Disusun Oleh:
ADAM AL YUBI
3333160099
Disusun Oleh:
ADAM AL YUBI
3333160099
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN INDUSTRI
PUSKESMAS BANJAR- BANTEN
Mengetahui,
Divisi Unit Gawat Darurat
HALAMAN PENGESAHAN
Mengetahui
Dosen Pembimbing Pembimbing Lapangan
PRAKATA
Assalamu’alaikum wr.wb.
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan kerja praktek untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
matakuliah Kerja Praktek di Jurusan Teknik Industi Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
Dalam penyelesaian laporan ini, penulis mendapat banyak dukungan moril
dari berbagai pihak, maka izinkanlah penulis mengucapkan terimakasih yang tak
terhingga kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan Nikmat, hidayah serta kesehatan yang
sangat berharga bagi penulis, sehingga kerja praktek ini dapat terlaksana.
2. Kedua Orang tuaku tercinta yang terus dan akan selalu memberikan
motivasi, dukungan dan doa bagi penulis sehingga mampu menyelesaikan
laporan kerja praktek ini.
3. Kedua kakak ku yang ikut serta dalam memberikan dorongan dan motivasi
sehingga penulis dapat lebih giat lagi dalam mengerjakan laporan ini.
4. Bapak Putro Ferro Ferdinant, S.T.,M.T, selaku Ketua Jurusan Teknik
Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Ibu Dyah Lintang Trenggonowati, S.T.,M.T, selaku Koordinator Kerja
Praktek Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Ibu Ani Umyati S.T.,M.T, selaku Dosen Pembimbing, terimakasih atas
bimbingan dan kesabarannya.
7. Bapak Supriadi Selaku Kepala Puskesmas Banjar yang telah membantu
penulis dalam Kerja Praktek.
8. Bapak Erfan Efriliawan, SKM selaku Kepala Tu Puskesmas Banjar yang
telah membantu penulis dalam penentuan tempat penelitian.
I-6
BAB I
PENDAHULUAN
1. Mulai
I-12
BAB II
I-14
Menimbang :
A. Bahwa Puskesmas sebagai tulang punggung penyelenggaraan upaya
pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di wilayah kerjanya berperan
menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan
yang optimal.
B. Bahwa untuk melaksanakan upaya kesehatan baik upaya kesehatan
masyarakat tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama
dibutuhkan manajemen Puskesmas yang dilakukan secara terpadu dan
berkesinambungan agar menghasilkan kinerja Puskesmas yang efektif dan efisien
C. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman
Manajemen Puskesmas Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor
9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara
I-20
ttd
ttd
WIDODO EKATJAHJANA
2.5 Tata Tertib Perusahaan
Tata tertib adalah peraturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan, apabila
di langgar mendapatkan punishment atau berupa Sanksi (Hukuman). Berikut ini
merupakan Tata tertib yang diterapakan di Puskesmas Banjar.
1. Jam Datang dan Pulang Kantor
a. Jam datang : 07.30 WIB
b. Jam pulang : Senin – Kamis : 14.00 WIB
: Jum’at : 14.30 WIB
: Sabtu : 14.00 WIB
2. Aturan berpakaian bagi staf
I-22
a. Senin dan Selasa : Pakaian Seragam PDH Warna Kaki Untuk Semua
Staf,
Jilbab Kuning Polos (Bagi Wanita), Sepatu Hitam
b. Rabu : Pakaian Hitam Putih
c. Kamis dan Jum’at : Pakaian Batik
d. Sabtu : Pakaian bebas rapih dan sopan
3. Pelaksanaan apel pagi setiap hari senin dilaksanakan Pukul 07.30 WIB
4. Karyawan 10 menit sebelum apel pagi,dilakukan kegiatan pembersihan
dimasing-masing ruangan
5. Bagi yang terlambat mengikuti apel membersihkan ruangan masing-masing
dan kaca.
2. Program Pokok Puskesmas Banjar, yang terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu :
a. Program Wajib
I-23
5. Pengobatan / Perawatan :
a. Pelayanan Rawat Jalan % Cak. Rawat Jalan 100
D. Penyelenggaraan P2 Menular
F. Penyelenggaraan Promosi
Kesehatan
1. Penyuluhan Prilaku Sehat % Rumah Tangga Sehat 65
% Bayi dengan ASI 80
Eklusif 90
% Desa Garam Yod Baik 40
% Posyandu Purnama
G. P2 Penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika
Dan Zat Adiktif (NAPZA)
1. P3 NAPZA Berbasis Masyarakat % Upaya Penyuluhan P3 15
NAPZA Oleh NAKES
H. Pelayanan Kefarmasian
Dan Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alkes
1. Penediaan Obat dan Perbekalan % Tersedia Obat Sesuai 90
Kesehatan Kebutuhan
% Pengadaan Obat 100
Esensial
% Pengadaan Obat 100
Generik
Dari hasil kegiatan yang dilakukan oleh puskesmas pada tahun 2018 yang
dibiayai oleh pemerintah daerah antara lain :
1. Program pengembangan manajemen dan sumber daya kesehatan
a. Mengikuti pelatihan– pelatihan teknis di tingkat Kabupaten dan
memberikan izin belajar kepada staf puskesmas.
