Anda di halaman 1dari 65

1

Laporan Akhir
Praktikum Material Teknik
DESTRUCTIVE TEST


Nama : Maulana Rasis
NPM : 1206217250
Kelompok : 16

















Laboratorium Metalurgi Fisik
Departemen Metalurgi dan Material FTUI
2013
2
DAFTAR ISI



Cover 1
Daftar Isi 2
UJI TARIK
o Laporan Awal 3
o Data Percobaan 10
o Analisa Pecobaan 20
o Kesimpulan 33
o Tugas Tambahan 35

UJI KEKERASAN
o Laporan Awal 36
o Data Percobaan 42
o Analisa Percobaan 43
o Kesimpulan 47
o Tugas Tambahan 48

UJI IMPAK
o Laporan Awal 49
o Data Percobaan 54
o Analisa Percobaan 55
o Kesimpulan 62
o Tugas Tambahan 63

Daftar Pustaka 64





3
MODUL DESTRUCTIVE TEST
PENGUJIAN TARIK

I. Tujuan Praktikum
1. Untuk membandingkan kekuatan maksimum beberapa jenis logam
(besi tuang, baja dan alumunium)
2. Untuk membandingkan titik-titik luluh logam-logam tersebut.
3. Untuk membandingkan tingkat keuletan logam-logam tersebut,
melalui penghitungan % elongasi dan % pengurangan luas.
4. Untuk membandingkan fenomena necking dari logam-logam tersebut.
5. Untuk membandingkan modulus elastisitas dari logam-logam tersebut
6. Untuk membuat, membandingkan serta menganalisis kurva tegangan
regangan, baik kurva rekayasa maupun kurva sesungguhnya dari
beberapa jenis logam.
7. Untuk membandingkan tampilan perpatahan (fraktografi) logam-
logam tersebut dan menganalisanya berdasarkan sifat-sifat mekanis
yang telah dicapai.

II. Dasar Teori
Benda uji dengan ukuran dan bentuk tertentu ditarik dengan beban kontinyu
sambil diukur pertambahan panjangnya. Data yang didapat berupa perubahan
panjang dan perubahan beban yang selanjutnya ditampilkan dalam bentuk grafik
tegangan-regangan, seperti ini

Dari kurva diatas dapat diketahui bahwa tegangan di suatu poin pada kurva dapat
ditentukan dari beban maksimum yang terjadi pada poin tersebut dibagi dengan
luas penanampang awal.





4
Dan juga dapat diketahui reganganya,



= regangan = pertambahan panjang

= panjang penampang awal



Dari grafik di atas juga dapat diketahui sifat-sifat mekanis dari pengujian tarik ini,
sifat-sifat tersebut antara lain ;

a. Batas proposional (Proportionality Limit)
Batas proporsional merupakan batas dimana tegangan dan regangan mempunyai
hubungan yang saling proposional satu dengan yang lainnya. Jadi ketika terjadi
pertambahan tegangan maka akan diikuti pula oleh penambahan regangan secara
proposional dalam hubungan linier . (bandingkan dengan hubungan y =
mx ; dimana y mewakili tegangan ; x mewakili regangan dan m mewakili slope
kemiringan dari modulus kekakuan). Titik P pada kurva menunjkan batas
proporsionalitas dari kurva stress-strain.


b. Batas elastis (Elastic Limit)
Pada daerah elastis, bila tegangan yang ada dihilangkan maka bahan akan kembali
kepada panjang semula. Daerah proposionalitas merupakan bagian dari batas
plastik ini. Selanjutnya, apabila bahan tersebut terus menerus diberikan tegangan
R
P
y
C
,
y
M
,
y
B
,
y
Unit strain
Plastic
range
Ela
sti
c
ra
ng
e
Un
it
str
es
s
Gambar 1.1. Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat baja ulet.
5
(deformasi dari luar), maka yang terjadi adalah batas elastis akan terlampaui dan
bahan tidak akan kembali kepada ukuran semula. Dengan kata lain, dapat
didefinisikan bahwa batas elastis adalah suatu titik saat tegangan diberikan akan
menyebabkan deformasi permanen (plastis) untuk pertama kalinya. Kebanyakan
material memiliki batas elastis yang hampir berhimpitan dengan batas
proporsionalnya.

c. Titik Luluh dan Kekuatan Luluh (Yield Strength)

Pada titik ini material akan terus mengalami deformasi tanpa adanya penambahan
beban tegangan. Tegangan yang mengakibatkan bahan menunjukan mekanisme
luluh ini disebut tegangan luluh (yield stress). Titik luluh ditunjukan oleh titik Y
pada gambar1.

Gejala luluh umunya ditunjukan oleh logam-logam ulet dengan struktur Kristal
BCC dan FCC yang membentuk interstitial solid solution dari atom-atom carbon,
boron, hydrogen dan oksigen. Interaksi antara dislokasi dan atom-atom tersebut
menyebabkan baja ulet seperti mild steel menunjukan titik luluh bawah (lower
yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).
Unit
Strain
0 X
OX = specified
allset
P
Y
W
U
ni
t
St
re
ss
B
Gambar 1.2. Kurva Stress-strain dari sebuah benda uji terbuat bahan getas
S
t
r
e
s
s

Upper
yield point
Lower
yield point
Strain


6
Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas umunya tidak memperhatikan
batas luluh yang jelas. Untuk menentukan luluh material seperti ini maka
digunakan suatu metode yang dikenal sebagai metode offset. Dengan metode ini
yield strength ditentukan sebagai tegangan dimana behan memperlihatkan batas
penyimpangan tertentu dari proporsionalitas tegangan dan regangan. Pada gambar
2 di atas garis offset OX ditarik parallel dengan OP. sehingga perpotongan XW
dan kurva tegangan-regangan memberikan titik Y sebagai kekuatn luluh. Garis
offset OX diambil 0.1 - 0.2% dari tegangan total dimulai dari titik O.

Kekuatan luluh merupakan suatu gambaran kemampuan suatu bahan menahan
deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural yang
melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik, tekanan bending atau puntiran atau
tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah kecil deformasi plastis
yang ditetapkan. Disisi lain, batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila
bahan (logam) dipakai dalam proses manufaktur produk-produk logam seperti
proses rolling, drawing, streching dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa titik
luluh adalah suatu tingkat tegangan yang :
- Tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktrural (in service)
- Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process)

d. Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength)
Didefinisikan sebagai tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh material
sebeluim terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik maksimum


ditentukan dari beban maksimum

dibagi luas penampang awal



Pada saat kondisi ini dapat diketahui tegangan maksimum yang dapat ditanggung
oleh material sebelum terjadinya patah (fracture). Pada bahan ulet tegangan
maksimum ditunjukkan oleh titik M pada kurva tegangan-regangan (gambar 1),
dan selajutnya bahan akan terus berdeformasi hingga titik B. Bahan yang bersifat
7
getas memberikan perilaku yang berbeda dimana tegangan maksimum sekaligus
tegangan perpatahan (titik B pada gambar 2). Dalam penggunaan struktural,
kekuatan maksimum adalah batas tegangan yang sama sekali tidak boleh dilewati.

e. Kekuatan Putus (Breaking Strength)
Kekuatan putus dapat ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji
putus

dangan luas penampang awal

. Pada bahan yang bersifat ulet,


saat beban maksimum terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik putus,
maka terjadi mekanisme pemciutan (necking) sebagai akibat adanya suatu
deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus adalah lebih kecil
daripada kekuatan maksimum sementara pada bahan getas kekuatan putus adalah
sama dengan kekuatan maksimumnya.

f. Keuletan (ductility)
Keuletan adalah sifat dimana logam mampu menahan deformasi hingga terjadinya
perpatahan. Sifat ini harus dimiliki oleh bahan bila ingin dibentuk melalui proses
rolling, bending, stretching, drawing, hammering, cutting dan sebagainya. Ada
dua metode pengukuran keuletan bahan, yaitu
Persentase perpanjangan (elongasi)
Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap
panjang awalnya.

() |
(

|


Persentase pengurangan atau reduksi panjang
Selain cara tersebut juga dapat diukur dengan pengurangan luas penampang
setelah perpatahan terhadap luas penampang awalnya.

() |
(

|
8

g. Modulus Elastisitas
Merupakan ukuran kekuatan suatu material, semakin kecil regangan elastis pada
suatu bahan maka harga modulus semakin besar,atau dapat dikatakan material
tersebut kaku (stiff). Modulus kekakuan dapat dihitung dari



Dimana adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis kurva tegangan-
regangan. Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh enegi ikat antar
atom-atom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak dapat dirubah oleh suatu
proses tanpa merubah struktur bahan.

III. Metodologi Penelitian

III.1. Alat dan Bahan
1. Universal testing machine, Servopulser Shimadzu kapasitas 30 ton
2. Caliper atau micrometer
3. Spidol permanent atau penggores (cutter)
4. Stereoscan macroscope
5. Sampel uji tarik
9
III.2. Flow Chart Proses Pengujian



1
Mengukur dimensi (diameter rata-rata) dari benda uji dengan
menggunakan caliper atau mikrometer lalu membuat sketsa dari
benda uji dan hasil dimasukkan ke lembar data
2
Menandai panjang ukur (gauge length) berupa jarak antara dua titik
pada benda uji dengan menggunakan penggores (cutter) atau spidol
permanen
3
Memasang benda uji dengan hati-hati pada grip mesin uji Shimadzu.
Mencatat setiap langkah operasional setting pengujian dengan
seksama
4

Memulai penarikan dan perhatikan dengan baik mekanisme
deformasi yang terjadi pada benda uji serta tampilan grafik beban-
perpanjangan yang terlihat pad recorder. Pengamatan diteruskan
hingga terjadinya beban maksimum dan dilanjutkan dengan necking
lalu perpatahan

