Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini kebutuhan akan material terutama logam sangatlah penting.

Besi dan baja merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar untuk suatu

konstruksi. Dengan berbagai macam kebutuhan sifat mekanik yang dibutuhkan

oleh suatu material ialah berbeda-beda. Salah satu dari sifat mekanik logam ialah

ketangguhan. Sifat ketangguhan adalah kemampuan suatu logam untuk menahan

beban kejut atau menyerap energi yang diberikan. Ketangguhan suatu logam

merupakan gabungan antara kekuatan dan keuletan logam tersebut. Karena itu

pentingnya melakukan pengujian impak adalah untuk mengetahui nilai

ketangguhan suatu logam. uji impak banyak dipakai dalam bidang menguji sifat

mekanik yang dimiliki oleh suatu material tersebut.Uji impak adalah pengujian

dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading) Pada pembebanan

cepat atau disebut dengan beban impak, terjadi proses penyerapan energi yang

besar dari energi kinetik suatu beban yang menumbuk ke spesimen. Proses

penyerapan energi ini, akan diubah dalam berbagai respon material seperti

deformasi plastis, efek histerisis, gesekan, dan efek inersia.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur


2

terhadap harga impak (HI) serta jenis patahan dan sifat perpatahan berdasarkan

persen patahan.

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah di dalam percobaan perlakuan panas ini yang

terdiri dari variabel – variabel sebagai berikut, variabel bebas di dalam percobaan

ini ialah temperatur pemanasan baja BSN 375, kemudian variabel kontrol dalam

percobaan ini adalah baja BSN 375, serta adapun variable terikat dari percobaan

uji impak ini adalah harga impak, energi yang diserap, serta jenis patahan

berdasarkan persen patahan baja tersebut.

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk memahami isi dari laporan ini dikelompokkan menjadi beberapa

sub bab dengan sistematika penulisan yang terbagi menjadi sebagai berikut. Bab I

Pendahuluan yang Berisikan mengenai latar belakang, tujuan, batasan masalah

dan sistematika penulisan, lalu berikutnya Bab II Tinjauan Pustaka yang berisikan

dasar teori mengenai uji impak yang dikutip dari beberapa sumber yaitu jurnal dan

buku, Bab III Metode Penelitian yang berisi mengenai alat dan bahan yang

dibutuhkan saat percobaan serta langkah – langkah yang dilakukan saat

melakukan percobaan uji impak, Bab IV Hasil dan Pembahasan berisi mengenai

pembahasan serta data hasil percobaan yang mencakup penjelasan prosedur serta

perbandingan antara data dari hasil percobaan dengan literatur, Bab V Kesimpulan

dan Saran yang berisi mengenai kesimpulan dan saran yang didapatkan dari hasil

percobaan dengan analisa yang sudah diuraikan di sub bab sebelumnya.


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Besi dan baja merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar dalam suatu

konstruksi. Berbagai macam kebutuhan sifat mekanik yang dibutuhkan oleh suatu

material ialah berbeda-beda. Sifat mekanik diantaranya kekerasan, keuletan,

ketangguhan, kekuatan, dan sebagainya. Dengan sifat pada material teknik

berbeda-beda, maka banyak metode untuk menguji sifat yang dimiliki oleh suatu

material tersebut. Ketahanan impak biasanya diukur dengkan uji impak izod atau

charpy terhadap uji bertakik atau tanpa takik. Pada pengujian ini beban diayunkan

dari ketinggian tertentu dengan mengenai benda uji, kemudian diukur energi

dispasi pada patahan[1]. Uji impak merupakan salah satu metode untuk mengetaui

kekuatan, kekerasan, serta keuletan suatu material. Ketangguhan (impak)

merupakan ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan

pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan

dilakukan secara perlahan-lahan[2].

2.2. Uji Impak

Uji impak merupakan salah satu metode yang digunakan untuk

mengetahui kekuatan, kekerasan, serta keuletan material. Uji impak digunakan

pembebanan yang cepat (rapid loading). Perbedaan dari pembebanan jenis ini
4

dapat dilihat pada strain ratenya. Pada pembebanan cepat atau disebut dengan

beban impak, terjadi proses penyerapan energi yang besar dari energi kinetik

suatu beban yang menumbuk ke benda uji[3].

2.3 Prinsip Dasar Mesin Uji Impak

Prinsip Dasar Mesin Uji Impak Apabila pendulum dengan berat G dan

pada kedudukan h1 dilepaskan, maka akan mengayun sampai kedudukan posisi

akhir 4 pada ketinggian h2 yang juga hampir sama dengan tinggi semula (h1),

dimana pendulum mengayun bebas. Pada mesin uji yang baik, skala akan

menunjukkan usaha kilogram meter (kg.m) pada saat pendulum mencapai

kedudukan 4. Seperti terlihat pada Gambar 2.3[4].

Gambar 2.1 Prinsip Dasar Mesin Uji Impak[4]

Apabila batang uji dipasang pada kedudukannya dan pendulum

dilepaskan, maka pendulum akan memukul batang uji dan selanjutnya pendulum

akan mengayun sampai kedudukan 3 pada ketinggian h2.

