Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Matematika & Sains, April 2012, Vol.

17 Nomor 1

Model Matematika Mekanisme Laju Korosi Logam Baja Karbon


dengan Penambahan Inhibitor
Deana Wahyuningrum1), Nuning Nuraini2) dan Novriana Sumarti2)
1)
Program Studi Kimia, KK Kimia Organik
2)
Program Studi Matematika, KK Matematika Industri dan Keuangan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Teknologi Bandung, Bandung
e-mail: deana@chem.itb.ac.id
Diterima 1 April 2011, disetujui untuk dipublikasikan 20 April 2012
Abstrak
Korosi pada logam, yang disebabkan reaksi dengan lingkungannya, merupakan proses pelarutan logam membentuk
senyawanya dalam lingkungan korosif seperti adanya air, gas oksigen dan karbondioksida. Korosi tidak dapat
dihilangkan, namun dapat dikendalikan atau dicegah. Salah satu cara untuk mengatasi korosi, terutama yang
terjadi pada permukaan bagian dalam suatu pipa logam, adalah dengan penambahan suatu inhibitor korosi.
Dengan melihat proses terjadinya korosi dari sudut pandang berkurangnya logam persatuan waktu, diturunkanlah
suatu model matematika yang memperlihatkan pengaruh senyawa inhibitor korosi terhadap logam, khususnya baja
karbon dalam larutan NaCl 1%. Model yang diperoleh, yang merupakan pengembangan dari model sebelumnya,
menggambarkan penambahan senyawa inhibitor dengan 2 cara, yaitu pada saat awal saja dan cara penambahan
secara kontinu. Hasil yang didapat menunjukkan beberapa nilai konsentrasi dari inhibitor memberikan pengaruh
pada mekanisme laju korosi secara efisien untuk menghentikan proses korosi.
Kata kunci: Baja karbon, Inhibitor korosi, Laju korosi, Model matematika.

Mathematical Model of Corrosion Rate Mechanism of Carbon Steel


by Inhibitor Addition
Abstract
Corrosion on metal, due to interaction with its environment, is the dissolution process of metal in which metallic
atoms are oxidized to form its compound, in the presence of water and gases, such as oxygen and carbon dioxide.
Even though this corrosion cannot be eliminated, it can be controlled or prevented. One way to control corrosion,
especially corrosion that occurred at the inner parts of metallic pipelines, is by addition of corrosion inhibitor. If the
corrosion process was assumed as the rate of decaying process of metal per times unit, then the mathematic model
can be derived to describe the effect of addition of inhibitor towards corrosion rate of metal, especially carbon steel
in 1% NaCl solution. The result show that several concentrations of inhibitor provide the efficient effect on the
corrosion rate mechanism to stop the corrosion process.
Keywords: Carbon steel, Corrosion inhibitor, Corrosion rate, Mathematical model.
produk minyak dan gas bumi yang biaya
operasionalnya lebih murah dan efisien dibandingkan
dengan sistem transportasi lain, namun rentan korosi
karena biasanya bahannya terbuat dari komponen
logam. Korosi pipa logam dapat dianggap terjadi
pada beberapa kondisi, di antaranya: (1) reaksi
spontan, (2) lingkungan yang korosif, seperti
elektrolit cair dengan pH cukup rendah yang dapat
mengkorosi baja, dan (3) kontak elektronik, seperti
persambungan dua logam (Hong dan Jepson, 2001;
Cruz dkk., 2005). Kerugian yang pernah muncul
akibat korosi diantaranya adalah adanya efek
samping terhadap lingkungan dikarenakan kurang
optimalnya pengontrolan korosi. Biaya untuk
mengatasi masalah korosi setiap tahunnya tidaklah
sedikit, misalnya di Amerika dan Cina bisa mencapai
1,4 % dari GDP (Gross Domestic Production)