5
Menandai pada grafik beban-perpanjangan titik -titik terjadinya beban
maksimum dan perpatahan
6
Melepaskan benda uji dari grip mesin uji lalu patahan benda uji
disatukan kembali dan diukur panjanga akhir (Lf) antara dua titik
(gauge marks). Diameter akhir dari bagian benda uji yang mengalami
necking. Hasil pengukuran di catat dalam lembar data.
7
Mengamati dan mencatat karakteristik tipe perpatahan yang terjadi
dengan menggunakan stereoscan macroscope. Membuat sketsa
tampak samping dan permukaan patahan (fractografi) benda uji pada
lembar data anda
8
Pengujian dilakukan dengan material yang berbeda jenisnya
9
Berdasarkan grafik beban-perpanjangan setiap logam, hitunglah
dengan formulasi yang sesuai dari nilai-nilai berikut : (i) titik luluh;
(ii) kekuatan tarik maksimum; (iii) persentase elongasi; (iv)
perssentase pengurangan area; (v) modulus elastisitas.
10
IV. Data, Perhitungan, dan Grafik














IV.1. Data Uji Tarik Fe
IV.1.1. Data

do : 9,5 mm
df : 7 mm
Ao : 70,8463 mm
2

Af : 38,465 mm
2

Lo : 50 mm
Lf : 59,2 mm

IV.1.2.
P
(kg)
dL
(mm)

(MPa)
regangan
rekayasa

tegangan
rekayasa


(MPa)
regangan
sesungguhnya


tegangan
sesungguhnya
0 0,000 0,0000 0,00 0,0000 0,00
2000 0,125 0,0025 276,66 0,0025 277,35
11
3300 0,250 0,0050 456,48 0,0050 458,76
3200 0,375 0,0075 442,65 0,0075 445,97
3200 0,500 0,0100 442,65 0,0100 447,08
3250 0,625 0,0125 449,57 0,0124 455,18
3275 0,750 0,0150 453,02 0,0149 459,82
3300 0,875 0,0175 456,48 0,0173 464,47
3375 1,000 0,0200 466,86 0,0198 476,19
3450 1,125 0,0225 477,23 0,0223 487,97
3500 1,250 0,0250 484,15 0,0247 496,25
3600 1,375 0,0275 497,98 0,0271 511,67
3650 1,500 0,0300 504,90 0,0296 520,04
3700 1,625 0,0325 511,81 0,0320 528,45
3800 1,750 0,0350 525,65 0,0344 544,04
3875 1,875 0,0375 536,02 0,0368 556,12
3900 2,000 0,0400 539,48 0,0392 561,06
4000 2,125 0,0425 553,31 0,0416 576,83
4050 2,250 0,0450 560,23 0,0440 585,44
4100 2,375 0,0475 567,14 0,0464 594,08
4150 2,500 0,0500 574,06 0,0488 602,76
4200 2,625 0,0525 580,98 0,0512 611,48
4300 2,750 0,0550 594,81 0,0535 627,52
4325 2,875 0,0575 598,27 0,0559 632,67
4350 3,000 0,0600 601,73 0,0583 637,83
4375 3,125 0,0625 605,18 0,0606 643,01
4400 3,250 0,0650 608,64 0,0630 648,20
4400 3,375 0,0675 608,64 0,0653 649,73
4450 3,500 0,0700 615,56 0,0677 658,65
4500 3,625 0,0725 622,47 0,0700 667,60
4550 3,750 0,0750 629,39 0,0723 676,60
4575 3,875 0,0775 632,85 0,0746 681,90
4600 4,000 0,0800 636,31 0,0770 687,21
4675 4,125 0,0825 646,68 0,0793 700,03
4680 4,250 0,0850 647,37 0,0816 702,40
4700 4,375 0,0875 650,14 0,0839 707,03
12
4725 4,500 0,0900 653,60 0,0862 712,42
4735 4,625 0,0925 654,98 0,0885 715,57
4750 4,750 0,0950 657,06 0,0908 719,48
4775 4,875 0,0975 660,51 0,0930 724,92
4790 5,000 0,1000 662,59 0,0953 728,85
4800 5,125 0,1025 663,97 0,0976 732,03
4815 5,250 0,1050 666,05 0,0998 735,98
4830 5,375 0,1075 668,12 0,1021 739,95
4845 5,500 0,1100 670,20 0,1044 743,92
4860 5,625 0,1125 672,27 0,1066 747,90
4875 5,750 0,1150 674,35 0,1089 751,90
4890 5,875 0,1175 676,42 0,1111 755,90
4905 6,000 0,1200 678,50 0,1133 759,92
4920 6,125 0,1225 680,57 0,1156 763,94
4935 6,250 0,1250 682,65 0,1178 767,98
4950 6,375 0,1275 684,72 0,1200 772,02
4960 6,500 0,1300 686,11 0,1222 775,30
4970 6,625 0,1325 687,49 0,1244 778,58
4980 6,750 0,1350 688,87 0,1266 781,87
4990 6,875 0,1375 690,26 0,1288 785,17
5000 7,000 0,1400 691,64 0,1310 788,47
5010 7,125 0,1425 693,02 0,1332 791,78
5020 7,250 0,1450 694,41 0,1354 795,09
5030 7,375 0,1475 695,79 0,1376 798,42
5040 7,500 0,1500 697,17 0,1398 801,75
5050 7,625 0,1525 698,55 0,1419 805,08
5052 7,750 0,1550 698,83 0,1441 807,15
5054 7,875 0,1575 699,11 0,1463 809,22
5056 8,000 0,1600 699,38 0,1484 811,29
5058 8,125 0,1625 699,66 0,1506 813,36
5060 8,250 0,1650 699,94 0,1527 815,43
5062 8,375 0,1675 700,21 0,1549 817,50
5064 8,500 0,1700 700,49 0,1570 819,58
5066 8,625 0,1725 700,77 0,1591 821,65
13
5068 8,750 0,1750 701,04 0,1613 823,73
5070 8,875 0,1775 701,32 0,1634 825,81
5055 9,000 0,1800 699,25 0,1655 825,11
5040 9,125 0,1825 697,17 0,1676 824,41
5025 9,250 0,1850 695,10 0,1697 823,69
5010 9,375 0,1875 693,02 0,1719 822,96
4995 9,500 0,1900 690,95 0,1740 822,23
4980 9,625 0,1925 688,87 0,1761 821,48
4950 9,750 0,1950 684,72 0,1781 818,24
4925 9,875 0,1975 681,26 0,1802 815,81
4910 10,000 0,2000 679,19 0,1823 815,03
4900 10,125 0,2025 677,81 0,1844 815,06
4870 10,250 0,2050 673,66 0,1865 811,76
4840 10,375 0,2075 669,51 0,1886 808,43
4810 10,500 0,2100 665,36 0,1906 805,08
4780 10,625 0,2125 661,21 0,1927 801,71
4750 10,750 0,2150 657,06 0,1947 798,32
4720 10,875 0,2175 652,91 0,1968 794,91
4690 11,000 0,2200 648,76 0,1989 791,48
4660 11,125 0,2225 644,61 0,2009 788,03
4630 11,250 0,2250 640,46 0,2029 784,56
4600 11,375 0,2275 636,31 0,2050 781,07
4500 11,500 0,2300 622,47 0,2070 765,64
4200 11,625 0,2325 580,98 0,2090 716,05










14
IV.1.3. Sketsa Perpatahan































15
IV.2. Data Uji Tarik Al

IV.2.1. Data

do : 10,6 mm
df : 7,5 mm
Ao : 88,2026 mm
2

Af : 44,1563 mm
2

Lo : 50 mm
Lf : 61,5 mm


IV.2.2.

P
(kg)
dL
(mm)