Usaha yang dilakukan pendulum waktu memukul benda uji atau usaha yang
5

diserap benda uji sampai patah dapat diketahui dengan menggunakan persamaan

2.1[3]. :

W1 = G x h1 (Kg.m) ........................................................................... 2.1

Atau dengan menggunakan persamaan 2.2 :

W1 = G x λ (1 – cos α) (Kg.m).......................................................... 2.2

Dimana :

W1 = Usaha yang dilakukan (Kg.m)

G = Berat pendulum (Kg)

h1 = Jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)

λ = Jarak lengan pengayun (m)

cos λ = Sudut posisi awal pendulum

Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan 2.3 :

W2 = G x h2 (Kg.m) ........................................................................... 2.3

Atau dengan menggunakan persamaan 2.4 :

W2 = G x λ (1 – cos β) (Kg.m)......................................................... 2.4

Dimana :

W2 = Sisa usaha setelah mematahkan benda uji (Kg.m)

G = Berat pendulum (Kg)

H2 = Jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)

λ = Jarak lengan pengayun (m)

cos β = Sudut posisi akhir pendulum

Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji dapat diketahui
6

melalui persamaan 2.5 :

W = W1 – W2 (Kg.m) ...................................................................... 2.5

Sehingga dari persamaan diatas diperoleh persamaan 2.6 :

W2 = G x λ (cos β – cos λ) (Kg.m) ................................................... 2.6

dimana :

W = Usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (Kg m)

W1 = Usaha yang dilakukan (Kg m)

W2 = Sisa usaha setelah mematahkan benda uji (Kg m)

G = Berat pendulum (Kg)

Λ = Jarak lengan pengayun (m)

cos λ = Sudut posisi awal pendulum

cos β = Sudut posisi akhir pendulum

Besarnya harga impak setelah dilakukan pengujian dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan 2.7:

K = A0 W ............................................................................................ 2.7

dimana :

K = Nilai impak (Kg m/mm2 )

W = Usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (Kg m)

Ao = Luas penampang di bawah takikan (mm2 )

Pengujian impak dapat di identifikasi sebagai berikut[4] :

1. Material yang getas, bentuk patahannya akan permukaan merata, hal ini

menunjukkan bahwa material yang getas akan cenderung patah akibat tegangan
7

normal.

2. Material yang ulet akan terlihat meruncing, hal ini menunjukkan bahwa

material yang ulet akan patah akibat tegangan geser.

3. Semakin besar posisi sudut β akan semakin getas, demikian sebaliknya. Artinya

pada material getas, energi untuk mematahkan material cenderung semakin kecil,

demikian sebaliknya.

2.4 Metode Impak

Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan

sampel standar yaitu batang uji charpy dan batang uji izod.

2.4.1 Metode Charpy

Pengujian impak charpy (juga dikenal sebagai tes charpy v-notch)

merupakan standar pengujian laju regangan tinggi yang menentukan jumlah

energi yang diserap oleh bahan selama terjadi patahan. Energi yang diserap adalah

ukuran ketangguhan bahan tertentu dan bertindak sebagai alat untuk belajar

bergantung pada suhu transisi ulet getas. Metode ini banyak digunakan pada

industri dengan keselamatan yang kritis, karena mudah untuk dipersiapkan dan

dilakukan. Kemudian hasil pengujian dapat diperoleh dengan cepat dan murah.

Tes ini dikembangkan pada 1905 oleh ilmuwan Perancis Georges Charpy.

Pengujian ini penting dilakukan dalam memahami masalah patahan kapal selama

Perang Dunia II.

Metode pengujian material ini sekarang digunakan di banyak

industri untuk menguji material yang digunakan dalam pembangunan kapal,


8

jembatan, dan untuk menentukan bagaimana keadaan alam (badai, gempa bumi,

dll.) akan mempengaruhi bahan yang digunakan dalam berbagai macam aplikasi

industri. Tujuan uji impak charpy adalah untuk mengetahui kegetasan atau

keuletan suatu bahan (spesimen) yang akan diuji dengan cara pembebanan secara

tiba-tiba terhadap benda yang akan diuji secara statik. Dimana benda uji dibuat

takikan terlebih dahulu sesuai dengan standar ASTM E23 dan hasil pengujian

pada benda uji tersebut akan terjadi perubahan bentuk seperti bengkokan atau

patahan sesuai dengan keuletan atau kegetasan terhadap benda uji tersebut.

Percobaan uji impak charpy dilakukan dengan cara pembebanan secara tiba-tiba

terhadap benda uji yang akan diuji secara statik, dimana pada benda uji dibuat

terlebih dahulu sesuai dengan ukuran standar ASTM E23. Adapun perlengkapan

yang digunakan dalam pengujian impact yaitu alat uji impak tipe charpy dan

benda uji. Beberapa kelebihan dari metode charpy, antara lain[5] :

a. Hasil pengujian lebih akurat.

b. Pengerjaannya lebih mudah dipahami dan dilakukan.

c. Menghasilkan tegangan uniform di sepanjang penampang.

d. Waktu pengujian lebih singkat.

