Anda di halaman 1dari 37

RECOVERY NIKEL DARI PREGNANT LEACH SOLUTION

MENGGUNAKAN CYANEX 272

TUGAS AKHIR

Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Strata Satu Teknik pada Jurusan Teknik Metalurgi

Oleh:

Johanes Roberto Pasaribu

NIM: 2613161078

JURUSAN TEKNIK METALURGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MANUFAKTUR
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
BANDUNG
2020

BAB I
1

PENDAHULUAN

Bab ini menerangkan latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian, ruang
lingkup kajian, serta sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang


Nikel adalah unsur kimia yang ada di dalam tabel periodik yang memiliki
simbol Ni dan nomor atom 28. Nikel ini mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan
murni, nikel bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam
lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang keras (alloyed steel). Nikel adalah
satu logam bermanfaatnya untuk berbagai kebutuhan antara lain untuk produksi
stainless steel, nonferrous alloys/superalloys, electroplating, koin, baterai dan katalis
(Kuck., 2012).
Nikel ditemukan di alam dalam bentuk sulfida dan oksida. Jumlah cadangan
nikel dunia sekitar 72% berada dalam batuan oksida yang biasa disebut laterit dan
sisanya batuan sulfida. Namun demikian, hanya sekitar 42% dari total produksi nikel
dunia bersumber dari bijih laterit (Dalvi dkk., 2004). Hingga saat ini produksi nikel
terus meningkat seiring dengan semakin meningkatnya permintaan dunia industri.
Akan tetapi, permasalahan yang akan dihadapi di masa mendatang adalah jumlah
cadangan nikel sulfida yang semakin menipis (Norgate dkk., 2010).
Sumber logam nikel yang terdapat di alam dalam bentuk endapan bijih sulfida
dan endapan bijih laterit. Endapan bijih sulfida biasanya terdapat di belahan bumi
bagian utara, sementara endapan bijih laterit biasanya terdapat di belahan bumi
beriklim tropis (Mudd, 2009). Indonesia sebagai salah satu negeri beriklim tropis
memiliki cadangan bijih nikel laterit yang sangat besar (Antam., 2012). Cadangan
bijih nikel laterit dunia di negara-negara lain yang memiliki cadangan bijih nikel
laterit yang besar diantaranya adalah New Caledonia, Indonesia, Australia, Kuba,
Amerika Serikat dan Brazil. Negara indonesia salah satu pemilik cadangan nikel yang
besar seharusnya dapat menjadi produsen material yang berbasis nikel seperti baja
tahan karat dan baja paduan nikel lainnya (Barkas., 2011).
2

Bijih nikel telah lama diproses melalui jalur proses pirometalurgi untuk
menghasilkan ferronikel atau nikel matte (Voermann., 2004). Sedangkan proses
pengolahan bijih laterit dapat dilakukan dengan menggunakan metode
hidrometalurgi, seperti proses Caron, proses high pressure acid leaching (HPAL), dan
proses atmospheric pressure acid leaching (APAL) (Kyle., 2010). Penggunaan
metode hidrometalurgi ini memiliki keunggulan, yaitu menghasilkan produk utama
yang jauh lebih murni dibandingkan dengan penggunaan metode pirometalurgi. Dari
ketiga contoh proses dari metode hidrometalurgi tersebut, proses APAL merupakan
proses yang dipandang lebih ekonomis untuk diaplikasikan dalam skala industri
dibandingkan kedua proses lainnya. Hal ini disebabkan oleh penggunaan tekanan
atmosferis dalam prosesnya sehingga kebutuhan energi dan biaya operasional proses
ini rendah (McDonald dkk., 2008). Energi proses menjadi hal yang sangat krusial,
karena harga energi (listrik dan batubara sangat tinggi).
Proses yang dipilih yaitu atmosferik leaching, solvent extraction dan
electrowinning. Pada prosesnya, pengolahan limonit dilakukan menggunakan jalur
hidrometalurgi untuk mendapatkan nikel kobalt dengan menambahkan pelarut H2SO4,
Cyanex 272 dan Versatic untuk memisahkan nikel dan kobalt dari pengotor logam yg
lainnya yang selanjutnya akan diproses electrowinning untuk mendapatkan nikel
murni.

1.2 Masalah Penelitian

Adapun untuk perumusan masalah yang akan dilakukan penelitian ini sebagai
berikut:
1. Bagaimana parameter proses pelindian nikel dengan asam sulfat?
2. Bagaimana parameter proses solvent extraction Cyanex 272?
3. Bagaimana % Recovery Nickel?
3

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang di atas, maka maksud dan tujuan penelitian adalah:
1. Mempelajari parameter proses leaching nikel dengan menggunakan asam sulfat.
2. Mempelajari parameter proses leaching nikel dengan menggunakan asam sulfat.
3. Mempelajari parameter proses elektrowinning.

1.4 Ruang Lingkup Kajian


Untuk menghindari pembahasan diluar dari tujuan diatas maka perlu adanya
pembatasan guna memudahkan dalam pemahaman, sehingga sasaran yang diharapkan
dapat tercapai. Adapun ruang lingkup kajian adalah sebagai berikut:
1. Jenis bijih nikel yang digunakan adalah nikel oksida.
2. Larutan leaching menggunakan untuk proses ini adalah H2SO4.
3. Solvent Extraction yang digunakan adalah Cyanex 272.
4. Proses dilakukan pada atmosferic leaching, solvent extraction dan electrowinning.
5. Parameter prosesnya adalah tempratur (40oC, 50oC dan 60oC) di proses solvent
extraction.
6. Karakterisasi endapan dan larutan nikel dengan pengujian x-ray diffraction (XRD)
dan pengujian atomic absorbsion spektrophotometri (AAS).

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan yang akan digunakan pada tugas akhir ini terbagi dalam
beberapa kekerangka penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menerangkan latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian,
ruang lingkup kajian, serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan teori dasar mengenai nikel, jenis nikel laterit, proses
pengolahan bijih nikel dalam jalur hidrometalurgi, leaching, solvent extraction,
electrowinning dan review jurnal.
4

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


Bab III ini menerangkan mengenai diagram alir penelitian, rancangan
parameter proses, proses penelitian, prosedur pengujian, jadwal pelaksanaan
percobaan, lokasi penelitian.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan teori dasar mengenai nikel, jenis nikel laterit, proses pengolahan
bijih nikel dalam jalur hidrometalurgi, leaching, solvent extraction, electrowinning
dan review jurnal.

2.1 Nikel

Bijih nikel secara umum dapat diperoleh melalui pembentukan di alam


berdasarkan kondisi geologis dari negara bersangkutan, yakni: bijih nikel jenis sulfida
dan bijih nikel jenis oksida. Bijih nikel jenis sulfida banyak terdapat di negara-negara
sub tropis seperti Canada, Rusia, Eropa Utara, dan Australia. Sedangkan bijih jenis
oksida terdapat di negara tropis seperti Indonesia, Filipina, Papua Nugini, Brazil,
Afrika Barat, Meksiko dan negara-negara Amerika Tengah (Mudd., 2009).

