terkait dengan termodinamika dan parameter aplikasi. Potensi dan kerapatan arus
dipengaruhi oleh solusi dan resistensi serta area pengendapan. Kerapatan arus
berlangsung secara kinetika. Dalam reaksi elektrokimia, laju reaksi electrowinning
dapat ditingkatkan dengan tegangan yang tepat. Tegangan menjadi peran penting
dalam menentukan keseluruhan laju reaksi.
Hambatan dalam sel electrowinning berbanding terbalik dengan konduktivitas.
Dengan demikian, agar memiliki resistansi rendah konduktivitas harus Menjadi
tinggi. Akibatnya, tingakat ionisai dan mobilitas tinggi disebabkan oleh garam dan
19
asam. Asam sulfat adalah asam yang umum dipakai dalam larutan elektrolit.
Meskipun asam sulfat mudah terionisasi akan tetapi untuk HSO4- dan H+, ion-ion ini
miliki konduktivitas molar yang baik. Asam lain seperti HCl dan HNO3 mudah
terionisasi dan memiliki konduktivitas ion yang sangat baik. Ion yang membentuk
kompleks seperti asam asetat memiliki konduktivitas molar rendah. Asam kuat
didapatkan dari perspektif mobilitas ion H+ jauh lebih bebas dari pada kebanyakan
ion.
Faktor lain yang mempengaruhi resistensi dalam sel adalah jarak antara anoda
dan katoda. Jarak ini biasanya hanya beberapa sentimeter. Kombinasi untuk
peningkatan ketebalan deposit, strip tepi, korslet, dan mekanik. Persyaratan deposit
biasanya menghasilkan jarak lebih dari 2 cm. Namun, jarak resistensi yang lebih
pendek dapat disebabkan oleh korosi pada permukaan kontak (Michael L, 2013).
Hukum Faraday untuk memperoleh nikel dengan penambahan electron:
¿ 2++2 e−Cu(s )
Kation menuju katoda, dan anion pergi ke anoda. Elektroda yang berfungsi
adalah tempat reduksi terjadi dan elektroda lawan adalah tempat oksidasi terjadi.
Elektroda yang berfungsi adalah katoda dan counter elektroda anoda. Untuk reaksi
oksidasi / reduksi umum:
Ox+ ne−ℜ d
Hukum Faraday memberikan jumlah total biaya yang dihabiskan untuk
mengurangi M mol Ox (Q) adalah:
Q=n . F . M
Biaya yang dihabiskan per unit waktu didefinisikan sebagai arus (I):
dQ ⅆM
=1=n . F .
dt dt
Normalisasi dengan satuan luas memberikan Hukum Faraday yang dinyatakan dalam
Kepadatan Saat Ini (i):
I 1 dM
i= =n . F . .
A A dT
20
Hukum Faraday adalah: arus yang mengalir dalam sirkuit eksternal sebanding dengan
laju reaksi di elektroda (Beukes, N.T.2009).
Faktor lain yang mempengaruhi resistensi dalam sel adalah jarak antara anoda
dan katoda. Jarak ini biasanya hanya beberapa sentimeter. Kombinasi untuk
peningkatan ketebalan deposit, strip tepi, korslet, dan mekanik. Persyaratan deposit
biasanya menghasilkan jarak lebih dari 2 cm. Namun, jarak resistensi yang lebih
pendek dapat disebabkan oleh korosi pada permukaan kontak (Michael L, 2013).
Berdasarkan hukum Faraday II utuk menghitung massa zat yang dihasilkan
pada proses electrowinning meliputi :
i x t x Mr
W=
96.500
Dimana W adalah masa zat yang dihasilkan (gram), I merupakan arus yang dipakai
(A), Mr adalah massa ekivalen zat (gr/mol), t adalah waktu (s) dan F merupakan
konstanta Faraday (96.500 coulomb/mol) (Topayung, 2011).