b. Perbaikan sistem pencatatan, pelaporan dan pengarsipan di puskesmas.
c. Penyusunan profil kesehatan dan laporan tahunan puskesmas.
d. Penghitungan angka kredit bagi tenaga fungsional tertentu.
e. Pengembangan sistem informasi kesehatan.
f. Pertemuan staf 1 bulan 2 kali.
g. Mengadakan kegiatan lokmin tingkat kecamatan setiap 3 bulan sekali.
h. Mengikuti rapat koordinasi tingkat kecamatan.
i. Peningkatan kinerja petugas melalui pelatihan formal maupun informal.
j. Adanya pembagian tugas yang sesuai dengan profesinya, juga roling
pemegang program pada setiap 2 tahun sekali.
k. Mengikutsertakan tenaga surveillance dalam pelatihan secara teknis
l. Penanggulangan terhadap KLB
Program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
a. Pemberantasan terhadap penyakit TB-Paru
b. Pembentukan kader TB-Paru
c. Pemberantasan dan penyuluhan terhadap penyakit ISPA, Diare, Kusta dan
DHF.
d. Mengikuti pelatihan program imunisasi.
e. Penyelenggaraan bulan imunisasi anak sekolah.
f. Evaluasi hasil kegiatan program P2PL di puskesmas.
g. Pengawasan dan pembinaan terhadap tempat – tempat umum dan tempat
pengelolaan makanan.
h. Inspeksi sanitasi satu tahun 4 kali.
2. Program peningkatan kesehatan keluarga dan perbaikan gizi
a. Peningkatan sistem manajemen data pelayanan kesehatan keluarga.
I-29
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
3.1 Ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dua kata yaitu
“ergon” berarti kerja dan “nomos” berarti aturan atau hukum. Jadi secara ringkas
ergonomi adalah suatu aturan atau norma dalam sistem kerja. Di Indonesia
memakai istilah ergonomi, tetapi di beberapa negara seperti di Skandinavia
menggunakan istilah “Bioteknologi” sedangkan di negara Amerika menggunakan
istilah “Human Engineering” atau “Human Factors Engineering”. Namun
demikian, kesemuanya membahas hal yang sama yaitu tentang optimalisasi fungsi
manusia terhadap aktivitas yang dilakukan.
Ergonomi merupakan suatu ilmu, seni dan teknologi yang berupaya untuk
menyerasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan
dan segala keterbatasan manusia, sehingga manusia dapat berkarya secara
optimal tanpa pengaruh buruk dari pekerjaannya. Dari sudut pandang ergonomi,
antara tuntutan tugas dengan kapasitas kerja harus selalu dalam garis
keseimbangan sehingga dicapai performansi kerja yang tinggi (Tarwaka, 2004).
Menurut Crow and Crow, psicology is the study of human behavior and
human relationship, Psikologi adalah tingkah laku manusia, yakni interaksi
manusia dengan dunia sekitarnya.
4. Pemilihan Sub-skala
Pengukuran beban psikologi secara subyektif Pengukuran beban kerja
psikologis secara subjektif dapat dilakukan dengan (Fithri & Anisa
2017):
a. SWAT
b. NASA TLX
c. Modified Cooper Harper Scaling (MCH)
d. Multidiscriptor Scale
Penjelasan indikator beban mental yang akan diukur dapat dilihat pada
Tabel Langkah- langkah dalam pengukuran beban kerja mental dengan
menggunakan metode NASA-TLX [Fithri & Anisa 2017]
Tabel 2 Indikator Metode NASA-TLX
Skala Rating Keterangan
Mental Demand (MD) Rendah, Tinggi Seberapa besar aktivitas mental dan
perceptual yang dituntut oleh pekerjaan ini
dalam hal melihat, mengingat, mencari.
Apakah pekerjaan tersebut mudah atau sulit,
sederhana atau kompleks, pekerjaan tersebut
pesti atau penuh toleransi.
Physical Demand (PD) Rendah, Tinggi Seberapa besar aktivitas fisik yang dituntut
oleh pekerjaan ini (misal: mendorong,
menarik, mengontrol putaran, dan lain-lain).
Apakah pekerjaan tersebut berat atau ringan,
lambat atau cepat, cukup istirahat atau tidak.
Temporal Demand Rendah, Tinggi Jumlah tekanan yang berkaitan dengan
(TD) waktu yang dirasakan selama elemen
pekerjaan berlangsung. Apakah pekerjaan
perlahan atau cepat melelahkan.
