Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum

Laboratorium Teknik Material 1


Modul D Uji Lentur dan Kekakuan

oleh :
Nama : Chairani Tiara Sayyu
NIM : 13715047
Kelompok :8
Anggota : Waridil Iqbal (13713016)
Immanul Ilmi Rais (13715030)
M. Aribiarto Renardi (13715032)
Dwiki Panji (13715053)
Deri Ripandi (13715054)

Tanggal Praktikum : 7 Maret 2017


Tanggal Penyerahan Laporan : 16 Maret 2017
Nama Asisten (NIM) : Waras Septiana (13713048)

Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material


Program Studi Teknik Material
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu material saat digunakan dapat mengalami beban tarik, beban tekan,
ataupun kombinasi beban tarik dan beban tekan. Kombinasi dari beban tarik dan
tekan tersebut merupakan beban bending. Dalam bending sendiri biasanya diikuti
oleh direct stress, transverse shear, dan torsional shear [1].
Bending sendiri dapat menyebabkan kegagalan pada material. Dengan
adanya bending secara terus menerus, material dapat mengalami fatigue dan
akhirnya mengalami kegagalan. Salah satu contohnya dapat dilihat pada gambar
1.1. Gambar 1.1 menunjukkan kegagalan fatigue di crankshaft pada mesin diesel
akibat kombinasi bending dan torsi dimana crack diawali pada daerah yang
ditunjuk panah. Contoh lainnya dapat dilihat pada gambar 1.2 yang menunjukkan
kegagalan fatigue pada poros berpasak dengan material baja 1040 akibat beban
rotating bending dan crack diawali dari jalur pasak (keyway) [2].
Pengujian bending dilakukan untuk menentukan mutu material secara
visual dan mengukur kekuatan material akibat adanya beban bending. Pada
pengujian ini dilakukan uji three point bending, yaitu pemberian 1 beban pada
material yang diletakkan pada 2 tumpuan[3]. Standar pengujian lentur untuk
material logam berbentuk pelat dideskripsikan dengan detail dalam ASTM
E855-08.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mencari kekuatan lentur (flexural strength) material
2. Mencari modulus elastisitas material
3. Mencari distribusi momen dari material
BAB II
TEORI DASAR

Bend testing adalah pengujian yang umumnya dilakukan untuk material


berupa springs atau bersifat getas dimana bentuk kegagalannya berupa linear,
seperti concretes, keramik, glass, dan kayu. Di dalam daerah elastis, material
getas menunjukkan garis linear antara beban dengan defleksi dimana terjadinya
yielding di permukaan spesimen. Yielding tersebut dilanjutkan dengan crack
initation dan akhirnya menjadi kegagalan pada spesimen tersebut. Sementara,
pada material ulet, kurva antara beban dengan defleksi menyimpang dari garis
linear sebelum terjadinya kegagalan, sehingga sulit untuk menentukan awal
terjadinya yielding pada material ulet[3]. Pengujian bending dilakukan untuk
mencari flexural strength dari suatu material dan mencari modulus elastisitas dari
suatu material.
Terdapat 3 macam pengujian bending, yaitu pengujian bending
menggunakan centilever beam, pengujian bending menggunakan three-point
loaded beam, dan pengujian bending menggunakan four-point loaded beam.
Pengujian bending yang umum dilakukan adalah three-point bending testing dan
four-point bending testing. Untuk three-point bending test, material diberi beban
dengan dua tumpuan. Sementara, untuk four-point bending test, material diberi
dua beban dengan dua tumpuan[4]. Three-point bending test dan four-point
bending test dapat dilihat pada gambar 1.1.

gambar 1.1 3-point bending test dan 4-point bending test [5] [7]
Distribusi momen pada three-point bending test dan four-point bending
test dapat dilihat pada gambar 1.2. Pada three-point bending test, momen
maksimum dapat ditemukan pada titik tengah spesimen. Akan tetapi, pada four-
point bending stress, momen maksimum dapat ditemukan sepanjang jarak antara
titik pembebanan satu dengan titik pembebanan yang lain. Sehingga, four-point
bending test akan menghasilkan pengujian yang lebih baik karena daerah
pengujian lebih panjang dan mudah diamati.

