17 Nomor 1
1. Pendahuluan
Korosi merupakan interaksi fisikokimia antara
logam dengan lingkungan yang menyebabkan
perubahan
sifat
logam,
selanjutnya
akan
mengakibatkan kerusakan pada logam, lingkungan,
atau bagian sistem yang terkait (ISO 8044-1986)
(Jones, 1992; Kuznetsov, 2002). Korosi merupakan
reaksi irreversibel antara permukaan bahan (logam,
keramik, dan polimer) dengan lingkungan, yang
mengakibatkan terlarutnya bahan (logam, keramik,
dan polimer) dalam komponen lingkungan (IUPAC)
(Perez, 2004). Korosi merupakan salah satu masalah
pelik dalam pengolahan, produksi, dan distribusi
minyak dan gas bumi di seluruh dunia, yang secara
ekonomi maupun dampak lingkungannya merugikan.
Sistem perpipaan yang digunakan di pertambangan
minyak dan gas bumi merupakan sistem transportasi
10
Wahyuningrum dkk., Model Matematika pada Mekanisme Laju Korosi Logam Baja Karbon dengan ................... 11
(Veawab dkk., 1997; Zhao dkk., 2004), sedangkan di
Indonesia diperkirakan mencapai 1 - 1,5 % dari PDB
(Produksi Domestik Brutto) atau mencapai angka
triliun rupiah (Supardi 2002). Oleh karena itu, kajian
mengenai penanggulangan korosi telah banyak
menarik perhatian berbagai kalangan dan telah
dimulai sejak tahun 1940-an. Korosi yang terjadi
pada bagian dalam pipa tidak dapat diatasi dengan
dengan cara pengecatan, perlindungan katoda
maupun pelepasan anoda, sehingga untuk
mengatasinya digunakan senyawa inhibitor korosi
(Kadirgan dan Suzer, 2001; Stupnisek-Lisac dkk.,
2002; Kalman dkk., 2004).
Inhibitor korosi adalah zat kimia, baik
senyawa anorganik maupun organik, yang bereaksi
dengan permukaan logam, atau dengan lingkungan
tempat permukaan logam berinteraksi, dan kemudian
memberikan perlindungan yang cukup pada
permukaan logam terhadap proses korosi (Bentiss
dkk.,
2004;
Lopez
dkk.,
2004).
Dalam
perkembangannya, penelitian korosi diarahkan pada
penggunaan senyawa organik sebagai inhibitor
korosi, karena murah, lebih ramah lingkungan, dan
daya inhibisi korosinya lebih efektif daripada
senyawa anorganik (Srhiri dkk., 1996; Heeg dkk.,
1998; Rajendran dkk., 2001; Stupnisek-Lisac dkk.,
2002). Di antara senyawa inhibitor korosi yang
potensial adalah senyawa turunan imidazol yang
telah diuji efisiensi inhibisinya di laboratorium,
bahkan beberapa di antaranya ada yang sudah
diaplikasikan di lapangan (Stupnisek-Lisac dkk.,
2002; Migahed dkk., 2003; Zhao dkk., 2004). Dalam
beberapa kasus, data hasil uji korosi yang dilakukan
di laboratorium belum cukup untuk menunjukkan
bahwa senyawa turunan imidazol merupakan
inhibitor korosi yang layak pakai di lapangan, karena
beberapa hasil uji daya inhibisi korosi di lapangan
menunjukkan adanya perbedaan dengan data hasil uji
di laboratorium. Hal ini disebabkan oleh banyaknya
parameter di lapangan yang disederhanakan pada saat
percobaan di laboratorium. Berdasarkan hal-hal
tersebut di atas, maka perlu dirumuskan suatu model
matematika yang dapat menggambarkan proses
terjadinya korosi pada logam untuk membantu
memahami mekanisme korosi yang terjadi pada
permukaan bagian dalam pipa, khususnya pipa dari
besi/baja karbon. Dengan menerapkan Teori Keadaan
Peralihan dan menggunakan persamaan MichaelisMenten
(yang
biasanya
digunakan
untuk
menggambarkan proses katalisis oleh enzim)
(Jirstrand dkk., 2004) untuk mendefinisikan laju
reaksi yang terjadi, diharapkan dapat menjawab
permasalahan korosi, yakni dengan cara menurunkan
suatu persamaan dinamis yang meninjau hubungan
antara penambahan inhibitor korosi dengan laju
korosi.
