Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

MT2205 PRAKTIKUM PENGUJIAN MEKANIK

Modul F
UJI IMPAK

Oleh:

Thoriq Marendra

13718059

Kelompok 14
Aris Akbar 13717058
Annisa Dwi Fadhillah 13718007
Raden Erlangga 13718039
Ghiffary R 13718062
Kiara Qinthara 13718068

Tanggal Praktikum 05 Maret 2020


Tanggal Pengumpulan Laporan 09 Maret 2020
Asisten (NIM) Mery Ayu
Windaryani(13715035)

LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak fenomena kegagalan yang terjadi pada alam ini pada temperature
rendah atau ketika suatu material menerima beban kejut. Contoh kasus seperti ini
terjadi pada kecelakaan kapal titanic dan kapal SS Schenectady, dengan banyaknya
kegagalan yang terjadi pada temperatur rendah serta ketika material menerima
beban kejut, maka para ilmuwan meneliti hal ini lebih lanjut, dan lahirlah uji impak.

Dalam pengujian mekanik, terdapat perbedaan dalam jenis beban yang


diberikan kepada material. Pada uji impak ini, digunakan pembebanan yang cepat
(rapid loading). Pada pembebanan cepat atau disebut dengan beban impak, terjadi
proses penyerapan energi yang besar dari energi kinetik suatu beban yang
menumbuk spesimen. Proses penyerapan energi ini, akan diubah dalam berbagai
respon material seperti deformasi plastis, efek histerisis, gesekan, dan efek inersia.

Pada pengujian impak, takikan diberikan pada bagian sampel yang


berbenturan dengan beban, sehingga pengujian impak secara spesifik
menghubungkan karakteristik logam bila diberikan beban tunggal, dimana
dihasilkan tegangan multi-aksial pada bagian takikan, ditambah dengan laju
pembebanan yang tinggi dan juga pengaplikasian temperature rendah dan tinggi.
Dalampengujian impak ini juga untuk berbagai material dapat diprediksi
karakteristik patah getas secara akurat. Standar pengujian impak untuk material
logam, diantaranya dideskripsikan dengan detail dalam ASTM E23-12C.

Pada saat ini pengujian impak banyak diaplikasikan dalam kehidupan, salah
satunya bidang otomotif. Pada bidang otomotif, uji impak dilakukan untuk menguji
perlakuan beban kejut terhadap bemper mobil, suatu bemper mobil dikatakan baik
dan aman apabila ketika menerima beban kejut, bemper mobil tersebut dapat
menyerap energinya, tidak diteruskan kepada pengemudi atau penumpang lain.

2
1.2 Tujuan
1. Menentukan nilai harga impak material aluminium dan baja untuk setiap
temperatur

2. Menentukan range temperatur transisi baja dan aluminium

3
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Uji Impak

Uji impak merupakan bentuk pengujian untuk mengetahui kondisi


ketahanan material apabila material diperlakukan dengan cara memberikan beban
kejut. Beban kejut merupakan suatu perlakuan pada material dengan cara
memberikan beban pada material dengan kecepatan tinggi, hal inilah yang
membedakan uji impak dengan uji lainnya. Uji impak dilakukan untuk mengetahui
sifat material terhadap beban kejut, umumnya industri otomotif melakukan uji
impak untuk menentukan kondisi bumper mobil apabila mobil tersebut menerima
beban kejut.

2.1.1 Faktor Kegagalan Material Akibat Uji Impak

a. Faktor konsentrasi tegangan (notch)

Notch atau takikan pada suatu material akan mengakibatkan triaxial stress dan
notch akan membuat konsentrasi tegangan akan jauh lebih besar serta
membuat material akan semakin getas, oleh karena itu material akan mudah
patah. Ketika takikan dibuat semakin tajam akan meningkatkan tegangan geser
[1]

b. Faktor temperatur

Pada kondisi temperatur tinggi, material akan cenderung lebih ulet


dibandingkan pada tempertur rendah, pada temperatur rendah material
cenderung lebih getas. Semakin rendah temperatur, kemampuan material
menyerap energi impak akan berkurang, sehingga material lebih mudah patah.
[1]

4
c. Faktor laju regangan

Pada laju regangan yang normal, material akan cenderung lebih ulet, namun
apabila material diberi laju regangan yang sangat tinggi akan membuat
material cenderung lebih getas, karena pada laju regangan tinggi dislokasi
tidak sempat bergerak untuk menuju deformasi plastis. [1]

Setelah diberi beban kejut, spesimen akan patah, patahan spesimen ulet dan
getas memiliki bentuk berbeda. Patahan spesimen berbentuk fibrous,
merupakan patahan yang berbentuk serat, terjadi pada material ulet, sedangkan
patahan berbentuk cleavage karena kekuataan yang diberikan besar sehingga
material tidak memiliki waktu berdeformasi plastis, biasanya terjadi pada
material getas, patahannya bersinar. [2]