Sementara kekurangan dari metode charpy, yaitu :

a. Hanya dapat dipasang pada posisi horizontal.

b. Spesimen dapat bergeser dari tumpuan karena tidak dicekam.

c. Pengujian hanya dapat dilakukan pada spesimen yang kecil.


9

Energi pembebanan

Gambar 2.2 Metode Charpy[5]

Secara skematik alat uji impak charpy seperti gambar dibawah ini:

Gambar 2.3 Ilustrasi Skematis Pengujian Impak[5]

Bila pendulum pada kedudukan h1 dilepaskan, maka akan mengayun

sampai kedudukan fungsi akhir pada ketinggian h2 yang juga hampir sama

dengan tinggi semula h1 dimana pendulum mengayun bebas. Bila pendulum


10

dengan berat G dan pada kedudukan h1 dilepaskan, maka akan mengayun sampai

kedudukan fungsi akhir 4 pada ketinggian h3 yang juga hampir sama dengan

tinggi semula h1 dimana pendulum mengayun bebas. Pada mesin uji yang baik,

skala akan menunjukkan usaha lebih dari 0,05 kilogram meter (kg m), pada saat

pendulum mencapai kedudukan 4. Bila batang uji dipasang pada kedudukannya

dan pendulum dilepaskan, maka pendulum akan memukul batang uji dan

selanjutnya pendulum akan mengayun sampai kedudukan 3 pada ketinggian h2[5] .

2.4.2 Metode Izod

Merupakan pengujian impak dengan meletakkan posisi spesimen uji

pada tumpuan dengan posisi dan arah pembebanan searah dengan arah takikan.

Pada umumnya metode charpy banyak digunakan di Amerika sedangkan metode

izod digukan di Eropa. Kelebihan metode Izod antara lain[5] :

a. Tumbukan tepat pada takikan dan spesimen tidak mudah

bergeser karena salah satu ujungnya dicekam.

b. Dapat menggunakan spesimen dengan ukuran yang lebih besar.

Sedangkan kerugian penggunaan metode izod :

a. Biaya pengujian lebih mahal.

b. Pembebanan yang dilakukan hanya pada satu ujungnya,

sehingga hasil yang diperoleh kurang baik.

c. Hasil perpatahan kurang baik.

d. Waktu yang digunakan untuk pengujian cukup panjang karena

prosedur pengujian yang banyak.


11

Energi
pembebanan

Gambar 2.4 Metode Izod [5]

2.5 Jenis Patahan

Fracture atau patah pada material teknik mungkin terjadi karena dua hal

yaitu ductile fracture (patah ulet) dan brittle fracture (patah getas). Hal ini

ditentukan dari kemampuan material ketika mengalami deformasi plastis. Material

ulet biasanya mempunyai daerah deformasi plastis yang luas disertai penyerapan

energi yang besar. Sebaliknya material getas mengalami sedikit atau tidak sama

sekali deformasi plastis dengan penyerapan energi yang kecil yang akan

mengakibatkan patah getas.

2.5.1 Patah Getas

Patahan getas yang ditandai oleh perambatan retak yang cepat

dengan pengeluaran energi sedikit dibandingkan dengan patahan ulet dan tanpa

cukup deformasi plastik. Perpatahan kuat tarik getas memiliki tampilan cerah,

berbutir, dan tidak ada penciutan (necking) [6] .

2.5.2 Patah Ulet

Patahan ulet ditandai dengan retakan logam disertai dengan

deformasi plastik dan pengeluaran energi yang cukup besar. Perpatahan tarik ulet
12

di sebagian besar material memiliki penampilan berserabut, abu-abu. Perpatahan

ulet terjadi melalui mekanisme yang dikenal sebagai coalescence microvoid[6].


13

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Diagram Alir Percobaan

Berikut merupakan diagram alir dari percobaan uji impak yang telah

dilakukan. Dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini :

Logam baja BSN 375

Kedalaman takik dan luas penampang benda uji diukur

Satu baja BSN 375 dimasukkan kedalam oven

Bandul pada mesin uji diatur pada posisi 300 joule

BSN 375 yang telah di panaskan diletakkan pada mesin uji impak charpy

Bandul dilepaskan dan energi yang diserap untuk mematahkan benda uji
dicatat

Percobaan benda uji pada kondisi temperature yang berbeda dilakukan

Harga impak yang telah didapatkan dari setiap benda uji dihitung

Bentuk patahan yang terjadi diamati dan diukur serta tentukan % (persen)
patahan yang didapat pada spesimen tersebut

Data Pengamatan
14

Pembahasan

Literatur
Kesimpulan

Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan Uji Impak

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat-Alat yang Digunakan

Berikut merupakan alat-alat yang digunakan dalam percobaan uji

impak yaitu:

1. Mesin uji impak charpy

2. Termometer

3. Jangka Sorong

4. Tang penjepit

5. Palu

3.2.2 Bahan-Bahan yang Digunakan

Berikut merupakan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam percobaan

uji impak adalah:

1. Baja BSN 375

2. Air
15

3.3 Prosedur Percobaan

Berikut ini merupakan langkah-langkah dari pengerjaan percobaan uji

impak adalah sebagai berikut:

1. Spesimen yaitu baja BSN 375 disiapkan sebanyak 2 buah.

2. Luas penampang benda uji dan kedalaman takik diukur.

3. Baja BSN 375 dipanaskan di dalam oven

4. Bandul pada mesin uji impak charpy diatur pada posisi skala 300 Joule.

5. Benda uji diletakkan pada mesin uji impak charpy

6. Bandul dilepaskan dan energi yang diserap untuk mematahkan spesimen baja

dicatat.

