Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

PENGUJIAN IMPAK

4.1. Tujuan
1. Mengetahui mekanisme kerja alat.
2. Untuk memahami nilai harga impak (HI), energi impak dan sifat
perpatahan berdasarkan patahan melalui pengujian impak.
3. Untuk mengetahui sifat-sifat material yang berpangaruh terhadap beban
impak seperti keuletan dan kegetasan bahan.
4. Untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi tingkat kegetasan dan
keuletan suatu material.

4.2. Teori Dasar


Uji Impak Menurut Dieter, George E (1988) uji impak digunakan
dalam menentukan kecenderungan material untuk rapuh atau ulet
berdasarkan sifat ketangguhannya. Hasil uji impak juga tidak dapat
membaca secara langsung kondisi perpatahan batang uji, sebab tidak dapat
mengukur komponen gaya-gaya tegangan tiga dimensi yang terjadi pada
batang uji. Hasil yang diperoleh dari pengujian impak ini, juga tidak ada
persetujuan secara umum mengenai interpretasi atau pemanfaatannya.
Sejumlah uji impak batang uji bertakik dengan berbagai desain telah
dilakukan dalam menentukan perpatahan rapuh pada logam. Metode yang
telah menjadi standar untuk uji impak ini ada 2, yaitu uji impak metode
Charpy dan metode Izod. Metode charpy banyak digunakan di Amerika
Serikat, sedangkan metode izod lebih sering digunakan di sebagian besar
dataran Eropa. Batang uji metode charpy memiliki spesifikasi, luas
penampang 10 mm x 10 mm, takik berbentuk V. Proses pembebanan uji
impak pada metode charpy dan metode izod dengan sudut 45 ° , kedalaman
takik 2 mm dengan radius pusat 0.25 mm.

40
Kelompok 12 BAB IV PENGUJIAN IMPAK

Batang uji charpy kemudian diletakkan horizontal pada batang


penumpu dan diberi beban secara tiba-tiba di belakang sisi takik oleh
pendulum berat berayun (kecepatan pembebanan ±5 m/s). Batang uji diberi
energi untuk melengkung sampai kemudian patah pada laju regangan yang
tinggi hingga orde 10 3 s -1 . Batang uji izod, lebih banyak dipergunakan
saat ini, memiliki luas penampang berbeda dan takik berbentuk v yang lebih
dekat pada ujung batang. Dua metode ini juga memiliki perbedaan pada
proses pembebanan. (Dieter, George E., 1988)

Gambar 4.1 Arah beban uji charpy dan izod


Pengujian impak Charpy (juga dikenal sebagai tes Charpy v-notch)
merupakan standar pengujian laju regangan tinggi yang menentukan jumlah
energi yang diserap oleh bahan selama terjadi patahan. Energi yang diserap
adalah ukuran ketangguhan bahan tertentu dan bertindak sebagai alat untuk
belajar bergantung pada suhu transisi ulet getas. Metode ini banyak
digunakan pada industri dengan keselamatan yang kritis, karena mudah
untuk dipersiapkan dan dilakukan. Kemudian hasil pengujian dapat
diperoleh dengan cepat dan murah. Tes ini dikembangkan pada 1905 oleh
ilmuwan Perancis Georges Charpy. Pengujian ini penting dilakukan dalam
memahami masalah patahan kapal selama Perang Dunia II. Metode
pengujian material ini sekarang digunakan di banyak industri untuk menguji
material yang digunakan dalam pembangunan kapal, jembatan, dan untuk
menentukan bagaimana keadaan alam (badai, gempa bumi, dan lain-lain)
akan mempengaruhi bahan yang digunakan dalam berbagai macam aplikasi

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 41


Kelompok 12 BAB IV PENGUJIAN IMPAK

industri. Tujuan uji impact charpy adalah untuk mengetahui kegetasan atau
keuletan suatu bahan (spesimen) yang akan diuji dengan cara pembebanan
secara tiba-tiba terhadap benda yang akan diuji secara statik. Dimana benda
uji dibuat takikan terlebih dahulu sesuai dengan standar ASTM E23 05 dan
hasil pengujian pada benda uji tersebut akan terjadi perubahan bentuk
seperti bengkokan atau patahan sesuai dengan keuletan atau kegetasan
terhadap benda uji tersebut. Percobaan uji impact charpy dilakukan dengan
cara pembebanan secara tiba-tiba terhadap benda uji yang akan diuji secara
statik, dimana pada benda uji dibuat terlebih dahulu sesuai dengan ukuran
standar ASTM E23 05.
Prinsip Dasar Alat Uji Impak Charpy
Gambar 4.2 Prinsip uji impak metode charpy

Bila pendulum pada kedudukan h 1 dilepaskan, maka akan


mengayun sampai kedudukan fungsi akhir pada ketinggian h 2 yang juga
hampir sama dengan tinggi semula h 1 dimana pendulum mengayun bebas.
Usaha yang dilakukan pendulum waktu memukul benda uji atau
energi yang diserap benda uji sampai patah didapat rumus yaitu :
Energi yang Diserap (Joule) = Ep – Em
= m. g. h 1 – m. g. h 2