(MPa)
regangan
rekayasa

tegangan
rekayasa


(MPa)
regangan
sesungguhnya


tegangan
sesungguhnya
0,0 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
650,0 0,1250 0,0025 72,2201 0,0025 72,4006
1250,0 0,2500 0,0050 138,8848 0,0050 139,5792
1675,0 0,3750 0,0075 186,1056 0,0075 187,5014
1725,0 0,5000 0,0100 191,6610 0,0100 193,5776
1750,0 0,6250 0,0125 194,4387 0,0124 196,8692
1775,0 0,7500 0,0150 197,2164 0,0149 200,1747
1812,5 0,8750 0,0175 201,3830 0,0173 204,9072
1837,5 1,0000 0,0200 204,1606 0,0198 208,2439
1875,0 1,1250 0,0225 208,3272 0,0223 213,0146
1887,5 1,2500 0,0250 209,7160 0,0247 214,9589
1900,0 1,3750 0,0275 211,1049 0,0271 216,9103
1925,0 1,5000 0,0300 213,8826 0,0296 220,2991
1950,0 1,6250 0,0325 216,6603 0,0320 223,7017
1962,5 1,7500 0,0350 218,0491 0,0344 225,6808
16
1987,5 1,8750 0,0375 220,8268 0,0368 229,1078
2000,0 2,0000 0,0400 222,2157 0,0392 231,1043
2013,5 2,1250 0,0425 223,6045 0,0416 233,1077
2037,5 2,2500 0,0450 226,3822 0,0440 236,5694
2050,0 2,3750 0,0475 227,7711 0,0464 238,5902
2075,0 2,5000 0,0500 230,5488 0,0488 242,0762
2100,0 2,6250 0,0525 233,3265 0,0512 245,5761
2112,5 2,7500 0,0550 234,7153 0,0535 247,6246
2125,0 2,8750 0,0575 236,1042 0,0559 249,6801
2137,5 3,0000 0,0600 237,4930 0,0583 251,7426
2150,0 3,1250 0,0625 238,8818 0,0606 253,8120
2162,5 3,2500 0,0650 240,2707 0,0630 255,8883
2175,0 3,3750 0,0675 241,6595 0,0653 257,9716
2187,5 3,5000 0,0700 243,0484 0,0677 260,0618
2200,0 3,6250 0,0725 244,4372 0,0700 262,1589
2225,0 3,7500 0,0750 247,2149 0,0723 265,7561
2237,5 3,8750 0,0775 248,6038 0,0746 267,8706
2250,0 4,0000 0,0800 249,9926 0,0770 269,9920
2262,5 4,1250 0,0825 251,3815 0,0793 272,1205
2275,0 4,2500 0,0850 252,7703 0,0816 274,2558
2287,5 4,3750 0,0875 254,1592 0,0839 276,3981
2300,0 4,5000 0,0900 255,5480 0,0862 278,5473
2312,5 4,6250 0,0925 256,9369 0,0885 280,7035
2325,0 4,7500 0,0950 258,3257 0,0908 282,8667
2337,5 4,8750 0,0975 259,7146 0,0930 285,0367
2340,0 5,0000 0,1000 259,9923 0,0953 285,9916
2345,0 5,1250 0,1025 260,5479 0,0976 287,2540
2350,0 5,2500 0,1050 261,1034 0,0998 288,5193
2355,0 5,3750 0,1075 261,6590 0,1021 289,7873
2360,0 5,5000 0,1100 262,2145 0,1044 291,0581
2365,0 5,6250 0,1125 262,7700 0,1066 292,3317
2370,0 5,7500 0,1150 263,3256 0,1089 293,6080
2375,0 5,8750 0,1175 263,8811 0,1111 294,8871
2380,0 6,0000 0,1200 264,4366 0,1133 296,1690
17
2385,0 6,1250 0,1225 264,9922 0,1156 297,4537
2390,0 6,2500 0,1250 265,5477 0,1178 298,7412
2395,0 6,3750 0,1275 266,1033 0,1200 300,0314
2400,0 6,5000 0,1300 266,6588 0,1222 301,3245
2405,0 6,6250 0,1325 267,2143 0,1244 302,6202
2410,0 6,7500 0,1350 267,7699 0,1266 303,9188
2415,0 6,8750 0,1375 268,3254 0,1288 305,2202
2420,0 7,0000 0,1400 268,8810 0,1310 306,5243
2425,0 7,1250 0,1425 269,4365 0,1332 307,8312
2430,0 7,2500 0,1450 269,9920 0,1354 309,1409
2435,0 7,3750 0,1475 270,5476 0,1376 310,4533
2440,0 7,5000 0,1500 271,1031 0,1398 311,7686
2445,0 7,6250 0,1525 271,6587 0,1419 313,0866
2450,0 7,7500 0,1550 272,2142 0,1441 314,4074
2455,0 7,8750 0,1575 272,7697 0,1463 315,7310
2462,5 8,0000 0,1600 273,6030 0,1484 317,3795
2475,0 8,1250 0,1625 274,9919 0,1506 319,6781
2487,5 8,2500 0,1650 276,3807 0,1527 321,9836
2500,0 8,3750 0,1675 277,7696 0,1549 324,2960
2500,0 8,5000 0,1700 277,7696 0,1570 324,9904
2500,0 8,6250 0,1725 277,7696 0,1591 325,6848
2500,0 8,7500 0,1750 277,7696 0,1613 326,3793
2502,5 8,8750 0,1775 278,0474 0,1634 327,4008
2505,0 9,0000 0,1800 278,3251 0,1655 328,4237
2505,0 9,1250 0,1825 278,3251 0,1676 329,1195
2507,5 9,2500 0,1850 278,6029 0,1697 330,1444
2510,0 9,3750 0,1875 278,8807 0,1719 331,1708
2512,5 9,5000 0,1900 279,1584 0,1740 332,1985
2515,0 9,6250 0,1925 279,4362 0,1761 333,2277
2515,0 9,7500 0,1950 279,4362 0,1781 333,9263
2517,5 9,8750 0,1975 279,7140 0,1802 334,9575
2517,5 10,0000 0,2000 279,7140 0,1823 335,6568
2517,5 10,1250 0,2025 279,7140 0,1844 336,3561
2517,5 10,2500 0,2050 279,7140 0,1865 337,0553
18
2520,0 10,3750 0,2075 279,9917 0,1886 338,0900
2522,5 10,5000 0,2100 280,2695 0,1906 339,1261
2522,5 10,6250 0,2125 280,2695 0,1927 339,8268
2525,0 10,7500 0,2150 280,5473 0,1947 340,8650
2500,0 10,8750 0,2175 277,7696 0,1968 338,1845
2490,0 11,0000 0,2200 276,6585 0,1989 337,5234
2480,0 11,1250 0,2225 275,5474 0,2009 336,8567
2470,0 11,2500 0,2250 274,4364 0,2029 336,1845
2460,0 11,3750 0,2275 273,3253 0,2050 335,5068
2450,0 11,5000 0,2300 272,2142 0,2070 334,8235
2430,0 11,6250 0,2325 269,9920 0,2090 332,7652
2410,0 11,7500 0,2350 267,7699 0,2111 330,6958
2390,0 11,8750 0,2375 265,5477 0,2131 328,6153
2370,0 12,0000 0,2400 263,3256 0,2151 326,5237
2350,0 12,1250 0,2425 261,1034 0,2171 324,4210
2330,0 12,2500 0,2450 258,8813 0,2191 322,3072
2310,0 12,3750 0,2475 256,6591 0,2211 320,1822
2280,0 12,5000 0,2500 253,3259 0,2231 316,6573
2255,0 12,6250 0,2525 250,5482 0,2251 313,8116
2225,0 12,7500 0,2550 247,2149 0,2271 310,2547
2150,0 12,8750 0,2575 238,8818 0,2291 300,3939
2100,0 13,0000 0,2600 233,3265 0,2311 293,9913












19
IV.2.3. Sketsa Perpatahan































20
IV.3. Perhitungan

IV.3.1. Besi (Fe)

1. UTS =


= 701,32 MPa

2. % elongasi =


= 18,4 %

3. % reduksi =


= 45,7 %

4. Modulus Elastisitas =
= 9,13 x 10
4
MPa

IV.3.2. Alumunium (Al)

1. UTS =


= 280,5473 MPa

2. % elongasi =


= 23 %

3. % reduksi =


= 49,94 %

4. Modulus Elastisitas =
= 2,48 x 10
4
MPa


21
IV.4. Grafik
IV.4.1. Grafik P vs dL


















0.0
500.0
1000.0
1500.0
2000.0
2500.0
3000.0
0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000 14.0000
B
e
b
a
n


(

k
g

)

Perpanjangan (mm)
Alumunium (Al)
Beban vs Elongasi
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000
B
e
b
a
n

(
k
g
)

Perpanjangan ( mm )
Besi (Fe)
Beban Vs Elongasi
22
IV.4.2. Grafik vs









0.00
100.00
200.00
300.00
400.00
500.00
600.00
700.00
800.00
0 20 40 60 80 100
T
e
g
a
n
g
a
n

R
e
k
a
y
a
s
a

Regangan Rekayasa
Besi (Fe)
Tegangan Rekayasa Vs Regangan Rekayasa
0.0000
50.0000
100.0000
150.0000
200.0000
250.0000
300.0000
0.0000 0.0500 0.1000 0.1500 0.2000 0.2500 0.3000
T
e
g
a
n
g
a
n

R
e
k
a
y
a
s
a

Regangan Rekayasa
Alumunium (Al)
Tegangan Rekayasa Vs Regangan Rekayasa
23
IV.4.3. Grafik

vs











0.00
100.00
200.00
300.00
400.00
500.00
600.00
700.00
800.00
900.00
0 20 40 60 80 100
T
r
u
e

S
t
r
e
s
s

True Strain
Besi (Fe)
True Stress Vs True Strain
0.0000
50.0000
100.0000
150.0000
200.0000
250.0000
300.0000
350.0000
400.0000
0.0000 0.0500 0.1000 0.1500 0.2000 0.2500
T
r
u
e

S
t
r
e
s
s

True Strain
Alumunium (Al)
True Stress Vs True Strain
24
V. Pembahasan
V.1. Prinsip Pengujian
Sampel uji tarik dengan ukuran dan bentuk tertentu ditarik mesin tarik
Shimidzu dengan beban kontinu sambil diukur pertambahan panjangnya. Data
yang didapat berupa perubahan panjang dan perubahan beban yang diberikan
selanjutnya ditampilkan dalam bentuk grafik tegangan-regangan. Beberapa
sifat mekanik yang diharapkan dari pengujian tarik ini adalah:

a. Batas Proporsionalitas (Proportionality Limit)
Batas proporsionalitas merupakan daerah batas dimana tegangandan regangan
mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya. Setiap
penambahan tegangan akan diikuti oleh penambahan regangan secara
prporsional dalam hubungan linier
(bandingkan dengan hubungan y =mx ; dimana y mewakili
tegangan ; x mewakili regangan dan m mewakili slope kemiringan dari
modulus kekakuan). Pada kurva diatas, titik P menunjukkan batas
proporsionalitas dari kurva stress-strain.

b. Batas Elastis (Elastic Limit)
Daerah elastis adalah daerah dimana bahan akan kembali kepada panjang
semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah proporsionalitas merupakan
bagian dari batas elastik ini. Selanjutnya bila bahan terus diberikan tegangan
(deformasi dari luar) maka batas elastis akan terlampaui pada akhirnya,
sehingga bahan tidak akan kembali kepada ukuran semula. Dengan kata lain
dapat didefinisikan bahwa batas elastis merupakan suatu titik dimana tegangan
yang diberikan akan menyebabkan terjadinya deformasi permanen (plastis)
pertama kalinya. Kebanyakan material teknik memiliki batas elastis yang
hampir berhimpitan dengan batas proporsionalitasnya.




