Anda di halaman 1dari 6

BAB VI

CLOSED FLOW LOOP SYSTEM

6. 1 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami konsep dari Closed Flow Loop System
2. Mengetahui pengaruh-pengaruh yang terjadi pada Closed Flow Loop
System
3. Mengetahui fenomena yang terjadi pada Closed Flow Loop System
4. Mengetahui dan memahami aliran pada Closed Flow Loop System
5. Mengetahui laju korosi dari pengujian Closed Flow Loo System

6. 2 Teori Dasar
Korosi adalah proses pengrusakan logam akibat reaksi elektrokimia antara
logam dengan lingkungannya. Proses korosi terjadi secara alami yaitu logam
kembali bersenyawa dengan oksigen sebagaimana bahan baku (bijih) pada proses
ekstraksi metalurgi pembuatan logam yang juga bersenyawa dengan oksigen.[1 ]
Sedangkan menurut Jones, 1992 “Korosi merupakan kerusakan material akibat
reaksi antara logam atau logam paduan dengan lingkungan atau korosi adalah
suatu proses elektrokimia yang melibatkan adanya transfer elektron dari anoda
menuju katoda”.[2 ]
Korosi memiliki beberapa jenis yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Jenis -
jenis ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang menyebabkan berbeda – beda
bentuk korosi baik dari segi proses, mekanisme, kondisi, lingkungan sekitar, dan
berbagai faktor lainnya. Adapun jenis korosi dimaksud adalah sebagai berikut[2] :
a. Korosi Merata
Jenis korosi ini adalah korosi yang terjadi merata dipermukaan. Jenis ini
merupakan yang paling umum ditemui di sehari-hari. Korosi ini mudah diprediksi
karena kecepatan atau laju korosi di setiap permukaan adalah sama.
b. Korosi Galvanik
Jenis ini diakibatkan oleh adanya dua logam atau lebih yang memiliki
potensial reduksi berbeda yang terhubung secara elektrik. Dari kasus tersebut,
maka korosi akan menyerang logam yang memiliki potensial reduksi yang lebih
kecil.
c. Korosi Celah (Crevice)
Korosi ini terjadi karena terdapat celah antara 2 logam sejenis yang
digabungkan. Akibat adanya perbedaan konsentrasi oksigen maka akan
menyebabkan terjadinya korosi.
d. Korosi Sumuran (Pitting)
Korosi yang terjadi akibat rusaknya lapisan pasif di satu titik karena
pengaruh dari lingkungan korosif. Contoh lingkungan korosif tersebut seperti
pada air laut. Air laut yang mengandung Ion Cl- akan menyerang lapisan pasif
dari logam. Ketika terjadi permulaan pitting pada satu titik di permukaan lapisan
pasif, maka ion Cl- akan terkonsentrasi menyerang pada permukaan lapisan pasif
yang terjadi pitting terlebih dahulu sehingga pitting akan menjadi dalam.
Pecahnya lapisan pasif mengakibatkan gas hidrogen dan oksigen mudah masuk
dan mengakibatkan korosi pada material tersebut.
e. Korosi Retak Tegang (Stress Corrosion Cracking)
Korosi terjadi karena adanya tegangan beban tarik pada suatu material di
lingkungan korosif. Ketika material mengalami korosi, maka kemampuan dari
material tersebut akan berkurang, sehingga ketika bagian terkorosi tersebut diberi
beban akan mengalami retak, retak tersebut akan menjalar dan menyebabkan
terjadinya kegagalan pada material. Ciri-ciri dari SCC adalah retaknya yang
membentuk seperti serabut.
f. Korosi Erosi
Korosi yang terjadi karena adanya fluida korosif yang mengalir pada
permukaan material. Fluida tersebut dapat berupa fluida liquid maupun gas
dengan kecepatan tinggi. Karena kecepatan tinggi dari fluida korosif yang
mengalir, terjadi efek keausan mekanis atau abrasi. Lapisan pasif atau pun coating
pada permukaan material akan terkikis, sehingga kemungkinan terjadinya korosi
semakin besar.
g. Hydogen Induced Cracking (HIC)
Korosi terjadi karena adanya tegangan internal pada suatu material karena
adanya molekul-molekul gas hidrogen yang berdifusi ke dalam struktur atom
logam. Hidrogen dapat terbentuk akibat reduksi H2O ataupun dari asam. Penetrasi
hidrogen ini akan menyebabkan korosi pada material, dan kemudian terjadi
perpatahan getas.
h. Korosi batas butir (intergranular)
Umumnya terjadi karena adanya pengaruh sensitasi, dimana pada batas butir
paduan kromium akan tertarik membentuk kromium karbida. Dengan
berkurangnya kandungan krom disekitar batas butir akan mengakibatkan bagian
tersebut menjadi lebih rentan terhadap korosi dan terjadilah korosi disepanjang
batas butir.
Korosi Laju korosi merupakan ukuran dari banyaknya logam yang dilepas
tiap satuan waktu pada permukaan tertentu. Dengan mengetahui laju korosi dari
suatu material, maka diharapkan dapat digunakan untuk memprediksi umur pakai
dari material tersebut. Laju korosi memiliki beberapa jenis satuan, umumnya
dinyatakan dengan satuan mils per year (mpy). Laju korosi dapat ditentukan
dengan berbagai cara, diantaranya dengan metode weight loss dan ekstrapolasi
kurva tafel. Semakin besar nilai laju korosi maka semakin cepat proses korosi
pada material tersebut terjadi.
Aliran fluida yang tinggi diatas kecepatan kritisnya di dalam pipa berpotensi
menimbulkan korosi. Kerusakan permukaan logam yang disebabkan oleh aliran
fluida yang sangat deras itu yang disebut erosi. Bagian yang kasar dan tajam yang
akan mudah terserang korosi dan bila ada gesekan akan menimbulkan abrasi lebih
berat lagi.(Bayuseno.2012) .Proses erosi dipercepat oleh kandungan partikel padat
dalam fluida yang mengalir tersebut atau oleh adanya gelembung-gelembung gas.
Dengan rusaknya permukaan logam, rusak pula lapisan film pelindung sehingga
memudahkan terjadinya korosi . Kalau hal ini terjadi maka proses ini disebut karat
erosi. Pada korosi CO2, aliran yang mempengaruhi proses korosi merupakan
kombinasi antara efek mekanis dan elektrokimia. Dengan adanya putaran yang
lebih akan membuat laju korosi semakin tinggi. Disamping itu, ada pengaruh gaya
mekanis berupa adanya wall shear stress pada antarmuka elektrolit dengan
permukaan material yang memicu terjadinya korosi lokal dan kerusakan pada
permukaan material. (Mokhtar, 2010).
Fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat
karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena
ikatan molekul dalam fluida jauh lebih kecil dari ikatan molekul dalam zat padat,
akibatnya fluida mempunyai hambatan yang relatif kecil pada perubahan bentuk
karena gesekan. Zat padat mempertahankan suatu bentuk dan ukuran yang
tetap, sekalipun suatu gaya yang besar diberikan pada zat padat tersebut, zat padat
tidak mudah berubah bentuk maupun volumenya, sedangkan zat cair dan gas, zat
cair tidak mempertahankan bentuk yang tetap, zat cair mengikuti bentuk
wadahnya dan volumenya dapat diubah hanya jika diberikan gaya yang sangat
besar dan gas tidak mempunyai bentuk maupun volume yang tetap, gas akan
berkembang mengisi seluruh wadah. Dengan demikian keduanya secara kolektif
disebut sebagai fluida. Berdasarkan nilai bilangan reynold (Re), Pola aliran fluida
terbagi kedalam 3 kategori. Untuk aliran fluida di dalam pipa dengan bilangan
reynold kurang dari 2000 dikategorikan sebagai aliran laminar, untuk kategori
aliran transisi atau critical region mempunyai bilangan reynold sebesar
2000<Nr<4000. Sedangkan nilai reynold number lebih dari 4000 dikategorikan
aliran turbulent. Katergori pola aliran dapat dijelaskan sebagai berikut.
Aliran Laminar
Aliran laminar adalah aliran fluida yang bergerak secara teratur dengan
semua partikel bergerak secara sejajar. Aliran dengan fluida yang bergerak dalam
bentuk lapisan lapisan atau lamina-lamina dengan satu lapisan meluncur secara
lancar. Dalam aliran laminar ini viskositas berfungsi untuk meredam
kecenderungan terjadinya gerakan relatif antara lapisan. Sehingga aliran laminar
memenuhi hukum viskositas Newton yaitu:

Aliran Transisi
Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar menuju aliran
turbulen.
Aliran Turbulen
Aliran turbulen adalah aliran dimana pergerakan-pergerakan dari partikel-
partikel fluida sangat tidak menentu karena mengalami percampuran serta
putaran partikel antar lapisan, yang mengakibatkan saling tukar momentum dari
satu bagian fluida kebagian fluida yang lain dalam skala yang besar. Dalam
keadaan aliran turbulen maka turbulensi yang terjadi membangkitkan tegangan
geser yang merata diseluruh fluida sehingga menghasilkan kerugian-kerugian
aliran. Kondisi pada penelitian dalam skala laboratorium hampir sama dengan
kondisi agitasi dan pencampuran fluida.
6. 3 Metodologi Praktikum
6.3.1 Skema Proses
a. Pembuatan Larutan NaCl 2,5%
Siapkan alat dan bahan

Hitunglah massa larutan yang akan diperlukan

Ambil Larutan dari tempat penyimpanan larutan

Timbang larutan dengan massa yang telah didapat

Masukan air serta larutan pada toren

Aduklah hingga homogen

Analisa pengamatan

Kesimpulan
Gambar 5.2 Pembuatan larutan NaCl 2,5%

b. Proses Pengujian Spesimen

Siapkan alat dan bahan

Bersihkan permukaan spesimen secara mekanik

Ukur dimensi dan berat spesimen

Pasangkan spesimen pada alat pengujian


Nyalakan mesin alat pengujian

A
A

Aturlah debit air yang diperlukan

Bersihkan serta ukur kembali dimensi dan berat dari spesimen

Catat hasil pengamatan

Hitunglah laju korosi spesimen

Analisa pengamatan

Kesimpulan
Gambar 5.3 Proses pengujian spesimen

6.3.2 Penjelasan Skema Proses

6. 4 Alat dan Bahan


6.4.1 Alat
6.4.2 Bahan
6. 5 Pengumpulan Data
6.6 Perhitungan Data
6.7 Analisa dan Pembahasan
6.8 Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai