Modul F
UJI IMPAK
Oleh:
Thoriq Marendra
13718059
Kelompok 14
Aris Akbar 13717058
Annisa Dwi Fadhillah 13718007
Raden Erlangga 13718039
Ghiffary R 13718062
Kiara Qinthara 13718068
Pada saat ini pengujian impak banyak diaplikasikan dalam kehidupan, salah
satunya bidang otomotif. Pada bidang otomotif, uji impak dilakukan untuk menguji
perlakuan beban kejut terhadap bemper mobil, suatu bemper mobil dikatakan baik
dan aman apabila ketika menerima beban kejut, bemper mobil tersebut dapat
menyerap energinya, tidak diteruskan kepada pengemudi atau penumpang lain.
2
1.2 Tujuan
1. Menentukan nilai harga impak material aluminium dan baja untuk setiap
temperatur
3
BAB II
TEORI DASAR
Notch atau takikan pada suatu material akan mengakibatkan triaxial stress dan
notch akan membuat konsentrasi tegangan akan jauh lebih besar serta
membuat material akan semakin getas, oleh karena itu material akan mudah
patah. Ketika takikan dibuat semakin tajam akan meningkatkan tegangan geser
[1]
b. Faktor temperatur
4
c. Faktor laju regangan
Pada laju regangan yang normal, material akan cenderung lebih ulet, namun
apabila material diberi laju regangan yang sangat tinggi akan membuat
material cenderung lebih getas, karena pada laju regangan tinggi dislokasi
tidak sempat bergerak untuk menuju deformasi plastis. [1]
Setelah diberi beban kejut, spesimen akan patah, patahan spesimen ulet dan
getas memiliki bentuk berbeda. Patahan spesimen berbentuk fibrous,
merupakan patahan yang berbentuk serat, terjadi pada material ulet, sedangkan
patahan berbentuk cleavage karena kekuataan yang diberikan besar sehingga
material tidak memiliki waktu berdeformasi plastis, biasanya terjadi pada
material getas, patahannya bersinar. [2]
Perlakuan temperatur pada spesimen uji impak sangat diperhatikan, urutan proses
machining juga diperhatikan. Pemberian notch juga dilakukan dengan hati-hati,
5
yaitu dengan proses machining perlahan. Pemberian tanda pada spesimen juga
diperhatikan, karena dapat mengubah sifat mekanik spesimen
Kebanyakan material yang digunakan untuk uji metode charpy berbentuk V dan U
seperti Gambar diatas, angka 1 pada Gambar 2.2a diatas menandakan panjang
spesimen, yaitu 55 mm. angka 2 adalah jarak ujung spesimen ke daerah takikan
yaitu 21,5-23,5 mm. Angka 3 merupakan sudut antara sumbu vertikal pada daerah
permukaan takikan yaitu 90°. Angka 9 menunjukkan sudut takikan yaitu 45° . 8V
menandakan radius takikan yaitu 0,25 mm. [1]
6
Gambar 2.2b Spesimen Uji Impak Metode Izod
Menurut ASTM E23-18 [1]
Menurut ASTM E23-18 hanya takikan tipe V yang digunakan pada pengujian
impak metode izod. Angka 1 pada Gambar 2.2b menandakan panjang spesimen,
yaitu 75 mm. Angka 2 menandakan panjang takikan ke puncak, yaitu 28 mm.
Angka 3 menandakan antara sumbu vertikal pada daerah permukaan takikan yaitu
90° . Angka 9 menunjukkan sudut takikan yaitu 45° . Angka 8 radius takikan yaitu
0,25 mm. [1]
7
2.3.1 Metode Uji Impak
Prinsip pengujian impak terbagi dua, yaitu Charpy dan Izod, kedua hal ini
hanya berbeda terhadap peletakan spesimen dan dari arah mana beban
diberikan.
a) Metode Izod
8
b) Metode Charpy
9
Gambar 2.4 Kurva Harga Impak Terhadap Temperatur [3]
Gambar 2.4 diatas menjelaskan hubungan energi impak terhadap temperatur,
dimana kemampuan benda dalam menyerap energi seiring dengan keuletan suatu
material, semakin tinggi temperatur material akan cenderung lebih ulet, sebaliknya
semakin rendah temperatur, material akan cenderung lebih getas, ketika material
getas energi yang diserap lebih kecil dan mudah patah [2]. Harga Impak merupakan
besar energi impak yang diserap material dibagi dengan luas permukaan dibawah
notch. Gambar 2.4 diatas juga menjelaskan struktur kristal yang berbeda
menghasilkan energi imap yang berbeda pula.