% Kontr ibus i
30%
24%
25%
20% 16% 16%
15% 13%
11%
10% 8% 7%
5% 3% 2%
0%
ia L r
ra
l ri ca i ca ea
n
es
ia
hi
ne CA pe he
st Af er rib on
ro Ot
u Am a d li ip ew E u
A S C In Ph N &
C& ia
As

Indonesia merupakan negara yang memiliki cadangan bijih nikel oksida yang
cukup tinggi, sekitar 12-15 % cadangan nikel oksida dunia seperti ditunjukan pada
gambar 2.2 (Xinfang, 2008). Cadangan oksida tersebut banyak terdapat di Indonesia
bagian timur seperti pulau Sulawesi, Maluku dan kepulauan sekitar daerah kepala
burung Papua Barat.
5

Gambar 2.1 Distribusi sumber bijih laterit dunia [Xinfang 2008]

Bijih nikel diperoleh dari endapan nikel laterit yang terbentuk akibat pelapukan
batuan ultramafik yang mengandung nikel 0.2 - 0.4 %. Jenis-jenis batuan nikel
terbagi 3 yaitu olivine, piroksin, dan amphibole. Endapan nikel laterit ini menjadi
batuan beku tersingkap di permukaan dan mengalami pelapukan secara terus–
menerus yang mengakibatkan batuan menjadi batuan induk bijih nikel atau yang
disebut peridotit. Menurut Vinogradov batuan ultra basa rata-rata mempunyai
kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut dalam kisi-kisi kristal mineral
olivin dan piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses
terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat diterangkan karena radius ion dan
muatan ion yang hampir bersamaan di antara unsur-unsur tersebut. Proses
serpentinisasi terjadi pada batuan peridotit akibat adanya pengaruh larutan
hidrotermal, sehingga batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan
serpentinit peroditit. Untuk proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian
panas dingin yang bekerja kontinu, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada
batuan induk (Chen 2004; Habashi 1997).
6

Gambar 2.2 Fotomikrograf batuan peridotite [ Hastuti Sabang 2015 ]


Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO 2 berasal dari
udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak
stabil (olivin dan piroksin) pada batuan ultrabasa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang
larut; Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus.
Di dalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferrit hydroksida, akhirnya
membentuk mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan hematit dekat permukaan.
Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur kobal dalam jumlah kecil.
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama larutannya
bersifat asam, hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral akibat adanya
kontak dengan tanah dan batuan, maka ada kecenderungan untuk membentuk
endapan hidrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau hidrosilikat
dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan mengendap pada celah-
celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan krisopras.
Sedangkan larutan residunya akan membentuk suatu senyawa yang disebut saprolit
yang berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya seperti Ca dan Mg
yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa kebawah sampai batas pelapukan dan
akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa mengisi celah-celah atau
rekahan-rekahan pada batuan induk (Chen., 2004).

2.2 Jenis Nikel Laterit

Jenis nikel laterite terbagi menjadi dua tipe, yaitu limonit dan saprolit.
Keduanya terdapat dalam kedalaman yang berbeda. Bijih limonit terdapat dalam
lapisan yang lebih dangkal, sedangkan saprolit terdapat dalam lapisan yang lebih
dalam. Kadar nikel dalam bijih jenis saprolit lebih tinggi dibanding bijih nikel jenis
limonit. Nikel dalam bijih saprolit biasanya di atas 1.6 % (bisa sampai 2.5 %).
Sedangkan kadar nikel dalam bijih limonit berkisar antara 1 sampai 1.6 % (Solihin
2011). Bijih limonit kaya akan Oksida Fe, mengandung Mg dan silikat yang rendah.
Sedangkan bijih saprolit kaya akan Mg dan Silikat. Pada bijih limonit, nikel terutama
7

terjadi dari geothite dan bijihnya biasanya diperlakukan dengan teknik


hidrometalurgi. Nikel pada bijih saprolit terjadi terutama dalam Silikat Mg sepertin,
garniete dan chlorite. Dalam batuan ultramafic, kandungan Nikel dari olvine <3%,
sumber nikel asli dalam laterit biasanya < 0,3% Ni. Pirometalurgi adalah metode
proses yang dilakukan pada bijih saprolit (Prasetyo 2008; Solihin 2011).
Selain mengandung nikel, bijih nikel laterit juga mengandung besi, mangan,
magnesium, silikon, dan kobalt. Kadar unsur-unsur tersebut dalam tiap jenis bijih
berbeda tergantung dari kedalaman lapisan dan lokasi bijih.

Gambar 2.3 Kadar nikel laterit dari kedalamannya [Adi Kurniadi 2018]

Profil nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut
(Prasetyo 2008; Thillier 2009):
1. Iron Capping: Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa
sisa organik lainnya. Warna khas adalah coklat tuak ehitaman dan bersifat gembur.
Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam penambangan. Ketebalan
lapisan tanah penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m. berwarna merah tua, merupakan
kumpulan massa goethit dan limonit. Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi
tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite,
chromiferous.
2. Limonite Layer: Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa.
Komposisinya meliputi oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit.
8

Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak dominan
atau hampir tidak ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basa-ultrabasa telah
terubah menjadi serpentin akibat hasil dari pelapukan yang belum tuntas. Fine
grained, merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari tanah limonit menyelimuti
seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena
erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide,
lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz,
gibsite, maghemite.
3. Saprolite: Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa
oksida besi, serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang
masih terlihat. Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 m. Kemunculan bongkah-bongkah
sangat sering dan pada rekahan-rekahan batuan asal dijumpai magnesit, serpentin,
krisopras dan garnierit. Bongkah batuan asal yang muncul pada umumnya memiliki
kadar SiO2 dan MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang rendah. campuran dari sisa-
sisa batuan, butiran halus limonit, saprolitic rims, vein dari endapan garnierite,
nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika boxwork,
bentukan dari suatu zona transisi dari limonit ke bedrock. Terkadang terdapat mineral
quartz yang mengisi rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukkan, chlorite.
Garnierite di lapangan biasanya diidentifikasi sebagai colloidal talc dengan lebih atau
kurang dari nickeliferous serpentine. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
4. Bedrock: bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih
besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak
mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan
batuan dasar). Batuan dasar merupakan batuan asal dari nikel laterit yang umumnya
merupakan batuan beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang pada rekahannya
telah terisi oleh oksida besi 5-10%, garnierit minor dan silika > 35%. Permeabilitas
batuan dasar meningkat sebanding dengan intensitas serpentinisasi. Frakturisasi ini
diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan
tetapi posisinya tersembunyi.
9

Tabel 2.1. Contoh Kandungan Mineral Bijih Nikel Limonit [M. Zaki Mubarok, 2016]

No Senyawa % Unsur %
1
SiO₂ 39,31 Si 18,34
2
Al₂O₃ 5,27 Al 2,79
3
Fe₂O₃T 37,01 Fe 25,91
4
MnO 0,54 Mn 0,42
5
MgO 7,68 Mg 4,63
6
Cr₂O₃ 1,6 Cr 1,09
7
NiO 1,37 Ni 1,08
8
CaO 0,27 Ca 0,19
9
K₂O 0,011 K 0,009
10
TiO₂ 0,063 Ti 0,038
11
P₂O₅ 0,022 P 0,010
12
CuO 0,009 Cu 0,007
13
V₂O₅ 0,037 V 0,021
14
ZnO 0,023 Zn 0,018
LOI = 6,78

Dari kandungan mineral bijih nikel limonit tersebut ada 4 senyawa yang memliki
persentasi yang cukup tinggi yaitu SiO₂, Al₂O₃, Fe₂O₃ dan MgO.

2.3 Proses Pengolahan Bijih Nikel Dalam Jalur Hidrometalurgi

Walaupun sebagian teknologi proses belum bisa mencapai tahap proven,


memiliki kelebihan dalam hal selektivitasnya untuk memisahkan nikel dan kobal dari
besi, mangan, magnesium dan silika. Terdapat beberapa proses pengolahan nikel
laterit jalur hidrometalurgi, diantaranya adalah: pelindian pada temperatur kamar dan
tekanan atmosfer, pelindian pada tekanan tinggi, dan proses hibrida yang
menggabungkan antara reduksi langsung nikel pada temperatur tinggi dan pelindian
pada temperatur rendah. Sebagian dari proses masih dalam taraf percobaan, sebagian
10

sudah dalam taraf pilot plant, commisioning plant, dan sebagian bahkan sudah
berproduksi secara kontinu (Solihin 2011; Prasetyo 2008).
Sesuai dengan namanya, pelindian bijih nikel dalam proses ini dilakukan pada
temperatur rendah dan tekanan atmosfer. Nikel dalam bijih akan larut dalam larutan
pelindi bersama dengan besi, mangan dan magnesium. Reaksi pelindiannya selain
melarutkan Ni, H2SO4 juga melarutkan (Solihin 2011):
NiO + H2SO4  Ni2+ + SO42- + H2O (2.1)
CoO + H2SO4  Co2+ + SO42- + H2O (2.2)
MgO + H2SO4  Mg2+ + SO42- + H2O (2.3)
MnO + H2SO4  Mn2+ + SO42- + H2O (2.4)
Fe2O3 + H2SO4  2Fe3+ + 3SO42- + 3H2O (2.5)
Secara umum, pemurnian hidrometalurgi dari nikel sulfit terjadi dalam langkah-
langkah berikut: (Frank K dkk 2011)
(i) Leaching;
(ii) ekstraksi pelarut dan salah satunya;
(iii) electrowinning; atau,
(iv) reduksi hidrogen.

2.4 Leaching
Leaching atau lixivation adalah tahapan pertama dari proses hidrometalurgi dan
memiliki peran utama dalam proses ekstraksi. Berbagai larutan asam yakni asam
sulfat, nitrat dan asam klorida atau kombinasi dari satu sama lain dengan atau tanpa
zat pengokisidasi yang sesuai dapat melarutkan sebagian besar dari unsur logam yang
akan diekstraksi dari pengotor lainnya. Proses ini sudah menjadi aplikasi industry
mineral dan logam. Dalam kasus pengolahan bijih sebagai contoh uranium, proses
ekstraksi dengan pelindian asam secara trasdisional sebanyak kurang dari 100 kg/ton
asam yang digunakan (setara dengan kandungan kalsit antara 7 dan 9% dalam bijih).
Adapun proses pelindian basa sebagai alternatif yaitu leaching carbonat yang
cenderung lebih banyak digunakan dari pada pelindian asam untuk kasus ekstraksi
uranium karena proses yang ekonomis.
11

Asam berdasarkan sifatnya yang bereaksi dengan zat lain dapat diklasifikasi
kedalam dua kategori: nonoxidizing dan oxidizing. Sebagai contoh kategori
nonoxidizing pengenceran kuat H2SO4 dan HCl untuk bijih logam oksida (Ni) dan
bijih logam sulfide (MS) yang akan membentuk reaksi sebagai berikut:
Ni + H2SO4 → NiSO4 + H2O (2.6)
Ni + 2 HCl → NiCl2 + H2O (2.7)
Ni + H2SO4 → NiSO4 + H2S (2.8)
Ni + 2 HCl → NiCl2 + H2S (2.9)
Adapun zat pengoksida seperti O2, Cl2, MnO2, ion Fe, bakteri dan lain-lain tergabung
bersama dengan asam nonoxidizing yang dapat melarutkan sebagian besar sulfide dan
oksida yang rendah tidak dapat dilarutkan dalam asam tersebut. Dengan demikian
proses leaching untuk melarutkan oksida ditambahkan secara eksternal maka reaksi
yang terbentuk sebagi berikut:
2 NiS + O2 + 2 H2SO4 → 2 NiSO4 +2 S + 2 H2O (2.10)
NiO2 + MnO2 + 2 H2SO4 → NiO2.SO4 +MnSO4 + 2 H2O (2.11)
NiS + 2 HCl + ½ O2 → NiCl4 + S + H2O (2.12)
Leaching dengan larutan asam dapat dilakukan dengan baik pada tekanan
atmoster maupun suhu dibawah titik didih atau pada tekanan tinggi dan suhu diatas
titik didih. Perkembangan terakhir proses leaching dilakukan dalam peralatan yang
dirancang khusus dikenal sebagai autoclave yang memiliki tekanan tinggi dan
memliki banyak keuntungan dalam proses pengcucian bijih logam. Karena autoclave
bertekanan tinggi memungkinkan operasi pada suhu yang lebih tinggi untuk
mencapai peningkatan subtansial dalam reaksi leaching. Peningkatan tekanan yang
diiringi dengan transfer gas bereaksi dengan cairan menghasilkan ekstraksi yang
maksimal untuk menghilangkan pengotor dalam bijih sulfida. Pelindian asam nitrat
memiliki tekanan dibawah 0,2 dengan regenerasi asam nitrat pada larutan tersebut
untuk mengikat oksida [Gupta C.K, 1990].
Leaching ini juga memilki beberapa faktor yang mempengaruhi laju pelindian
antara lain:
1. Pengaruh konsentrasi reaktan
12

Mekanisme proses pelarutan padatan menjadi proses yang dikendalikan oleh


reaksi kimia dengan bertambahnya konsentrasi reaktan pada fasa larutan. Hal ini
didukung dengan kenyataan bahwa pada konsentrasi reaktan yang rendah, reaksi
pelarutan akan memiliki energi aktivasi yang rendah, sedangkan pada konsentrasi
yang tinggi maka proses pelarutan akan memiliki tingkat energi aktivasi yang tinggi
pula (Habashi, 1970).
2. Pengaruh Temperatur

