Modul B
Uji Keras
Oleh:
Thoriq Marendra
13718059
Kelompok 14
Aris Akbar 13717058
Annisa Dwi Fadhillah 13718007
Raden Erlangga 13718039
Ghiffary R 13718062
Kiara Qinthara 13718068
Kegunaan dari kekerasan material dapat dilihat pada dunia industri, contohnya
engineer yang mencari material yang keras tapi tidak getas dan kuat terhadap beban
impak, atau engineer metalurgi membutuhkan material yang kekerasannya rendah
untuk cold rolling pada logam. Selain itu Uji keras juga dapat digunakan sebagai
satu metode untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas dan perlakuan dingin
terhadap material. Material yang telah mengalami cold working hot working, atau
heat treatment, dapat diketahui perubahan kekuatannya dengan mengukur
kekerasan permukaan material tersebut.
2
1.2 Tujuan
1. Menentukan kekerasan baja bulat dengan menggunakan uji keras Rockwell,
Brinell dan Vickers
3
BAB II
TEORI DASAR
Ketika pengujian dilakukan pada suatu material, apabila luas area indentasi besar
maka menandakan materialnya lunak, dapat disimpulkan bahwa nilai kekerasan
material tersebut kecil.
Ketika pengujian dilakukan pada material, respon indentor terhadap material akan
terlihat, kekerasan material akan tergantung terhadap kedalaman indentasi, semakin
dalam indentasi pada material, maka menandakan material lunak, dapat
disimpulkan bahwa nilai kekerasan material tersebut kecil.
4
2.2.c Berdasarkan tinggi pantulan
Ketika pengujian dilakukan pada material, akan diukur energi impak material
berdasarkan ketinggian pantulan, apabila pantulan yang dihasilkan rendah, maka
dapat disimpulkan bahwa kekerasan material tersebut kecil.
Pada metode brineel indentor yang digunakan berbentuk bola. Beban dan indentor
yang digunakan sebagai uji keras ini bermacam, macam tergantung penggunaan,
beban yang berat biasanya digunakan untuk menguji material yang keras,
sedangkan beban yang tidak terlalu berat digunakan untuk menguji material yang
lunak agar jejak indentasi tidak terlalu dalam. Terdapat diameter bola 10 mm, beban
yang digunakan 3000, 1500, 1000, 500, 250, 125, 100 kgf. Diameter bola 5 mm
untuk beban 750, 250, 125, 62.5, 31.25, 25 kgf. Diameter bola 2,5 mm untuk beban
187.5, 62.5, 31.25, 15.625, 7.8125, 6.25 kgf. Diameter bola 1 mm untuk beban 30,
10, 5, 2.5, 1.25, 1 kgf. [1]
5
2.3.a.iv. Kelebihan dan kekurangan
2𝑃
𝐻𝐵𝑁 = [2]
𝜋𝐷[𝐷−√𝐷2 −𝑑2
6
2.3.b Metode Rockwell
Pada pengujian rockwell, pada tahap awal perlu diadakan pemberian beban minor
seperti gambar diatas, untuk memastikan bahwa impuritas pada permukaan tidak
memengaruhi hasil pengujian, lalu beban ditambahkan hingga mencapai kedalaman
tertentu, beban pada indentor ditingkatkan hingga mencapai beban total yang
ditetapkan, beban dilepas hingga mencapai beban awal semula, sehingga
didapatkan perbadaan kedalaman indentasi. Perbedaan kedalaman indentasilah
yang menentukan nilai kekerasan rockwell [3].
Pada uji keras rockwell, digunakan indenter intan berbentuk bola dan piramida
120°, indenter yang digunakan bermacam-macam. Adapun untuk indenter
berbentuk bola digunakan diameter berukuran 1.588, 3.175, 6.350 dan 12.7 mm.