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 42


Kelompok 12 BAB IV PENGUJIAN IMPAK

= m . g (h 1 – h 2 )
= m . g (λ (1- cos α) - λ (cos β – cos α)
= m. g . λ (cos β – cos α)
Energi yang diserap = m . g. λ (cos β – cos α)
Keterangan :
Ep = Energi Potensial
Em = Energi Mekanik
M = Berat Pendulum (Kg)
g = Gravitasi 9,81 m/s 2
h1 = Jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
h2 = Jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = Jarak lengan pengayun (m)
cos α = Sudut posisi awal pendulum
cos β = Sudut posisi akhir pendulum dari persamaan rumus diatas
W
didapatkan besarnya harga impak yaitu : K= ( Kg m/ mm2 )
A
A. Perpatahan Impak
Secara umum sebagai mana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik
maka perpatahan impak digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme
pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet
(ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk
dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.
2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme
pembelahan (cleavage) padabutir-butir dari bahan (logam) yang rapuh
(brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu
memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
3. Perpatahan campuran(berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua
jenis perpatahan di atas.
Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur
transisi bahan. Temperatur transisiadalah temperatur yang menunjukkan

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 43


Kelompok 12 BAB IV PENGUJIAN IMPAK

transisip perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur
yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda
maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet
(ductile) sedangkan padat temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau
getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada
temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada
dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila
temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving
force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah yang
berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi
pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi
vibrasi itu maka pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan
energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada
temperatur di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga
pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih sangat
mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang
relatif lebih rendah.[2]

Gambar 4.3 Efek temperatur terhadap ketangguhan impak material


(http://danidwikw.wordpress.com)
B. Patah Getas dan Patah Ulet

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 44


Kelompok 12 BAB IV PENGUJIAN IMPAK

Secara umum perpatahan dapat digolongkan menjadi dua golongan umum


yaitu :
1. Patah Getas
Merupakan fenomena patah pada material yang diawali terjadinya retakan
secara cepat dibandingkan patah ulet tanpa deformasi plastis terlebih
dahulu dan dalam waktu yang singkat. Dalam kehidupan nyata, peristiwa
patah getas dinilai lebih berbahaya dari pada patah ulet, karena terjadi
tanpa disadari begitu saja. Biasanya patah getas terjadi pada material
berstruktur martensit, atau material yang memiliki komposisi karbon yang
sangat tinggi sehingga sangat kuat namun rapuh.
Ciri-cirinya:
a. Permukaannya terlihat berbentuk granular, berkilat  dan  memantulkan 
cahaya.
b. Terjadi secara tiba-tiba tanpa ada deformasi plastis terlebih dahulu
sehingga tidak tampak gejala-gejala material tersebut akan patah.
c. Tempo terjadinya patah lebih cepat.
d. Bidang patahan relatif tegak lurus terhadap tegangan tarik.
e. Tidak ada reduksi luas penampang patahan, akibat adanya tegangan
multiaksial.
2. Patah Ulet
Patah ulet merupakan patah yang diakibatkan oleh beban statis yang
diberikan pada material, jika beban dihilangkan maka penjalaran retakakan
berhenti. Patah ulet ini ditandai dengan penyerapan energi disertai adanya
deformasi plastis yang cukup besar di sekitar patahan, sehingga permukaan
patahan nampak kasar, berserabut (fibrous), dan berwarna kelabu. Selain
itu komposisi material juga mempengaruhi jenis patahan yang dihasilkan,
jadi bukan karena pengaruh beban saja. Biasanya patah ulet terjadi pada
material berstruktur bainit yang merupakan baja dengan kandungan karbon
rendah. Ciri-cirinya seperti:
a. Ada reduksi luas penampang patahan, akibat tegangan uniaksia.
b. Tempo terjadinya patah lebih lama.
c. Pertumbuhan retak lambat, tergantung pada beban.

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 45


Kelompok 12 BAB IV PENGUJIAN IMPAK

d. Permukaan  patahannya  terdapat  garis-garis  benang  serabut 


(fibrosa),  berserat, menyerap cahaya, dan penampilannya buram. [3]

4.3. Tata Cara Praktikum


4.3.1. Skema Proses
Siapkan alat dan bahan uji

Ukur dimensi spesimen uji.

Naikkan pendulum keatas sampai terpasang.

Simpan bahan uji pada anvil.

Kalibrasi skala.

Lepaskan tuas hingga pendulum menghantam spesimen uji.

Catat hasil yang ditunjukan pada skala.

Analisa.

Kesimpulan.
Gambar 4.4 Skema proses pengujian impak

4.3.2. Penjelasan Skema Proses


1. Alat dan bahan uji dalam suhu 250℃,-9℃ dan 25℃ disiapkan.
2. Catat lebar, panjang, dan tebal pada bahan uji (alumunium)
menggunakan jangka sorong.
3. Naikkan pendulum keatas hingga terpasang atau terkunci.
4. Spesimen uji dalam suhu 250°C,-9°C dan 25°C disimpankan pada
anvil.

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 46


Kelompok 12 BAB IV PENGUJIAN IMPAK

5. Skala dikalibrasi sehingga jarum skala menunjukan sudut awal


sebesar 150 kg.
6. Lepaskan pendulum hingga menghantam bahan uji atau
spesimenpengujian.
7. Hasil yang ditunjukan pada skala dicatat di lembar kerja.
8. Setiap perubahan yang terjadi pada proses uji dianalisa.
9. Seluruh kegiatan uji disimpulkan.

4.4. Alat dan Bahan


4.4.1. Alat
1. Mesin Pengujian Charpy : 1 Set
2. Mesin tungku muffle : 1 Set
3. Jangka sorong : 1 Buah
4. Tang krus : 1 Buah
5. Termogun : 1 Buah
6. Pulpen : 1 Buah
7. Sarung tangan : 1 Pasang
8. Termos : 1 Buah
4.4.2. Bahan
1. Aluminium : 3 Buah
2. Es Batu : Secukupnya
3. Garam : Secukupnya

4.5. Pengumpuan dan Pengolahan Data


4.6. Analisa dan Pembahasan
4.7. Kesimpulan

LABORATORIUM LOGAM TA. 2020 – 2021 47

Anda mungkin juga menyukai