Proses pelarutan yang dikendalikan oleh reaksi kimia dicirikan dengan


pengaruh temperatur. Sedangkan proses yang dikendalikan oleh difusi, pengaruh
temperatur relatif kecil. Persamaan laju difusi memiliki bentuk yang analog dengan
persamaan laju reaksi kimia. Tetapi harga tetapan difusi memiliki hubungan linier
dengan temperatur, yaitu (Satterfield, 1987). Temperatur yang tinggi akan
meningkatkan persen ekstraksi nikel untuk proses atmosferik leaching (Chanterford,
1986)
3. Pengaruh ukuran butir
Semakin halus ukuran butir, maka laju reaksi pelindian akan semakin cepat
untuk berat total yang sama. Ukuran butir yang lebih halus akan menghasilkan
permukaan material yang lebih luas sehingga mempercepat laju reaksi. Dengan
semakin besarnya luas permukaan maka jumlah rektan yang bereaksi dengan nikel
dan besi semakin banyak (Castellan, 1983).
4. Pengaruh waktu pelindian
Waktu pelindian mempengaruhi laju reaksi pelindian. Semakin lama waktu
maka reaktan yang terlarut akan banyak. Namun laju reaksi akan semakin lambat
seiring dengan bertambahnya waktu karena semakin berkurangnya konsentrasi
pereaksi dan semakin bertambah tebalnya lapisan sisa padatan yang tidak bereaksi.
Nikel larut dengan cepat dalam waktu kurang dari satu jam, tetapi setelah itu
kecepatan pelarutannya menjadi semakin lambat. Hal yang sama juga berlaku untuk
besi dan magnesium (Buyukacinci, 2009).
13

2.5 Solvent Extraction


Logam yang dilarutkan harus dipisahkan untuk mendapatkan produk yang
dimurnikan. Pemisahan ion logam didasarkan pada perbedaan sifat termodinamika
dari masing-masing logam. Logam terlarut biasanya dipisahkan menggunakan
ekstraksi pelarut, pertukaran ion, adsorpsi karbon, presipitasi, dan ultra filtrasi.
Solvent Extraction adalah proses umum untuk logam konsentrat selektif.
Solvent Extraction dilakukan menggunakan ekstraktan organik yang dilarutkan dalam
fase organik. Fasa organik mengandung logam terlarut atau kompleks ion logam.
Jadi, dua cairan digunakan, maka istilah ekstraksi cair-cair. Fasa berair dan organik
tidak dapat bercampur satu sama lain. Namun, ada beberapa kehilangan fase organik
dalam fase air yang sering kurang dari 15 ppm. Fase organik mengandung ekstraktan
dan pengencer. Pengencer secara efektif mengencerkan ekstraktan. Pengencer
biasanya terdiri dari parafin, nafta dan aromatik alkil. Pengencer diperlukan untuk
memfasilitasi pemompaan, pemrosesan, dan pengendapan ekstraktan, yang seringkali
kental dan sulit untuk dikelola tanpa pengencer. Pengencer juga membantu
mendistribusikan ekstraktan lebih efektif dalam tetesan fase organik. Pengencer
secara efektif memperluas keberadaan ekstraktan pada antar muka tetesan. Ekstraksi
pelarut dilakukan menggunakan mixer. Pencampur mendispersi fasa organik dalam
fasa berair sebagai tetesan kecil. Tetesan kecil meningkatkan kinetika ekstraksi.

Gambar 2.4 Diagram solvent loading [Michael L, 2013]

Tahap pencampuran dihubungkan dengan tahapan penyelesaian seperti yang


diilustrasikan pada Gambar 2.4 dan Gambar 2.5 Tahap penyelesaian memungkinkan
untuk pemisahan fase. Setelah memuat, fase organik diaduk untuk menghilangkan ion
14

logam yang tidak diinginkan. Fase loaded organic kemudian dilarutkan menjadi
konsentrat.
Fase cair sering membutuhkan pengkondisian. Langkah pengkondisian sering
menyertakan klarifikasi untuk menghilangkan partikel. Sisa pelarut juga dibersihkan
dari fase cair. Crud, yang biasanya terdiri dari campuran larutan, organik, dan padat,
juga harus dihilangkan. Penghapusan bisa menjadi masalah yang penting dalam
pemeliharaan (Michael L, 2013).

Gambar 2.5 Diagram solvent extraction [Michael L, 2013]

1) H2SO4
Reaksi pencucian asam sulfat utama untuk nikel kemudian bijih laterit dalam kondisi
atmosferik sebagai berikut:
2FeOOH + 3 H2SO4 → Fe2(SO4)3 (aq) + 4 H2O (2.13)
Fe2Si4O10(OH) 2 + 3 H2SO4→ Fe 2 (SO4)3(aq) + 4SiO2+ 4 H2O (2.14)
NiO + H2SO4 → NiSO4 (aq) + H2O (2.15)
CoO + H2SO4→ CoSO4 (aq) + H2O (2.16)
2 AlOOH + 3H2SO4 → Al2 (SO4)3 (aq) + 4H2O (2.17)
Mg3Si2O5(OH)4 + 3 H2SO4→ 3 MgSO4 (aq) + 2 Si(OH)4 (aq) + H2O (2.18)
MnO + H2SO4 → MnSO4 + H2O (2.19)
nSi(OH)4 → (SiO2)n + 2nH2O (2.20)
Seperti ditunjukkan dalam reaksi (2.13) hingga (2.20) pencucian bijih nikel
mengkonsumsi asam sulfat (Srećko S 2003).

2) Pelarut Versatic 10 dan Cyanex 272


Campuran dua larutan organic ini bisa memisahkan nikel dari pengotornya
termasuk kalsium yang tidak bisa dipisahkan hanya dengan Cyanex 272. Versatic 10
15

(bahan kimia shell) yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah asam karboksilat
tersier sintetis yang terdiri dari campuran isomer bercabang tinggi dari asam
monokarboksilat C10, yang memiliki struktur sebagai berikut:

Gambar 2.6 Struktur Versatic 10 (Guan Qing-jun, 2016)

Ekstraksi Cyanex 272 komponen reaktif C16H34PO2H adalah fosfat bis (2,4,4-
trimethylpentyl) asam memiliki struktur berikut:

Gambar 2.7 Struktur Versatic 10 (Guan Qing-jun, 2016)

di mana R mewakili kelompok 2,4,4-trimethylpentyl. Massa molekul relatif


adalah 322, temperature, (24 °C), dan density 0,95 g / cm3 (Guan Qing-jun, 2016).
Ekstraksi Nikel Menggunakan Ekstraktan Tunggal. Varietas ekstraktan telah
digunakan oleh peneliti yang berbeda untuk mengekstraksi nikel karena tidak ada
ekstraktan tunggal yang dirancang yang dapat mengekstraksi nikel secara efisien pada
nilai pH yang lebih rendah. Nikel telah diekstraksi dari sulfat, klorida, nitrat, media
asam amonat dan fosfat (Sejal Chauhan 2014).
 Ekstraksi nikel termasuk asam organofosforat, oksim pengkhelat (atau
hidroksioksim), asam karboksilat dan amina dengan berat molekul tinggi (HMWA),
di antaranya asam organofosfor dan oksidasi pengkhelat yang paling banyak
digunakan dan diterima secara komersial. Ekstraktan HMWA dan D2EHPA gagal
16

karena kecenderungan pembentukan emulsi mereka. Selain itu DEHPA dan D2EHPA
memerlukan kontrol pH yang ketat untuk pemisahan dan pemisahan fasa menjadi
buruk karena adanya asam karboksilat ke dalamnya. Aplikasi asam karboksilat
dibatasi oleh kelarutan tinggi dalam air. Dalam kasus oksim, ekstraktan akan
mengalami degenerasi karena oksidasi dan regenerasi memerlukan langkah tambahan
perawatan dengan garam asam hidroksilamin suphurat (D.S. Flett. 2005).
Ekstraktan asam alkil fosfonat dibandingkan dengan asam alkil fosfat stabil
tetapi mengekstraksi nikel pada nilai pH yang lebih tinggi dengan ekstraksi yang
lebih cepat dan kinetika pengupasan. Waktu kesetimbangan untuk PC 88 kurang dari
5 menit tetapi mengekstraksi nikel pada pH> 4. Asam alkilfosinat paling banyak
digunakan untuk ekstraksi dan pemisahan nikel. Sebagian besar pekerjaan yang
dilaporkan terkait dengan Cyanex 272 karena telah terbukti ekstraktan yang efisien
dengan kinetika yang lebih cepat dan kapasitas pemuatan yang lebih tinggi.
Pemisahan menggunakan CYANEX 272 dicapai terutama oleh kontrol pH (R. Singh
1999).
Masalah utama yang terkait dengan CYANEX 272 adalah membutuhkan
jumlah alkali yang tinggi untuk mempertahankan pH. CYANEX 301 dan CYANEX
302 keduanya mengekstraksi nikel pada pH yang sangat rendah tetapi tidak stabil dan
terurai. Ekstraksi Hydroxyoximes menunjukkan kinetika ekstraksi nikel yang lebih
lambat tetapi dieksplorasi untuk ekstraksi nikel terutama karena kemampuan ekstraksi
pada nilai pH yang lebih rendah secara efisien. LIX 84 IC, LIX 860 dan LIX 984 NC
mengekstraksi nikel pada pH rendah. Di antara mereka LIX 984 NC memiliki
kecenderungan membentuk emulsi. Penggunaan ekstraktan campuran sekarang
mendapatkan perhatian untuk mengatasi masalah yang timbul saat menggunakan
ekstraktan tunggal. Ekstraktan yang paling banyak digunakan dan diterima secara
komersial adalah asam organofosfat dan hidroksi oksim (Sejal Chauhan 2014).

2.6 Electrowinning
Proses electrowinning dan electrorefining bagian dari hidrometalurgi dalam
memurnikan logam berharga. Terdapat reaksi yang terjadi yaitu reaksi oksidasi yang
17

terjadi di anoda dan reduksi di katoda. Elektrowinning Ni dengan anoda antimonial


lead digunakan pemurnian dengan larutan yang terdiri dari Ni2SO4, Na2SO4, asam
borak sebagai elektrolit.
Co dihilangkan dengen memisahkan pada tahap purifikasi melalui
elektowinning. Cell diafragma digunakan elektrolit berisi Ni 75 g/l, Na2SO4, dan
asam borak diumpankan ke bagian katoda. Elektrolisis dilakukan pada densitas arus
180 A/m2 dan voltase cell 3,5V. efisiensi arus sekitar 94%.
Reaksi anoda :
2H2O  O2 + 4H+ + 4e (2.21)
Reaksi katoda :
2(Ni2+ + 2e  Ni) (2.22)
Reaksi cell netto :
2Ni2+ 2H2O  2 Ni + 4H + O2 (2.23)
Atau lebih lengkapnya :
2NiSO4 + 2H2O  2Ni + 2H2SO4 + O2 (2.24)

H2SO4 digenerasi pada anoda dan disirkulasi melalui rangkaian leaching.


Katoda di suspense dalam bags meskipun larutan leaching murni sebelum masuk ke
cell. Katoda di proteksi dari anolyte yang mungkin mengandung beberapa impurities
dan kosentrasi ion H+ yang menurunkan efiensi arus katodik. Reaksi pada elektroda
selama elektrolisis, terjadi pada reaksi pada katoda dan anoda. Pada katoda, ion
logam merupakan discharged dan logam merupakan deposit. Pada anoda, reaksi
tergantung pada sifat elektilit seperti reaksi dlam larutan asam dan basa.
Larutan asam :
2H2O  O2 + 4H + 4e E0 = -1.23 V
Larutan basa :
4OH  O2 + 2H2O + 4e E0 = - 0,4 V
Hasil netto dalam kedua reaksi tersebut adalah sama yaitu evolusi O2. Jika larutan
berisi HCl, kemungkinan evolved Cl2.
18

Anoda dan katoda ditempatkan dalam tangki persegi panjang yang diisi dengan
elektrolit, disebut sebagai sel. Sel-sel biasanya terbuat dari beton polimer yang tahan
asam, beton dengan sisipan polimer yang diperkuat fiberglass Sel-sel baru sebagian
besar terbuat dari beton polimer. Setiap sel berisi 46 anoda dan 45 katoda. Anoda dan
katoda adalah berjarak merata di sepanjang sel untuk menyamakan arus di antara
semua anoda dan katoda. Ini memastikan pelapisan yang sama pada semua katoda.
Anoda dalam sel bersentuhan dengan busbar yang sama, sehingga memiliki potensi
listrik yang sama. Cara katoda berhubungan dengan busbar lain dan memiliki
potensial yaitu sekitar 3 V lebih rendah dari potensi anoda. Ini berarti bahwa anoda
dan katoda dalam satu sel terhubung secara elektrik dan paralel. Arus searah untuk
pengambilan listrik disediakan dari thyristoformer rectifiers. Rapat arus yang
digunakan 240 A/m2 dengan arus yang mengalir pada sel biasanya 23 kA. Sel-sel
dihubungkan secara seri (Frank Crundwell, 2011).