Performance (OP) Tidak Tepat, Seberapa berhasil anda dalam memenuhi
Sempurna tujuan pekerjaan yang telah ditetapkan oleh
anda atau peneliti. Seberapa puas anda
terhadap performansi kerja dalam memenuhi
target tersebut.
Effort (EF) Rendah, Tinggi Seberapa keras usaha secara mental dan fisik
yang Dibutuhkan untuk mengerjakan
pekerjaan tersebut.
Frustation Level (FR) Rendah, Tinggi Seberapa tidak aman, stress (tekanan), dan
termotivasinya pekerja dibandingkan dengan
perasaan aman, puas, nyaman, dan kepuasan
diri yang dirasakan selama menyelesaikan
pekerjaan.
(Sumber: Fithri & Anisa 2017)
I-34
1. Pembobotan
Kuesioner disebar ke perawat pada poliklinik bedah, mata, fisioterapi,
internist dan neurologi sebanyak 8 responden. Data beban kerja mental dengan
menggunakan metode NASA-TLX menggunakan enam indikator yang diukur
untuk mengetahui seberapa besar beban kerja mental yang dialami oleh perawat.
indicator tersebut adalah Mental demand (MD), Physical demand (PD), Temporal
demand (TD), Performance (P), Frustation level (FR). Sedangkan pembobotan
merupakan tahap pemberian bobot yang menyajikan 15 pasangan indikator
kemudian diisi oleh responden dengan cara melingkari salah satu pasangan
indikator yang mana menurut mereka lebih dominan. Pada bagian ini responden
diminta untuk melingkari salah satu dari duaindikator yang dirasakan lebih
dominan menimbulkan beban kerja mental terhadap pekerjaan tersebut. Kuisoner
NASA-TLX yang diberikan berupa perbandingan berpasangan. Dari kuesioner ini
dihitung jumlah tally dari setiap indikator yang dirasakan paling berpengaruh.
Jumlah tally menjadi bobot untuk tiap indikator beban mental (T.Fariz Hidayat,
dkk. 2013)
2. Pemberian Rating
Peringkat (rating), merupakan tahap lanjutan setelah dilakukannya tahap
pembobotan. Pada tahap ini peringkat atau rating pada skala 1-100 diberikan
untuk setiap indikator sesuai dengan keadaan yang dialami oleh sang perawat.
Pada bagian ini responden diminta memberi rating terhadap keenam indikator
beban mental. Rating yang diberikan adalah subyektif tergantung pada beban
I-35
mental yang dirasakan oleh responden tersebut. Untuk mendapatkan skor beban
mental NASA-TLX, bobot dan rating untuk setiap indikator dikalikan kemudian
dijumlahkan dan dibagi dengan 15 (jumlah perbandingan berpasangan).
Beban kerja adalah keadaan dimana pekerja diharapkan pada tugas yang
harus diselesaikan pada waktu tertentu. Kategori lain dari beban kerja adalah
kombinasi dari beban kerja kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja secara
kuantitatif yaitu timbul karena tugas-tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan
beban kerja kualitatif jika pekerja merasa tidak mampu melakukan tugas atau
tugas tidak menggunakan keterampilan atau potensi dari pekerja. Beban kerja
fisikal atau mental yang harus melakukan terlalu banyak hal, merupakan
kemungkinan sumber stres pekerjaan (Munandar, 2008).
Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan
tugas-tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja,
keterampilan, perilaku dan persepsi dari pekerja. Beban kerja fisik perawat
meliputi mengangkat pasien, membantu pasien ke kamar mandi, memandikan
pasien, mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur pasien,
mendorong brankart pasien. Sedangkan beban kerja mental yang dialami perawat,
diantaranya bekerja shift atau bergiliran, mempersiapkan rohani mental pasien dan
keluarga terutama bagi yang akan melaksanakan operasi atau dalam keadaan
kritis, bekerja dengan keterampilan khusus dalam merawat pasien serta harus
menjalin komunikasi dengan pasien (Munandar, 2008).
3.4.1 Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja
Menurut Tarwaka (2004), faktor yang mempengaruhi beban kerja mental
adalah sebagai berikut:
1. Faktor eksternal
Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh
pekerja. Aspek beban kerja eksternal sering disebut sebagai stresor. Yang
termasuk beban kerja eksternal adalah :
a. Tugas-tugas (tasks). Tugas ada yang bersifat fisik seperti, tata ruang kerja,
stasiun kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja dan alat bantu
kerja. Tugas juga ada yang bersifat mental seperti, kompleksitas pekerjaan
dan tanggung jawab terhadap pekerjaan.
