Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KULIAH

PELAPISAN DAN INHIBISI

Disusun oleh:
Supriyo Jawoto
1606932160

PASCASARJANA TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL


UNIVERSITAS INDONESIA
2017
1. Pengujian Weight Loss
Metode yang paling umum untuk mengetahui laju korosi adalah dengan menggunakan
metode kehilangan berat (weight loss) dengan menggunakan sampel (corrosion coupon)
yang direndam ke dalam lingkungan korosi dengan inhibitor.

Gambar 1. Corrosion Coupon

Metode ini didasarkan pada perbedaan berat antara sebelum sampel dimasukkan ke dalam
lingkungan korosi dan setelah sampel dimasukkan ke dalam lingkungan korosi. Pada
umumnya sampel dapat berupa segi empat maupun dalam bentuk lingkaran. Preparasi
sampel dilakukan untuk menghilangkan lapisan oksida yang menempel pada permukaan
sampel. Preparasi dilakukan dengan menggunakan kertas amplas dengan beberapa grade.
Setelah itu dilakukan perendaman pada lingkungan korosi sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan. Perhitungan laju korosi dengan menggunakan metode weight loss ini adalah
sebagai berikut:

K = Konstanta Laju Korosi (mpy = 3,45 x 106)


W = Berat yang Hilang (gram)
D = Berat Jenis Logam (gram/cm3)
A = Luas Permukaan Kontak (cm2)
T = Waktu (Jam)

2. Pengujian Polarisasi
Metode untuk mengukur laju korosi pada inhibitor selanjutnya adalah dengan metode
polarisasi. Polarisasi adalah perubahan potensial dari keadaan setimbang. Ketika suatu
logam tidak berada pada kesetimbangan dengan larutan elektrolit, potensial elektrodanya
berbeda dari potensial korosi bebas, dan selisih keduanya disebut polarisasi. Pada polarisasi
katodik (c), elektron disuplai ke permukaan logam karena laju reaksi berjalan dengan
lambat akan menyebabkan potensial permukaan menjadi lebih negatif. Pada polarisasi
anodik, elektron dihilangkan dari permukaan logam yang disebabkan oleh kurangnya
perubahan potensial positif sebagai akibat dari pelepasan elektron berjalan secara lambat
pada reaksi yang terjadi di permukaan. Parameter ini dapat digunakan untuk mengetahui laju
korosi logam dengan menggunakan persamaan tafel sebagai berikut:

Dengan a, c, a, c dan o berturut turut adalah potensial polarisasi anodik, potensial


polarisasi katodik, rapat arus anodik, rapat arus katodik dan rapat arus pada
kesetimbangan. Sedangkan dan adalah konstanta tafel atau beta anodik dan beta katodik.
Pada persamaan diatas nilai polarisasi baik anodik maupun katodik dengan log i berupa satu
garis lurus dengan kemiringan sama dengan konstanta tafel. Rapat arus sebanding dengan
laju korosi, karena arus yang sama bila terkonsentrasi pada luas permukaan yang lebih kecil
menghasilkan laju korosi yang lebih besar. Kinetika elektrokimia pada sebuah metal yang
terkosi dapat dikarakteristikan dengan penentuan kurang lebih 3 parameter polarisasi seperti
Corrosion current density, corrosion potensial, dan Tafel Slopes. Kemudian perilaku korosi
dapat diperlihatkan oleh sebuah kurva polarisasi (E vs log i) pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. Contoh Grafik Pengujian Polarisasi

Laju korosi dapat dihitung dengan metode manual yaitu dihitung dengan membuat garis
linear pada kurva anodik dan katodik, kemudian dilihat perpotongannya dan didapatkan nilai
icorr. Kemudian, masukkan nilai tersebut kedalam persamaan untuk mengetahui nilai laju
korosinya. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

D = Berat Jenis Material


Icorr = Rapat Arus Korosi
E = Berat Ekuivalen Material yang Mengalami Korosi
3. Pengujian Jet Impingement
Tes jet impingement (JI) dapat mensimulasikan kondisi turbulensi yang andal dan berulang
pada suhu tinggi dan tekanan untuk sistem turbulen gas, cairan, dan multiphase. Hal ini
membutuhkan volume cairan uji yang relatif kecil dan mudah dikendalikan. Jet impingement
adalah metodologi baru untuk mengevaluasi inhibitor korosi.
Untuk sebuah jet melingkar yang menancapkan pada pelat datar dengan poros tengah jet
normal ke piring, titik stagnasi ada di persimpangan sumbu ini dengan pelat, dan alirannya
adalah axisymmetric. Hanya sifat aliran dan cairan di bidang radial yang normal pada disk
yang dipertimbangkan seperti pada Gambar 3.

Wilayah A pada Gambar 3. adalah zona stagnasi. Aliran pada dasarnya laminar di dekat
pelat, dan komponen kecepatan utama berubah dari aksial menjadi radial, dengan titik
stagnasi di pusat. Wilayah B pada Gambar 3. adalah wilayah turbulensi yang meningkat
dengan cepat, dengan aliran yang berkembang menjadi jet dinding (yaitu, vektor aliran
primer sejajar dengan permukaan padat).

