Anda di halaman 1dari 15

ABSTRAK

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap material yang ada di dunia ini secara alamiah memiliki sifat dan
karakteristiknya masing-masing. Sifat dan karakteristik inilah yang membedakan
antara suatu material dengan material lain. Karakteristik dan sifat suatu bahan
dalam ilmu Teknik disebut dengan sifat mekanik, sifat yang berkaitan dengan
perubahan karakteristik dari suatu material tertentu terhadap pembebanan
mekanik yang diberikan padanya. Sifat mekanik ini perluh diketahui karena dalam
penerapannya dapat mempengaruhi fungsi atau penggunaan dari material tersebut.
Sifat mekanik dari suatu material tertentu dapat ditentukan melalui suatu
pengujian terhadap material tersebut. Salah satu pengujian yang biasa dilakukan
untuk mengetahui sifat atau karakteristik material adalah uji kekerasan.
Kekerasan merupakan sifat alami dari suatu logam atau material. Kekerasan
memiliki arti yang berbeda sesuai dengan bidang pemakaiannya. Pada pengujian
material, kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu material terhadap
adanya indentasi (penekanan) terhadap material tersebut. Dengan mengetahui
kekerasan pada suatu material dapat membantu dalam menentukan material yang
kuat dalam menerima beban sesuai kegunaannya.
Mengingat pentingnya pemahaman mengenai sifat mekanik material, maka
pengujian suatu material dilakukan pada praktikum metalurgi 1 dengan percobaan
Hardness test atau uji kekerasan. Dalam Praktikum uji kekerasan ini, praktikan
diharapkan dapat memahami proses pengujian kekerasan pada suatu material.
Selain itu diharapkan juga praktikan dapat menyimpulkan data hasil praktikum
untuk menjelaskan sifat mekanik yang tedapat pada suatu material tertentu.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dapat dirumuskan permasalahan
dari pelaksanaan praktikum uji kekerasan ini. Berikut adalah tujuan dari
praktikum uji kekerasan Metalurgi I.
1. Bagaimana kemampuan material dalam menahan deformasi plastis yang
terlokalisasi layaknya indentasi atau goresan melalui pengujian
kekerasan ?
2. Bagaimana proses, metode, serta faktor-faktor penting lainnya yang harus
diperhatikan dalam melakukan pengujian kekerasan ?
3. Bagaimana kelebihan serta keterbatasan dari tiap-tiap metode pengujian
kekerasan yang digunakan ?
4. Bagaimana hubungan antara kekerasan dan kekuatan material ?
1.3 Tujuan Praktikum
Berdasarkan Rumusan permasalahan yang ada, maka dapat dirumuskan
tujuan dari pelaksanaan praktikum uji kekerasan ini. Berikut adalah tujuan dari
praktikum uji kekerasan Metalurgi I.
1. Mengetahui kemampuan material dalam menahan deformasi plastis yang
terlokalisasi layaknya indentasi atau goresan melalui pengujian kekerasan.
2. Mengetahui proses, metode, serta faktor-faktor penting lainnya yang harus
diperhatikan dalam melakukan pengujian kekerasan.
3. Mengetahui kelebihan serta keterbatasan dari tiap-tiap metode pengujian
kekerasan yang digunakan.
4. Mengetahui hubungan antara kekerasan dan kekuatan material.

1.4 Batasan Masalah


Pada praktikum pengujian kekerasan ini terdapat batasan masalah untuk
meminimalisasi adanya penyimpangan pada pokok permasalahan yang akan
dibahas. Batasan masalah yang dimaksud yakni, pengujian yang dilakukan adalah
pengujian kekerasan Brinell, Rockwell C, dan Vickers, pengujian berbasis JIS Z
2243, peralatan pengujian dianggap telah diatur dengan baik dan benar, specimen
yang digunakan adalah plat aluminium, kepala baut dan pasak, permukaan uji dari
specimen dianggap telah dipersiapkan dengan baik dan benar, Temperatur
ambien ruangan pengujian adalah sebesar 25OC.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian kekerasan


Kekerasan adalah indikasi ketahanan material terhadap deformasi plastis,
misalnya penyok kecil atau goresan. Kekerasan bukan merupakan sifat dasar suatu
material, tetapi berkaitan dengan sifat elastis dan plastis. Kekerasan suatu material
dapat didefinisikan dalam suatu hubungan dengan melakukan pengujian tertentu
yang digunakan untuk menentukan nilainya. Kekerasan berbanding lurus terhadap
kegetasannya dan berbanding terbalik dengan keuletannya. (Dwipayana, DKK,
2018)

2.2 Definisi, Spesifikasi dan Pentingnya Pengujian Kekerasan dan


Mengetahui Nilai Kekerasan
Pengujian kekerasan adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui sifat
mekanik suatu material yaitu kekerasan. Uji ini lebih sering dilakukan daripada uji
mekanis lainnya karena beberapa alasan:
1. Alat sederhana dan relatif tidak mahal dan tidak ada spesimen khusus yang
perlu disiapkan.
2. Tes tidak merusak spesimen yang menyebabkan retak atau cacat berlebih.
3. Sifat mekanis lainnya sering kali dapat diperkirakan dari data kekerasan, seperti
kekuatan tarik (Callister & Rethwisch, 2009).
Nilai kekerasan adalah nilai yang diperoleh dari pengujian kekerasan. Nilai
kekerasan tidak dapat digunakan secara langsung dalam desain karena nilai
kekerasan tidak memiliki makna yang mendalam untuk mengetahui sifat suatu
material secara langsung. Nilai kekerasan yang diperoleh dalam pengujian tertentu
hanya berfungsi sebagai pembanding antar bahan atau perlakuan. Pengujian
kekerasan dapat dibagai menjadi 3 kategori, yaitu kekerasan elastis, ketahanan
terhadap pemotongan atau abrasi, dan ketahanan terhadap indentansi. Hasil
pengujian kekerasan dapat digunakan untuk memperkirakan sifat mekanik lain
dan biasanya digunakan untuk inspeksi dan kontrol (Avner, 1974).

2.3 Cara Mendapatkan Nilai Kekerasan dari Pengujian Kekerasan


Seperti yang telah disebutkan pada poin 2.2, pengujian kekerasan dibagi
menjadi 3 kategori, yaitu kekerasan elastis, ketahanan terhadap pemotongan atau
abrasi, dan ketahanan terhadap indentansi. Dalam pengujian kekerasan elastis,
kekerasan material ini diukur dengan menggunakan alat skleroskop. Skleroskop
ini mengukur tinggi pantulan pemukul kecil berujung diamond setelah pemukul
jatuh dengan beratnya sendiri dari ketinggian tertentu ke permukaan spesimen.
Tinggi pantulan pemukul ditunjukkan dengan angka. Semakin besar angka yang
ditunjukkan, maka benda uji semakin keras.
Kemudian, dalam pengujian ketahanan terhadap pemotongan atau abrasi, ada
2 cara, yaitu uji gores dan uji kikir. Pada uji gores ini terdapat Skala Mohs untuk
mengetahui kekerasan suatu material. Di dalam Skala Mohs ini terdapat 10
mineral standar berbeda yang disusun dalam urutan peningkatan kekerasan.
Pengujian ini dilakukan dengan menggoreskan suatu material yang tidak diketahui
kekerasannya dengan salah satu mineral yang berada pada Skala Mohs.
Sedangkan pada uji kikir, benda uji dikenakan pemotongan dengan suatu kikir
yang diketahui kekerasannya untuk menentukan apakah dihasilkan potongan yang
terlihat.
Dan yang terakhir, pengujian ketahanan terhadap indensitas. Pengujian ini
biasanya dilakukan dengan cara mengimpresi spesimen yang bertumpu pada
platform yang kaku. Pada pengujian ini, spesimen diimpresi oleh sebuah indentor
dengan geometri yang tetap dan diketahui, di bawah beban statis yang diketahui
baik diterapkan secara langsung maupun dengan menggunakan sistem tuas.
(Avner, 1974)