2. Eksperimental
2.1 Sintesis dan uji Inhibisi korosi senyawa turunan
imidazol
Senyawa turunan imidazol yang dipilih untuk
disintesis dan diuji daya inhibisi korosinya pada baja
karbon dalam larutan NaCl 1% menggunakan metode
ekstrapolasi Tafel dan weight loss adalah senyawa
turunan 4,5-difenil-1-vinilimidazol, imidazolin rantai
panjang (imidazolin oleat dan stearat) dan turunan
benzimidazol, sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 1. Senyawa-senyawa tersebut adalah: 2heksil-4,5-difenil-1-vinil-1H-imidazol (1), 2,4,5trifenil-1-vinil-1H-imidazol (2), 2-(4-metoksifenil)4,5-difenil-1-vinil-1H-imidazol (3) (Wahyuningrum
dkk.,
2008a);
((Z)-2-(2-(heptadek-8-enil)-4,5dihidroimidazol-1-il)etanamina) (4) dan (2-(2heptadesil-4,5-dihidroimidazol-1-il)etanamina)
(5)
(Wahyuningrum dkk., 2008b); disebut sebagai
senyawa benzimidazol (6), 1-benzil-2-fenil-1H-1,3benzimidazol (7), dan 2-fenil-1H-1,3-benzimidazol
(8) (Wahyuningrum dkk., 2008a).
12
Senyawa
icor NaCl 1%
(mA/cm2)
icor Sampel
(mA/cm2)
1
2
3
4
5
6
7
8
0,1298
0,1298
0,1262
0,1768
0,1768
0,1309
0,1309
0,1235
0,0867
0,1058
0,0969
0,1199
0,1543
0,0955
0,0807
0,0918
Efisiensi
Inhibisi
Korosi (%)
33,20
18,49
23,22
32,18
12,73
27,04
38,35
25,67
Besarnya
%
efisiensi
inhibisi
ditentukan
menggunakan persamaan berikut (Kuznetsov, 2002;
Wahyuningrum dkk., 2008a):
Efisiensi Inhibisi (% EI)
= 100 x
(1)
Wcorr ( g / th) W0 Wt x
(2)
(3)
Wahyuningrum dkk., Model Matematika pada Mekanisme Laju Korosi Logam Baja Karbon dengan ................... 13
Tabel 2. Data daya inhibisi korosi senyawa turunan imidazol dan imidazolin terhadap logam baja karbon
menggunakan metode Weight Loss pada konsentrasi 8 ppm dalam larutan elektrolit NaCl 1% pada suhu 27 oC
selama 10 hari.
Senyawa
Tanpa inhibitor
(hanya larutan NaCl
1%)
1
2
3
4
5
6
7
8
Massa Kupon
Awal, W0 (g)
Massa Kupon
Akhir, Wt (g)
Massa Hilang,
Wcorr (g/thn)
%EI
0,9301
0,9214
0,31755
0,8662
0,9212
0,8593
0,9171
0,9124
0,8997
0,9075
0,8795
0,8605
0,9144
0,8527
0,9113
0,9051
0,8936
0,9023
0,8733
0,20805
0,2482
0,2409
0,2117
0,26645
0,22265
0,1898
0,2263
34,48
21,84
24,14
33,33
16,09
29,89
40,23
28,74
14
N
(4)
L
K
b
(5)
dN
pL
aL bN
dt
rL
(6)
dK
pL
dt
rL
dengan kondisi awal:
L(0) L0
N (0) N 0
(7)
K (0) K 0
(8)
Wahyuningrum dkk., Model Matematika pada Mekanisme Laju Korosi Logam Baja Karbon dengan ................... 15
yang penambahannya dipengaruhi oleh laju
perubahan logam menjadi ion-ion logam dan
pengurangannya dipengaruhi oleh laju perubahan
ion-ion logam kembali menjadi logam, serta laju
perubahan ion-ion logam menjadi produk terkorosi
yang dijelaskan oleh Persamaan (4). Persamaan (8)
menjelaskan penambahan konsentrasi produk
terkorosi per satuan waktu yang hanya dipengaruhi
oleh laju perubahan ion-ion logam (logam dalam
keadaan peralihan) menjadi produk terkorosi yang
dijelaskan oleh Persamaan (4).
Analisis sensivitas model dilakukan dengan
melihat perubahan laju korosi akibat perubahan nilai
dari 2 parameter yang ada, yaitu laju perubahan
logam menjadi ion-ion logam (a) dan laju reaksi
maksimum p pada persamaan Michaelis-Menten.
Pemilihan nilai parameter ini harus menunjukkan
kesesuaian dengan keadaan nyata, misal konsentrasi
senyawa logam tidak dapat bertambah selama proses
korosi berlangsung dan konsentrasi senyawa korosi
tidak pernah melebihi konsentrasi awal dari logam.
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai parameter a
yang memungkinkan adalah lebih besar daripada
0,45. Nilai parameter yang mungkin untuk p
bergantung pada nilai dari a, karena semakin besar
nilai a maka semakin besar nilai p yang mungkin.
Contohnya untuk a = 0,838, nilai p yang mungkin
adalah lebih kecil dari 1,4. Sedangkan untuk a = 0,5 ,
p <= 1 dan untuk a = 1, p < = 1,6.