7. Nilai harga impak spesimen tersebut dihitung.

8. Bentuk patahan yang terjadi diamati dan diukur.

9. Tentukan % (persen) patahan yang didapat pada spesimen tersebut

10. Data yang didapat dari hasil percobaan dicatat pada blanko percobaan.
16

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Percobaan

Setelah melakukan praktikum uji impak yang telah dilakukan terhadap

spesimen yaitu baja BSN 375 dengan menggunakan tiga suhu berbeda yaitu 5℃,

30℃, dan 50℃ dengan menggunakan metode charpy dan dengan bentuk takik V

maka didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Impak

No. Bahan Luas Penampang Suhu (℃) Energi

(mm2) (Joule)

1. BSN 375 80 mm2 5℃ 15

2. BSN 375 80 mm2 30℃ 93

3. BSN 375 80 mm2 50℃ 113

No. Bahan Harga Impak (J/ mm2) Bentuk Patahan Jenis

(%) Perpatahan

1. BSN 375 0,1875 J/ mm2 11% Patah Getas


17

2. BSN 375 1,1625 J/ mm2 21 % Patah Getas

3. BSN 375 1,4125 J/ mm2 62 % Patah Ulet

4.2. Pembahasan

Pada awal percobaan uji impak ini kami menyiapkan dua buah spesimen

berupa baja BSN 375, yang kemudian luas penampang dan kedalaman takik dari

spesimen itu kami ukur menggunakan jangka sorong dengan satuan mm, lalu

berikutnya kami masukkan BSN 375 kedalam oven yang sudah terlebih dahulu

dipanaskan.

Selama menunggu proses pemanasan itu kami kemudian mengatur posisi

dari bandul pada mesin uji impak charpy pada posisi skala 300 joule. Setelah itu

benda uji berupa BSN 375 diambil dari dalam oven dengan menggunakan tang

penjepit dan sarung tangan, kemudian mengukur suhu dari BSN 375

menggunakan thermometer, dan suhu yang didapat adalah 50℃. Kemudian BSN

375 yang telah dipanaskan diletakkan pada mesin uji impak charpy dengan posisi

benda impak berlawanan arah dengan posisi takik. Setelah itu bandul yang ada

pada mesin uji impak charpy dilepaskan hingga menumbuk spesimen tersebut dan

kemudian mencatat energi yang diserap oleh spesimen, namun spesimen pada

percobaan ini ternyata tidak langsung terbelah menjadi 2 bagian, karena adanya

proses pemanasan yang membuat baja BSN 375 menjadi semakin ulet, hal ini

berkaitan dengan adanya gerakan atom yang bergerak cepat didalam material

logam tersebut yang membuat baja menjadi semakin ulet, sehingga dalam
18

prosesnya memerlukan alat bantu yaitu palu untuk membuatnya terbelah menjadi

2 bagian.

Kemudian kami melakukan percobaan kembali dengan menggunakan

spesimen atau BSN 375 dengan suhu yang lebih rendah yang tidak dipanaskan

atau sesuai dengan suhu ruangan, yaitu 30℃. Ketika dilakukan percobaan

menggunakan mesin uji impak, BNS 375 terbelah dua. Hal ini dikarenakan BSN

375 dengan suhu kamar mempunyai suhu yang rendah, dan tidak menyerap energi

lebih banyak daripada BSN yang telah dipanaskan, sehingga mempengaruhi jenis

patahan dari BSN 375, maka patahan yang dihasilkan adalah patah getas.

Setelah spesimen terbelah menjadi 2 bagian kemudian kami menghitung

nilai harga impak dari spesimen tersebut dengan membagi antara energi yang

diserap spesimen dengan luas permukaan spesimen tersebut. Harga impak yang

didapat adalah, pada BSN 375 dengan suhu 5℃ menghasilkan harga impak

sebesar 0,1875 J/mm2, pada BSN 375 dengan suhu 30℃ menghasilkan harga

impak sebesar 1,1625 J/mm2, sedangkan pada BSN 375 dengan suhu 50℃

mendapatkan hasil 1,4125 J/mm2. Dan kemudian kami menentukan jenis patahan

yang terjadi pada spesimen tersebut berdasarkan persen patahan yang merujuk

pada tabel persen patahan


19

NDT FDT
100

Energy Fracture % cleavage


absorbeb apperance fracture
, Cv
50

Cv
0
T5m T4 T3 T2 T1
Temperature
Gambar 4.1 Diagram FATT

Pengujian yang dilakukan dengan metode charpy akan menghasilkan impak

yang lebih valid dibandingkan bila dilakukan dengan izod, karena energi yang

diserap penyangga tidak terlalu besar sehingga tidak banyak mempengaruhi harga

impak. Praktikum ini menggunakan spesimen BSN 375 dengan takikan V. Selain

harga impak, pengujian ini juga dapat menentukan nilai temperatur transisi.