2.4 Pemaparan dan Spesifikasi Metode Pengujian Kekerasan Metode


Pengujian Kekerasan Brinell, Rockwell, Vickers, serta Keunggulan dan
Keterbatasan Maing-masing Metode Pengujian
Dalam uji kekerasan terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk
mengetahui kekerasan dari suatu material. Ketiga jenis metode itu adalah metode
Brinnel, Rockwell, dan Vickers. Pada subbab ini akan dipaparkan mengenai ketiga
metode uji kekerasan tersebut termasuk spesifikasi serta keunggulan dan
kekurangan dari masing-masing metode pengujian kekerasan tersebut.
2.4.1 Metode Brinell
Pengujian Brinell merupakan salah satu cara pengujian kekerasan yang
sangat umum digunakan. Pengujian Brinell hampir serupa dengan pengujian
Rockwell, yakni menggunakan skala kuantitif. Prosedur standard mensyaratkan
bahwa pengujian dilakukan dengan indentor bola berdiameter 10 mm dengan
beban tertentu , (contoh : 3.000 kg untuk logam besi). Semakin keras material
maka beban yang dibutuhkan juga semakin besar. Diameter cetakan yang
dihasilkan diukur dengan menggunakan mikroskop yang mengandung skala
okuler (Martin, 2006).
Setelah proses pengujian hasil akhir dari material akan terjadi tapak tekan
yang berbentuk tembereng bola akibat indentasi dari indentor. Kekerasan
Brinell dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.

P
HB=
D 2 2 ……………………………..2.1
π {D −d }
2
Keterangan :
HB = Nilai kekerasan Brinnel
P = gaya tekan (kg)
D = diameter bola indentor (mm)
d = diameter tapak tekan (mm)

Tensile Strcength (MPa) = 3,45 × HB

Tensile Strength (psi) = 500 × HB

Angka kekerasan Brinell yang diikuti dengan simbol HB tanpa nomor


sufiks menunjukkan kondisi pengujian standar menggunakan bola berdiameter
10 mm dan beban 3.000 kg yang diterapkan selama 10 sampai 15 detik. Untuk
kondisi lain, angka kekerasan dan simbol HB dilengkapi dengan angka yang
menunjukkan kondisi pengujian dengan urutan diameter bola, beban, dan lama
pembebanan. Misalnya, 75 HB 10/500/30 menunjukkan kekerasan Brinell 75
diukur dengan bola berdiameter 10 mm dan beban 500 kg yang diterapkan
selama 30 detik. Angka kekerasan Brinell yang menggunakan bola standard
dibatasi hingga sekitar 500 HB. Saat bahan yang diuji menjadi lebih keras, ada
kecenderungan indentor mulai berubah bentuk, dan pembacaannya tidak akan
akurat. Batas atas skala dapat diperpanjang dengan menggunakan bola tungsen
karbida daripada bola baja yang diperkeras. Dalam hal ini, dimungkinkan
mencapai sekitar 650 HB. Pengujian Brinell terbatas pada bagian yang berat
karena uji Brinell meninggalkan impresi yang relatif besar. Hal tersebut
merupakan keuntungan, bagaimanapun, bila bahan yang diuji tidak homogen.

Gambar 2.1 Alat Uji Brinell


(Avner, 1974)

2.4.2 Metode Rockwell


Pengujian dilakukan dengan menaikan spesimen secara perlahan ke arah
indentor sampai beban kecil tetap diterapkan. Ini ditunjukkan pada Hardness
Number Indicator. Kemudian beban utama diterapkan melalui sistem tuas yang
dibebani. Setelah putaran jarum pada Hardness Number Indicator berhenti,
beban utama dilepas dan beban kecil masih bekerja. Angka kekerasan
Rockwell dibaca pada Hardness Number Indikator. Impresi yang dangkal pada
material keras akan menghasilkan angka yang tinggi, sedangkan impresi yang
dalam pada bahan yang lunak akan menghasilkan angka yang rendah. Ada 2
mesin Rockwell, penguji normal untuk bagian yang relatif tebal dan penguji
superfisial untuk bagian yang tipis. Beban kecil adalah 10 kg pada penguji
normal dan 3 kg pada penguji superfisial. Beban utama biasanya 60, 100, dan
150 kg pada penguji normal dan 15, 30, 45 kg pada penguji superficial. Skala
Rockwell yang paling biasa digunakan adalah B (indentor bola 1/16 inci dan
beban 100 kg) dan C (indentor diamond dan beban 150 kg), keduanya
diperoleh dengan penguji normal. Angka kekerasan ditentukan dengan
menggunakan simbol HR diikuti dengan huruf yang menunjukkan skala dan
diawali dengan angka kekerasan. Misalnya, 82 HRB yang berarti kekerasan
Rockwell 82 diukur pada skala B (bola 1/16 inci dan beban 100 kg).