25
c. Titik luluh (yield point) dan kekuatan luluh (yield strength)
Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus mengalami
deformasi tanpa adanya penambahan beban. Tegangan (stress) yang
mengakibatkan mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh (Yield Stress).
Titik luluh ditunjukkan oleh titik y pada gambar 1.
Gejala luluh umunya ditunjukan oleh logam-logam ulet dengan struktur Kristal
BCC dan FCC yang membentuk interstitial solid solution dari atom-atom
carbon, boron, hydrogen dan oksigen. Interaksi antara dislokasi dan atom-atom
tersebut menyebabkan baja ulet seperti mild steel menunjukan titik luluh
bawah (lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).
Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas umunya tidak
memperhatikan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan luluh material
seperti ini maka digunakan suatu metode yang dikenal sebagai metode offset.
Dengan metode ini yield strength ditentukan sebagai tegangan dimana behan
memperlihatkan batas penyimpangan tertentu dari proporsionalitas tegangan
dan regangan. Pada gambar 1, di atas garis offset OX ditarik parallel dengan
OP. sehingga perpotongan XW dan kurva tegangan-regangan memberikan titik
Y sebagai kekuatn luluh. Garis offset OX diambil 0.1 - 0.2% dari tegangan
total dimulai dari titik O.
Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran kemampuan bahan
menahan deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural
yang melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik, tekan, bending atau
puntiran. Disisi lain, batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan
(logam) dipakai dalam proses manufaktur produk-produk logam seperti proses
rolling, stretching dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa titik luluh adalah
suatu tingkat tegangan yang:
a) Tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural (in service).
b) Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process).
Berdasarkan grafik yang telah dibuat, diketahui bahwa kekuatan luluh material
adalah :
Fe = 442,65 MPa
Al = 138,8848 MPa
26
d. Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength)
Merupakan tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh material sebelum
terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik maksimum ditentukan
dari beban maksimum F
maks
dibagi luas penampang awal A
0.
Dalam pengujian
didapatkan bahwa

UTS untuk tiap-tiap bahan yang diuji :

Fe = 701,32 MPa

Al = 280,5473 MPa


Kesalahan literature :
| |



Kesalahan literature besi :
| |



Kesalahan literature Alumunium :
| |


Literatur diatas dikutip dari Introduction of Material Science, Chapter 6
Mechanical Properties of Material, University of Virginia dan Manufacturing
Engineering and Technology Third edision, Serope Kalpakjian.

e. Kekuatan Putus (Breaking Strength)
Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji putus
(F
breaks
) dengan luas penampang awal A
0
. Untuk bahan yang bersifat ulet pada saat
beban maksimum M terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik putus B
maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat adanya suatu
deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus adalah lebih kecil
daripada kekuatan maksimum sementara pada bahan getas kekuatan putus adalah
sama dengan kekuatan maksimumnya.



27
f. Keuletan (Ductility)
Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan logam
menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan. Sifat ini, dalam beberapa
tingkatan, harus dimiliki oleh bahan bila ingin dibentuk (forming) melalui
proses rolling, bending, stretching, drawing, hammering, cutting dan
sebagainya. Pengujian tarik memberikan dua metode pengukuran keuletan
bahan yaitu :
a. Persentase perpanjangan (elongation)
Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap
panjang awalnya, L
0
.
() |
(

|
Dimana L
f
adalah panjang akhir.

Elongasi sampel untuk masing-masing bahan :
Fe = 18,4 %
Al = 23 %


Kesalahan literature :
| |



Kesalahan literature besi :
| |



Kesalahan literature Alumunium :
| |



Literature Elongasi dikutip dari Introduction of Material Science, Chapter 6
Mechanical Properties of Material, University of Virginia.

28
b. Persentase pengurangan / reduksi penampang
Diukur sebagai pengurangan luas penampang (cross section)
setelah perpatahan terhadap luas penampang awalnya, A
0.
.
() |
(

|

dimana A
f
adalah luas penampang akhir.
Persentase reduksi penampang :
Fe = 45,7 %
Al = 49,94 %

g. Modulus Elastisitas ( E )
Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan ukuran kekakuan suatu
material. Semakin besar harga modulus ini maka semakin kecil regangan elastis
yang terjadi pada suatu tingkat pembebanan tertentu atau dapat dikatakan material
tersebut semakin kaku (stiff). Pada grafik tegangan-regangan, modulus kekakuan
tersebut dapat dihitung dari slope kemiringan garis elastis linier, diberikan oleh:
atau
Dimana a adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis kurva tegangan-
regangan. Modulus elastis suatu material ditentukan oleh energi ikat antar atom-
atom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak dapat dirubah oleh suatu proses
tanpa merubah struktur bahan. Dalam pengujian ini didapatkan modulus
Elastisitas untuk masing-masing bahan :
Fe = 9,13 x 10
4
MPa
Al = 2,48 x 10
4
MPa

Modulus Elastisitas merupakan ukuran kekakuan suatu material. Makin besar
modulus, makin kecil regangan yang dihasilkan yang dihasilkan akibat pemberian
tegangan sehingga duktilitasnya pun semakin berkurang. Hal ini dapat dilihat dari
kurva stress- strain untuk material Brittle Vs material ductile dibawah ini :
Dari grafik terlihat bahwa daerah regangan material ductile lebih besar daripada
daerah regangan material brittle.
29
V.2. Analisa Grafik
Ketiga grafik, P vs dl, vs ,
T
vs
T
, menunjukkan grafik yang nyaris sama.
Hanya saja grafik masing-masing bahan yang diuji berbeda. Kurva dari baja
lebih tinggi dari kurva alumunium. Dari kemiringan (Slope) masing-masing
grafik yang menunjukkan daerah proporsional atau daerah elastik dapat dilihat
bahwa baja lebih curam dari alumunium. Dari kemiringan ini, dapat diketahui
masing-masing modulus youngnya. Telah diketahui dari percobaan bahwa
E
baja
> E
alumunium
hal ini menunjukkan bahwa baja mempunyai ductilitas yang
lebih baik daripada aluminium. Keuletan suatu bahan juga dapat dilihat dari
Elongasinya dan reduksi luas permukaan bahan.

V.2.1. Analisa Grrafik P vs dL
Percobaan dilakukan dengan memberikan perbedaan skala beban. Untuk Cu
dan Al, menggunakan skala beban tetapi untuk Fe diberikan skala beban yang
berbeda. Hal tersebut dikarena jika Fe menggunakan skala yang sama pada
skala Cu dan Al dikhawatiran tidak terdapat perubahan deformasi yang
berarti. Karena dengan memperbesar skala beban maka deformasi pada Fe
dapat dilihat atau mudah dan dapat diamati. Kemudian grafik ini memberikan
hubungan antara gaya / beban teraplikasi (kg) dengan besarnya pertambahan
panjang (dl) dari material sampel (Fe dan Al). Grafik ini merupakan data
mentah yang didapatkan langsung selama pengujian dengan menggunakan
mesin uji tarik Shimadzu. Hanya saja, grafik yang digambar di atas telah
dikonversikan untuk pengujian mulai dari start point hingga titik perpatahan
(fracture point) saja. Grafik P vs dl sebenarnya tidak memberikan gambaran
yang terlalu penting mengenai sifat mekanis material, oleh karena sifat
mekanis material juga sangat dipengaruhi oleh panjang awal spesimen (l
o
) dan
luas penampang spesimen (A
o
). Dari grafik tersebut di atas, dapat dilihat
bahwa Fe memerlukan beban / dapat menahan beban yang lebih besar
dibandingkan dengan Al

Disamping itu, terlihat bahwa Fe memiliki elongasi sebelum perpatahan yang
lebih panjang. Secara grafis dan pada pengukuran aktual juga didapatkan
30
bahwa Fe yang mempunyai elongasi paling panjang, sehingga dapat
disimpulkan bahwa Fe juga yang paling ductile. Material yang paling keras
dan kuat dalam hal ini adalah Fe (memerlukan gaya paling besar untuk
terjadinya perpatahan). Perlu diketahui bahwa perbedaan elongasi teoritis
(grafik) dengan elongasi real berkaitan pula dengan perbedaan antara kekuatan
patah teoritis dan kekuatan patah aktual yang terletak pada ketidakteraturan
struktur. Ketidakteraturan ini meliputi takik, dan retak (crack). Retak mikro
pada logam berkaitan dengan sejarah pendinginan/ pengerjaan material
sebelumnya.


V.2.2. Analisa Grafik vs
Grafik vs memberikan hubungan antara tegangan-regangan rekayasa
(engineering stress-strain) untuk ketiga spesimen uji. Pada skala regangan
yang kecil (daerah elastis), hubungan antara dan untuk masing-masing
material masih normal, dalam artian masih linear satu sama lain. Namun untuk
skala regangan yang besar (daerah plastis), harga vs untuk masing-masing
material mulai menunjukkan penyimpangan akibat tingkat keuletan dari
masing-masing material uji yang berbeda. Spesimen Fe memiliki nilai UTS
yang paling besar, kemudian Fe memiliki elongasi paling panjang sebelum
terjadinya perpatahan dan pada pengukuran aktual yang memiliki elongasi
terpanjang juga Fe.
Oleh karena itu, Fe merupakan logam yang paling ductile (ulet) diantara dua
bahan yang lain. Untuk regangan yang besar (daerah plastis, grafik vs ini
mengabaikan dimensi material yang berubah, yaitu luas penampang spesimen
yang terus mengecil seiring dengan terjadinya mekanisme necking. Grafik vs
ini menggunakan luas penampang awal (Ao) sebagai acuan untuk setiap
perhitungan nilai tegangan (stress) di tiap-tiap titiknya, sehingga kurang
menggambarkan kondisi real yang terjadi selama pengujian. Dalam
aplikasinya, grafik vs sendiri biasanya digunakan dalam aplikasi rekayasa /
engineering. Sementara itu, dalam proses metal forming (teknik pengubahan
31
bentuk) yang digunakan adalah adalah grafik true stress-strain yang
menggambarkan kondisi sesungguhnya dari suatu material.

V.2.3. Analisa Grafik

vs


Dari grafik true stress-strain, dapat disimpulkan bahwa keuletan material dari
yang tertinggi ke yang terendah adalah Fe kemudian Al. Keuletan (ductility)
ini ditunjukkan dengan persen elongasi atau persen reduksi area. Dari ketiga
material tersebut, nampak setelah perhitungan akhir, material Fe memiliki
pertambahan panjang yang paling besar (Secara grafis dan aktual) dan luas
penampang akhir yang paling kecil (terjadi reduksi luas penampang yang
paling besar). Fe memiliki kekuatan tarik yang paling besar dibandingkan
dengan Al (mengacu pada nilai UTS / Ultimate Tensile Strength). Tegangan
tarik (UTS) sendiri pada kenyataannya kurang bersifat mendasar dalam
kaitannya dengan kekuatan material. Untuk logam-logam yang liat, kekuatan
tariknya harus dikaitkan dengan beban maksimum, dimana logam dapat
menahan beban sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas.