Temperatur transisi adalah jangkauan temperatur dimana suatu material

mengalami perubahan jenis patahan dari ulet menjadi getas. Temperatur transisi

dapat ditentukan dengan banyak cara. Pertama dengan FATT (Fracture

Appearance Transition Temperature), yaitu temperatur dimana permukaan

patahan 50% getas dan 50% ulet. Kedua, memperhatikan nilai FTP (Fracture

Transition Plastic) dan NDT (Nil Ductile Temperature). FTP adalah temperatur

dimana suatu patahan dari ulet sempurna menjadi getas. Sedangkan NDT adalah

temperatur saat tidak ada lagi deformasi plastis yang terjadi sehingga suatu

material langsung mengalami patah getas. Jangkauan temperatur antara FTP dan
20

NDT inilah yang disebut dengan temperatur transisi. Prinsip pengujian impak ini

adalah menghitung energi yang diberikan beban dan menghitung energi yang

diserap oleh spesimen.

Ketiga baja BSN 375 dilakukan perlakuan pada suhu yang berbeda-beda,

masing-masing adalah Dari 500C, 300C, dan 50C.hasil perlakuan pemberian suhu

tersebut, energi yang diserap pun berbeda-beda yaitu secara berurutan 113 J, 93J

dan 15 J. Maka didapatkan hasil bahwa semakin tinggi suhu yang diberikan pada

benda uji, energi yang diserap juga akan semakin tinggi. Berikutnya hasil yang

akan dibandingkan adalah grafik yang menunjukkan antara pengaruh perubahan

temperatur terhadap besarnya persen patahan.

Dari persen patahan yang didapat, bentuk patahan pun dapat ditentukan

jika dilihat dari diagram FATT (Fracture Appearance Transition Temperature).

Pada diagram FATT semakin besar persen patahannya, maka material tersebut

merupakan patahan bersifat getas dan semakin rendah persen patahannya bersifat

ulet. Patah getas dapat dilihat dari bentuk patahannya yang terlihat datar dan

mengkilap, sedangkan patah ulet bentuk patahannya terlihat buram dan

membentuk cup dan cone serta terlihat seperti serabut-serabut.

Ketiga baja BSN 375 dilakukan perlakuan pada suhu yang berbeda,

masing-masing adalah 500C, 300C, dan 50C. Dari hasil perlakuan pemberian suhu

tersebut, maka presentasi patahan (% patahan) yaitu secara berurutan 62%, 21%,

dan 11%. Berdasarkan teori untuk menentukan patahan, jika diketahui bahwa nilai

patahannya >50% maka material tersebut adalah ulet dan bila nilai patahannya <

50% maka material tersebut getas[4]. Jadi semakin tinggi temperaturnya maka
21

patahannya semakin ulet, dan sebaliknya semakin rendah temperaturnya maka

akan semakin getas pula patahan yang dihasilkannya fenomena ini terjadi erat

kaitannya dengan dengan adanya getaran antar atom yang mana jika suatu

meterial dipanaskan maka atom tersebut akan bergetar dengan cepat dan befungsi

sebagai penahan yang menyebabkannya menjadi semakin ulet dan secara otomatis

akan membuat material tersebut menjadi semakin tangguh. Semakin rendah harga

impak, maka jenis perpatahan yang terjadi akan semakin getas, semakin tinggi

harga impak, maka jenis perpatahan yang terjadi akan semakin ulet. Secara umum

fracture atau patah adalah terbaginya sebuah benda menjadi beberapa bagian atau

lebih dikarenakan tegangan yang statis.

Dari ketiga baja BSN 375 dilakukan perlakuan pada suhu yang berbeda,

masing-masing adalah 50 0C, 300C, dan 50C. Dari hasil perlakuan pemberian suhu

tersebut, maka didapatkan nilai harga impak dari spesimen tersebut yaitu secara

berurutan 1,4125 J/mm2, 1,1625 J/mm2, dan 0,1875 J/mm2, hal ini membuktikan

bahwa pada temperatur yang besar maka usaha untuk mematahkan spesimen

tersebut juga akan semakin besar, karena perubahan sifat mekanik yang terjadi,

temperatur spesimen sangat berpengaruh terhadap keuletan atau kegetasan suatu

logam. Dan semakin tinggi temperaturnya maka akan semakin ulet logam tersebut

dan begitu juga sebaliknya.


22

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan pada praktikum ini, yaitu uji impak

dengan menggunakan satu buah spesimen yaitu baja BSN 375 yang menggunakan

metode charpy dengan bentuk takik V maka dapat disimpulkan ialah sebagai

berikut ini :

1. Pada temperatur 50°C, dengan luas penampang 80 mm2. Maka

besarnya energi bandul yang diserap untuk mematahkan material

sebesar 113 joule, dengan harga impak sebesar 1,4125 J/mm2 ,

patahannya bersifat ulet dengan persen patahannya sebesar 62%.