Gambar 3. Gambaran skematik karakteristik aliran fluida jet impingement

Di dinding, dan tegangan geser dinding tinggi. Dengan demikian, wilayah B adalah
kepentingan utama untuk mempelajari efek aliran fluida pada korosi di daerah turbulensi
tinggi.
Di wilayah C pada Gambar 3., laju aliran bulk dan turbulensi rusak dengan cepat karena
ketebalan dinding jet meningkat, momemtum dipindahkan dari piring, dan cairan sekitarnya
masuk ke dalam jet.

4. Pengujian Kompabilitas Cairan Kimia Lainnya


Uji kompatibilitas kimia sangat penting dalam pemilihan bahan kimia (sebagai inhibitor) yang
kompatibel dengan fluida produksi baik pada industry minyak, gas, petrokimia, fluida testing
(hydrotest, etc.), serta bahan kimia produksi lainnya yang mungkin dapat berhubungan
langsung dengan larutan inhibitor. Ketidakcocokan kimiawi dapat mengakibatkan
pembentukan padatan, gel dan endapan yang dapat menyumbat jalur injeksi dan katup atau
mengurangi keefektifan produksi.

Beberapa bahan kimia, tergantung pada bahan utama dan pelarut pembawa (seperti inhibitor
skala tertentu) tidak kompatibel dengan cairan spacer, sebagai akibatnya satu atau lebih
larutan penyangga diperlukan saat pembilasan umbilicals dan saluran injeksi mis. EGMBE,
HAN.

Pemasangan lokasi injeksi metanol bawah laut yang mendekati penghambat koktail
skala/korosi dapat menyebabkan penskalaan dan penyumbatan pada garis akhir. Oleh
karena itu penentuan lokasi injeksi bahan kimia yang tepat sangat penting.

Area ketidakcocokan yang umum adalah antara inhibitor hidrat dan penghambat korosi. Hal
ini dapat secara signifikan membatasi pilihan produk yang sesuai dalam beberapa aplikasi.
THPS (Tetrakis Hydroxymethyl Phosphonium Sulfate) dan glutaraldehida biocides dapat
berinteraksi dengan pemulung oksigen dan membuatnya tidak aktif.

Memilih rasio campuran kimia yang tepat memainkan peran penting dalam pengujian
kompatibilitas dan pemilihan bahan kimia. Umumnya campuran 50:50 dan 90:10 lebih
disukai.
Vendor kimia harus benar-benar mengikuti persyaratan fungsional masing-masing bahan
kimia tertentu dan memberikan hasil rinci untuk skrining dan pemilihan bahan kimia dengan
menggunakan berbagai tes laboratorium.

5. Loop Test Inhibitor


Loop test merupakan salah satu metode pengujian efisiensi corrosion inhibor dengan
membuat serangkaian aliran tertutup (loop). Loop test terdiri atas 2 bagian inti, Straight pipe
(SR) dan Rotating Cylinder (CR). Cairan CO2 dimasukkan kedalam silinder, cairan CO2
dialirkan dengan bantuan pompa keseluruh bagian loop. Seiring CO2 mengalir didalam loop,
silinder diputar, sehingga dalam kurun waktu 24 jam, akan terbentuk buble CO2 yang akan
digunakan sebagai corrosion attacker. Setelah terbentuk buble CO2 yang ditandai dengan
peningkatan pH dan pressure gauge, maka di pasang pipa sebagai test section. Setelah
beberapa waktu, dihitung metal loss dari pipa tersebut. Sehingga dapat diketahui corrosion
rate nya. Dengan perlakuan yang sama, tambahkan juga kedalam sistem cairan kimia
(chemical) sebagai inhibitor. Dengan memasang pipa pada test section, kita dalam
menentukan efisiensi inhibitor tersebut dengan menghitung laju korosi pipa (metal loss)
dalam kurun waktu tertentu dengan perbandingan metal loss pipa tanpa ada tambahan
cairan inhibitor dengan metal loss pipa saat ditambahkan cairan inhibitor.

6. Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) Test


EIS merupakan salah satu metode pengujian efisiensi inhibitor yang hasil pengujian nya
dapat dilihat dengan cepat. Metode yang dilakukan hampir sama dengan metode loop test.
Dimana terdapat serangkaian aliran tertutup (loop), namun proses pengujian dilakukan
dengan menggunakan probe. Probe merupakan alat uji yang berbentuk hollow bar tube,
dimana bagian dalam tube ini berisikan bahan2 polimer dan ceramic sebagai penghantar
data / impedance pada probe. Ujung probe didesign tertutup dengan dilapisi film tipis (thin
film). Loop di disain untuk membentuk corrosion attacker (mode attack) seperti CO2 atau
H2S, dalam kurun waktu yang cukup singkat, korosi terjadi pada lapisan tipis pada ujung
probe. Metal loss yang terjadi pada lapisan tipis probe membentuk polarisasi dan impedansi
pada probe. Data impedansi/ohm pada ujung probe dihantar oleh bahan ceramic pada
hollow dan diterjemahkan dalam data grafik pada komputer. Metode yang sama dilakukan
dengan ditambahkan cairan kimia sebagai inhibitor pada sistem. Semakin besar impedansi /
ohm yang dihasilkan, maka semakin besar corrosion rate yang terjadi.

Gambar 4. Sistem Eksperimen

Gambar 5. Bagian Uji

Anda mungkin juga menyukai