Kecenderungan yang banyak ditemui adalah menggunakan pendekatan yang
lebih rasional yaitu mendasarkan rancangan statis logam yang liat pada
kekuatan luluhnya. Akan tetapi, karena lebih praktis menggunakan kekuatan
tarik untuk menentukan kekuatan bahan, maka metode ini lebih banyak
dikenal, dan merupakan metode identifikasi bahan yang sangat berguna, mirip
dengan kegunaan komposisi kimia untuk mengenali logam atau material lain.
Selain itu, metode kekuatan tarik memiliki sifat yang reproducible atau mudah
dihasilkan kembali.
Grafik tegangan-regangan yang sesungguhnya (
T
vs
T)
memberikan
gambaran hubungan antara tegangan yang diberikan pada benda uji dengan
kondisi regangan real yang dialaminya. Pada grafik ini jika dibandingkan
dengan versi engineering, terlihat harga variable (tegangan dan regangan)
yang lebih besar. Seperti grafik rekayasa, pada harga tertentu sebelum
melewati batas elastisnya, nilai tegangan dan regangan masih linier. Batas
tertentu itu merupakan batas proporsional yang dinamakan yield point dimana
32
pertambahan panjang regangan mulai berkurang karena terjadinya pengerasan
regang (strain hardening)
Ketangguhan (toughness) suatu bahan pada pengujian tarik didefinisikan
sebagai kemampuan suatu material untuk menyerap energi hingga terjadi
perpatahan (fracture). Cara menentukan ketiganya mengalami deformasi
plastis, suatu sifat yang hampir tidak dimiliki oleh material getas manapun
ketiga sampel tersebut memiliki bentuk perpatahan ulet (ductile bentuk
permukaan patahan yang ketangguhan dari grafik stress-strain adalah dengan
mengukur luas area di bawahnya. Ini memperlihatkan bahwa ketangguhan
terdiri dari dua parameter yaitu tegangan dan keuletan. Dari grafik stress-strain
baik yang rekayasa maupun sesungguhnya, terlihat bahwa Al memiliki luas
area di bawah kurva yang terkecil, diikuti Fe. Hal ini menunjukkan bahwa Fe
lebih tangguh daripada Al.


V.3. Analisa Hasil Perpatahan
Ada dua jenis perpatahan: perpatahan ulet (ductile fracture) dan
perpatahan rapuh (brittle fracture). Perbedaan utamanya adalah
perpatahan ulet terjadi diiringi dengan deformasi plastis, sedangkan
perpatahan rapuh tidak. Berikut gambar yang memperlihatkan
mekanisme perpatahan ulet.



Tahapan diatas adalah :
33
a) Necking, yaitu suatu proses penurunan secara local diameter bahan
yang dinamakan penyempitan. Hal ini terjadi karena kenaikan
kekuatan yang disebabkan oleh pengerasan regangan yang akan
berkurang, untuk mengimbanginya penurunan permukaan penampang
melintang. Pembentukan penyempitan menimbulkan keadaan tegangan
triaksial pada daerah yang bersangkutan.
b) Cavity formation, yaitu terbentuknya rongga-rongga kecil pada daerah
necking akibat komponen hidrostatik terjadi disekitar sumbu benda uji
pada pusat daerah necking.
c) Cavity coalascene to form a crack, yaitu terbentuknya retakan pusat
akibat peregangaan yang berlangsung terus.
d) Crack propagation, yaitu berkembang retakan pada arah tegak lurus
sumbu benda uji, hingga mencapai permukaan benda uji tersebut.
Kemudian merambat disekitar bidang geser-geser local, kira-kira
berarah 45 terhadap sumbu kerucut patahan yang terbentuk.
e) Fracture, yaitu terjadi perpatahan campuran akibat peregangan terus
menerus

Semua benda yang diuji mengalami perpatahanan ulet (ductile). Identifikasi yang
lain adalah pada bekas patahan permukaannya mempunyai serat yang berbentuk
dimple yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram. Perpatahan ini disebut
juga perpatahan berserat (fibrous fracture). Perpatahn ini melibatkan mekanisme
pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan logam yang ulet (ductile).

VI. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pengolahan data diatas, saya dapat menyimpulkan
pengujian tarik ini sebagai berikut:
Dari kedua material yang telah diuji diperoleh nilai kekuatan tarik
terbesar adalah besi kemudian alumunium.
Dari grafik yang didapatkan praktikan sewaktu praktikum yaitu grafik
P vs dl didapatkan bahwa Baja adalah kuat dan ductil, hal ini dilihat
dari cepatnya Baja patah ketika sudah mencapai Ultimate Strength
34
yang memang sangat besar tetapi memiliki daerah kurva yang panjang
sebelum mendapatkan beban maksimum (UTS), sedangkan untuk
alumunium adalah termasuk ulet, dilihat dari peristiwa necking dengan
pemuluran yang cukup panjang setelah mencapai UTS dan sebelum
patah. Dari ketiga bahan itu bisa diurutkan bahan yang paling keras ke
yang paling ulet adalah baja lalu alumunium.
Pengujian tarik dapat memberikan gambaran mengenai sifat mekanik
material, antara lain: keuletan, ketangguhan dan kekuatan tarik.
Keuletan dan modulus elastisitas material Fe lebih tinggi dibanding Al.
Daerah kerja suatu sampel atau material dapat ditentukan melalui
grafik tegangan-regangan yaitu berhubungan dengan daerah plastis dan
elastisnya.
Berdasarkan bentuk patahan, ketiga material tersebut memiliki bentuk
perpatahan ulet (ductile).
Grafik true stress-strain menunjukkan bahwa material Fe lebih tangguh
daripada material Cu dan Al dimana harga modulus elastis Fe paling
tinggi dan luas area di bawah Fe paling besar.
Terdapat batas batas di mana material akan mulai mengalami
peristiwa elastis, deformasi plastis, necking dan patah.



35
































36
MODUL DESTRUCTIVE TEST
PENGUJIAN KEKERASAN

I. Tujuan Praktikum

1. Menguasai beberapa metode pengujian yang umum dilakukan untuk
mengetahui nilai kekerasan suatu logam.
2. Menjelaskan makna nilai kekerasan material dalam lingkungan ilmu
metalurgi dan ilmu terapan lainnya.
3. Menjelaskan perbedaan antara pengujian kekerasan denagn metode
gores, pantulan dan indentasi.
4. Menjelaskan kekhususan pengujian kekerasan dengan metode Brinell,
Vickers, knop, dan Rockwell.
5. Mengaplikasikan beberapa formulasi dasar untuk memperoleh nilai
kekerasan material denagn uji Brinell da Vickers.

II. Dasar Teori
Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material tersebut
terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Penekanan tersebut
dapat berupa mekanisme penggoresan (scratching), pantulan ataupun indentasi
dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Berdasarkan mekanisme
penekanan tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan:

1. Metode Goresan
Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam dunia metalurgi dan
material lanjut, tetapi masih sering dipakai dalam dunia mineralogi.
Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yang membagi kekerasan
material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai
skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling
rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai
nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala
Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia ini diwakili oleh:
37
1. Talc 6. Orthoclase
2. Gipsum 7. Quartz
3. Calcite 8. Topaz
4. Fluorite 9. Corundum
5. Apatite 10. Diamond (intan)
Bila suatu mineral mampu digores oleh Apetite (no. 5) tetapi tidak mampu
digores oleh Flourite (no. 4), maka kekerasan mineral tersebut berada
antara 4 dan 5. Kekurangan utama metode ini adalah ketidakakuratan nilai
kekerasan suatu material Bila kekerasan mineral-mineral diuji dengan
metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1-9 saja,
sedangkan nilai 9-10 memiliki interval yang besar (jarang ditemukan).

2. Metode Pantulan (rebound)
Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat
Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer)
dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap
permukaan benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili
kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan
oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin
tinggi.

3. Metode Indentasi
Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji
dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan.
Kekerasan suatu material ditentukan oleh dalam ataupun luas area
indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian).
Berdasarkan prinsip bekerjanya metode uji kekerasan dengan cara
indentasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Metode Brinell
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun
1900. Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja
yang diperkeras (hardened steel ball) dengan beban dan waktu
38
indentasi tertentu. Hasil penekanan adalah jejak berbentuk
lingkaran bulat, yang harus dihitung diameternya di bawah
mikroskop khusus pengukur jejak.

Pengukuran nilai kekerasan suatu material diberikan oleh rumus:

()(

)

Dimana P adalah beban (kg), D diameter identor (mm) dan d
diameter jejak (mm)

Prosedur standar pengujian menggunakan identor berbentuk bola
dengan D = 10 mm terbuat dari baja tau karbida tungsten. Beban
yang diaplikasikan dapat dipilih 500, 1500, atau 3000 kg,
tergantung jenis bahan yang akan diuji (pada umumnya 3000 kg
untuk logam-logam ferrous dengan waktu identasi sekitar 10 detik
dan 500 untuk logam-logam non-ferrous, dengan waktu idensasi
sekitar 30 detik) sehingga terbentuk jejak berupa lingkaran atau
cekungan yang simetris dipermukaan bahan dengan diameter d
(mm). Besarnya nilai BHN dihitung dengan menggunakan
persamaan di atas. Walaupun demikian pengaturan beban dan
waktu indentasi untuk setiap material dapat pula ditentukan oleh
karakteristik alat penguji. Nilai kekerasan suatu material yang
dinotasikan dengan HB tanpa tambahan angka di belakangnya
menyatakan kondisi pengujian standar dengan indentor bola baja
10 mm, beban 3000 kg selama waktu 115 detik. Untuk kondisi
39
yang lain, nilai kekerasan HB diikuti angka-angka yang
menyatakan kondisi pengujian. Contoh: 75 HB 10/500/30
menyatakan nilai kekerasan Brinell sebesar 75 dihasilkan oleh
suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg
selama 30 detik.

b. Metode Vickers
Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida
dengan sudut 136
o
. Prinsip pengujian adalah sama dengan metode
Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar
berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada
mikroskop pengujur jejak. Nilai kekerasan suatu material diberikan
oleh:


Dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk
bujur sangkar.