I-37
dan kondisi seseorang. Jika seorang karyawan mengalami stres yang terlalu besar,
maka akan mengganggu kemampuan seseorang tersebut untuk menghadapi
lingkungan dan pekerjaannya (Widodo Haryono, 2009)
Meningkatnya tuntutan pekerjaan perawat saat naiknya lonjakan pasien di
Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI dapat menyebabkan stres kerja pada
perawat, bila perawat tidak siap menghadapi perubahan yang pesat. Hasil tabulasi
silang antara stres kerja dan kelelahan kerja perawat di RSIY PDHI menunjukkan
bahwa tingkat stres perawat adalah sedang (82,70%). Hal ini kemungkinan karena
perawat sudah mempunyai pengalaman kerja yang cukup dan telah memahami
epidemiologi penyakit yang muncul pada tahun- tahun sebelumnya. Tetapi
kemungkinan terjadinya stres kerja tetap ada, dikarenakan kondisi psikologis
seseorang berbeda beda antara satu waktu dengan waktu yang lain. Stres kerja
yang muncul di RSIY PDHI antara lain disebabkan karena beban kerja berlebih,
perasaan cemas, dan suasana hati yang mudah berubah- ubah.
Penyebab stres kerja antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat,
waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja
yang tidak sehat, autoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan
tanggung jawab, konflik kerja, perbedaan nilai antar karyawan dengan pimpinan
yang frustasi dalam kerja. Pendapat ini sejalan dengan yang menyatakan penyebab
timbulnya stres kerja dikarenakan suatu tuntutan pekerjaan yang di luar batas
kemampuan individu.
Oleh karena itu, faktor- faktor yang mempengaruhi stres kerja perawat
seperti emosi, pikiran, perasaan, situasi kerja dan tuntutan pekerjaan perlu
dikendalikan untuk meminimalisir terjadinya stres kerja. Namun, perlu diingat
pula, bahwa stres kerja juga diperlukan untuk mendorong dan memotivasi perawat
dalam bekerja.
Stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami oleh karyawan dalam
menghadapi pekerjaan atau dengan kata lain adalah sesuatu yang terlihat sebagai
ancaman baik nyata maupun imajinasi, di mana persepsi berasal dari perasaan
takut atau marah. Di tempat kerja, perasaan ini dapat muncul berupa sikap yang
pesimis, tidak puas, produktivitas rendah dan sering tidak hadir. Emosi, sikap dan
perilaku yang mempengaruhi stres dapat menimbulkan masalah kesehatan, namun
ketegangan dapat dengan mudah muncul akibat kejenuhan yang timbul dari beban
kerja yang berlebihan. Pada kenyataannya, setiap pekerjaan memiliki tingkat
tantangan dan kesulitan yang berbedabeda. Manajemen stres kerja yang efektif
dapat mempertahankan rasa pengendalian diri dalam lingkungan kerja, sehingga
beberapa urusan akan diterima sebagai tantangan bukan ancaman (Riza Desima,
2013).
3.6 Hubungan Beban Kerja Mental dengan Kelelahan Kerja
Berdasarkan hasil uji stastika menggunakan uji alternative Beban kerja
yang diberikan pada pekerja perlu disesuaikan dengan kemampuan psikis dan
fisik pekerja yang bersangkutan. Keadaan perjalanan, waktu perjalanan dari dan
ke tempat kerja yang seminimal mungkin dan seaman mungkin berpengaruh
terhada kondisi kesehatan kerja pada umumnya dan kelelahan kerja pada
khususnya. Pembinaan mental yanag berlangsung secara priodik dan khusus
mampu mengubah kecendrungan timbulnya kelelahan kerja. Fasilitas kerja dan
fasilitas rekreasi merupakan nilai positif bagi pekerja(Nofia Ardiyanti, dkk 2017).
BAB IV
HASIL DAN PENELITIAN
a. Pembobotan
I-42
Pada tahap pemberian bobot ini responden di minta untuk memilih salah
satu dari dua indikator yang dirasa lebih dominan menimbulkan beban kerja
mental dalam melakukan aktivitas kerja. Pada pembobotan ini terdapat 15 pasang
indikator . berikut ini adalah salah satu sample pembobotan yang dilakukan
terhadap responden perawat 1, yaitu perawat di puskesmas Banjar di bagian Unit
Gawat Darurat (UGD)
b. Perantingan
Perantingan adalah pemberian skor pada tiap indikator 1-100 sehingga
responden dapat memberikan skor yang sesuai dengan kriteria indikator pada saat
melakukan pekerjaanya. Berikut ini merupakan peantingan di Puskesmas Banjar.
Menurut Grandjean (1993) setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan
unsur persepsi, interpretasi dan proses mental dari suatu informasi yang diterima
oleh organ sensoris untuk diambil suatu keputusan atau proses mengingat
informasi yang lampau.
Di bawah ini merupakan data beban kerja mental tiap masing-masing
perawat setelah melakukan pekerjaan.
1. Data Kuisioner perawat 1
Di bawah ini merupakan data yang diisi oleh perawat 1 berupa data
pembobotan, dan data peratingan dalam kuesioner pengukuran beban kerja mental
NASA-TLX. Berikut adalah data pembobotan beban kerja mental responden
perawat 1 dalam kuesioner NASA-TLX
Adapun berikut ini adalah jumlah dari pembobotan yang dipilih oleh
responden perawat 1. Dan cara pengelompokan jumlah kategori dengan
menjumlahkan berapa kriteria yang terpilih seperti contoh MD mempunyai
jumlah 2.