Gambar 1.2 Distribusi momen pada three-point dan four-point bending test[9][10]
Saat pengujian bending, terdapat beberapa fenomena yang terjadi pada
material uji. Fenomena yang pertama adalah terjadinya defleksi material uji akibat
pembebanan. Selanjutnya adalah terjadinya deformasi plastis akibat pembebanan
yang berlanjut dan akhirnya melewati daerah dari deformasi elastis. Akibatnya,
material uji tidak dapat kembali ke bentuk awal[6]. Fenomena terakhir adalah
strain hardening. Pada strain hardening, kerapatan dislokasi di metal bertambah
dengan adanya deformasi atau cold work akibat dislokasi yang bermultiplikasi
atau pembentukan dislokasi baru. Akibatnya, jarak separasi rata-rata antara
dislokasi berkurang sehingga dislokasi-dislokasi menjadi lebih berdekatan.
Sementara, interaksi antara dislokasi dengan strain dislokasi adalah saling tolak-
menolak. Hasilnya adalah pergerakan dari dislokasi akan terhambat karena adanya
dislokasi lain. Dengan meningkatnya kerapatan dislokasi, perlawanan pada
pergerakan dislokasi oleh dislokasi lain menjadi semakin jelas. Dengan demikian,
stress yang dikenakan untuk mengubah/deform suatu metal akan meningkat
dengan meningkatnya cold work. [6]
Untuk material getas yang mempunyai hubungan linear antara stress
dengan strain, stress saat mengalami patahan dapat ditentukan dengan[3]:
=Mxc (Persamaan 2.1)
I
Bila penampang spesimen berbentuk segi empat, maka stress dapat dicari
dengan menggunakan persamaan[6]:
= FL/4 x d/2 = 3FL (Persamaan 2.2)
bd3/12 2bd2
Bila penampang spesimen berbentuklingkaran, maka stress dapat dicari
dengan menggunakan persamaan[6]:
= FL/4 x R = FL (Persamaan 2.3)
4
R /4 R 3

Stress saat material mengalami patahan ini/fracture stress ini merupakan


bending strength atau flexure strength[3].
Selain itu, saat material diberi pembebanan, maka material akan
mengalami defleksi pada daerah elastis penampang. Persamaan defleksi adalah[8]:
max = FL3 (Persamaan 2.4)
48EI
Dari persamaan defleksi di atas, maka modulus elastisitas dari suatu
material dapat dicari dengan membuat kurva beban pada sumbu y dan defleksi
pada sumbu x. Dari kurva tersebut, maka akan diketahui gradien kurva yang
merupakan (F/). Sehingga, modulus elastisitas dapat dicari dengan:
F = 48EI
L3
tan = 48EI
L3
E = tanL3 (Persamaan 2.5)
48I
BAB III
DATA PERCOBAAN

Mesin Uji : Tarno Grocki


Material : ST-37
Dimensi spesimen
Panjang (l) : 300 mm
Lebar (b) : 19 mm
Tebal (h) : 19 mm
Jarak tumpuan (L) : 150 mm
Kekerasan sebelum diberi beban : 66,8 HRB
Kekerasan setelah diberi beban : 83,6 HRB
Beban maksimum pada daerah elastis : 29500 N
Kita dapat menentukan kekuatan lentur spesimen yang diuji menggunakan
persamaan:
= FL/4 x h/2 = 3FL
bh3/12 2bh2
Maka diperoleh
= 3FL = 3 (29500 N) (300)
2bd2 2(19)(19)2

= 1935,41 MPa = 1,94 GPa


beban (N) defleksi (mm)

1000 0.05

2000 0.08

3000 0.12

4000 0.16

5000 0.18

6000 0.27

7000 0.33

8000 0.36

9000 0.38

10000 0.44

11000 0.47

12000 0.52

13000 0.57

14000 0.65

15000 0.85

16000 2.25

Tabel 3.1 Data Hasil Percobaan Uji Lentur

Berdasarkan data percobaan yang telah didapatkan sesuai pada tabel 3.1,
kita dapat menentukan nilai modulus elastisitas (E) yang dimiliki oleh spesimen
(dimana penampangnya berbentuk persegi) dengan meregresikan data beban
terhadap defleksi, seperti pada gambar 3.1.
16000
y = 21886x + 340.28
R = 0.9918

12000
beban (N)

8000

4000

0
0 0.175 0.35 0.525 0.7
defleksi (mm)