Penggunaan indentor intan berbentuk piramida pada metoe Vickers
sangat menguntungkan karena dapat digunakan untuk memeriksa
bahan-bahan dengan kekerasan tinggi. Di samping itu, bentuk dan
geometri jejak yang dihasilkan tidak banyak terpengaruh oleh
besarnya beban yang diberikan sehingga besarnya beban tidak
perlu dikontrol terlalu ketat seperti halnya pada metode brinnel.
Selain pada skala makro, metode vickers dapat digunakan pada
skala mikro, dengan pembebanan sangat rendah, yaitu 1-1000
gram.

c. Metode Rockwell
Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan
suatu bahan dinilai dari diameter/diagonal jejak yang dihasilkan
maka metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan
pembacaan langsung (direct-reading). Metode ini banyak dipakai
40
dalam industri karena pertimbangan praktis. Variasi dalam beban
dan indetor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak
macamnya. Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B
(dengan indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg)
dan Rockwell C (dengan indentor intan dengan beban 150 kg).
Walaupun demikian metode Rockwell lainnya juga biasa dipakai.
Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell suatu material harus
dispesifikasikan dengan jelas. Contohnya 82 HRB, yang
menyatakan material diukur dengan skala B: indentor 1/6 inci dan
beban 100 kg.

d. Metode Knoop
Merupakan salah satu metode micro-hardness, yaitu uji kekerasan
dengan benda uji yang kecil. Nilai kekerasan knoop adalah
pembebanan dibagi dengan luas penampang yang terdeformasi
permanen. Jejak yang dihasilkan sekitar 0.01 mm 0.1 mm dan
beban yang digunakan sebesar 5 g 5 kg. Permukaan benda uji
harus benar-benar halus.


III. Metodologi Penelitian
a. Alat dan Bahan
i. Hoytom macrohardness tester (metode Brinell, Vicker, dan
Rockwell)
ii. Buehler Micromet 2100 series microhardness tester
(metode Vickers)
iii. Mircrometer
iv. Measuring microscope
v. Sampel uji silinder pejal dan uji tarik (besi tuang, baja, dan
alumunium)


41
b. Flow Chart Proses Pengujian














1
Meratakan permukaan logam dengan amplas, kikir, atau gerinda
2
Memilih indentor sesuai dengan skala kekerasan yang diinginkan dan
letakkan benda uji pada alat uji
3
Mengatur beban dan memberikan indentor yang sesuai dan
memberikan beban sesuai dengan jenis logam yang diuji
4
Mengukur jejak indentor setelah beban dilepaskan
5
Menghitung nilai kekerasannya sesuai cara yang digunakan
6
Menentukan kekerasan pada lima titik dan hitung rata-ratanya
7
Pengujian selesai
42
IV. Data, Perhitungan, dan Grafik
IV.1. Tabel Data
No
Benda
Uji
Kondisi
Indentasi
Indentasi
Jejak (mm)
BHN
(kg/mm
2)

BHN
rata-
rata
d
1
d
2
d
ave

1
Baja
(Fe)
D (mm) = 10 1 1,096 1,080 1,088 201,179
206,974 P (kg) = 187,5 2 1,059 1,048 1,054 214,611
t (detik) = 10 3 1,080 1,075 1,078 205,131
2 Al
D (mm) = 10 1 1,172 1,104 1,138 30,640
38,679 P (kg) = 31,25 2 0,950 0,991 0,971 42,166
t (detik) = 30 3 0,960 0,957 0,959 43,231

IV.1.2. Sketsa Gambar

Gambar hasil uji brinell
dari kiri ke kanan : Aluminium, Baja







Gambar hasil uji brinell pada baja Gambar hasil uji brinell pada aluminium

43
IV.2. Contoh Perhitungan
1. Baja (Fe)
- P : 187,5 kg
- D Indentor : 10 mm
- d rata-rata : 1,088 mm
BHN =

2 2
2
d D D D
P

=

( )(

)

BHN = 201,179 kg/mm
2

2. Aluminium (Al)
- P : 31,25 kg
- D Indentor : 10 mm
- d rata-rata : 1,138 mm
BHN=

2 2
2
d D D D
P

=

( )(

)

BHN = 30,640kg/mm
2
IV.3 Grafik

IV.3.1 Grafik BHN versus Beban (Fe)

190,000
195,000
200,000
205,000
210,000
215,000
220,000
1 2 3
BHN
Beban 187.5 Kg
Grafik BHN versus beban (Fe)
44
IV.3.2 Grafik BHN versus Beban (Al)




IV.3.3 Grafik BHN versus Sampel







0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
50,000
1 2 3
BHN
Beban 31.25 Kg
Grafik BHN versus beban (Al)
Fe
Al
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
BHN
Sampel
Grafik BHN versus Sampel
45
V. Pembahasan
V.1 Prinsip Pengujian
Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material
tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras.
Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggesekan (scratching),
pantulan ataupun indentasi dari material keras terhadap suatu permukaan
benda uji. Dalam pengujian ini digunakan Metode Brinell.
Metode Brinell diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun 1900.
Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang dikeraskan
(hardenen steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu. Prosedur
standar pengujian menyaratkan bola baja dengan diameter 10 mm dan beban
187,5 kg untuk pengujian logam-logam ferrous dan 31,25 kg untuk
Aluminium. Untuk logam ferrous, waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik
sementara untuk bahan non-ferrous sekitar 15 detik. Walaupun demikian
pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material dapat pula
ditentukan oleh karakteristik alat penguji.

Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan HB tanpa tambahan
angka dibelakangnya menyatakan kondisi pengujian standar dengan indentor
bola baja 10 mm, beban 3000 kg selama waktu 1-15 detik. Untuk kondisi yang
lain, nilai kekerasan HB diikuti angka-angka yang menyatakan kondisi
pengujian. Contoh : 75 HB 10/500/30 menyatakan nilai kekerasan Brinell 75
dihasilkan oleh suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg
selama 30 detik. Pengukuran nilai kekerasan suatu material diberikan dimana
P : beban dalam kg, D : diameter indentor dalam mm, d : diameter jejak dalam
mm.

()(


Dalam pengujian kekerasan ini diameter indentor, D=10 mm. Kemudian untuk
mengukur diameter dari jejak yang ditinggalkan indentor digunakan
measuring microskop dengan perbesaran 5x dan skala 1:1000 mm.

46
Standar pengujian yang digunakan adalah ASTM E-10. Beban yang
digunakan untuk tiap-tiap bahan adalah 187,5 kg untuk baja dan 31,25 untuk
alumunium. Hasil yang didapat berupa diameter jejak. Kemudian data tersebut
diolah dan didapat nilai skala kekerasan Brinellnya. Data sudah tertera di
subbab table data pengamatan. Ada beberapa hal yang perlu dianalisis dalam
penerapan percobaan kali ini , antara lain :
a. Jarak antar titik jejak juga harus diperhatikan, karena pada setiap
penjejakan, material di sekeliling jejak tersebut pasti terdeformasi. Jika
dilakukan penjejakan pada bagian yang terdeformasi, pasti akan
menghasilkan kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan penjejakan
sebelumnya
b. Pembebanan yang berbeda ini dikarenakan ketahanan material yang
berbeda. Contohnya, bila Aluminium dilakukan pembebanan 187,5 kg,
maka mungkin pada bagian alasnya akan terjadi penggelembungan, yang
tentu saja mempengaruhi data percobaan.
c. Bola baja yang digunakan adalah baja yang dikeraskan dengan diameter
2.5 mm dan maksimum kekerasan material yang diijinkan adalah kurang
lebih 600 Brinnel.
d. Ketelitian dalam membaca jarum harus dijaga, berhubung alat ini tidak
menggunakan pencatat digital. Posisi mata harus tegak lurus dengan jarum
untuk mendapatkan data yang tepat.

BHN baja : percobaan = 201,179; data literatur = 165
BHN alumunium : percobaan = 30,64; data literatur = 38

Kesalahan relatif baja :
% 100

ur BHNliterat
ur BHNliterat an BHNpercoba
= 21,92 %

Kesalahan relatif Alumunium:
% 100

ur BHNliterat
ur BHNliterat an BHNpercoba
= 19,36 %
47
Dari ketiga BHN pengujian masing-masing material, kesalahan relatifnya
cenderung kecil dan menengah. Hal ini membuktikan bahwa pengujian boleh
dikatakan berlansung sesuai dengan pedoman dan standardisasi. Sedangkan
penyimpangan yang terjadi pada BHN pengujian disebabkan kesalahan pada
kesalahan dalam membaca jarum alat sehingga sedikit memberi pengaruh pada
hasil pengujian yang dikarenakan posisi mata yang tidak berada pada sudut 90
0

dengan jarum serta kesalahan dalam pengkuran diameter pada mikroskop.

V.2. Analisa Grafik
V.2.1 Analisa Grafik BHN vs Beban (Fe)
Dari grafik terlihat bahwa BHN dari Fe berkisar di atas angka 200-an.
Untuk lebih tepatnya, rata-rata BHN dari data yang diperoleh adalah
201,179. Dari lima kali percobaan terhadap Fe, terdapat satu sampel yang
memiliki deviasi yang cukup jauh dengan yang lain. Hal ini mungkin
disebabkan karena indentasi tersebut adalah yang pertama sehingga masih
kaku dalam pengerjaannya.

V.2.2. Analisa Grafik BHN vs Beban (Al)
53 adalah angka BHN dari Al yang didapatkan dalam percobaan kali ini.
Grafik menunjukkan kenaikan sebab mungkin saja keakuratan praktikan
serta alat semakin membaik seiring bertambahnya waktu percobaan.

V.2.3. Analisa Grafik BHN vs Sampel
Dari grafik dapat dilihat bahwa dari lima kali indentasi, kelima-limanya
ditempati oleh Fe sebagai angka BHN yang terbesar. Posisi selanjutnya
adalah Al. Hal ini mengindikasikan bahwa Fe memiliki tingkat kekerasan
yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kedua sampel uji yang lain
yaitu Al..




48
V.3. Analisa Hubungan Nilai Kekerasan Dengan Sifat Mekanis Lain
Sifat yang erat kaitannya dengan kekerasan adalah keuletan serta
ketangguhan. Semakin tinggi nilai kekerasan suatu material, semakin rendah
tingkat keuletannya. Hal ini disebabkan pada material keras, kekosongan pada
tingkat molekul semakin sedikit yang mana pada akhirnya berpengaruh pada
kemampuan material dalam pergerakan molekul untuk mendukung sifat
keuletannya. Semakin tinggi nilai kekerasan suatu material, semakin rendah
nilai keuletannya dan semakin rendah pula nilai ketangguhannya.