Gambar 2.8 Proses hydrometallurgy electrowinning [Michael L, 2013]

Parameter utama pada proses electrowinning meliputi potensial dan arus. Rapat
arus saat ini adalah istilah yang lebih praktis di industri. Potensi dan kerapatan arus
terkait dengan termodinamika dan parameter aplikasi. Potensi dan kerapatan arus
dipengaruhi oleh solusi dan resistensi serta area pengendapan. Kerapatan arus
berlangsung secara kinetika. Dalam reaksi elektrokimia, laju reaksi electrowinning
dapat ditingkatkan dengan tegangan yang tepat. Tegangan menjadi peran penting
dalam menentukan keseluruhan laju reaksi.
Hambatan dalam sel electrowinning berbanding terbalik dengan konduktivitas.
Dengan demikian, agar memiliki resistansi rendah konduktivitas harus Menjadi
tinggi. Akibatnya, tingakat ionisai dan mobilitas tinggi disebabkan oleh garam dan
19

asam. Asam sulfat adalah asam yang umum dipakai dalam larutan elektrolit.
Meskipun asam sulfat mudah terionisasi akan tetapi untuk HSO4- dan H+, ion-ion ini
miliki konduktivitas molar yang baik. Asam lain seperti HCl dan HNO3 mudah
terionisasi dan memiliki konduktivitas ion yang sangat baik. Ion yang membentuk
kompleks seperti asam asetat memiliki konduktivitas molar rendah. Asam kuat
didapatkan dari perspektif mobilitas ion H+ jauh lebih bebas dari pada kebanyakan
ion.
Faktor lain yang mempengaruhi resistensi dalam sel adalah jarak antara anoda
dan katoda. Jarak ini biasanya hanya beberapa sentimeter. Kombinasi untuk
peningkatan ketebalan deposit, strip tepi, korslet, dan mekanik. Persyaratan deposit
biasanya menghasilkan jarak lebih dari 2 cm. Namun, jarak resistensi yang lebih
pendek dapat disebabkan oleh korosi pada permukaan kontak (Michael L, 2013).
Hukum Faraday untuk memperoleh nikel dengan penambahan electron:
¿ 2++2 e−Cu(s )
Kation menuju katoda, dan anion pergi ke anoda. Elektroda yang berfungsi
adalah tempat reduksi terjadi dan elektroda lawan adalah tempat oksidasi terjadi.
Elektroda yang berfungsi adalah katoda dan counter elektroda anoda. Untuk reaksi
oksidasi / reduksi umum:
Ox+ ne−ℜ d
Hukum Faraday memberikan jumlah total biaya yang dihabiskan untuk
mengurangi M mol Ox (Q) adalah:
Q=n . F . M
Biaya yang dihabiskan per unit waktu didefinisikan sebagai arus (I):
dQ ⅆM
=1=n . F .
dt dt
Normalisasi dengan satuan luas memberikan Hukum Faraday yang dinyatakan dalam
Kepadatan Saat Ini (i):
I 1 dM
i= =n . F . .
A A dT
20

Hukum Faraday adalah: arus yang mengalir dalam sirkuit eksternal sebanding dengan
laju reaksi di elektroda (Beukes, N.T.2009).
Faktor lain yang mempengaruhi resistensi dalam sel adalah jarak antara anoda
dan katoda. Jarak ini biasanya hanya beberapa sentimeter. Kombinasi untuk
peningkatan ketebalan deposit, strip tepi, korslet, dan mekanik. Persyaratan deposit
biasanya menghasilkan jarak lebih dari 2 cm. Namun, jarak resistensi yang lebih
pendek dapat disebabkan oleh korosi pada permukaan kontak (Michael L, 2013).
Berdasarkan hukum Faraday II utuk menghitung massa zat yang dihasilkan
pada proses electrowinning meliputi :

i x t x Mr
W=
96.500

Dimana W adalah masa zat yang dihasilkan (gram), I merupakan arus yang dipakai
(A), Mr adalah massa ekivalen zat (gr/mol), t adalah waktu (s) dan F merupakan
konstanta Faraday (96.500 coulomb/mol) (Topayung, 2011).
20

2.7 Review Jurnal

2.7.1 Parameter Proses Pelindian Bijih Nikel ( Leaching )


Parameter Proses Karakterisasi
n # bijih
No Literatur
nikel Lixiviant Pengaduk Tempratur Waktu %Ni %Fe
(menit)
Magnetic
1 Solihin, 2014 100 mesh H2SO4 70-90 oC 60 82 100
Stirrer
Tomasz S dkk Mechanical
2 - H2SO4 25 OC 15 - -
2017 shaker
Cyanex 272,301,302
5
3 Sejal C dkk 2014 - LIX 84 IC, LIX 860, - - - -
150
LIX 984
Kathryn C. Sole
4 - H2SO4 - 270OC - - -
2001
Lung yun Wang,
5 - HCL - 25OC 30
dkk 2017
D2EHPA
6 Sait K dkk 2019 - PC 88A - 250OC 30 93 -
Cyanex 272
7 G. Bacon dkk 2002 - H2SO4 - √ 5 - -
8. Johanes R 2020 √ √ √ √ √ √ √
21

2.7.2 Parameter Proses Solvent Extraction

n Parameter Proses Karakterisasi


No Literatur Solvent
Ni2SO4 Solvent loading Waktu H2SO4 %Ni %Co
Stripping
1. Solihin, 2014 38,9 - - - 60-90% 70.4 -
Tomasz S dkk
2 - D2EHPA 60 D2EHPA 25O mL - -
2017
5 Cyanex
3 Sejal C dkk 2014 - D2EHPA - - -
150 272
Kathryn C. Sole Cyanex
4 - D2EHPA - 80 g/L - -
2001 272
Lung yun Wang, Cyanex 301
5 - 30 HCL - 99.96 50.1
dkk 2017 TBP

D2EHPA Cyanex
6 Sait K dkk 2019 93 30 - 98 91
PC 88A 272

G. Bacon dkk D2EHPA


7 - 20 Cyanex 272 200 g/L - -
2002 Versatic 10
8 Johanes R 2020 √ √ √ √ √ √ √

2.7.3 Pameter Proses Elektrowinning


22

Parameter Proses Karakterisasi


n Rapat
No Literatur Ni2S
Arus Voltase Temperatur Waktu XRD %Ni %Co
O4
listrik
79.55
1. Freire N H J, dkk 2016 300A/m2 9V 60oC 6 - - -
g/L
3.0- 92.9-
2 R.R Moskalyk ,2002 73% 267A/m2 60oC 4
3.1V 95.1
3 M. Holm, dkk 2000 95-99% 220 A/m2 2 kV 40 or 60°C - - - -
4 C. Lupi, dkk 2001 40 g/L - 3.40V 27-60 oC - - 99.6 8
5 C. Lupi, dkk 2009 40 g/L 300 A/m2 - 60oC 5 - 98.5 1.5
6 N. Pradhan, dkk 2001 - 5A 0-30V 20-60oC - - - -
200-400
7 C.Kargl dkk 2003 - 3-4V 50-60oC - - 90 90
A/m2
8 Johanes R 2020 √ √ √ √ √ √ √ √
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Bab III ini menerangkan mengenai diagram alir penelitian, rancangan parameter
proses, proses penelitian, prosedur pengujian, jadwal pelaksanaan percobaan, lokasi
penelitian.