Gambar 3.1 Kurva Beban terhadap Defleksi

Pada gambar kurva, diketahui persamaan garis regresi linear y=21886x +


340.28 dimana nilai 21886 menyatakan harga kemiringan atau gradien tan (beban/
defleksi). Dari persamaan (2.5), kita dapat mencari nilai modulus elastisitas.
Sehingga bisa kita peroleh:
F = 48EI
L3
tan = 48EI
L3
E = tanL3 = 21886 (300)3
48I 48 (19x193/12)
E = 1133589 MPa
E = 1134 GPa
BAB IV
ANALISIS DATA

1.1 Analisis
Percobaan uji bending yang dilakukan menggunakan metode three-point
bending test. Dari hasil percobaan didapat data variasi beban yang digunakan dan
defleksi yang diakibatkan masing-masing beban. Dari kedua data tersebut,
flexural strength dari material uji dapat dicari dengan menggunakan persamaan
(2.1). Karena bentuk penampang dari spesiman adalah segi empat, maka untuk
mencari flexural strength digunakan persamaan (2.2). Pada bagian pengolahan
data, flexural strength yang didapat sebesar 1,94 GPa. Dari data beban dan
defleksi, dapat dicari modulus elastisitas material uji dengan menggunakan
persamaan (2.4). Dengan menggabungkan persamaan (2.4) dengan gradien dari
kurva beban-defleksi, maka modulus elastisitas material uji dapat dicari
menggunakan persamaan (2.5) dan modulus elastisitas material uji yang didapat
sebesar 1134 GPa. Perubahan secara fisik yang dapat diamati dari spesimen
setelah melakukan pengujian adalah terjadinya defleksi akibat pembebanan,
deformasi plastis karena spesimen tidak dapat kembali ke bentuk semula, dan di
bagian tengah spesimen terlihat lebih mengkilap dan kekerasannya lebih besar
daripada kekerasan awal akibat fenomena strain hardening. Fenomena strain
hardening ini adalah peningkatan kekerasan akibat kenaikan kerapatan dislokasi di
bagian tertentu akibat adanya deformasi atau cold work akibat dislokasi yang
bermultiplikasi atau pembentukan dislokasi baru[6]. Selain itu, setelah pengujian,
temperatur pada spesimen lebih tinggi karena sedikit panas dari mula-mula.
Spesimen yang mengalami deformasi elastis dan plastis menghasilkan energi
mekanik dan akan terkonversi sebagai panas dan energi untuk deformasi. Maka
dari itu, ketika spesimen mengalami defleksi dan deformasi, bagian permukaan
material terasa panas[12].
Berdasarkan literatur [11], flexural strength/tensile strength dari material
uji adalah sebesar 1158 MPa atau 1,158 GPa dan modulus elastistas dari material
uji (ST-37) adalah sebesar 190-210 GPa. Terdapat perbedaan sebesar 0.782 GPa
antara flexural strength berdasarkan literatur dengan flexural strength hasil
pengujian, dan perbedaan sebesar 924 GPa antara modulus elastisitas berdasarkan
literatur dengan modulus elastisitas hasil pengujian. Perbedaan nilai dari hasil
percobaan dengan literatur disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, saat
melakukan percobaan, dimensi dari material uji tidak kami/praktikan ukur sendiri
dikarenakan kurangnya alat ukur yaitu jangka sorong. Sehingga, dimensi dari
material uji diambil dari dimensi material uji kelompok sebelumnya. Akibatnya,
dimensi dari material uji tidak diketahui dan berpengaruh dengan besar nilai
flexural strength dan modulus elastisitas. Lalu, dikarenakan tidak mengukur
panjang dari spesimen, titik tengah dari spesimen tidak diketahui. Akibatnya, saat
melakukan uji bending, peletakkan spesimen tepat di bagian tengah tidak akurat
dan presisi.Hal tersebut berpengaruh secara signifikan karena seharusnya momen
terbesar dari material pada three-point bending test adalah di bagian tengah.
Sehingga, terdapat kemungkinan error pada perhitungan flexural strength material
uji. Kemudian, pembacaan defleksimeter tidak teliti karena penempatan
defleksimeter yang tidak tepat pada titik pembebanan, sehingga akan ada error
pada hasil percobaan. Selain itu, spesimen yang diuji tidak diketahui apakah
spesimen tersebut telah diberi perlakuan atau pengujian sebelumnya, seperti heat
treatment karena dengan diberikan perlakuan seperti itu akan mengakibatkan
adanya perbedaan modulus elastisitas, kekuatan lentur, sehingga hasil pengujian
yang didapat memiliki error yang cukup besar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengujian bending yang telah dilakukan, dapat disimpulkan:
1. Flexural strength dari material uji (ST-37) adalah sebesar 1.94 GPa.
2. Modulus elastistas dari material uji (ST-37) adalah sebesar 1133 GPa.
3. Distribusi momen pada material uji untuk three-point bending test dapat
dilihat pada gambar 5.1.