1. Pendahuluan
Korosi merupakan interaksi fisikokimia antara
logam dengan lingkungan yang menyebabkan
perubahan
sifat
logam,
selanjutnya
akan
mengakibatkan kerusakan pada logam, lingkungan,
atau bagian sistem yang terkait (ISO 8044-1986)
(Jones, 1992; Kuznetsov, 2002). Korosi merupakan
reaksi irreversibel antara permukaan bahan (logam,
keramik, dan polimer) dengan lingkungan, yang
mengakibatkan terlarutnya bahan (logam, keramik,
dan polimer) dalam komponen lingkungan (IUPAC)
(Perez, 2004). Korosi merupakan salah satu masalah
pelik dalam pengolahan, produksi, dan distribusi
minyak dan gas bumi di seluruh dunia, yang secara
ekonomi maupun dampak lingkungannya merugikan.
Sistem perpipaan yang digunakan di pertambangan
minyak dan gas bumi merupakan sistem transportasi
10

Wahyuningrum dkk., Model Matematika pada Mekanisme Laju Korosi Logam Baja Karbon dengan ................... 11
(Veawab dkk., 1997; Zhao dkk., 2004), sedangkan di
Indonesia diperkirakan mencapai 1 - 1,5 % dari PDB
(Produksi Domestik Brutto) atau mencapai angka
triliun rupiah (Supardi 2002). Oleh karena itu, kajian
mengenai penanggulangan korosi telah banyak
menarik perhatian berbagai kalangan dan telah
dimulai sejak tahun 1940-an. Korosi yang terjadi
pada bagian dalam pipa tidak dapat diatasi dengan
dengan cara pengecatan, perlindungan katoda
maupun pelepasan anoda, sehingga untuk
mengatasinya digunakan senyawa inhibitor korosi
(Kadirgan dan Suzer, 2001; Stupnisek-Lisac dkk.,
2002; Kalman dkk., 2004).
Inhibitor korosi adalah zat kimia, baik
senyawa anorganik maupun organik, yang bereaksi
dengan permukaan logam, atau dengan lingkungan
tempat permukaan logam berinteraksi, dan kemudian
memberikan perlindungan yang cukup pada
permukaan logam terhadap proses korosi (Bentiss
dkk.,
2004;
Lopez
dkk.,
2004).
Dalam
perkembangannya, penelitian korosi diarahkan pada
penggunaan senyawa organik sebagai inhibitor
korosi, karena murah, lebih ramah lingkungan, dan
daya inhibisi korosinya lebih efektif daripada
senyawa anorganik (Srhiri dkk., 1996; Heeg dkk.,
1998; Rajendran dkk., 2001; Stupnisek-Lisac dkk.,
2002). Di antara senyawa inhibitor korosi yang
potensial adalah senyawa turunan imidazol yang
telah diuji efisiensi inhibisinya di laboratorium,
bahkan beberapa di antaranya ada yang sudah
diaplikasikan di lapangan (Stupnisek-Lisac dkk.,
2002; Migahed dkk., 2003; Zhao dkk., 2004). Dalam
beberapa kasus, data hasil uji korosi yang dilakukan
di laboratorium belum cukup untuk menunjukkan
bahwa senyawa turunan imidazol merupakan
inhibitor korosi yang layak pakai di lapangan, karena
beberapa hasil uji daya inhibisi korosi di lapangan
menunjukkan adanya perbedaan dengan data hasil uji
di laboratorium. Hal ini disebabkan oleh banyaknya
parameter di lapangan yang disederhanakan pada saat
percobaan di laboratorium. Berdasarkan hal-hal
tersebut di atas, maka perlu dirumuskan suatu model
matematika yang dapat menggambarkan proses
terjadinya korosi pada logam untuk membantu
memahami mekanisme korosi yang terjadi pada
permukaan bagian dalam pipa, khususnya pipa dari
besi/baja karbon. Dengan menerapkan Teori Keadaan
Peralihan dan menggunakan persamaan MichaelisMenten
(yang
biasanya
digunakan
untuk
menggambarkan proses katalisis oleh enzim)
(Jirstrand dkk., 2004) untuk mendefinisikan laju
reaksi yang terjadi, diharapkan dapat menjawab
permasalahan korosi, yakni dengan cara menurunkan
suatu persamaan dinamis yang meninjau hubungan
antara penambahan inhibitor korosi dengan laju
korosi.