Gambar 2.2 Alat Uji Rockwell


(Avner, 1974)

2.4.3 Metode Vickers


Prinsip dasar pengujian ini sama dengan pengujian Brinell, perbedaannya
pada pengujian vickers indentor yang digunakan adalah piramida intan dengan
alas bujur sangkar dan sudut puncak antara dua sisi yang berhadapan adalah
1360. Ketika terjadi indentasi, permukaan tapak tekan yang diambil adalah rata-
rata.
Uji Vickers memiliki istilah lain, yakni pengujian mikro-indentasi
dikarenakan indentor yang digunakan sangat kecil. pengujian Vickers sangat
cocok digunakan untuk mengukur kekerasan pada daerah tertentu pada
spesimen. Nilai dari pengujian kekerasan Vickers dilambangkan dengan HV.
Adapun rumus perhitungan kekerasan dari pengujian Vickers adalah sebagai
berikut.
α
( )
2 1,854 P …………………….. 2.2
HV =2 P sin 2 =¿ 2
¿
d d
Keterangan :
HV = Nilai kekerasan Vickers
P = gaya tekan (kg)
d = diagonal tampak tekan rata – rata (mm)
α = sudut puncak indentor = 136º
(Avner, 1974)

2.5 Konversi Skala Kekerasan


Nilai kekerasan yang diperoleh dari masing-masing metode pengujian
kekerasan dapat dikonversi ke metode pengujian kekerasan lainnya. Tapi, tidak
semua nilai dapat dikonversi. Berikut adalah tabel yang dapat digunakan untuk
konversi nilai kekerasan antar metode pengujian kekerasan (Callister &
Rethwisch, 2009).
Tabel 2.1 Konversi Skala Kekerasan
Tabel 2.2 Skala Kekerasan

(Avner, 1974)

2.6 Fenomena Sinking (Sink-in) dan Ridging (Pile-up) pada Indentasi


Sinking adalah penurunan permukaan logam di sekitar area indentasi akibat
annealing. Sinking ini bisa terjadi jika indentor terlalu keras dibanding material
yang diuji. Ridging adalah menumpuknya permukaan logam di daerah sekitar
indentasi dengan timbulnya gundukan kecil yang ditemukan pada logam yang
mengalami cold working. Ridging ini bisa terjadi jika indentor terlalu lunak
dibanding material yang diuji (Avner, 1974).
2.7 Sifat Mekanik Teoritis (Khususnya Kekerasan) Pin Rantai, Plat
Aluminium, Serta Kepala Baut Berdasarkan Kegunaannya
Sifat mekanik material adalah salah satu faktor terpenting yang mendasari
pemilihan bahan dalam suatu perancangan. Sifat mekanik dapat diartikan sebagai
respon atau perilaku material terhadap pembebanan yang diberikan, dapat berupa
gaya, torsi atau gabungan keduanya.
Untuk mendapatkan sifat mekanik material, biasanya dilakukan pengujian
mekanik. Pengujian mekanik pada dasarnya bersifat merusak dari pengujian
tersebut akan dihasilkan kurva atau data yang mencirikan keadaan dari material
tersebut. Setiap material yang diuji dibuat dalam bentuk sampel kecil atau
spesimen.
Berdasarkan kegunaannya, terdapat beberapa sifat mekanik teoritis yang ada
pada Pin rantai, plat alumunium, kepala baut. Plat aluminium merupakan material
yang mudah dibentuk atau dideformasi plastis, sehingga plat aluminium ini
memiliki kekerasan yang rendah. Akan tetapi, plat aluminium ini mempunyai
kekuatan yang tinggi sehingga plat aluminium ini mempunyai daerah deformasi
plastis yang luas dan tidak mudah patah (Muhammad & Putra, 2014). Baut
merupakan fastener. Sifat mekanik pada fastener adalah keras dan getas di tepi
untuk meminimalisir terjadinya kegagalan yang disebabkan deformasi lokal
seperti aus sebagai efek beban geser, namun ulet dan kuat di inti agar baut dapat
menerima beban aksial (tarik) dan beban transversal (bending) dengan baik tanpa
mengalami bulk deformation (Nur & Sayuti, 2018).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