Gambar 2.1.1 Bentuk Patahan Fibrous dan Cleavage [4]

2.2 Bentuk Spesimen Uji Impak

Perlakuan temperatur pada spesimen uji impak sangat diperhatikan, urutan proses
machining juga diperhatikan. Pemberian notch juga dilakukan dengan hati-hati,

5
yaitu dengan proses machining perlahan. Pemberian tanda pada spesimen juga
diperhatikan, karena dapat mengubah sifat mekanik spesimen

Gambar 2.2a Spesimen Uji Impak Metode Charpy


Menurut ASTM E23-18 [1]

Kebanyakan material yang digunakan untuk uji metode charpy berbentuk V dan U
seperti Gambar diatas, angka 1 pada Gambar 2.2a diatas menandakan panjang
spesimen, yaitu 55 mm. angka 2 adalah jarak ujung spesimen ke daerah takikan
yaitu 21,5-23,5 mm. Angka 3 merupakan sudut antara sumbu vertikal pada daerah
permukaan takikan yaitu 90°. Angka 9 menunjukkan sudut takikan yaitu 45° . 8V
menandakan radius takikan yaitu 0,25 mm. [1]

6
Gambar 2.2b Spesimen Uji Impak Metode Izod
Menurut ASTM E23-18 [1]

Menurut ASTM E23-18 hanya takikan tipe V yang digunakan pada pengujian
impak metode izod. Angka 1 pada Gambar 2.2b menandakan panjang spesimen,
yaitu 75 mm. Angka 2 menandakan panjang takikan ke puncak, yaitu 28 mm.
Angka 3 menandakan antara sumbu vertikal pada daerah permukaan takikan yaitu
90° . Angka 9 menunjukkan sudut takikan yaitu 45° . Angka 8 radius takikan yaitu
0,25 mm. [1]

2.3 Prinsip Pengujian Impak

Dasar dari uji impak adalah penyerapan energi potensial dari


pendulum beban yang berayun yang menabrak spesimen uji, kemudian spesimen
mengalami deformasi. Pada saat beban dinaikkan dengan ketinggian tertentu, beban
memiliki energi potensial, kemudian saat beban jatuh dan menumbuk spesimen,
energi potensial yang dimiliki oleh beban berubah menjadi energi kinetik. Energi
kinetik yang mengenai spesimen merupakan energi kinetik maksimum yang
kemudian diserap oleh spesimen uji.

7
2.3.1 Metode Uji Impak

Prinsip pengujian impak terbagi dua, yaitu Charpy dan Izod, kedua hal ini
hanya berbeda terhadap peletakan spesimen dan dari arah mana beban
diberikan.

a) Metode Izod

Gambar 2.3.1a Uji Impak Metode Izod [1]

Pada mulanya spesimen diletakkan vertikal dan dijepit pada daerah


sekitar takikan seperti pada Gambar 2.3.1a diatas. Setelah material telah
diletakkan seperti diatas, pendulum disiapkan, pendulum akan
menabrak spesimen pada daerah yang sama pada bagian takikan
diberikan. Dapat diketahui besar energi yang diserap spesimen hingga
patah

8
b) Metode Charpy

Gambar 2.3.1b Uji Impak Metode Charpy [1]

Pada mulanya spesimen diletakkan horizontal, dan takikan mengarah


kebawah diletakkan pada bagian tengah titik tumpu seperti Gambar
2.3.1b diatas. Siapkan pendulum, dan lepaskan tanpa getaran hingga
menabrak spesimen, pada umumnya kecepatan pendulum yang
digunakan adalah 16 ft/sec, tabrakan spesimen akan berada pada daerah
yang berlawanan dengan daerah takikan. Dapat diketahui besar energi
yang diserap hingga patah. [1]

2.4 Kurva Harga Impak Terhadap Temperature

9
Gambar 2.4 Kurva Harga Impak Terhadap Temperatur [3]
Gambar 2.4 diatas menjelaskan hubungan energi impak terhadap temperatur,
dimana kemampuan benda dalam menyerap energi seiring dengan keuletan suatu
material, semakin tinggi temperatur material akan cenderung lebih ulet, sebaliknya
semakin rendah temperatur, material akan cenderung lebih getas, ketika material
getas energi yang diserap lebih kecil dan mudah patah [2]. Harga Impak merupakan
besar energi impak yang diserap material dibagi dengan luas permukaan dibawah
notch. Gambar 2.4 diatas juga menjelaskan struktur kristal yang berbeda
menghasilkan energi imap yang berbeda pula.