Tabel 5 Rekapitulasi Pembobotan Beban Kerja Mental Responden perawat 1
Kategori Tally Nilai
MD II 2
PD II 2
TD II 2
OP III 3
EF IIII 4
FR 2 2
Berdasarkan hasil dari pembobotan perawat 1, pada MD memiliki nilai 2,
PD memiliki nilai 2, TD memiliki nilai 2, OP memiliki nilai 3, EF memiliki nilai
4, dan FR memiliki nilai 2. Pada nilai EF (Effort) dengan nilai 4 lebih dominan
untuk menjadi sumber dari beban kerja mental.
Adapun di bawah ini adalah rincian dari pembobotan yang dipilih oleh
responden perawat 2.
Tabel 9 Pembobotan Beban Kerja Mental Responden perawat 2
Kategori Tally Nilai
MD III 3
PD IIII 4
TD I 1
OP III 3
EF II 2
FR II 2
Adapun di bawah ini adalah rincian dari pembobotan yang dipilih oleh
responden perawat 3.
Tabel 13 Pembobotan Beban Kerja Mental Responden perawat 3
Kategori Tally Nilai
MD III 3
PD IIII 4
TD III 3
OP I 1
EF II 2
FR II 2
Adapun di bawah ini adalah rincian dari pembobotan yang dipilih oleh
responden Perawat 4.
Tabel 17 Pembobotan Beban Kerja Mental Responden Perawat 4
Kategori Tally Nilai
MD IIII 4
PD II 2
TD II 2
OP III 3
EF III 3
FR I 1
Adapun di bawah ini adalah rincian dari pembobotan yang dipilih oleh
responden Perawat 5.
Tabel 21 Pembobotan Beban Kerja Mental Responden Perawat 5
Kategori Tally Nilai
MD I 1
PD II 2
TD III 3
OP IIIII 5
EF IIII 4
FR - 0
OP sebesar 80, EF sebesar 70 dan FR sebesar 30. Skala dengan nilai tertinggi ada
pada OP (Performance) dengan nilai 80, kemudian skala terendah ada pada FR
(Frustation Level) dengan nilai 30.
Dibawah ini merupakan tabel dari hasil peratingan pada beban kerja
mental Perawat 5.
Tabel 23 Peratingan Beban Kerja Mental Responden Perawat 5
Kategori Rating
MD 50
PD 40
TD 40
OP 80
EF 70
FR 30
Adapun di bawah ini adalah rincian dari pembobotan yang dipilih oleh
responden Perawat 6.
Tabel 25 Pembobotan Beban Kerja Mental Responden Perawat 6
I-53
ada pada MD (Mental Demand) dan OP (Performance) dengan nilai 90, kemudian
skala terendah ada pada PD (Physical Demand) dengan nilai 20.
Dibawah ini merupakan tabel dari hasil peratingan pada beban kerja
mental Perawat 6.
Tabel 27 Peratingan Beban Kerja Mental Responden Perawat 6
Kategori Rating
MD 90
PD 20
TD 30
OP 90
EF 70
FR 80
Adapun di bawah ini adalah rincian dari pembobotan yang dipilih oleh
responden Perawat Erfan.
Tabel 29 Pembobotan Beban Kerja Mental Responden Perawat 7
Kategori Tally Nilai
I-55
MD I 1
PD III 3
TD III 3
OP IIII 4
EF III 3
FR I 1
pada MD (Mental Demand) dengan nilai 90, kemudian skala terendah ada pada
EF (Effort) dengan nilai 50.
Dibawah ini merupakan tabel dari hasil peratingan pada beban kerja
mental Perawat 7.
Tabel 31 Peratingan Beban Kerja Mental Responden Perawat 7
Kategori Rating
MD 90
PD 70
TD 80
OP 60
EF 50
FR 80
Adapun di bawah ini adalah rincian dari pembobotan yang dipilih oleh
responden Perawat 8.
ada pada OP (Performance) dengan nilai 85, kemudian skala terendah ada pada
PD (Physical Demand) dengan nilai 50 .
Dibawah ini merupakan tabel dari hasil peratingan pada beban kerja
mental Perawat 8.
Tabel 35 Peratingan Beban Kerja Mental Responden Perawat 8
Kategori Rating
MD 70
PD 60
TD 80
OP 85
EF 75
FR 65
Adapun di bawah ini adalah rincian dari pembobotan yang dipilih oleh
responden Perawat 9.
MD IIII 4
PD III 3
TD III 3
OP II 2
EF III 3
FR - 0
Adapun di bawah ini adalah rincian dari pembobotan yang dipilih oleh
responden Perawat 10.