3.1 Diagram Alir Penelitian


FAKTA:
1. Nikel digunakan untuk produksi stainless steel, nonferrous alloys/superalloys, electroplating, baterai katalis.
2. Nikel bersumber dari bijih laterit 42% dari total produksi nikel dunia.
3. Nikel dapat diperoleh dari proses leaching dengan H2SO4, HCl, HNO3
4. Cyanex 272 dan Versatic untuk memisahkan nikel dari pengotor Mg, Fe, Si, AL2O3.
5. Pemurniaan nikel menggunakan electrowinning.

Problem Statement:
“Recovery Nikel Dari Pregnant Leach Solution Menggunakan Cyanex 272”

Mekanisme Proses dan Persamaan Data Mentah


1. Reaksi pelindiian: 1. Material : Bijih Nikel, H2SO4, Cyanex dan Versatic
NiO + H2SO4  Ni2+ + SO42- + H2O 2. Parameter proses : leaching, solvent extraction dan

2. Reaksi solvent extraction: electrowinning.
3. Reaksi elektrowinning :
Anoda : Ni2+(aq)+H2O(l) → Ni(s)
3. Percobaan dan pengujian
+0.5O2(g)+2H+

PELAKSANAAN PERCOBAAN
1. Pelindian, solvent extraction, electrowinning nikel kobalt sesuai dengan parameter proses.
2. Solvent Extraction (Solvent loading dan solvent Stripping).
3. Proses Electrowinning
4. Pengujian kadar Ni dan Co

KOMPILASI DAN PENGOLAHAN DATA


1. Kompilasi data hasil pengujian.
2. Pengolahan data hasil pengujian.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


1. Pengaruh optimasi kadar nikel dengan Cyanex 272.
2. Pengaruh tempratur pada proses solvent extraction.
3. Pengaruh parameter proses pada elektrowinning.

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian


24

3.2 Rancangan Parameter Proses


Proses penelitian tugas akhir ini akan dilakukan sesuai dengan parameter proses
yang telah ditentukan pada Tabel 3.1. Bijih utama yang akan digunakan yaitu nikel
laterit jenis limonit dengan komposisi 1-25% Nikel dan 0,1-1,7% Co dilakukan
pengujian Mineralogi untuk mengetahui unsur pada nikel limonit. Sedangkan untuk
larutan Cyanex 272 20% v/v ditambahkan sebagai pengikat nikel dan pengikat unsur
pengotor lain. Proses ekstraksi yang dilakukan pada proses penelitian tugas akhir ini
menggunakan larutan 20% asam sulfat pada sampel.

Parameter Proses Karakterisasi


#

Tempratur
Bijih bijih Pengaduk
Lixiviant

No nikel nike Waktu XRD %Ni %Fe


l (menit)

100 20% Magnetic


1 Limonit 70⁰C 40 √ √ √
mesh H2SO4 Stirrer
Tabel 3.1 Rancangan parameter proses leaching

Tabel 3.2 Rancangan parameter proses solvent extraction

Parameter Proses Karakterisasi


Solvent
Loading
Tempratur(oC)

n Cyanex 272
Ni2SO4

No Waktu Solvent
%Ni %Co
(menit) Stripping
Volume

pH

20%
1 √ 6 30 H2SO4 40 √ √
v/v
20%
2 √ 6 30 H2SO4 50 √ √
v/v
20%
3 √ 6 30 H2SO4 60 √ √
v/v
Karakterisasi
Parameter Proses

No Rapat
Waktu
Ni2SO4 Arus Voltase Temperatur XRD AAS %Ni %Co
(Jam)
listrik

1 √ 20 A 3V 60oC 6 √ √ √ √

2 √ 30 A 3V 60oC 6 √ √ √ √

3 √ 40 A 3V 60oC 6 √ √ √ √

Tabel 3.3 Rancangan parameter proses elektrowinning


26

3.3 Proses Penelitian


Dalam proses penelitian ini dilakukan 3 tahap meliputi leaching, solvent
extraction, dan electrowinning seperti ditunjukan pada gambar dibawah ini.

Magnetic
Stirrer Cyanex 272 H2SO4
H2SO4

Preparasi Solvent Solvent


Leaching
Loading Stripping

Karakterisasi Sludge
XRD Rafinate NiSO4
Karakterisasi Karakterisasi
AAS AAS
Bijih Limonit

Karakterisasi
AAS Electrowinning

Nickel
Gambar 3.2 Proses Penelitian

Pada proses leaching bijih nikel limonit dilarutkan menggunakan H 2SO4 20% selama
40 menit dengan temperatur pelindian 70oC, pengadukan dengan magnetic stirrer.
Selanjutnya dilakukan proses solvent extraction yang terdiri dari solvent loading dan
solvent stripping. Untuk mengambil nikel di tambahkan Cyanex 272 volume 20%
v/v, dengan pH 6. Selanjutnya dilakukan proses solvent stripping dengan
menambahkan larutan H2SO4 selama 30 menit, tempratur 40oC. dan menghasilkan
NiSO4 yang akan dilakukan proses electrowinning dengan variasi rapat arus (20A,
30A dan 40A) Temperatur 60oC, Voltase 3V, selama 6 jam untuk menghasilkan Ni
99%. Kemudian dilakukan karakterisasi untuk mengetahui karakteristik dari hasil
27

ekstraksi diantaranya pengujian x-ray diffraction (XRD) dan pengujian atomic


absorbsion spektrophotometri (AAS).

3.4 Alat dan Bahan


Pada bagian ini dijelaskan mengenai alat dan bahan yang akan digunakan
selama proses ekstraksi nikel limonit untuk mendapatkan kobalt murni meliputi:
3.4.1. Alat
Tabel 3.4 Spesifikasi Alat

No Alat Spesifikasi
Neraca Analitik

Merek : Fujitsu Fs-Ar210


Ketelitian : 0,0001
1 Berat : 20 Kg
Kapasitas : 210 g x 0,1 mg

Gelas kimia

Merek : Iwaki
2
Kapasitas : 1000,500,250dan50mL

Batang pengaduk

Merek
: Iwaki
Panjang
3 : 20 mm
Diameter
: 5 mm

4 Magnetic stirrer : C-MAG 7


Merek : 10 L
Volume max : 1550oC
Temperatur
max
28

Termometer

Nama : Termometer Alkohol


5 Panjang : 30 cm
Temperatur : 10 - 110oC

Electrowinning

Merek : EW2550G
6 Power Suplai : 2550G inc Controller
kapasitas : 20 L

3.4.2. Bahan
Tabel 3.5 Spesifikasi Bahan

No Alat Spesifikasi
Asam Sulfat (H2SO4)
Merek : Fujitsu Fs-Ar210
Ketelitian : 0,0001
1 Berat : 20 Kg
Kapasitas : 210 g x 0,1 mg

Cyanex 272

Merek : QDOCEAB
Kepadatan : 0,91-0,95 g/mL
2
Nomor model : SP-DSS-83411-71-6
Kemurnian : 90%
29