Gambar 5.1 Distribusi momen pada three-point bending test[9]

5.2 Saran
1. Sebaiknya, disiapkan dua jangka sorong agar tidak perlu menunggu giliran
dengan kelompok yang melakukan uji tarik.
2. Material yang diuji sebaiknya adalah material yang baru agar persentase error
hasil pengujian menjadi lebih kecil.
DAFTAR PUSTAKA

1. Portal Edu. Transverse Shear Stress in Beam. diakses pada 10 Maret 2017
pukul 15.00. http://portal.ku.edu.tr/~cbasdogan/Courses/MDesign/course_notes/
ShearStressInBeamsNotes.pdf
2. Mukti. Kriteria Kegagalan Lelah. diakses pada 10 Maret 2017 pukul 19.00.
https://masmukti.files.wordpress.com/2011/10/bab-06-kriteria-kegagalan-
lelah2.pdf
3. Udomphol, T. Mechanical Metallurgy Laboratory 431303. Laboratory 7: Bend
Testing. diakses pada 9 Maret 2017 pukul 16.00. http://www.sut.ac.th/
Engineering/metal/pdf/MechmetLab/1_2552/Mech%20met%20lab%20PDF/Mech
%20met%20handout-En/Lab_7Bend_Eng.pdf
4. ASTM E885-90 (Reapproved 2000). Standard Test Methods for
Bend Testing of Metallic Flat Materials for Spring Applications Involving Static
Loading. diakses pada 10 Maret 2017 pukul 19.00. http://
a l l a b o u t m e t a l l u r g y. c o m / w p / w p - c o n t e n t / u p l o a d s / 2 0 1 6 / 0 7 / Vo l u m e
%2003.01%20Metals%20--%20Mechanical%20Testing;%20Elevated%20and
% 2 0 L o w - Te m p e r a t u r e % 2 0 Te s t s ; % 2 0 M e t a l l o g r a p h y / E % 2 0 8 5 5 % 2 0
%2090%20R00%20%20;RTG1NQ__.pdf
5. Substech. 3-point Flexure Test. diakses pada 10 Maret 2017 pukul 19.00.
h t t p : / / w w w. s u b s t e c h . c o m / d o k u w i k i / l i b / e x e / f e t c h . p h p ?
w=&h=&cache=cache&media=3-point_flexure.png
6. Callister Jr., William D., dan Rethwisch, David G. Materials Science and
Engineering 9th edition. John Wiley & Sons, Inc. 2015
7. Substech. 4-point Flexure Test. diakses pada 10 Maret 2017 pukul 19.00.
h t t p : / / w w w. s u b s t e c h . c o m / d o k u w i k i / l i b / e x e / f e t c h . p h p ?
w=&h=&cache=cache&media=4-point_flexure.png
8. UC Berkeley Mechanical Engineering. Beam Deflection. diakses pada 10
Maret 2017 pukul 19.00. https://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:pN0xZdUuCIcJ:https://www.researchgate.net/file.PostFileLoader.html
%3Fid%3D58369933cbd5c2cc653741d3%26assetKey%3DAS
%253A431852935749632%25401479973171441+&cd=2&hl=id&ct=clnk&client
=safari
9. Francis. Beam and Column. diakses pada 10 Maret 2017. http://
www.archexamhandbook.com/lessons/structural-systems/study-notes/1-0-general-
structures-and-lateral-forces/1-12-beams-and-columns/
10. Rusme, Pichai. High Strength Composites. diakses pada 10 Maret 2017.
http://www.mech.utah.edu/~rusmeeha/labNotes/composites.html
11. Steelss. ST-37-3U. diakses pada 12 Maret 2017 pukul 12.00. http://
www.steelss.com/Carbon-steel/st37-3u.html
12. Castellanos, Jose Louis Perez., dan Rusinek, Alexis. Temperature Increase
Associated With Plastic Deformation Under Dynamic Compression: Application
To Aluminium Alloy Al 6082. diakses pada 12 Maret 2017 pukul 12.00. http://
www.ptmts.org.pl/2012-2-perez-r.pdf
LAMPIRAN