2. Eksperimental
2.1 Sintesis dan uji Inhibisi korosi senyawa turunan
imidazol
Senyawa turunan imidazol yang dipilih untuk
disintesis dan diuji daya inhibisi korosinya pada baja
karbon dalam larutan NaCl 1% menggunakan metode
ekstrapolasi Tafel dan weight loss adalah senyawa
turunan 4,5-difenil-1-vinilimidazol, imidazolin rantai
panjang (imidazolin oleat dan stearat) dan turunan
benzimidazol, sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 1. Senyawa-senyawa tersebut adalah: 2heksil-4,5-difenil-1-vinil-1H-imidazol (1), 2,4,5trifenil-1-vinil-1H-imidazol (2), 2-(4-metoksifenil)4,5-difenil-1-vinil-1H-imidazol (3) (Wahyuningrum
dkk.,
2008a);
((Z)-2-(2-(heptadek-8-enil)-4,5dihidroimidazol-1-il)etanamina) (4) dan (2-(2heptadesil-4,5-dihidroimidazol-1-il)etanamina)
(5)
(Wahyuningrum dkk., 2008b); disebut sebagai
senyawa benzimidazol (6), 1-benzil-2-fenil-1H-1,3benzimidazol (7), dan 2-fenil-1H-1,3-benzimidazol
(8) (Wahyuningrum dkk., 2008a).

Gambar 1. Senyawa turunan imidazol yang dipilih


untuk dijadikan model penentuan mekanisme inhibisi
korosi pada baja karbon dalam larutan NaCl 1%.
Alasan pemilihan senyawa-senyawa tersebut
untuk dijadikan acuan dalam pembuatan model
matematika pada mekanisme inhibisi korosi pada
baja karbon dalam larutan NaCl 1% adalah karena
senyawa-senyawa tersebut mewakili kelompok
senyawa imidazol, imidazolin dan benzimidazol yang
lazim diujikan sebagai inhibitor korosi pada baja
karbon. Dengan demikian diharapkan model yang
dihasilkan akan dapat mewakili ketiga kelompok
senyawa tersebut secara umum dan dapat bersesuaian
dengan hasil percobaan, karena pembuatan model ini
didasarkan pada hasil percobaan.
2.2 Penentuan daya inhibisi korosi
Penentuan daya inhibisi korosi dilakukan
dengan dua metode yaitu metode Tafel dan metode
weight loss. Metode Tafel diuraikan sebagai berikut:
setelah diperoleh produk sintesis murni, sekitar 2 mg
sampel masing-masing senyawa dilarutkan dalam
250 mL larutan NaCl 1% (w/v) menggunakan labu
takar 250 mL. Setiap larutan sampel diukur
menggunakan alat VoltaLab di laboratorium korosi,
Laboratorium Kimia Fisik Material, Program Studi
Kimia, ITB. Tiga buah elektroda, yaitu elektroda
kerja (baja karbon), elektroda pembanding (kalomel),
dan elektroda bantu (Pt), dicelupkan ke dalam larutan