3.2 Modifikasi model matematika dengan inhibitor
Pada sistem berikut ini, penambahan senyawa
inhibitor yang memberikan model matematika
sebagai berikut:
dL
bN aL
dt
(9)
dL
pL
pI
aL bN
dt
rL rI
(10)
dK
pL
pI
dt r L r I
(11)
dI
Pi
s
dt
rI
dengan kondisi awal:
(12)
16
Wahyuningrum dkk., Model Matematika pada Mekanisme Laju Korosi Logam Baja Karbon dengan ................... 17
Berdasarkan
kedua
model
yang
dikembangkan, yaitu model penambahan inhibitor
pada saat awal maupun model penambahan inhibitor
secara kontinu (lihat Gambar 8 dan Gambar 11),
ternyata terdapat kesesuaian antara hasil pemodelan
matematika dengan data percobaan yang ditampilkan
pada Gambar 7, dimana seiring waktu, penambahan
inhibitor korosi memang memperlambat proses
korosi, namun semakin lama efisiensi inhibisi
korosinya semakin berkurang. Hal ini menunjukkan
bahwa inhibitor korosi hanya berfungsi untuk
memperlambat laju korosi pada baja karbon saja yang
pada konsentrasi optimum tertentu menunjukkan
efisiensi inhibisi korosi cukup signifikan.
5. Kesimpulan
Berdasarkan konstruksi model dengan
penambahan senyawa inhibitor pada saat awal,
konsentrasi produk terkorosi mengalami penurunan,
misalnya pada saat t = 5 tahun laju penurunannya
adalah 0,48 untuk setiap kenaikan nilai penambahan
inhibitor sebesar 0,1, namun belum dapat
menghentikan laju korosi secara signifikan.
Sedangkan pada model penambahan inhibitor secara
kontinu dengan laju konstan, dapat ditunjukkan
terjadi penghentian proses korosi karena adanya
logam yang tersisa saat t = 15 tahun. Akan tetapi
model di atas masih perlu pengembangan dengan
memastikan keadaan di mana proses korosi akan
terhenti pada saat waktu yang sangat lama. Secara
umum model matematika dengan penambahan
inhibitor secara kontinu bersesuaian dengan data
daya inhibisi korosi secara eksperimen untuk
senyawa 1-8 yang telah disintesis, yaitu bahwa
penambahan konsentrasi senyawa-senyawa tersebut
ke dalam larutan NaCl 1% cenderung menaikkan
efisiensi inhibisi korosinya. Hal ini berarti bahwa
peningkatan konsentrasi inhibitor korosi berpotensi
untuk dapat menghambat laju korosi secara
signifikan.
6. Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang terlibat. Penelitian ini didanai oleh
Riset KK ITB 2009 dengan Surat Perjanjian
Pelaksanaan Riset No. 246/K01.7/PL/2009. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada FMIPA- ITB,
LPPM ITB atas fasilitas di laboratorium kimia
organik sintesis dan laboratorium korosi Kimia Fisik
Material FMIPA ITB.
Daftar Pustaka
Bentiss, F., M. Traisnel, H. Vezin, H. F. Hildebrand
and M. Lagrene, 2004, 2,5-Bis(4dimethylaminophenyl)-1,3,4-oxadiazole and
2,5-bis(4-dimethylaminophenyl)-1,3,4thiadiazole as corrosion inhibitors for mild
steel in acidic media, Corrosion Sci., 46,
2781-2792.
18
Corrosion
inhibition
by
strainless
complexes. Corrosion Sci., 43, 1345-1354.
Srhiri, A., M. Etman and F. Dabosi, 1996, Electro
and Physicochemical Study of Corrosion
Inhibition of Carbon Steel in 3% NaCl y
Alkylimidazoles, Electrochimica Acta, 41:3,
429 - 437.
Stupnisek-Lisac, E., A. Gazivoda and M. Madzarac,
2002, Evaluation of non-toxic corrosion
inhibitors for copper in sulphuric acid,
Electrochimica Acta, 47, 4189-4194.
Supardi, R., 2002, Korosi dan Kegagalan yang
Terjadi
Pada
Pengecatan
Otomotif.
Bandung, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Industri Logam dan Mesin;
Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Veawab, A., P. Tontiwachwuthikul and S. D. Bhole,
1997, Studies of Corrosion and Corrosion
Control in a CO2--2-Amino-2-methyl-1propanol (AMP) Environment, Ind. Eng.
Chem. Res., 36, 264-269.
Wahyuningrum, D., S. Achmad, Y. M. Syah, Buchari
and B. Ariwahjoedi, 2008a. The Correlation
between Structure and Corrosion Inhibition
Activity of 4,5-Diphenyl-1-vinylimidazole
Derivative Compounds towards Mild Steel