2. Pada temperatur 300C, dengan luas penampang 80 mm2. Maka

besarnya energi bandul yang diserap untuk mematahkan material

sebesar 93 Joule, dengan harga impak sebesar 1,1625 J/mm2 ,

patahannya bersifat getas dengan persen patahannya sebesar 21 %.

3. Pada temperatur 50C, dengan luas penampang 80 mm2. Maka

besarnya energi bandul yang diserap untuk mematahkan material

sebesar 15 Joule, dengan harga impak sebesar 0,1875 J/mm2 ,

patahannya bersifat getas dengan persen patahannya sebesar 11%.

4. Temperatur spesimen sangat berpengaruh terhadap keuletan atau


23

kegetasan suatu logam. Semakin tinggi temperaturnya maka akan

semakin ulet logam tersebut dan begitu juga sebaliknya.

5. Semakin tinggi temperatur, semakin besar persenan perpatahannya,

maka semakin besar pula harga impaknya sehingga semakin ulet

logam tersebut, begitupula dengan sebaliknya.

5.2. Saran

Agar praktikum uji impak selanjutnya dapat berjalan dengan lancar, maka

dapat diberikan saran sebagai berikut :

1. Untuk praktikum selanjutnya, dapat menggunakan spesimen lain

selain BSN 375,

2. Untuk perhitungan harga impak juga membutuhkan kecermatan agar

tidak terjadi kesalahan perhitungan dan penentuan bentuk patahan

serta sifat patahan.


24

DAFTAR PUSTAKA

[1] Hirsch, P.B. (ed). The Physics of Metals. 2. Defect. Cambridge University

Press, Cambridge. 1975

[2] Handoyono Yopi.Perancangan Alat Uji Impak Metode Charpy Kapasitas

100 Joule.Jurnal Imiah Teknik Mesin.2013;Vol.1:45

[3] Budiman Haris. Analisis Pengujian Impak Metode Izod dan Charpy

Menggunakan Benda Uji Aluminium dan Baja ST37. Jurnal ilmiah.2010 ;

Vol.1:244

[4] Muhibuddin.2014. Pengujian dan Validasi Alat Uji Impak Type Charpy (

Impact Testing Machine). Tugas Akhir Sarjana Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Teuku Umar, Meulaboh.

[5] Shackelford, James, F. Introduction to Material Science for Enginering.

London Prentice Hall International, Inc. 1992.

[6] Widiyanti et al. Perbedaan Kekuatan Tarik dan Jenis Patahan Sambungan

Las GMAW Baja Karbon Rendah (ST 37) Akibat Proses Normalizing.

Jurnal Pendidikan Profesional.2016 ; Vol.5 : 13


25

LAMPIRAN A

CONTOH PERHITUNGAN
26

Lampiran B. Jawaban Pertanyaan dan Tugas Khusus

B.1 Jawaban Pertanyaan

1. Jelaskan perbedaan antara ketangguhan, kekuatan dan kekerasan !

Jawaban :

a. Kekuatan

Merupakan kemampuan suatu material untuk menerima tegangan tanpa

menyebabkan material menjadi patah. Berdasarkan pada jenis beban yang

bekerja, kekuatan dibagi dalam beberapa macam yaitu kekuatan tarik,

kekuatan geser, kekuatan tekan, kekuatan torsi, dan kekuatan lengkung.

b. Kekerasan

Merupakan ketahanan material terhadap penekanan atau indentasi /

penetrasi. Sifat ini berkaitan dengan sifat tahan aus (wear resistance) yaitu

ketahanan material terhadap penggoresan atau pengikisan.

c. Ketangguhan

Merupakan kemampuan material untuk menyerap sejumlah energi tanpa

mengakibatkan terjadinya kerusakan.

2. Jelaskan dan gambarkan macam-macam takik spesimen uji impak menurut

standar ASTM!

Jawaban :

Macam-macam takikan specimen uji impak menurut standar ASTM adalah:

a. Takik V

Takik V atau takik segitiga V memiliki energy impak yang paling kecil,

sehingga mudah patah. Hal ini terjadi karena distribusi tegangan hanya
27

terkonsentrasi pada satu titik saja, yaitu pada ujung takikan. Bentuk

notchnya seperti huruf V, mudah untuk melakukan pengujiannya, ukuran

benda kecil sehingga mudah untuk diuji. Biaya yang dikeluarkan untuk

pengujiannya relatif murah dibanding dengan menggunakan notch

lainnya dan pengujiannya dapat dilakukan di suhu ruang. Kelebihan yang

lain adalah patahan yang terjadi sangat terkonsentrasi, sedangkan

kekurangan dari V notch adalah terlalu mudah patah.

b. Takik U

Takik U atau takik setengah lingkaran memiliki energi impak yang besar

karena distribusi tegangan tersebar pada setiap sisinya, sehingga tidak

mudah patah, Bentuk notch nya merupakan huruf U. karena bentuk

notchnya yang membentuk huruf U yang tumpul, mengakibatkan

spesimen tersebut sulit patah ketika diberi uji kejut,kedalaman notchnya

sama seperti keyhole yaitu 5 mm. kelebihan dari U notch

adalah pembuatan yang mudah. U notch dapat digunakan pada

semua specimen dan semua ukuran spesimen.

c. Takik kunci

Berlubang pada bagian tengahnya dan memiliki celah datar yang garisnya

segaris dengan garis sumbu lubang.