12

Jurnal Matematika & Sains, April 2012, Vol. 17 Nomor 1

sampel. Setiap pengukuran diawali dengan


pengukuran larutan blanko, yaitu larutan NaCl 1%
(w/v) tanpa adanya senyawa inhibitor korosi. Dalam
metode Tafel, grafik yang diperoleh merupakan
aluran atau plot antara logaritma arus (log icor) dalam
satuan mA/cm2 dengan potensial (Ecor) dalam satuan
milivolt (mV). Penentuan daya inhibisi korosi dengan
metode weight loss adalah sebagai berikut: kupon
baja karbon dengan ukuran panjang 2 cm, lebar 1 cm,
dan ketebalan 0,075 cm dengan komposisi (%w):
0,23% Mn, 0,06% C, 0,05% Al, dan 99,56% Fe
direndam dalam 50 mL larutan NaCl 1% yang tanpa
dan dengan inhibitor bervariasi konsentrasi selama
10, 20 dan 30 hari pada 27oC. Efisiensi inhibisi
korosi dihitung dari selisih hilangnya bobot kupon
baja karbon dalam larutan tanpa dan dengan
inhibitor.
Tabel 1 dan 2 menampilkan perwakilan
sebagian data inhibisi korosi senyawa-senyawa yang
telah disintesis (senyawa 1 8) berdasarkan metode
Tafel dan metode weight loss. Secara umum data
lainnya ditampilkan dalam format grafik untuk lebih
jelas melihat kecenderungan pola perilaku masingmasing senyawa sebagai inhibitor korosi terhadap
baja karbon dalam larutan NaCl 1% berdasarkan
metode Tafel (Gambar 2) maupun weight loss
(Gambar 3-5). Data-data yang telah terhimpun
lengkap
kemudian
dijadikan
acuan
untuk
membangun model matematika yang bersesuaian
dengan data tersebut.

dengan icor tak-terinhibisi = laju korosi sistem tak


terinhibisi = icor, kerapatan arus korosi dalam sistem
tak terinhibisi (larutan blanko) (dalam mA/cm2); dan
icor terinhibisi = laju korosi sistem terinhibisi = icor,
kerapatan arus korosi dalam sistem terinhibisi (yang
mengandung inhibitor) (dalam mA/cm2).
Adapun data lengkap hasil pengukuran dengan
metode Tafel untuk kedelapan senyawa yang
dijadikan model pada beberapa variasi konsentrasi
ditampilkan pada Gambar 2 berikut.

Tabel 1. Data daya inhibisi korosi senyawa turunan


imidazol dan imidazolin terhadap logam baja karbon
menggunakan metode Tafel pada konsentrasi 8 ppm
dalam larutan elektrolit NaCl 1% pada suhu 27 oC.

Sedangkan hasil-hasil data inhibisi korosi


senyawa 1 8 berdasarkan metode weight loss
ditampilkan pada Tabel 2. Metode weight loss
merupakan metode yang paling umum digunakan
dalam menentukan laju korosi, yaitu menentukan
perubahan berat suatu logam sebelum dan sesudah
terjadi korosi lalu dikonversikan ke suatu persamaan
untuk menghitung laju korosinya dan dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut (Rafiquee dkk.,
2008):

Senyawa

icor NaCl 1%
(mA/cm2)

icor Sampel
(mA/cm2)

1
2
3
4
5
6
7
8

0,1298
0,1298
0,1262
0,1768
0,1768
0,1309
0,1309
0,1235

0,0867
0,1058
0,0969
0,1199
0,1543
0,0955
0,0807
0,0918

Efisiensi
Inhibisi
Korosi (%)
33,20
18,49
23,22
32,18
12,73
27,04
38,35
25,67

Besarnya
%
efisiensi
inhibisi
ditentukan
menggunakan persamaan berikut (Kuznetsov, 2002;
Wahyuningrum dkk., 2008a):
Efisiensi Inhibisi (% EI)
= 100 x

(icor tak-terinhibisi - icor terinhibisi )


icor tak-terinhibisi

(1)

Gambar 2. Aluran persen efisiensi inhibisi korosi


untuk senyawa 1 8 pada berbagai konsentrasi (8,
16, 32, 40, 60 dan 80 ppm) dalam larutan NaCl 1%
menggunakan metode Tafel.

Wcorr ( g / th) W0 Wt x

hari dalam 1 tahun


hari percobaan

(2)

dengan Wcorr adalah perubahan berat sebelum dan


sesudah terjadi korosi (g/th) setelah dilakukan
percobaan. Efisiensi inhibisi korosi dari data metode
pengurangan berat dapat ditentukan menggunakan
persamaan berikut:
Efisiensi Inhibisi (% EI)
= 100 x

(Wcorr tak-terinhibisi - Wcorr terinhibisi )


Wcorr tak-terinhibisi

(3)

Wahyuningrum dkk., Model Matematika pada Mekanisme Laju Korosi Logam Baja Karbon dengan ................... 13