Pada Gambar diatas terdapat beberapa istilah, antara lain DBTT, FTP, NDT dan
FAPT. Ductile to Brittle Transition Temperature (DBTT) merupakan temperatur
transisi dimana mulai terjadi perubahan material dari ulet menjadi getas. Fracture
Transition Plastic (FTP), merupakan temperature ketika terjadi perubahan material
getas menjadi ulet sepenuhnya, melewati Ultimate Tensile Strength material, dan
berubah menjadi plastis. FTP umumnya terjadi pada temperatur tinggi, singkatnya
dapat dikatakan material 100% ulet. Nill Ductility Temperature (NDT) merupakan
temperatur ketika material 100% getas, terjadi pada temperatur rendah. Fracture
Appearance Transition Temperature merupakan, temperatur ketika patahan pada
material menunjukkan 50% ulet dan 50% getas. [2]

10
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

Alat dan bahan


telah disiapkan

Spesimen diberi nomor 1 sampai 5 dan


dilakukan pengukuran dimensi panjang,
lebar, tinggi terhadap 5 spesimen baja dan 5
spesimen aluminiun

Dilakukan perlakuan temperatur berbeda pada


spesimen. Spesimen nomor 1 pada temperatur
ruang, spesimen nomor 4 dan 5 dibawah
temperatur ruang, spesimen 2 dan 3 diatas
temperatur ruang

Mesin Disiapkan, spesimen 2 dan 3


dipanaskan, spesimen 4 dan 5 didinginkan
dengan alkohol dan nitrogen cair

Mesin telah disiapkan, spesimen


diletakkan, dipastikan notch tepat
ditengah

Pendulum ditarik hingga


ketinggan maksimum dan
spesimen ditumbuk

Energi yang ditampilkan


mesin dicatat

Dilakukan hal yang sama


pada material lainnya

Pengujian selesai, material


yang telah ditumbuk diambil,
pendulum dikunci.

11
Thoriq Marendra
13718059

BAB IV
PENGOLAHAN DATA

4.1.1 Data Praktikum

Tabel 4.1 Data Uji Impak

T P L t h A E
Bahan No
(℃) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm2) (J)
1 26,2 61,82 10,08 10,06 8,06 81,25 84
2 40 60,55 10,08 10,04 8,04 81,04 84
Baja 3 90 61,89 10,17 10,11 8,11 82,48 76
4 -20 60,99 10,02 10,09 8,09 81,06 12
5 -40 61,86 10,09 10,08 8,08 81,53 12
1 26,2 61,07 9,47 9,49 7,49 70,93 26
2 40 60,08 9,48 9,5 7,5 71,1 23
Aluminium 3 90 60,62 9,48 9,51 7,51 71,19 62
4 -20 60,88 9,74 9,9 7,9 76,95 18
5 -40 61,02 9,48 9,5 7,5 71,1 47

Luas Penampang (A) = lebar x tinggi

=l x t (mm2)

Energi Impak = Energi yang diserap material/luas penampang

𝐻
= J/mm2
𝐴

12
Thoriq Marendra
13718059

4.1.1 Baja

Pada Tabel 4.1 untuk material baja, apabila dibuat kurva energi impak terhadap
temperatur akan seperti Gambar 4.1.1

Kurva Energi Impak Baja


1.2
1.0338 1.0365
1 0.9214

0.8
HI (J/mm2)

0.6

0.4

0.1472 0.148 0.2

0
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100
Temperatur(℃)

Gambar 4.1.1 Kurva Energi Impak Baja

13
Thoriq Marendra
13718059

4.1.2 Aluminium

Kurva Energi Impak Aluminium


1
0.8709
0.9
0.8
0.6107 0.7
HI (J/mm2)

0.6
0.5
0.3665
0.4 0.3234
0.2531
0.3
0.2
0.1
0
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100
Temperatur(℃

Gambar 4.1.2 Kurva Energi Impak Aluminium

Pada Tabel 4.1 untuk material aluminium, apabila dibuat kurva energi impak
terhadap temperatur akan seperti Gambar 4.1.2

Dapat ditentukan dari Gambar 4.1.1 dan Gambar 4.1.2 bahwa temperature transisi
baja pada -20 ℃ hingga 30 ℃, sedangkan temperature transisi aluminium -40℃ ke
-20℃ dan 40℃ ke 90℃

4.2 Pengolahan Data

Untuk mendapatkan energi impak digunakan persamaan


𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 (𝐽)
HI=
𝐿𝑢𝑎𝑠(𝑚𝑚2 )

Contoh perhitungan pada material baja, nomor 1 pada Tabel 4.1

84
HI=81,25 =1,0338 J/mm2

Lakukan perhitungan yang sama untuk spesimen lainnya, sehingga didapatkan


energi impak untuk kedua spesimen pada Tabel 4.3 dibawah.