Notchnya berbentuk seperti lubang kunci, untuk melakukan pengujiannya

cukup sulit dibandingkan dengan V notch, ukuran notch-nya lebih dalam

dan tumpul dibandingkan V notch. Oleh karena itu cukup sulit karena

spesimen mudah patah, dilakukan pengujian pada suhu ruang, dan


28

kekurangan lainnya adalah patah kurang terkonsentrasi, keyhole biasanya

dapat digunakan untuk spesimen yang besar.

(a) Takik V; (b) Takik U; (c) Takik Kunci

Gambar B.1 Macam-macam takik

3. Apa yang dimaksud dengan impact test?

Jawaban :

Uji impak adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui

kekuatan, kekerasan, serta keuletan material.

4. Jelaskan mengapa uji impak menjadi penting untuk dilakukan dalam

rangkaian uji teknik?

Jawaban :

Uji impak penting dilakukan dalam uji teknik karena untuk mengetahui salah

satu sifat mekanis suatu material yaitu ketagguhan, agar dapat memprediksi

akibat atau apa yang sebenarnya dialami suatu material apabila mendapatkan

gaya kejut yang tidak diharapkan.

5. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi harga impak!

Jawaban :

Faktor yang mempengaruhi harga impak adalah:


29

a. Jenis material industry

b. Tegangan triaksial

c. Temperatur

d. Laju regangan

e. Kadar karbon

6. Sebutkan dan jelaskan perpatahan impak!

Jawaban :

A. Patah Getas

Merupakan fenomena patah pada material yang diawali terjadinya

retakan secara cepat dibandingkan patah ulet tanpa deformasi plastis

terlebih dahulu dan dalam waktu yang singkat. Dalam kehidupan nyata,

peristiwa patah getas dinilai lebih berbahaya daripada patah ulet, karena

terjadi tanpa disadari begitu saja. Biasanya patah getas terjadi pada

material berstruktur martensit, atau material yang memiliki komposisi

karbon yang sangat tinggi sehingga sangat kuat namun rapuh. Berikut ini

merupakan ciri-ciri dari patah getas ialah sebagai berikut:

1. Permukaannya terlihat berbentuk granular, berkilat dan

memantulkan cahaya.

2. Terjadi secara tiba-tiba tanpa ada deformasi plastis terlebih dahulu

sehingga tidak tampak gejala-gejala material tersebut akan patah.

3. Tempo terjadinya patah lebih cepat

B. Patah Ulet

Patah ulet merupakan patah yang diakibatkan oleh beban statis


30

yang diberikan pada material, jika beban dihilangkan maka penjalaran

retak akan berhenti. Patah ulet ini ditandai dengan penyerapan energi

disertai adanya deformasi plastis yang cukup besar di sekitar patahan,

sehingga permukaan patahan nampak kasar, berserabut, dan berwarna

kelabu. Selain itu komposisi material juga mempengaruhi jenis patahan

yang dihasilkan, jadi bukan karena pengaruh beban saja. Biasanya patah

ulet terjadi pada material berstruktur bainit yang merupakan baja dengan

kandungan karbon rendah. Berikut ini merupakan ciri-ciri dari patah ulet

ialah sebagai berikut :

1. Ada reduksi luas penampang patahan, akibat tegangan uniaksial

2. Tempo terjadinya patah lebih lama.

3. Pertumbuhan retak lambat, tergantung pada beban

7. Sebutkan dan jelaskan contoh peristiwa dalam kehidupan sehari-hari maupun

peristiwa penting dalam kehidupan sehari-hari maupun fenomena perpatahan

getas!

Jawaban :

fenomena patah getas adalah teragedi Kapal Titanik yang melintasi samudra

Atlantik. Fenomena yang terjadi terhadap kapal tersebut yang berada pada

suhu rendah di tengah laut, sehingga menyebabkan materialnya menjadi getas

dan mudah patah. Dimana laut memiliki banyak beban ( tekanan ) dari arah

manapun. Kemudian kapal tersebut menabrak gunung es ( menerima beban

impak ), sehingga tegangan yang sebelumnya terkonsentrasi disebabkan

pembebanan, menyebabkan kapal tersebut terbelah dua. Contoh dalam sehari-


31

hari adalah ketika mematahkan hanger atau gantungan pakaian yang

nonplastik, atau mengkilat. Hanger tersebut merupakan patahan getas karena

patahan nya yang cepat,

8. Jelaskan pengaruh arah pemotongan spesimen terhadap kekuatan impaknya!

Jawaban :

Arah pemotongan spesimen berpengaruh terhadap kekuatan impaknya sebab

proses pemotongan meninggalkan tegangan sisa. Tegangan stress ini apabila

berada pada arah yang secara kebetulan samar dengan arah datangnya gaya,

maka akan membantu proses pematahan sehingga hasilnya kurang akurat.