Tabel 2. Data daya inhibisi korosi senyawa turunan imidazol dan imidazolin terhadap logam baja karbon
menggunakan metode Weight Loss pada konsentrasi 8 ppm dalam larutan elektrolit NaCl 1% pada suhu 27 oC
selama 10 hari.
Senyawa
Tanpa inhibitor
(hanya larutan NaCl
1%)
1
2
3
4
5
6
7
8

Massa Kupon
Awal, W0 (g)

Massa Kupon
Akhir, Wt (g)

Massa Hilang,
Wcorr (g/thn)

%EI

0,9301

0,9214

0,31755

0,8662
0,9212
0,8593
0,9171
0,9124
0,8997
0,9075
0,8795

0,8605
0,9144
0,8527
0,9113
0,9051
0,8936
0,9023
0,8733

0,20805
0,2482
0,2409
0,2117
0,26645
0,22265
0,1898
0,2263

34,48
21,84
24,14
33,33
16,09
29,89
40,23
28,74

Adapun data lengkap hasil pengukuran dengan


metode weight loss untuk kedelapan senyawa yang
dijadikan model pada beberapa variasi konsentrasi
ditampilkan pada Gambar 3-6 berikut.

Gambar 5. Aluran persen efisiensi inhibisi korosi


untuk senyawa 1 8 pada berbagai konsentrasi (8,
16, 32, 40, 60 dan 80 ppm) dalam larutan NaCl 1%
menggunakan metode weight loss dengan lama
perendaman 20 hari.

Gambar 3. Aluran persen efisiensi inhibisi korosi


untuk senyawa 1 8 pada berbagai konsentrasi (8,
16, 32, 40, 60 dan 80 ppm) dalam larutan NaCl 1%
menggunakan metode weight loss dengan lama
perendaman 1 hari.

Gambar 6. Aluran persen efisiensi inhibisi korosi


untuk senyawa 1 8 pada berbagai konsentrasi (8,
16, 32, 40, 60 dan 80 ppm) dalam larutan NaCl 1%
menggunakan metode weight loss dengan lama
perendaman 30 hari.

Gambar 4. Aluran persen efisiensi inhibisi korosi


untuk senyawa 1 8 pada berbagai konsentrasi (8,
16, 32, 40, 60 dan 80 ppm) dalam larutan NaCl 1%
menggunakan metode weight loss dengan lama
perendaman 10 hari.

Berdasarkan Gambar 3-6 di atas, kemudian


dibuat aluran antara persen efisiensi inhibisi korosi
kedelapan senyawa inhibitor pada konsentrasi 80
ppm terhadap waktu (dalam tahun), yang ditampilkan
pada Gambar 7 berikut. Berdasarkan data dan aluran
inilah kemudian pemodelan matematika untuk laju
inhibisi korosi pada waktu yang lebih lama
dilakukan.

14

Jurnal Matematika & Sains, April 2012, Vol. 17 Nomor 1


berdasarkan pada Teori Keadaan Peralihan (Braun
dan Martin, 1993), dimana logam terlebih dahulu
berubah menjadi ion-ion logam (keadaan peralihan)
sebelum menjadi hasil reaksi (produk terkorosi),
seperti pada skema berikut ini:
a
c