14
Thoriq Marendra
13718059

4.3 Hasil Akhir

Dari semua data yang diambil, dapat dinyatakan pada Tabel 4.3 perbandingan
energi impak aluminium dan baja

Tabel 4.3 Harga Impak Baja dan Aluminium

H(J/mm2)
T (℃)
Baja Aluminium
-40 0,148 0,2531
-20 0,1472 0,6107
26,2 1,0338 0,3605
40 1,0365 0,3234
90 0,9214 0,8709

15
Thoriq Marendra
13718059

BAB V

ANALISIS DATA

Kurva energi impak pada baja dapat dilihat pada Gambar 4.1.1. Dari
temperatur 0℃ hingga -20℃ cenderung konstan, dari temperatur -20℃ hingga
temperature 30℃ (temperatur transisi) terjadi kenaikan energi impak yang besar
pada material baja, dan dari temperatur 30℃ hingga 90℃ terjadi penurunan energi
yang tidak terlalu besar. Sedangkan pada material aluminium, kurva energi
impaknya dapat dilihat pada Gambar 4.1.2. Dari temperatur -40℃ hingga
−20℃ terjadi penurunan energi impak yang cukup besar, dari temperatur -20℃
hingga temperatur 40℃ terjadi kenaikan energi impak tidak terlalu besar, dari
temperatur 40℃ hingga temperatur 90℃ terjadi kenaikan energi impak yang besar
secara linear. Perbedaan energi impak kedua material diakibatkan oleh struktur
kristalnya yang berbeda, baja memiliki struktur kristal BCC (Body Center Cubic),
sedangkan aluminium memiliki struktur kristal FCC (Face Center Cubic).
Pergerakan bidang slip pada struktur BCC akan lebih banyak setelah kenaikan
temperatur, sehingga pada material baja terjadi perubahan material getas menjadi
ulet dan umumnya material yang memiliki struktur kristal BCC memiliki bentuk
patahan serat (patahan intergranular) , sedangkan pada struktur kristal FCC
pergerakan bidang slip tidak bergantung pada temperatur, dan umumnya material
yang memiliki struktur kristal FCC memiliki patahan yang relatif terang (patahan
transgranular). Idealnya material pada aluminium, besar energi impaknya akan
konstan pada temperature berapapun, namun berdasarkan pengujian impak yang
(lihat Gambar 4.1.2) dilakukan terlihat bahwa energi impak pada aluminium
bergantung pada temperatur, hal ini terjadi karena kemungkinan besar material
aluminium pada uji impact ini terdapat campuran material lain, serta ketidakepatan
posisi notch saat pengujian, sehingga besar energi impak aluminium berubah-ubah
terhadap temperatur.

16
Thoriq Marendra
13718059

Untuk baja, spesimen nomor 1, 2 dan 3 memiliki patahan berbentuk fibrous


atau serat, karena pada temperatur 26,2 ℃, 40℃ , dan 90 ℃ material baja bersifat
ductile atau ulet, pada material ulet terjadi deformasi plastis sebelum material gagal
atau patah, oleh karena itu patahan pada material ulet berbentuk serat. Pada
spesimen no 4 dan 5, baja memiliki patahan berbentuk cleavage atau terang, karena
pada temperatur rendah (-20℃ dan -40℃), sifat baja berubah dari ulet menjadi
getas, pada material getas tidak terjadi deformasi plastis sehingga patahan akan rapi
dan bersinar. Untuk material aluminium spesimen nomor 5 akan memiliki bentuk
patahan cleavage karena aluminium pada temperature ini bersifat getas, pada
spesimen no 4 terjadi perubahan material getas menjadi ulet, sehingga patahannya
berbentuk serat. Pada spesimen nomor 1 dan 2 patahan berbentuk cleavage, karena
material yang awalnya ulet berubah getas kembali. Pada spesimen nomor 3 seiring
naiknya temperatur, aluminium berubah menjadi ulet, sehingga patahannya
berbentuk serat.

17
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Nilai harga impak material baja dan aluminium pada setiap temperature dapat
ditentukan, terlampir pada Tabel 4.2

2. Rentang transisi baja dapat ditentukan, yaitu pada temperature -20℃ hingga
30℃, sedangkan temperature transisi aluminium pada -40℃ hingga -20℃ dan pada
temperatur 40℃ hingga 90℃.

6.2 Saran

Untuk modul ini saya harap, komposisi spesimen yang akan diuji diberi tahu
sebelum pengujian

18
LAMPIRAN

Spesimen Aluminium Setelah Uji Impak

Spesimen Baja Setelah Uji Impak

19

Anda mungkin juga menyukai