Pada Gambar diatas terdapat beberapa istilah, antara lain DBTT, FTP, NDT dan
FAPT. Ductile to Brittle Transition Temperature (DBTT) merupakan temperatur
transisi dimana mulai terjadi perubahan material dari ulet menjadi getas. Fracture
Transition Plastic (FTP), merupakan temperature ketika terjadi perubahan material
getas menjadi ulet sepenuhnya, melewati Ultimate Tensile Strength material, dan
berubah menjadi plastis. FTP umumnya terjadi pada temperatur tinggi, singkatnya
dapat dikatakan material 100% ulet. Nill Ductility Temperature (NDT) merupakan
temperatur ketika material 100% getas, terjadi pada temperatur rendah. Fracture
Appearance Transition Temperature merupakan, temperatur ketika patahan pada
material menunjukkan 50% ulet dan 50% getas. [2]
10
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
11
Thoriq Marendra
13718059
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
T P L t h A E
Bahan No
(℃) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm2) (J)
1 26,2 61,82 10,08 10,06 8,06 81,25 84
2 40 60,55 10,08 10,04 8,04 81,04 84
Baja 3 90 61,89 10,17 10,11 8,11 82,48 76
4 -20 60,99 10,02 10,09 8,09 81,06 12
5 -40 61,86 10,09 10,08 8,08 81,53 12
1 26,2 61,07 9,47 9,49 7,49 70,93 26
2 40 60,08 9,48 9,5 7,5 71,1 23
Aluminium 3 90 60,62 9,48 9,51 7,51 71,19 62
4 -20 60,88 9,74 9,9 7,9 76,95 18
5 -40 61,02 9,48 9,5 7,5 71,1 47
=l x t (mm2)
𝐻
= J/mm2
𝐴
12
Thoriq Marendra
13718059
4.1.1 Baja
Pada Tabel 4.1 untuk material baja, apabila dibuat kurva energi impak terhadap
temperatur akan seperti Gambar 4.1.1
0.8
HI (J/mm2)
0.6
0.4
0
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100
Temperatur(℃)
13
Thoriq Marendra
13718059
4.1.2 Aluminium
0.6
0.5
0.3665
0.4 0.3234
0.2531
0.3
0.2
0.1
0
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100
Temperatur(℃
Pada Tabel 4.1 untuk material aluminium, apabila dibuat kurva energi impak
terhadap temperatur akan seperti Gambar 4.1.2
Dapat ditentukan dari Gambar 4.1.1 dan Gambar 4.1.2 bahwa temperature transisi
baja pada -20 ℃ hingga 30 ℃, sedangkan temperature transisi aluminium -40℃ ke
-20℃ dan 40℃ ke 90℃
84
HI=81,25 =1,0338 J/mm2
14
Thoriq Marendra
13718059
Dari semua data yang diambil, dapat dinyatakan pada Tabel 4.3 perbandingan
energi impak aluminium dan baja
H(J/mm2)
T (℃)
Baja Aluminium
-40 0,148 0,2531
-20 0,1472 0,6107
26,2 1,0338 0,3605
40 1,0365 0,3234
90 0,9214 0,8709
15
Thoriq Marendra
13718059
BAB V
ANALISIS DATA
Kurva energi impak pada baja dapat dilihat pada Gambar 4.1.1. Dari
temperatur 0℃ hingga -20℃ cenderung konstan, dari temperatur -20℃ hingga
temperature 30℃ (temperatur transisi) terjadi kenaikan energi impak yang besar
pada material baja, dan dari temperatur 30℃ hingga 90℃ terjadi penurunan energi
yang tidak terlalu besar. Sedangkan pada material aluminium, kurva energi
impaknya dapat dilihat pada Gambar 4.1.2. Dari temperatur -40℃ hingga
−20℃ terjadi penurunan energi impak yang cukup besar, dari temperatur -20℃
hingga temperatur 40℃ terjadi kenaikan energi impak tidak terlalu besar, dari
temperatur 40℃ hingga temperatur 90℃ terjadi kenaikan energi impak yang besar
secara linear. Perbedaan energi impak kedua material diakibatkan oleh struktur
kristalnya yang berbeda, baja memiliki struktur kristal BCC (Body Center Cubic),
sedangkan aluminium memiliki struktur kristal FCC (Face Center Cubic).
Pergerakan bidang slip pada struktur BCC akan lebih banyak setelah kenaikan
temperatur, sehingga pada material baja terjadi perubahan material getas menjadi
ulet dan umumnya material yang memiliki struktur kristal BCC memiliki bentuk
patahan serat (patahan intergranular) , sedangkan pada struktur kristal FCC
pergerakan bidang slip tidak bergantung pada temperatur, dan umumnya material
yang memiliki struktur kristal FCC memiliki patahan yang relatif terang (patahan
transgranular). Idealnya material pada aluminium, besar energi impaknya akan
konstan pada temperature berapapun, namun berdasarkan pengujian impak yang
(lihat Gambar 4.1.2) dilakukan terlihat bahwa energi impak pada aluminium
bergantung pada temperatur, hal ini terjadi karena kemungkinan besar material
aluminium pada uji impact ini terdapat campuran material lain, serta ketidakepatan
posisi notch saat pengujian, sehingga besar energi impak aluminium berubah-ubah
terhadap temperatur.
16
Thoriq Marendra
13718059
17
BAB VI
6.1 Kesimpulan
1. Nilai harga impak material baja dan aluminium pada setiap temperature dapat
ditentukan, terlampir pada Tabel 4.2
2. Rentang transisi baja dapat ditentukan, yaitu pada temperature -20℃ hingga
30℃, sedangkan temperature transisi aluminium pada -40℃ hingga -20℃ dan pada
temperatur 40℃ hingga 90℃.
6.2 Saran
Untuk modul ini saya harap, komposisi spesimen yang akan diuji diberi tahu
sebelum pengujian
18
LAMPIRAN
19