IV. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa :
a. Nilai BHN Fe ternyata lebih besar dari Al. Hal ini menunjukkan bahwa
Fe lebih keras dibandingkan dengan Al.
b. Kekerasan suatu benda dapat kita ketahui dengan menggunakan
material lain untuk mengujinya.
c. Pengujian tersebut menggunakan beberapa material yang berbeda jenis
dan bentuknya.
d. Penghitungan kekerasan suatu material dapat dihitung dengan
menggunakan skala Brinell dalam satuan BHN
e. Kekerasan suatu material dapat digunakan untuk pemilihan material
yang tepat

49
































50
MODUL DESTRUCTIVE TEST
PENGUJIAN IMPAK

I. Tujuan Praktikum

1. Menjelaskan tujuan dan prinsip dasar pengukuran harga impak dari
logam.
2. Mengetahui temperature transisi perilaku kegetasan baja struktural ST 42.
3. Menganalisis permukaan patahan (fractografi) sampel impak yang diuji
pada beberapa temparatur.
4. Membandingkan nilai impak beberapa jenis logam.
5. Menjelaskan perbedaan metode Charpy dan Izod.

II. Dasar Teori
Pengujian impak adalah sebuah metode untuk mengevaluasi ketangguhan relatif
dari bahan-bahan teknik menggunakan beban kejut. Pengujian ini merupakan
suatu upaya mensimulasikan kondisi operasional material yang sering ditemui
dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidakselamanya
terjadi secara perlahan-lahan seperti pada pembebanan tarik.

Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energy potensial dari pendulum
beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji
sehingga benda uji mengalami deformasi. Gambar dibawah ini memberikan
ilustrasi suatu pengujian impak dengan metode charpy .

Pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya
perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut.
Pada Gambar 1 di baawah ini dapat dilihat bahwa setelah benda uji patah akibat
deformasi, bandul pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h. Bila bahan
tersebut tangguh yaitu makin mampu menyerap energy lebih besar maka makin
rendah posisi h. Suatu material dikatakan tangguh bila memeiliki kemampuan
51
menyerap suatu bahan kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi
dengan mudah.



Pada pengujian impak ini, energy yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan
dalam satuan joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah
dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang
diuji dengan metode Charpy diberikan oleh :


dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan joule dan A luas penampang di
bawah takik dalam satuan mm
2
.
(

)
Dimana : P = Beban yang diberikan [N]
H
o
= Ketinggian awal bandul [mm]
H
1
= Ketinggian akir setelah terjadi perpatahan benda uji [mm]

Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrai
tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain
berbentu V dengan sudut , takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci
(key hole). Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak charpy
Gambar 1. Skematik pengujian impak dengan benda uji Charpy
52
adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan
yang terjadi.
Secara umum perpatahan dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Perpatahan berserat. Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang
berbentuk dmpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.
2. Perpatahan granular. Ditandai dengan permukaan patahan yang datar
yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat)
3. Perpatahan campuran. Merupakan kombinasi dari perpatahan berserat
dan granular.
Sedangkan penggunaan batang uji Izod la digunakan di Inggris dan Eropa. Benda
uji Izod mempunyai penmpang lintang bujur sangkar atau lingkaran dengan takik
V di dekat ujung yang dijepit. Perbedaan pembebanan antara metode Charpy dan
Izod dapat dilihat dari gambar dibawah ini.








Selain dengan harga impak yang ditunjukan oleh alat uji, pengukuran
ketangguhan suatu bahan dapat dilakukan dengan memperkirakan berapa persen
patahan berserat dan patahan kristalin yang dihasilkan oleh benda uji pada
temperature tertentu. Semakin banyak persentase patahan berserat maka semakin
tangguh bahan tersebut. Cara ini dapat dilakukan dengan mengamati permukaan
patahan benda uji di bawah mikroskop stereoscan.

Beban impak
Metode Charpy
Metode Izod
53
Informasi lain yang dapat dihasilkan oleh pengujian impak adalah temperature
transisi bahan. Temperatur Transisi adalah perubahan jenis perpatahan suatu
bahan bila diuji pada temperature yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan
temperature yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperature tinggi
material akan bersifat ulet sedangkan pada temperature rendah material akan
bersifat rapuh. Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada
temperature yang berbeda dimana pada temperature kamar vibrasi itu berada
dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila
temperature dinaikkan. Ingat bahwa energy panas merupakan suatu driving force
terhadap pergerakan partikel atom bahan. Vibrasi inilah yang berperan sebagai
penghalang terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak
dari luar. Semakin tinggi vibrasi maka pergerakan dislokasi menjadi relative sulit
sehingga dibutuhkann energy yang lebih besar untuk memetahakan benda uji.
Sebaliknya, pada temperature di bawah nol derajat celcius, vibrasi atom relative
sedikt sehingga pada saat bahan di deformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih
mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energy yang lebih
rendah.

IV. Metodologi Penelitian
III.1. Alat dan Bahan
1. Impact testing machine (metode Charpy) kapasitas 30 Joule
2. Caliper dan/atau micrometer
3. Stereoscan macroscope
4. Termometer
5. Furnace
6. Sampel uji impak baja ST 42 dan Cu-Zn (3 buah)
7. Dry ice




54
III.2. Flow chart Proses Pengujian















1
Mengukur luas area di bawah takik dari sampel uji
2
Masukan sampel uji ke wadah berisi dry ice + alkohol (temp. rendah)
dan furnace (temp. tinggi)
3
Meletakan benda uji pada tempatnya, dengan takik membelakangi
pendulum
4
Melakukan kalibrasi pada pendulum
5
Melepaskan tombol pada tangkai sehingga pendulum menumbuk benda
uji
6
Membaca nilai yang ditunjukan alat dan menghitung harga impak
7
Mengamati permukaan patahannya di bawah stereoscan macroscope
8
Mengulangi pengujian sampel-sampel lain.
55
V. Data, Perhitungan dan Grafik
IV.1 Data
IV.1.1 Tabel
Bahan
T
(C)
a
(mm)
b
(mm)
A
(mm
2
)
E
(Joule)
HI
(Joule/ mm
2
)
Fe
111 8.25 9.75 80.4375 236.376 2.938629371
-10 8.25 9.75 80.4375 10.976 0.136453768
20 8.5 9.75 82.875 268.912 3.244790347

IV.1.2 Sketsa Perpatahan
Sketsa patahan pada Fe di suhu 111C

Sketsa patahan pada Fe di suhu -10C

Sketsa patahan pada Fe di suhu 20C



56
IV.2 Perhitungan
Menghitung luas penampang dibawah takik:
A = a x b (mm
2
)
A = luas penampang (mm
2
)
a = tinggi section di bawah takik (mm)
b = lebar sampel (mm)
contoh pada batang suhu 111C:
A = a x b = 8.25 x 9.75 = 80.4375 mm
2
Menghitung harga impak (HI):
HI = E/A (J/mm
2
)
HI = Harga Impak (J/mm
2
)
E = Energi yang diserap (J)
A = Luas penampang (mm
2
)
contoh pada batang suhu 111C:
HI = E/A =236.376/80.4375 = 2.938629371 J/mm
2


IV.3 Grafik HI vs T





0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
-20 0 20 40 60 80 100 120
H
I

(
J
o
u
l
e
/
m
m
2
)

T (C)
Grafik HI vs T
57
V. Pembahasan

V.1. Prinsip Pengujian
Pengujian impak adalah suatu pengujian ketahanan material terhadap beban
kejut. Prinsip dari uji impak adalah penyerapan energi potensial dari pendulum
beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji
secara tiba-tiba dan terjadinya deformasi pada benda uji.

Ketahanan impak merupakan ukuran seberapa energi yang diserap dalam waktu
singkat (tiba-tiba). Pada Gambar 3 disamping dapat dilihat bahwa setelah benda
uji patah akibat deformasi, bandul pendulum melanjutkan ayunannya hingga
posisi h. Bila bahan tersebut tangguh maka makin besar energi yang mampu
diserap atau h makin kecil. Suatu material dikatakan tangguh bila mampu
menyerap energi yang besar tanpa mengalami keretakan atau terdeformasi dengan
mudah.

Dengan sebuah batang uji yang diberi takikan dan distandarisasikan, ditumpu
bebas pada kedua ujungnya dan dipukul dengan sebuah martil bandul yang
dijatuhkan oleh mesin uji pukul takik dari ketinggian tertentu H menuju
kedudukan takikan pada bahan uji. Dalam pada itu dampak bobot martil (akan
mengalami hambatan dan martil akan membubung kembali dibelakang batang uji,
tetapi hanya akan mencapai ketingian h yang lebih rendah. Semakin besar nilai
keuletan takik, akan semakin kecil ketinggian h. dari selisih H-h dapat dihitung
atau dibaca besarnya kerja pemukulan yang terpakai pada mesin uji takik. Cacat
pada permukaan bahan (takikan) bisa memperkecil kekuatan bahan konstruksi
terhadap beban kerjanya, Perlu dilakukan uji pukul takik untuk mengetahui berapa
prosen berkurangnya kemampuan material apabila mengalami takikan.

Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan
terhadap beban kejut. Pengujian ini merupakan suatu upaya untuk
menyimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan
58
transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara
perlahan-lahan seperti pembebanan tarik.

Dasar pengujian impak ini terjadinya penyerapan energi potensial saat terjadi
tumbukan tiba-tiba dan menyebabkan terjadinya deformasi. Pengujian dilakukan
dengan memilih 3 buah sampel dengan jenis yang sama tetapi memiliki perlakuan
suhu yang berbeda: Dipanaskan, didinginkan, dan didiamkan pada suhu kamar

Perbedaan perlakuan suhu tersebut karena adanya perbedaan yang terjadi
dipengaruhi suhu dan memiliki temperatur transisi. Temperatur transisi adalah
temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan
bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian seperti ini akan
terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile)
sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh.