N
(4)
L
K
b

Gambar 7. Aluran persen efisiensi inhibisi korosi


untuk senyawa 1 8 pada konsentrasi 80 ppm dalam
larutan NaCl 1% terhadap waktu (dalam tahun)
berdasarkan data dari metode weight loss.
3. Analisis Data dan Pemodelan Matematika
3.1 Model matematika tanpa inhibitor
Penelitian menggunakan model Matematika
mengenai efektivitas inhibisi korosi pada logam baja
belum banyak berkembang. Dalam berbagai literatur
sudah banyak rumus Matematika yang menyatakan
laju korosi tapi bukan berupa sistem dinamik yang
dapat diamati perubahannya berdasarkan waktu.
Penelitian ini bertujuan mengembangkan model laju
korosi pada logam baja untuk memahami
perubahannya apabila inhibitor korosi ditambahkan,
dan mendapatkan parameter-parameter dalam model
yang menentukan keefektifan inhibisi korosi pada
logam baja, karena penambahan volume bahan
penghambat tanpa perhitungan yang tepat terbukti
tidak menghambat korusi secara signifikan. Model
matematika yang dibangun dalam paper ini
merupakan pengembangan dari model awal
sebelumnya (Wahyuningrum dkk., 2009) yang
didasarkan pada data hasil percobaan di laboratorium
sebagaimana ditampilkan pada sub-bagian 2 di atas,
terutama Gambar 7. Pada model dasar ini sudah dapat
ditentukan parameter-parameter dari konsentrasi
inhibitor yang berpengaruh dalam perubahan laju
korosi
namun
validasi
dari
laboratorium
menunjukkan perlunya model ini dikembangkan.
Dalam menentukan efektivitas inhibisi suatu
bahan organik dalam menghambat laju korosi logam
baja, maka dikembangkan model laju korosi
berdasarkan Teori Keadaan Peralihan, sehingga
model ini ditinjau empat kompartemen utama dalam
sistem, yaitu logam, ion-ion logam atau logam dalam
keadaan peralihan, produk terkorosi, dan inhibitor
korosi, sehingga perubahan yang terjadi dapat lebih
terlihat. Dalam penelitian ini fungsi input dalam
penambahan inhibitor korosi pada sistem ini diamati
berdasarkan pengamatan laboratorium kimia,
sehingga fungsi input yang tepat dapat menentukan
keefektifan inhibisi pada laju korosi. Dari model
dasar yang sudah diperoleh maka dapat dilakukan
modifikasi berupa sistem yang hybrid antara sistem
dinamis tanpa inhibitor dan dengan inhibitor
sehingga perilaku solusinya pada dunia nyata dapat
didekati lebih baik daripada sebelumnya. Model
matematika dari mekanisme korosi tersebut

dimana L mewakili logam yang akan terkorosi, N


mewakili ion-ion logam yang merupakan logam
dalam keadaan peralihan, dan K mewakili hasil
reaksi (produk terkorosi). Konsentrasi dari ketiga
komponen di atas menjadi kompartemen dalam
model matematika dari mekanisme laju korosi
sebelum penambahan inhibitor. Untuk melihat
pengaruh penambahan inhibitor pada model ini
ditambahkan satu kompartemen baru yaitu
konsentrasi dari inhibitor korosi, yang disebut I.
Persamaan Michaelis-Menten (Jirstrand dkk.,
2004) digunakan untuk menjelaskan besarnya laju
reaksi yang terjadi dalam sistem. Pemilihan
persamaan Michaelis-Menten untuk mendekati
mekanisme proses korosi pada sistem yang diteliti
adalah karena banyak literatur menunjukkan bahwa
adanya keadaan intermediet logam yang terkorosi
sebelum menjadi produk terkorosinya (StupnisekLisac dkk., 2002; Migahed dkk., 2003; Zhao dkk.,
2004, Wahyuningrum dkk., 2008a), sebagaimana
halnya intermediet substrat-enzim (ES) dalam
persamaan Michaelis-Menten (Wahyuningrum dkk.,
2009).
Beberapa
asumsi
digunakan
dalam
mengkonstruksi model (Wahyuningrum dkk., 2009),
diantaranya adalah perubahan konsentrasi persatuan
waktu dari masing-masing faktor dianggap linier, laju
pembentukan ion-ion logam (logam dalam keadaan
peralihan) sama dengan laju penguraian ion-ion
logam kembali menjadi logam. Dengan asumsi
tersebut, diperoleh model mekanisme laju korosi
berdasarkan Persamaan (4) tanpa penambahan
inhibitor, seperti di bawah ini:
dL
bN aL
dt

(5)

dN
pL
aL bN
dt
rL

(6)

dK
pL

dt
rL
dengan kondisi awal:
L(0) L0

N (0) N 0

(7)

K (0) K 0

(8)