Dengan nilai MD sebesar 140, nilai PD sebesar 160, nilai TD sebesar 160,
nilai OP sebesar 210, nilai EF sebesar 160 dan nilai FR 360. Jadi total nilai beban
kerja mental perawat 1 adalah 1190.
Contoh Perhitungan
∑( Bobot x Rating)
Skor Beban Kerja =
15
1190
Skor Beban Kerja =
15
Skor Beban Kerja = 80,0
Dengan nilai MD sebesar 240, nilai PD sebesar 280, nilai TD sebesar 75, nilai
OP sebesar 240, nilai EF sebesar 160 dan nilai FR 1200. Jadi total nilai beban
kerja mental Perawat 2 adalah 1115.
Contoh Perhitungan
∑( Bobot x Rating)
Skor Beban Kerja =
15
1115
Skor Beban Kerja =
15
Skor Beban Kerja = 74,33
Pada Tabel di atas setelah dihitung dapat diketahui data nilai beban kerja
mental dari ke 10 responden. Data nilai beban kerja mental dari responden
Perawat 2 memiliki nilai sebesar 74,33 masuk dalam kategori tinggi.
3. Perawat 3
Tabel 47 Perhitungan Beban Kerja Mental Perawat 3
No Kategori Rating Bobot Nilai
1 MD 70 3 210
2 PD 50 4 200
3 TD 90 3 270
4 OP 70 1 70
5 EF 70 2 140
6 FR 60 2 320
7 Total 15 1010
Dengan nilai MD sebesar 210, nilai PD sebesar 200, nilai TD sebesar 270,
nilai OP sebesar 70, nilai EF sebesar 140 dan nilai FR 320. Jadi total nilai beban
kerja mental Perawat 3 adalah 1010.
Contoh Perhitungan
∑( Bobot x Rating)
Skor Beban Kerja =
15
1010
Skor Beban Kerja =
15
Skor Beban Kerja = 67,33
Dengan nilai MD sebesar 320, nilai PD sebesar 120, nilai TD sebesar 100,
nilai OP sebesar 210, nilai EF sebesar 120 dan nilai FR 30. Jadi total nilai beban
kerja mental Perawat 4 adalah 900.
Contoh Perhitungan
∑( Bobot x Rating)
Skor Beban Kerja =
15
900
Skor Beban Kerja =
15
Skor Beban Kerja = 60
5. Perawat 5
Tabel 49 Perhitungan Beban Kerja Mental Perawat 5
No Kategori Rating Bobot Nilai
1 MD 50 1 50
2 PD 40 2 80
3 TD 40 3 120
4 OP 80 5 400
5 EF 70 4 280
6 FR 30 0 0
7 Total 15 930
Dengan nilai MD sebesar 50, nilai PD sebesar 80, nilai TD sebesar 120, nilai
OP sebesar 400, nilai EF sebesar 280 dan nilai FR 0. Jadi total nilai beban kerja
mental Perawat 5 adalah 930.
Contoh Perhitungan
∑( Bobot x Rating)
Skor Beban Kerja =
15
930
Skor Beban Kerja =
15
Skor Beban Kerja = 62
Pada Tabel di atas setelah dihitung dapat diketahui data nilai beban kerja
mental dari ke 10 responden. Data nilai beban kerja mental dari responden
Perawat 5 memiliki nilai sebesar 62 masuk dalam kategori tinggi.
6. Perawat 6
Tabel 50 Perhitungan Beban Kerja Mental Perawat 6
No Kategori Rating Bobot Nilai
1 MD 90 3 270
2 PD 20 2 40
3 TD 30 2 60
4 OP 90 3 270
5 EF 70 2 140
6 FR 80 3 240
7 Total 15 1020
Dengan nilai MD sebesar 270, nilai PD sebesar 40, nilai TD sebesar 60, nilai
OP sebesar 270, nilai EF sebesar 140 dan nilai FR 240. Jadi total nilai beban kerja
mental Perawat 6 adalah 1020.
Contoh Perhitungan
∑( Bobot x Rating)
Skor Beban Kerja =
15
1020
Skor Beban Kerja =
15
Skor Beban Kerja = 68
68
Pada Tabel di atas setelah dihitung dapat diketahui data nilai beban kerja
mental dari ke 10 responden. Data nilai beban kerja mental dari responden
Perawat 6 memiliki nilai sebesar 68 masuk dalam kategori tinggi.
7. Perawat 7
Tabel 51 Perhitungan Beban Kerja Mental Perawat 7
No Kategori Rating Bobot Nilai
1 MD 90 1 90
2 PD 70 3 210
3 TD 80 3 240
4 OP 60 4 240
5 EF 50 3 150
6 FR 80 1 80
7 Total 15 1010
I-68
Dengan nilai MD sebesar 90, nilai PD sebesar 210, nilai TD sebesar 240, nilai
OP sebesar 240, nilai EF sebesar 150 dan nilai FR 80. Jadi total nilai beban kerja
mental Perawat 7 adalah 1010.