Hal ini disebabkan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda yang
mana berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi
pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi
itu maka pergerakan dislokasi menjadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi
yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur
dibawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relative sedikit sehinggga pada saat
bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dipatahkan dengan
energi yang relative lebih rendah.

Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC seperti
alumunium besifat ulet pada semua temperatur sementara bahan dengan kekuatan
luluh yang tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam BCC dengan
kekuatan luluh rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-u;et bila temperatur
dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai pada jembatan, kapal,
jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada temperatur rendah.

59
Pada pengujian ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya
perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan
tersebut. Pada Gambar dapat dilihat bahwa setelah benda uji patah akibat
deformasi, bandul pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h. Bila bahan
tersebut tangguh maka makin besar energi yang mampu diserap atau h makin
kecil. Suatu material dikatakan tangguh bila mampu menyerap energi yang besar
tanpa mengalami keretakan atau terdeformasi dengan mudah.

Energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan
dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat
pada mesin penguji. Harga Impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode
Charpy diberikan oleh:


dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas penampang
dibawah takik dalam satuan mm
2
.


Takik digunakan untuk memusatkan tegangan yang terjadi sehingga perpatahan
diharapkan akan terjadi dibagian tersebut. Selain bentuk V dengan sudut 45
0
,
takik dapat juga dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole). Pengukuran lain
yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan
permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan yang terjadi. Secara
umum perpatahan digolongkan menjadi 3, yaitu :
1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), patahan yang terjadi karena
pergeseran bidang-bidang kristal didalam bahan (logam) yang ulet.
Permukaan patahan berserat berbentuk dimple yang menyerap cahaya
dan buram.
2. Perpatahan granular/kristalin, terjadi karena pembelahan (cleavange)
pada butir-butir dari bahan (logam) yang getas. Permukaan patahan datar
yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
3. Perpatahan campuran (berserat dan granular), merupakan kombinasi dua
jenis perpatahan diatas.
60
V.2. Analisa Grafik
Dalam suhu yang rendah energi yang dibutuhkan untuk mematahkan
(deformasi) benda uji lebih sedikit, ini terjadi akibat pada suhu rendah
perambatan retak dapat lebih cepat daripada terjadinya deformasi plastik.
Sedangkan pada suhu yang lebih tinggi terlihat energi yang diperlukan untuk
terjadinya fracture lebih besar karena pada suhu tinggi retakan didahului oleh
deformasi plastik terlebih dahulu.

Pada grafik terlihat adanya pergerakan yang aneh dari suhu rendah ke suhu
normal lalu ke tinggi. Hal ini disebebkan karena pada suhu normal sampel uji
tidak patah dikarenakan takik tidak tegak lurus dengan batang impak sehingga
tekanan tidak dapat terdistribusi untuk mematahkan sampel uji. Sedangkan
menurut literature semakin tinggi temperatur, maka semakin tangguh suatu
material dengan makin bertambahnya besar energi yang diserap.

Terlihat jelas batang bertakik menghasilkan sebaran hasil percobaan yang
cukup besar, karena adanya perbedaan tempat dari baja yang menyebabkan
sulitnya untuk memperisapkan takik yang seragam. Bentuk, kedalaman takik,
serta peletakan benda uji sangat penting untuk diperhatikan dalam percobaan
ini.

V.3. Analisa Temperatur Transisi
Analisis didasarkan pada atom-atom suatu bahan yang tidak bergerak pada
suhu 0 K. pada keadaan seperti ini, atom-atom menduduki keadaan dengan
energy terendah. Bila suhu naik, peningkatan energy memungkinkan
pergerakan atom-atom pada jarak antar atom yang lebih besar dan kecil.
Pergerakan ini yang akan menyebabkan terjadinya temperature transisi.

Berdasarkan bahan uji yang diberi perlakuan panas berbeda, ditemukan
dengan uji impak bahwa temperature mempengaruhi sifat dari bahan tersebut.
Pada benda uji pertama dengan suhu 111
o
C bahan tidak patah secara
keseluruhan dan berarti energy yang diserap cukup banyak. Pada benda uji
61
kedua pada suhu kamar, bahan membentuk fasa ferrite yang memiliki
struktur BCC, bahan juga tidak patah secara keseluruhan, ini membuktikan
bahwa bahan juga menyerap energy yang cukup banyak. Dan pada pengujian
yang ketiga terlihat bahwa bahan menunjukkan kegetasan pada temperature
rendah. Terjadi peretakan yang merambat lebih cepat daripada terjadinya
deformasi plastilk, ini berarti bahwa energy yang diserap sedikit.

Secara tidak langsung membuktikan bahwa bahan tersebut memiliki
temperature transisi. Dari sebaran hasil percobaan yang besar, maka
praktikan kesulitan dalam menentukan temperatur transisi. Terjadinya
fluktuasi ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Naiknya kandungan oksigen pada benda uji khususnya pada takik, sebab
jika kandungan oksigen dinaikkan dari 0,001% menjadi 0,057% saja
maka suhu peralihan akan naik dari 5 menjadi 650F sehingga energi
yang diserapnya untuk terjadi fracture menjadi lebih besar.
2. Untuk kasus pada 0C, hal dimungkinkan terjadi akibat ketika benda uji
mau diuji suhunya sudah naik duluan atau ketika mau diuji suhu benda
uji belum mencapai 0C.
3. Pemanasan bahan yang belum homogen pada temperature air mendidih
sehingga vibrasi atom-atom juga belum homogen yang menyebabkan
bahan tidak sepenuhnya ductile.
4. Perbedaan setempat dari sifat baja dan disebabkan oleh kesulitan untuk
mempersiapkan takik yang seragam. Baik bentuk maupun kedalaman
takik merupakan besaran yang kritis, demikian pula peletakan benda uji.

V.4. Analisa Hasil Perpatahan Tiap Sampel pada Tiap T
Berdasarkan data di atas, bentuk patahan yang terjadi pada percobaan ini
berbeda-beda. Jenis patahan yang terjadi dapat ditentukan dengan mudah,
tanpa menggunakan bantuan perbesaran. Permukaan patah granular
memperlihatkan daya pemantul cahaya yang tinggi serta penampilan yang
berkilat, sedangkan pada patah berserat (ulet) yang berbentuk diimpel
menyerap cahaya serta penampilan yang buram. Dari gambar sketsa patahan
62
terlihat bahwa terjadi penurunan daerah granular sedikit demi sedikit dan
pertambahan kontraksi lateral (dilihat dari sudut patah benda uji) apabila
terjadi kenaikan suhu.

Sampel yang mengalami pendinginan, perpatahan yang terjadi
memberikan daya pantul cahaya yang tinggi. Perpatahan jenis ini disebut
perpatahan granular/kristalin. Pembelahan ini dihasilkan oleh mekanisme
pembelahan pada butir-butir dari bahan yang rapuh. Untuk sampel pada suhu 0
0
C
sampai 66 perpatahan yang terjadi adalah perpatahan campuran yang
diperlihatkan dengan penampilan permuakaan yang bergranular dan berserat.
perpatahan seperti ini terjadi ketika bahan bersifat moderately ductile (cukup ulet)
sehingga dapat dikatakan materialnya cukup tangguh. Faktorfaktor yang
mempengaruhi bentuk dan patahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
1. Temperatur
Pada temperatur yang sangat rendah, specimen dapat bersifat getas karena
butiranbutiran atau specimen bereaksi lebih cepat dan bervibrasi sehingga
lebih leluasa untuk melakukan slip sistem.
2. Jenis Material
Jenis material berstruktur FCC cenderung lebih ulet dibandingkan BCC,
hal ini karena atom-atom pada struktur FCC lebih banyak melakukan slip
sehingga banyak menyerap energy ketika dilakukan uji impak.
3. Arah Butiran specimen
Tegak lurusnya arah butiran dan arah pembebanan menyebabkan harga
impak suatu specimen lebih tinggi. Hal ini terhadi karena pembebanan
memerlukan energy yang lebih untuk memecahkan butir-butiran specimen
tersebut.
4. Kecepatan Pembebanan
Cepatnya waktu pembebanan menyebabkan specimen mempunyai lebih
sedikit waktu yang diperlukan untuk menyerap energy sehingga hal
tersebut mempunyai pengaruh harga impak yang berbeda pada kecepatan
yang berbeda pula.
63
5. Tegangan triaxial
Tegangan triaxial adalah tegangan tiga arah pada takikan (notch). Bentuk
dari takik tersebut juga mempengaruhi nilainya.

VI. Kesimpulan
Berdasarkan pengujian, serta analisa dari data yang didapat di atas dapat
disimpulkan bahwa bahan uji yang merupakan stainless steel mempunyai
temperatur transisi. Adanya perbedaan sifat material yang dipengaruhi
perbedaan perlakuan suhu terhadap benda uji. Material akan bersifat lebih
ductile bila dipanaskan, Akan tetapi dapat bertransisi menjadi lebih brittle bila
temperatur material tersebut diturunkan.














64

65
DAFTAR PUSTAKA
Callister, William D. Materials Science and Engineering An Introduction 7
th

Edition. 2004. Canada : John Wileys & Sons, Inc.
Krauss, George. 1990. Steels : Heat Treatment and Processing Principles. New
York : ASM international.
Lawrence H. Van Vlack, 1989. Ilmu dan Teknologi Bahan, terj. Sriati Djaprie,
Erlangga.
Modul Praktikum Material Teknik (Destructive test). 2013. Depok : Laboratorium
Metalurgi Fisik Departemen Metalurgi & Material Fakltas Teknik
Universitas Indonesia.
Surdia, Tata Prof, Ir. Saito, Shinroku, Prof. 2000. Pengetahuan Bahan Teknik
Edisi Kelima. PT Pradnya Paramita : Jakarta.
Voort, VD. 1984. Metallography : Principles and Practice. New York : McGraw-
Hill Book Co.
George E. Dieter, Metalurgi Mekanik, terj. Sriati Djaprie
G.F.Vander Voort. Atlas of Time-Temperature Diagrams for Irons and Steels.
ASM International : NY,USA
John, Vernon. 1992. Introduction to Engineering Materials 3
rd
edition. The
MacMillan Press Ltd : Houndmills London

Anda mungkin juga menyukai