Dalam praktikum uji kekerasan ini tentu diperluhkan alat dan bahan sebagai
penunjang berjalannya praktikum uji kekerasan ini. Alat dan bahan yang
diperluhkan adalah sebagai berikut.
3.1.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum uji kekerasan ini adalah plat
alumunium, kepala baut SS 316L dan pahat.
3.1.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum uji kekerasan ini adalah Mesin
pengujian kekerasan Wolpert, bola baja (D=2.5mm) untuk metode Brinell,
pyramid intan (sudut puncak 136O) untuk metode Vickers, kerucut intan untuk
metode Rockwell dan yang terakhir adalah Lup pengukur.

3.2 Langkah Kerja


Dalam praktikum uji tarik Metalurgi 1 ini juga diperluhkan Langkah kerja untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan sebagai berikut.
1. Spesimen dibersihkan permukaannya
2. Specimen diletakkan pada baseplate lingkaran mesin
3. Indentor dipasang pada pemegang indentor di mesin
4. Beban ditempatkan ke mesin (62,5 kgf untuk brinell, 30 kgf untuk Vickers
dan 150 kgf untuk Rockwell)
5. Baseplate dinaikkan dengan memutar handwheel sehingga jarum penunjuk
skala kecil menunjukkan angka 3, dan tunggu selama 10 detik. Pada saat ini
beban awal sebesar 10 kgf ditempatkan kepada specimen.
6. Side handle disentuh ringan sehingga dapat mulai bergerak. Hal ini akan
memulai proses pembebanan penuh dan indentasi. Biarkan pergerakan side
handle terjadi secara natural, tidak dipaksakan, dan tidak terhalangi, sehingga
proses pembebanan terjadi cukup lambat untuk mengsimulasikan
pembebanan statis.
7. Setelah handle berhenti bergerak selama 10 detik, handle diputar kembali ke
posisi awalnya.
8. Baseplate lingkaran diturunkan dengan memutar handwheel
9. Spesimen ditempatkan ulang sedemikian rupa agar indentor dapat berjarak
kurang lebih 1,5 kali dari panjang diameter/diagonal terpanjang milik
indentasi pertama
10. Langkah keempat sampai kesembilan diulang untuk melakukan indentasi
yang kedua dan ketiga.
11. Diameter tapak tekan dan diagonal tapak tekan diukur menggunakan loop
pengukur untuk brinell dan vickers. Sedang untuk Rockwell nilai kekerasan
pada skala utama mesin uji dicatat.

3.3 Flowchart Percobaan


3.3.1 Uji Kekerasan Rockwell

Gambar 3.1 Flowchart Rockwell


3.3.2 Uji Kekerasan Brinell

Gambar 3.2 Flowchart Brinell


3.3.3 Uji Kekerasan Vickers

Gambar 3.3 Flowchart Vickers


DAFTAR PUSTAKA

Avner. (1974). Introduction to Physical Metallurgy. Singapore: McGRAW-HILL


BOOK COMPANY.
Callister, & Rethwisch. (2009). Material Science and Engineering. Versailles:
John Wiley & Sons, Inc.
Dwipayana, DKK. (2018). Kekerasan Baja Karbon Sedang dengan Variasi.
Jurnal METTEK Volume 4 No 2 (2018) pp 43 – 48, IV(2), 43-48.
Martin. (2006). Materials foEngineering. Cambridge: Woodhead Publishing
Limited.
Muhammad, & Putra, R. (2014). Bahan Teknik. Aceh: TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH.
Nur, R., & Sayuti, M. A. (2018). Perancangan Mesin-Mesin Industri. Deepublish.
Nurdin, H. (2019). Metalurgi Logam. Padang: UNP PRESS.

Anda mungkin juga menyukai