Contoh Perhitungan
∑( Bobot x Rating)
Skor Beban Kerja =
15
1010
Skor Beban Kerja =
15
Skor Beban Kerja = 67,33
8. Perawat 8
Tabel 52 Perhitungan Beban Kerja Mental Perawat 8
No Kategori Rating Bobot Nilai
1 MD 70 2 140
2 PD 60 2 120
3 TD 80 3 240
4 OP 85 2 170
5 EF 75 3 225
6 FR 65 3 195
7 Total 15 1090
Dengan nilai MD sebesar 140, nilai PD sebesar 120, nilai TD sebesar 240,
nilai OP sebesar 170, nilai EF sebesar 225 dan nilai FR 195. Jadi total nilai beban
kerja mental Perawat 8 adalah 1090.
Contoh Perhitungan
∑( Bobot x Rating)
Skor Beban Kerja =
15
1090
Skor Beban Kerja =
15
Skor Beban Kerja = 72,66
Pada Tabel di atas setelah dihitung dapat diketahui data nilai beban kerja
mental dari ke 10 responden. Data nilai beban kerja mental dari responden
Perawat 8 memiliki nilai sebesar 72,66 masuk dalam kategori tinggi.
9. Perawat 9
Tabel 53 Perhitungan Beban Kerja Mental Perawat 9
No Kategori Rating Bobot Nilai
1 MD 90 4 360
2 PD 30 3 90
3 TD 70 3 210
4 OP 60 2 120
5 EF 50 3 150
6 FR 10 0 0
7 Total 15 930
Dengan nilai MD sebesar 360, nilai PD sebesar 90, nilai TD sebesar 210, nilai
OP sebesar 120, nilai EF sebesar 150 dan nilai FR 0. Jadi total nilai beban kerja
mental Perawat 9 adalah 930.
Contoh Perhitungan
∑( Bobot x Rating)
Skor Beban Kerja =
15
930
Skor Beban Kerja =
15
Skor Beban Kerja = 62
10. Perawat 10
Tabel 54 Perhitungan Beban Kerja Mental Perawat 10
No Kategori Rating Bobot Nilai
1 MD 70 2 140
2 PD 30 1 30
3 TD 80 4 320
4 OP 50 4 200
5 EF 50 3 150
6 FR 20 0 0
7 Total 15 840
I-70
Dengan nilai MD sebesar 140, nilai PD sebesar 30, nilai TD sebesar 320, nilai
OP sebesar 200, nilai EF sebesar 150 dan nilai FR 0. Jadi total nilai beban kerja
mental Perawat 10 adalah 840.
Contoh Perhitungan
∑( Bobot x Rating)
Skor Beban Kerja =
15
840
Skor Beban Kerja =
15
Skor Beban Kerja = 56
2 Perawat 2 74.33
3 Perawat 3 67.33
4 Perawat 4 60
5 Perawat 5 62 66.89
6 Perawat 6 68
7 Perawat 7 67.33
8 Perawat 8 72.66
9 Perawat 9 62
10 Perawat 10 56
I-71
4 Perawat 4 60 Tinggi
5 Perawat 5 62 Tinggi
6 Perawat 6 68 Tinggi
9 Perawat 9 62 Tinggi
10 Perawat 10 56 Tinggi
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa untuk 10 responden yang ada
di Puskesmas Banjar. Setelah Dihitung ternyata hampir semua pekerja perawat di
Puskesmas Banjar memiliki beban kerja tinggi, yaitu 9 dari 10 perawat masuk
kedalam kategori tinggi sedangkan 1 orang perawat memiliki beban kerja yang
masuk pada kategori sangat Tinggi. Selanjutnya yaitu menghitung rata- rata beban
kerja mental pekerja di Puskesmas Banjar. Perhitungan rata- rata bertujuan untuk
mengetahui skor beban kerja mental keseluruhan dari perawat.
Contoh Perhitungan :
Skor beban kerja mental rata-rata dari masing-masing operator
Jumlah skor bebankerjamental
=
jumlah perawat
668.98
=
10
I-72
= 66.89
Skor beban kerja mental rata-rata dari masing-masing Perawat UGD sebesar
66.89 termasuk ke dalam kategori beban kerja mental yang tinggi.
BAB V
ANALISA DAN PEMBAHASAN
indikator yang menurut perawat itu lebih dominan dengan kondisi pada saat
bekerja, dari ke 10 responden didapatkan bobot rara-rata yaitu sebesar 66.89
termasuk ke dalam kategori beban kerja mental yang tinggi.
2. Selanjutnya Perantingan yaitu pemberian skor pada tiap indikator 1-100
sehingga responden dapat memberikan skor yang sesuai dengan kriteria
indikator pada saat melakukan pekerjaannya. Berikut ini merupakan
perantingan yang di lakukan di Puskesmas Banjar. Hasil perkalian
pembobotan dan perantingan kuisioner NASA-TLX di Puskesmas Banjar
maka di dapatkan skor beban kerja sangat tinggi yaitu Perawat 1 dengan
skor 80,0 masuk kedalam kategori sangat tinggi.