Nama : Bijih Nikel Limonit


3
Asal dari : Morowali (IMIP)
29

3.5 Prosedur Pengujian


Adapun karakterisasi hasil dari proses recovery Ni dan Co meliputi XRD dan
AAS. Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) menggunakan alat Panalytical X’Pert Pro
PW3040/x0 dan pengujian Atomic Absorbsion Spektrophometri (AAS) menggunakan
alat.
3.5.1 Prosedur Pengujian XRD
Difraksi sinar X atau X-ray diffraction (XRD) untuk mengidentifikasi
fasa dan mendapatkan ukuran partikel.
Preparasi
Penentuan titk uji

Pengujian Tembakan sinar x


Masukan sampel ke
difraktometer

Kompilasi
Kompilasi Pengolahan data

Gambar 3.3 Prosedur pengujian XRD

3.5.2 Prosedur Pengujian Atomic Absorbsion Spektrophometri (AAS)


Preparasi
Setting burner Measurements sampel

Pengujian
Masukan sampel ke Tembakan burner
difraktometer

Kompilasi Kompilasi Pengolahan data


Gambar 3.5 Prosedur pengujian AAS
30

3.6 Jadwal Pelaksanaan Percobaan


Jadwal pelaksanaan percobaan direncanakan dengan tabel dibawah ini :

Tabel 3.2 Jadwal pelaksaan percobaan

NO Kegiatan Tahun 2019-2020


Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Studi Literatur

2 Pembuatan
Proposal Tugas
Akhir

3 Persiapan
Spesimen

4 Proses penelitian
dan Pengumpulan
Data

5 Penyusunan Tugas
Akhir
31

3.7 Lokasi Penelitian


NO TEMPAT KEGIATAN
Badan Layanan Umum Tekmira
Melakukan
1 Jl. Jendral Sudirman No.623,
pengujian XRD
Bandung, Jawa Barat

Laboratorium Kimia dan Korosi


Teknik Metalurgi Universitas
Melakukan leaching
Jenderal Achmad Yani Bandung
2 dari bijih Nikel
Jl. Terusan Jenderal Gatot Subroto,
Limonit
PO.BOX 807 Bandung, Jawa
Barat 40285

Laboratorium Kimia dan Korosi


Teknik Metalurgi Universitas Melakukan Proses
Jenderal Achmad Yani Bandung Solvent Loading,
3
Jl. Terusan Jenderal Gatot Subroto, Solventcstripping
PO.BOX 807 Bandung, Jawa dan Electrowinning
Barat 40285

Badan Layanan Umum Tekmira


Melakukan
4 Jl. Jendral Sudirman No.623,
pengujian AAS
Bandung, Jawa Barat
Tabel 3.3 Lokasi Penelitian

Daftar pustaka
32

1. Kuck, PH. Nickel. U.S. Geological Survey, Mineral Commodity Summaries


2012.
2. Dalvi AD, Bacon WG dan Osbourne RC. The Past and the Future of Nickel
Laterites. Inco Limited, Ontario, Canada 2004; p. 27.
3. Norgate, T dan Jahanshahi. Low Grade Ores – Smelt, Leach or Concentrate?
Minerals Engineering 2010 ; 23:65-73.
4. J.M. Duke, 1990, Mineral Deposit Models: Nickel Sulfide Deposits Of The
Kambalda Type, Canadian Mineralogist Vol. 28 p. 379-388.
5. G.M. Mudd, Nickel Sulfide Versus Laterite : The Hard Sustainability Challenge
Remains, Proceeding of “48th Annual Conference of Metallurgists”, Canadian
Metallurgical Society, Sudbury, Ontario, Canada, August 2009.
6. Antam Tbk, 2012, Feasibility study of blast furnace for limonite processing,
Jakarta.
7. J. Barkas, Nickel and Stainless Steel: prospects and challenges, SBB World Steel
Raw Materials Conference, Bali, 2011.
8. N. Voermann, T. Gerritsen, Developments in furnace technology for ferronickel
production, Proceedings of 10th International Ferroalloys, 2004, p.455-465.
9. Kyle J, Nickel Laterite Processing Technologies – Where to Next?. ALTA 2010
Nickel/Cobalt/Copper Conference, Perth, 24-27 Mei 2010.
10. McDonald, RG dan Whittington, BI. Atmospheric Acid Leaching of Nickel
Laterites Review Part II Chloride and Biotechnologies. Hydrometallurgy 2008;
91: 56-69.
11. Mulshaw S, Gardner M, Metals Market Service, Longterm Outlook: Nickel,
2011, p.1-26.
12. Xinfang J, Ferro-nickel / NPI Production from Laterite, Presentation of
Tsingshan Holding Group, 2008.
13. Chen TT, Dutrizae JE, Krause E, Osborne R, Mineralogical Characterization of
Nickel Laterites from New Caledonia and Indonesia, Proceeding of International
Laterite Nickel Symposium 2004, p.79-99.
33

14. Habashi F, Handbook of Extractive Metallurgy : Nickel, Wiley-VCH, 1997, p.


715-790.
15. Prasetyo P, Tinjauan Tertundanya Pengolahan Laterit Dengan Teknologi HPAL
Di Indonesia, Seminar Nasional Material dan Metalurgi 2008, p.57-68.
16. Solihin, Pengolahan Bijih Laterit Nikel Kadar Rendah dengan Proses
Hidrometalurgi, Seminar Nasional Teknoin (2011) A-118-121.
17. Thillier C, Weda Bay Feasibility Study: Geology and Resources, Weda Bay
Eramet. 2009.
18. Habashi F, Extractive Metallurgy Vol 1: Kinetics, 1970.
19. Castellan GW, “Physical Chemistry,” 3rd Ed. Addison-Wesley, 1983.
20. Moore JJ, Chemical Metallurgy, Butterworths 1981.
21. Perez N, Electrochemical and Corrosion, Kluwer Academic Publishers, 2004.
22. Canterford, J.H., 1986. Acid leaching of chromite-bearing nickeliferous laterite
from Rockhampton, Queensland. Proceedings of the Australasian Institute of
Mining and Metallurgy, 291, pp. 51–56.
23. Gjelsvik, N., Torgersen, J.H., 1983. Method of acid leaching of silicates. US
Patent 4,367,215.
24. Büyükakinci E, Topkaya Y, Extraction of nickel from lateritic ores at
atmospheric pressure with agitation leaching, Hydrometallurgy 97 (2009) 33–38.
25. Free, Michael L.”Hydrometallurgy Fundamentals and Applications”.United
States of America, 2013, P 218-223.
26. Crundwel Fank K, Michael S. Moats, Venkoba R, Timothy G.R, William G.D.”
Extractive Metallurgy of Nickel, Cobalt and Platinum-Group Metals”Oxford,
Amsterdam, The Netherlands, 2011.
27. Topayung, Daud.” Pengaruh Arus Listrik Dan Waktu Proses Terhadap Ketebalan
Dan Massa Lapisan Yang Terbentuk Pada Proses Elektroplating Pelat Baja”.
Program Studi Teknik Mesin Politeknik Negeri Manado.2011.

Anda mungkin juga menyukai