20
D2EHPA Cyanex
6 Sait K dkk 2019 93 30 - 98 91
PC 88A 272
Bab III ini menerangkan mengenai diagram alir penelitian, rancangan parameter
proses, proses penelitian, prosedur pengujian, jadwal pelaksanaan percobaan, lokasi
penelitian.
Problem Statement:
“Recovery Nikel Dari Pregnant Leach Solution Menggunakan Cyanex 272”
PELAKSANAAN PERCOBAAN
1. Pelindian, solvent extraction, electrowinning nikel kobalt sesuai dengan parameter proses.
2. Solvent Extraction (Solvent loading dan solvent Stripping).
3. Proses Electrowinning
4. Pengujian kadar Ni dan Co
Tempratur
Bijih bijih Pengaduk
Lixiviant
n Cyanex 272
Ni2SO4
No Waktu Solvent
%Ni %Co
(menit) Stripping
Volume
pH
20%
1 √ 6 30 H2SO4 40 √ √
v/v
20%
2 √ 6 30 H2SO4 50 √ √
v/v
20%
3 √ 6 30 H2SO4 60 √ √
v/v
Karakterisasi
Parameter Proses
No Rapat
Waktu
Ni2SO4 Arus Voltase Temperatur XRD AAS %Ni %Co
(Jam)
listrik
1 √ 20 A 3V 60oC 6 √ √ √ √
2 √ 30 A 3V 60oC 6 √ √ √ √
3 √ 40 A 3V 60oC 6 √ √ √ √
Magnetic
Stirrer Cyanex 272 H2SO4
H2SO4
Karakterisasi Sludge
XRD Rafinate NiSO4
Karakterisasi Karakterisasi
AAS AAS
Bijih Limonit
Karakterisasi
AAS Electrowinning
Nickel
Gambar 3.2 Proses Penelitian
Pada proses leaching bijih nikel limonit dilarutkan menggunakan H 2SO4 20% selama
40 menit dengan temperatur pelindian 70oC, pengadukan dengan magnetic stirrer.
Selanjutnya dilakukan proses solvent extraction yang terdiri dari solvent loading dan
solvent stripping. Untuk mengambil nikel di tambahkan Cyanex 272 volume 20%
v/v, dengan pH 6. Selanjutnya dilakukan proses solvent stripping dengan
menambahkan larutan H2SO4 selama 30 menit, tempratur 40oC. dan menghasilkan
NiSO4 yang akan dilakukan proses electrowinning dengan variasi rapat arus (20A,
30A dan 40A) Temperatur 60oC, Voltase 3V, selama 6 jam untuk menghasilkan Ni
99%. Kemudian dilakukan karakterisasi untuk mengetahui karakteristik dari hasil
27
No Alat Spesifikasi
Neraca Analitik
Gelas kimia
Merek : Iwaki
2
Kapasitas : 1000,500,250dan50mL
Batang pengaduk
Merek
: Iwaki
Panjang
3 : 20 mm
Diameter
: 5 mm
Termometer
Electrowinning
Merek : EW2550G
6 Power Suplai : 2550G inc Controller
kapasitas : 20 L
3.4.2. Bahan
Tabel 3.5 Spesifikasi Bahan
No Alat Spesifikasi
Asam Sulfat (H2SO4)
Merek : Fujitsu Fs-Ar210
Ketelitian : 0,0001
1 Berat : 20 Kg
Kapasitas : 210 g x 0,1 mg
Cyanex 272
Merek : QDOCEAB
Kepadatan : 0,91-0,95 g/mL
2
Nomor model : SP-DSS-83411-71-6
Kemurnian : 90%
29
Kompilasi
Kompilasi Pengolahan data
Pengujian
Masukan sampel ke Tembakan burner
difraktometer
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi Literatur
2 Pembuatan
Proposal Tugas
Akhir
3 Persiapan
Spesimen
4 Proses penelitian
dan Pengumpulan
Data
5 Penyusunan Tugas
Akhir
31
Daftar pustaka
32