Hasil dari perkalian pembobotan dan perantingan kuisioner NASA-TLX di
Puskesmas Banjar maka di dapatkan skor beban kerja kerja sangat tinggi yaitu 1
perawat dengan skor beban kerja 80 masuk kedalam kategori sangat tinggi,
sedangkan 9 perawat lainya masuk kedalam kategori tinggi dengan skor beban
kerja masing- masing. Perawat 2 memiliki nilai skor beban kerja sebesar 74.33
Perawat 3 memiliki nilai skor beban kerja sebesar 67.33 Perawat 4 memiliki nilai
skor beban kerja sebesar 60 Perawat 5 memiliki nilai skor beban kerja sebesar 62
Perawat 6 memiliki nilai skor beban kerja sebesar 68 Perawat 7 memiliki nilai
skor beban kerja sebesar 67.33 Perawat 8 memiliki nilai skor beban kerja sebesar
72.66 Perawat 9 memiliki nilai skor beban kerja sebesar 62 dan Perawat 10
memiliki nilai skor beban kerja sebesar 56. Sehingga harus membatasi kegiatan
kerja agar beban kerja mental perawat tidak mengalami kenaikan atau mengalami
strees yang berlebih di butuhkan istirahat yang cukup dan melakukan aktivitas
lainya agar dapat mengurangi beban kerja mental yang di alami perawat.
mengalami strees, yang dapat berkembang menjadikan perawat sait fisik dan
mental, sehingga tidak dapat bekerja secara optimal (Widyasari,2010) dan
menurut hasil survey dari PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) tahun
2006, sekitar 50,9% perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia
megalami strees kerja, sering pusing lelah, tidak bisa beristirahat karena beban
kerja terlalu tinggi dan banyak menyita waktu.
Selain itu, berdasarkan hasil pengolahan data sebelumnya diketahui bahwa
beban kerja mental tertinggi yang dialami perawat Unit Gawat Darurat (UGD) di
Puskesmas Banjar Pandeglang terjadi pada Perawat 1 dengan skor beban kerja
mental 80. Dilihat dari segi pelaksanaan tugas yang dilakukan Perawat 1 telah
melakukan sesuai tugas yang seharunya dikerjakannya. Dari hasil pengamatan
pula, diketahui bahwa perawat melaksanakan kegiatan kerja yang tidak hanya
melibatkan fisik, tetapi juga mental. Perawat UGD juga merupakan tenaga kerja
yang memiliki kemampuan untuk tetap dapat menjaga performa kerjanya baik
dalam berbagai kondisi keadaan pasien.
Menurut (Nofia Ardiyanti, dkk 2017) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi beban kerja mental perawat di antarnya : Riwayat penyakit, status
gizi, masa kerja , Umur, dan jenis kelamin. Dari banyaknya faktor tersebut maka
bisa dikatakan perawat 1 ini dipengaruhi oleh lama nya bekerja berdasarkan data
responden.
Masa kerja dapat mempengaruhi baik kinerja positif maupun negatif, akan
memberi pengaruh positif pada kinerja personal karena dengan bertambahnya
masa kerja maka pengalaman dalam melaksanakan tugasnya semakin bertambah.
Sebaliknya akan memberi pengaruh negatif apabila semakin bertambahnya masa
kerja maka akan muncul kebiasaan pada tenaga kerja (Nofia Ardiyanti, dkk 2017).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Banjar di dapatkan kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dari hasil pengolahan data di dapatkan hasil skor beban kerja mental
hampir semua perawat UGD di Puskesmas Banjar mengalami skor beban
kerja mental yang tinggi di antaranya yaitu : Perawat 1 skor beban kerja
mental 80.0 masuk dalam kategori sangat tinggi, perawat 2 sebesar 74.33,
perawat 3 sebesar 67.33, perawat 4 sebesar 60.0, perawat 5 sebesar 62.0,
perawat 6 sebesar 68.0, perawat 7 sebesar 67.33, perawat 8 sebesar 72.66
I-77
DAFTAR PUSTAKA
Fithri, Prima & Windi Fitri Anisa. Pengukuran Beban Kerja Psikologis dan
Fisiologi Pekerja di Industri Tekstil. Jurnal Optimasi Sistem Industri- VOL.
16 NO. 2 (2017) 120-130.
Tarwaka, Solichul Ha dan Lilik S. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Produktivitas.Surakarta: UNIBA PRESS.
Lestari, Neta Dian (2017). Perbedaan Hasil Belajar Akutansi Siswa Dalam
Penerapan Konsep Psikologi kapital Intelektual Dengan Kapital Sosial DI
SMK MUHAMMADIYAH 2 PALEMBANG. Jurnal Neraca Vol.1 No.1, Juni
2017: 75-98.
I-78
LAMPIRAN
I-80