9. Apa yang dimaksud dengan temperatur transisi uji impak ? Jelaskan

hubunganya dengan perubahan sifat logam (ulet dang getas)!

Jawaban :

Temperatur transisi adalah titik perubahan jenis patahan suatu material

bila diuji pada temperatur tersebut. Dan ketika temperatur berubah makan

sifat dari suatu material juga akan berubah ketika temperatur panas maka

material tersebut akan semakin ulet dan apabila semakin dingin maka

material akan berubah menjadi getas. Hal ini erat kaitannya dengan adanya

getaran antar atom yang jika suatu meterial dipanaskan maka atom tersebut

akan bergetar dan berfungsi sebagai penahan yang menyebabkannya menjadi

semakin ulet.

B.2 Tugas Khusus

1. Apa fungsi jenis takikan bagi masing-masing takikan?

Jawaban :
32

Bentuk Segitiga (V)

Bentuk ½ lingkaran

Bentuk Segi empat

Gambar B.2 Macam-macan takikan

Jenis-jenis takikan/ notch yang terdapat pada pengujian impact:

1. Takik Segitiga “V”

Memiliki energi impact yang paling kecil, sehingga paling mudah patah.

Hal ini disebabkan karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada

satu titik saja, yaitu pada ujung takikan.

2. Takik Setengah Lingkaran “U”

Memiliki energi impact yang terbesar karena distribusi tegangan tersebar

pada setiap sisinya, sehingga tidak mudah patah.

3. Takik Segi Empat

Memiliki energi yang lebih besar pada takikan segitiga karena tegangan

terdistribusi pada 2 titik pada sudutnya.

2. Pengaruh ukuran butir terhadap ketangguhan material

Jawab :
33

Penghalusan butir adalah salah satu cara yang efektif bagi penguatan yang

dihasilkan dengan menghalangi pergerakan dislokasi di sekitar batas butir.

Dengan mengecilnya ukuran dari butir akan meningkatkan batas butir per unit

volume dan mengurangi garis edar bebas dari slip yang berkelanjutan.

Pergerakan selanjutnya membutuhkan tegangan yang tinggi untuk membuka

atau menghasilkan suatu dislokasi baru pada butir berikutnya. Grain boundary

barrier terhadap pergerakan dislokasi : Slip plane tidak berlanjut atau

mengalami perubahan arah. Sudut yang kecil dari lapisan butir tidak efektif

dalam menahan dislokasi.Sudut yang besar dari lapisan butir mampu menahan

block slip dan meningkatkan kekuatan pada material. Konsentrasi tegangan di

ujung slip plane kemungkinan akan memicu dislokasi baru dalam

pertambahan butir. Material dengan butir yang halus akan lebih keras dan kuat

dibanding butiran yang kasar, disebabkan karena mempunyai jumlah

permukaan lebih besar pada total area lapisan butir yang akan menghambat

pergerakan dislokasi. Penurunan ukuran butir biasanya lebih baik dalam

meningkatkan ketangguhan.

3. Gambarkan DBTT dan jelaskan!

Jawab :
Energy absorbed, Cv

% Deavaged Fracture

Temperature
Gambar B.3 DBTT (Ductile Britile Temperature Transition)
34

Ada lima criteria penentuan temperature transisi seperti yang telah

ditunjukkan oleh gambar di atas, yaitu :

1. T1 adalah temperature transisi yang diperoleh dari temperature

suatu material pada saat material tersebut bersifat

100% ductile menuju ductile-brittle. Suhu transisi ini sering

disebut dengan Fracture temperature plastic (FTP).

2. T2 adalah temperature transisi suatu material pada saat fracture

appearance berada pada 50% ductile – 50 % brittle.

3. T3 adalah criteria temperature transisi yang diperoleh dari rumus :

Is taransisi = (Is maximum + Is minimum) / 2

4. T4 adalah temperature transisi yang diperoleh pada saat material

dari sifat ductile-brittle menu brittle setelah melewati Cv = 15 ft-

lb.

5. T5 adalah temperature transisi yang diperoleh pada saat material

bersifat ductile-brittle menuju brittle 100%. Temperatur ini disebut

dengan nil ductility temperature (NDT)

Apabila temperatur operasi dari suatu peralatan berada dibawah

temperatur transisi dari material yang digunakan, maka adanya crack pada

material fracture akan menyebabkan kerusakan pada peralatan, sedangkan apabila

temperatur operasi terendah masih diatas temperatur transisi dari material,

maka brittle fracture bukan merupakan masalah.


35
36

LAMPIRAN B

GAMBAR ALAT DAN BAHAN

Lampiran B. Gambar Alat dan Bahan

Gambar B.1 Mesin uji impak Charpy Gambar B.2 Palu


37

Gambar B.3 Tang penjepit, jangka sorong, dan Thermometer

Gambar B.4 Spesimen 375 Gambar B.5 Oven


38

LAMPIRAN C

BLANKO PERCOBAAN
39
40
41
42

Anda mungkin juga menyukai