Untuk beban awal digunakan indenter dengan beban 10kgf, dan total beban yang
diinginkan 60 kgf, 100 kgf, dan 150 kgf. Adapun pemilihan indenter disesuaikan
dengan material yang akan diuji. Nilai yang kekerasan rockwell dapat dikategorikan
sebagai berikut : [3]
HRA: digunakan brale indenter dengan beban 60kgf, biasanya digunakan untuk
material tipis atau keras, misalnya tungsten carbide [4]
7
HRB: digunakan indenter bola intan dengan diameter 1.588 mm, beban 100 kgf,
untuk mengukur material yang dianil [4]
HRC: digunakan brale indenter dengan beban 150kgf, digunakan untuk material
yang lebih keras daripada HRB [4]
HRD: digunakan brale indenter dengan beban 100 kgf, digunakan untuk material
case hardened [4]
HRF: digunakan indenter bola intan dengan diameter 1.588 mm, beban 60 kgf,
digunakan untuk material yang lunak, seperti bearing [4]
Kelebihan :
Kekurangan:
8
Pada pengujian metode Vickers digunakan indenter berupa intan dengan sudut
136°. Spesimen yang diuji akan diberikan kontak dengan indenter secara tegak
lurus, sehingga tercapai beban F yang diinginkan. Diamkan beberapa saat, setelah
tercapai waktu yang ditentukan, beban pada spesimen dilepaskan. Kedua diagonal
yang dihasilkan diukur, ditentukan nilai rata-rata dari kedua diagonal. Nilai
kekerasan ditentukan dari hasil bagi antara beban yang diberikan dengan diagonal
rata-rata yang didapatkan dari spesimen yang diuji. [5]
Hasil dari metode uji Vickers idealnya akan seperti gambar 3a, namun terjadi
penyusutan pada gambar 3 b, dan terjadi barreling pada gambar 3 c.
Jenis indenter yang digunakan hanya satu, yaitu indenter berbentuk intan, dengan
diagonal yang berhdapan membentuk sudut 136°
Perbedaan microvickers dan macrovickers terletak pada beban yang diberikan pada
spesimen, pada microvickers, khusus digunakan untuk material yang tipis dan
lunak, oleh karena itu digunakan indenter dengan beban 0.001 kgf sampai dengan
1 kgf, sedangkan makrovickers digunakan untuk material yang tidak terlalu tipis
dan tidak terlalu lunak, oleh karena itu pada pengujian makrovickers beban yang
digunakan diatas 1kgf. Pada uji keras mikrovickers perbedaan fasa pada material
juga dapat diketahui
9
2.3.c.iii. Pengujian vickers pada material keramik
Pengujian vickers pada keramik akan membutuhkan beban yang cukup besar
karena material keramik sangat keras, hal yang membuat keramik begitu keras
karena faktor porositas keramik, ukuran butir, dan fasa batas butir. Pada prinsipnya
pengujian vickers pada keramik tidak jauh berbeda terhadap uji keras pada material
logam. Indenter ditancapkan secara tegak lurus pada keramik, lalu setelah beberapa
saat, kedua diagonal pada keramik diukur, dan diagonal rata-rata ditentukan,
perhitungan diagonal keramik dilakukan dengan hati-hati, karena indentasi pada
keramik lebih sulit diukur dibandingkan dengan logam. Nilai kekerasan vickers
keramik didapatkan dengan besar gaya dibagi dengan diagonal rata-rata [6]
Kelebihan:
Kekurangan :
10
2.4 Hubungan Beban yang diberikan terhadap kekerasan
Dalam uji keras, nilai pengujian terhdap besarnya beban yang diberikan akan
seperti Gambar 2.4 diatas, nilai kekerasan akan cenderung menuju suatu asimptot
seiring dengan naiknya besar pembebanan yang diberikan.
11
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Berikan Berikan
Berikan pembebanan pembebanan pembebanan
kepada spesimen yang kepada spesimen kepada spesimen
terpasang selama 30s
Lepaskan pembebanan
kemudian catar harga Lepaskan Pembebanan
Lepaskan pembebanan kekerasannya kemudian ukur P dan d
kemudian ukur D dan d
Selesai
12
Thoriq Marendra
13718059
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
P Rata-rata
No Spesimen Indenter HR
(Kgf) HR
62; 64.5; 66 64.167
1 Aluminium 60 Bola baja
HRH HRH
68.5; 65.5;
2 Baja bulat 60 Diamond 66.5 HRA
65.5 HRA
50; 54; 49.5 51.167
3 Baja kotak 60 Diamond
HRA HRA
13
Thoriq Marendra
13718059
𝑦
𝑑 = ( 𝑥 × 0.2)𝑚𝑚 + ( × 0.2) 𝑚𝑚
50
Akan didapatkan masing-masing nilai d untuk data percobaan Brinell dan vickers,
seperti yang ditampilkan pada tabel dibawah
2𝑃
𝐵𝐻𝑁 =
𝜋𝐷(𝐷 − √𝐷2 − 𝑑 2
Salah satu contoh perhitungan data Brinell, ambil data pada Tabel 4.1a no 1, lalu
dilakukan perhitungan
2𝑃
𝐵𝐻𝑁 =
𝜋𝐷(𝐷 − √𝐷2 − 𝑑 2
2𝑥62,5
=
𝜋2,5(2,5 − √2,52 − 0,9522
=84,5395
14
Thoriq Marendra
13718059
1.854𝑃
𝑉𝐻𝑁 =
𝑑2
Salah satu contoh perhitungan data Vickers, ambil data pada 4.1.c no 1, lalu
dilakukan perhitungan
1.854𝑃
𝑉𝐻𝑁 =
𝑑2
1.854 𝑥 60
=
0.52
=444,96
15
Thoriq Marendra
13718059
444.96
Kekerasan
290.31
155.69
154.69
66.5 84.54
64.167
51.167
0
1 2 3
Material
BHN VHN HR
BAB V
ANALISIS DATA
Terdapat tiga sampel yang diuji keras, yaitu aluminium, baja bulat dan baja
kotak, semua spesimen terlebih dahulu akan diampelas dan digrinding agar
permukaannya rata sehingga hasil pengujian akurat. Dari ketiga spesimen yang
diuji, aluminium reatif lebih mudah dibandingkan baja dalam hal preparasinya,
sebab bahan aluminium lebih lunak sehingga perataan permukaan dari zat pengotor,
misalnya lapisan oksida akan lebih cepat. Dari kedua baja, yaitu baja bulat dan baja
kotak, baja kotak akan lebih mudah dalam preparasinya, karena permukaan kontak
spesimen lebih luas, lain hal dengan baja bulat, perataan permukaan akan lebih sulit
karena permukaan kontaknya lebih kecil.
Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa dalam uji keras metode Brinell, rockwel dan
vickers, baja bulat memiliki nilai kekerasan yang paling tinggi dibandingkan baja
kotak dan aluminium, nilai kekerasan suatu material berbanding lurus dengan
komposisi karbon didalamnya, semakin tinggi nilai kekerasan yang didapatkan
maka semakin tinggi pula kadar karbon didalamnya. Dari data yang diperoleh dapat
ditarik kesimpulan bahwa baja bulat merupakan material dengan kandungan karbon
tinggi, dengan kemungkinan 0,8-1,3% karbon didalamnya, sedangkan baja kotak
merupakan baja karbon rendah, dengan kemungkinan terdapat kandungan karbon
dibawah 0,3%.
Hasil kekekerasan baja bulat dan kotak berbeda, hal tersebut terjadi karena
terdapat perbedaan komposisi karbon didalamnya, baja bulat merupakan baja
dengan komposisi karbon tinggi, sedangkan baja kotak merupakan baja karbon
rendah. Apabila ditinjau dari struktur mikronya, baja karbon tinggi pada proses
pembentukannya terdapat perubahan fasa austenite menjadi pearlite dan ferrite,
pada fasa pearlite terdapat cementite, semakin banyaknya senyawa cementite
membuat material akan semakin keras dan kuat. Dengan tingginya kadar karbon
serta persebaran karbon didalamnya, membuat material dapat menahan pergerakan
17
Thoriq Marendra
13718059
dislokasi pada saat terjadi deformasi plastis, sehingga material akan kuat dan keras.
Pada baja kotak dengan komposisi karbon yang rendah, memiliki dominan fasa
ferrite, semakin banyak fasa ferrite yang terdapat pada material, akan membuat
material tersebut lebih lunak, karena hanya sedikit komponen yang dapat
menghalangi pergerakan dislokasi pada saat terjadinya deformasi plastis,
Menurut literatur, seperti yang telah tercantum pada Tabel 4.3 diatas bahwa
baja bulat atau baja dengan karbon tinggi AISI 1065 memiliki harga kekerasan 187
BHN, 90 HR, dan 196 HV, baja bulat atau baja dengan karbon rendah memiliki
harga kekerasan 126 BHN, 131 HV, dan 71 HR. Untuk aluminum 6013 alloy harga
kekerasannya yaitu 130 BHN dan 80 HR. Dari ketiga speseimen tersebut terdapat
perbedaan nilai kekerasan yang didapat selama praktikum dengan literatur,
perbedaan nilai kekerasan tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor. Faktor
pertama dan yang paling utama adalah, perbedaan spesimen yang diuji ketika
praktikum belum tentu sama dengan yang ada dengan literatur, termasuk komposisi
kimia spesimen yang ada pada spesimen tersebut. Faktor selanjutnya adalah
kemungkinan terjadi ketidaktelitian dalam pengujian dalam hal pemberian beban
pada spesimen, kemungkinan adanya pemberian beban yang berdekatan atau ditepi.
Faktor lainnya proses pembuatan dan perlakuan spesimen secara mekanik atau
perlakuan termal terhadap material yang diuji dengan literatur mungkin berbeda,
sehingga hal-hal tersebut membuat terjadi perbedaan nilai kekerasan.
18
BAB VI
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
19
Daftar Pustaka
20