1. Tugas Setelah Praktikum


1. Mengapa uji lentur tidak cocok digunakan untuk menentukan modulus
elastisitas material ulet?
Pada material ulet, kurva antara stress dan strain tidak menunjukkan hubungan
linear pada daerah elastis, tetapi menyimpang dari garis linear pada kurva. Oleh
karena itu, sulit untuk menentukan awal yielding dari material ulet.

2. Bandingkan harga modulus elastisitas yang diperoleh dari literatur dan


percobaan, bila ada perbedaan jelaskan mengapa itu bisa terjadi!
Harga modulus elastisitas material uji (ST-37) yang didapat setelah percobaan
adalah 1133 GPa, sementara harga modulus elastisitas yang didapat dari literatur
sebesar GPa. Adanya perbedaan harga modulus elastisitas disebabkan oleh
beberapa hal. Pertama, tidak diukurnya dimensi spesimen sebelum percobaan
sehingga data dimensi diambil dari kelompok sebelumnya. Kemudian, saat
pengujian, spesimen tidak diletakkan tepat ditengah saat diberi beban karena
dimensi yang tidak diukur sehingga tidak diketahui titik tengah pada spesimen.
Tidak akuratnya pembacaan defleksi saat spesimen diberi beban.

3. Bandingkan kekerasan akhir (setelah diuji bending pada daerah yang


terdeformasi plastis) dengan kekerasan awal (sebelum diuji bending) dan jelaskan
fenomena yang terjadi.
Kekerasan awal dari material uji (ST-37) adalah sebesar 66,8 HRB. Kekerasan
akhir dari spesimen adalah sebesar 83,6 HRB. Perubahan kekerasan dari material
uji disebabkan oleh fenomena strain hardening yang terjadi pada daerah yang
terdeformasi plastis. Fenomena strain hardening ini pada awalnya terjadi
peningkatan kerapatan dislokasi karena adanya deformasi atau cold work akibat
deformasi yang bermultiplikasi atau pembentukan dislokasi baru. Akibatnya, jarak
separasi rata-rata antara dislokasi berkurang sehingga dislokasi-dislokasi menjadi
lebih berdekatan. Sementara, interaksi antara dislokasi dengan strain dislokasi
adalah saling tolak-menolak. Hasilnya adalah pergerakan dari dislokasi akan
terhambat karena adanya dislokasi lain. Dengan meningkatnya kerapatan
dislokasi, perlawanan pada pergerakan dislokasi oleh dislokasi lain menjadi
semakin jelas. Dengan demikian, stress yang dikenakan untuk mengubah/deform
suatu metal akan meningkat dengan meningkatnya cold work. Dengan kata lain,
kekerasan dari metal meningkat.

2. Tugas Tambahan
1. Gambarkan distribusi momen yang terjadi pada three-point bending test dan
four-point bending test!
2. Jelaskan fenomena strain hardening pada material!
Fenomena strain hardening adalah fenomena dimana kekerasan dari suatu metal
bertambah setelah diberi beban atau mengalami deformasi. Fenomena ini pada
awalnya terjadi peningkatan kerapatan dislokasi karena adanya deformasi atau
cold work akibat deformasi yang bermultiplikasi atau pembentukan dislokasi baru.
Akibatnya, jarak separasi rata-rata antara dislokasi berkurang sehingga dislokasi-
dislokasi menjadi lebih berdekatan. Sementara, interaksi antara dislokasi dengan
strain dislokasi adalah saling tolak-menolak. Hasilnya adalah pergerakan dari
dislokasi akan terhambat karena adanya dislokasi lain. Dengan meningkatnya
kerapatan dislokasi, perlawanan pada pergerakan dislokasi oleh dislokasi lain
menjadi semakin jelas. Dengan demikian, stress yang dikenakan untuk mengubah/
deform suatu metal akan meningkat dengan meningkatnya cold work. Dengan
kata lain, kekerasan dari metal meningkat.

Anda mungkin juga menyukai