Persamaan (6) menunjukkan perubahan


banyaknya logam per satuan waktu yang
penambahannya dipengaruhi oleh laju perubahan ionion logam kembali menjadi logam (ditunjukkan oleh
perkalian bN) dan pengurangannya dipengaruhi oleh
laju perubahan logam menjadi ion-ion logam
(ditunjukkan oleh perkalian aL). Persamaan (7)
menunjukkan perubahan konsentrasi ion-ion logam
(logam dalam keadaan peralihan) per satuan waktu

Wahyuningrum dkk., Model Matematika pada Mekanisme Laju Korosi Logam Baja Karbon dengan ................... 15
yang penambahannya dipengaruhi oleh laju
perubahan logam menjadi ion-ion logam dan
pengurangannya dipengaruhi oleh laju perubahan
ion-ion logam kembali menjadi logam, serta laju
perubahan ion-ion logam menjadi produk terkorosi
yang dijelaskan oleh Persamaan (4). Persamaan (8)
menjelaskan penambahan konsentrasi produk
terkorosi per satuan waktu yang hanya dipengaruhi
oleh laju perubahan ion-ion logam (logam dalam
keadaan peralihan) menjadi produk terkorosi yang
dijelaskan oleh Persamaan (4).
Analisis sensivitas model dilakukan dengan
melihat perubahan laju korosi akibat perubahan nilai
dari 2 parameter yang ada, yaitu laju perubahan
logam menjadi ion-ion logam (a) dan laju reaksi
maksimum p pada persamaan Michaelis-Menten.
Pemilihan nilai parameter ini harus menunjukkan
kesesuaian dengan keadaan nyata, misal konsentrasi
senyawa logam tidak dapat bertambah selama proses
korosi berlangsung dan konsentrasi senyawa korosi
tidak pernah melebihi konsentrasi awal dari logam.
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai parameter a
yang memungkinkan adalah lebih besar daripada
0,45. Nilai parameter yang mungkin untuk p
bergantung pada nilai dari a, karena semakin besar
nilai a maka semakin besar nilai p yang mungkin.
Contohnya untuk a = 0,838, nilai p yang mungkin
adalah lebih kecil dari 1,4. Sedangkan untuk a = 0,5 ,
p <= 1 dan untuk a = 1, p < = 1,6.
3.2 Modifikasi model matematika dengan inhibitor
Pada sistem berikut ini, penambahan senyawa
inhibitor yang memberikan model matematika
sebagai berikut:
dL
bN aL
dt

(9)

dL
pL
pI
aL bN

dt
rL rI

(10)

dK
pL
pI

dt r L r I

(11)

dI
Pi

s
dt
rI
dengan kondisi awal:

(12)

L(0) L0 N (0) N 0 K (0) K 0 I (0) I 0


(13)
Adanya penambahan inhibitor ditunjukkan
adanya suku baru dalam Persamaan (10) dan (12).
Disamping itu, muncul satu persamaan baru yang
menjelaskan perubahan konsentrasi senyawa
inhibitor per satuan waktu. Persamaan (9) yang
menjelaskan perubahan banyaknya logam per satuan
waktu tidak terpengaruh oleh penambahan inhibitor
dan persamaannya sama dengan Persamaan (5).
Sedangkan untuk persamaan yang menjelaskan
perubahan konsentrasi ion-ion logam dalam larutan,
yaitu Persamaan (10), faktor yang mempengaruhinya

bertambah dengan adanya reaksi atau interaksi antara


inhibitor
dengan
logam
dan
lingkungan,
menggantikan reaksi logam dengan lingkungan. Di
sini pengaruh inhibitor bertanda positif yang
menjelaskan bahwa inhibitor fungsinya menghambat
pembentukan ion-ion logam dan bukan mempercepat.
Persamaan (11) menjelaskan perubahan konsentrasi
produk terkorosi per satuan waktu yang dipengaruhi
oleh reaksi logam dengan lingkungan, serta reaksi
atau interaksi antara inhibitor dengan logam dan
lingkungan. Faktor inhibitor bernilai negatif karena
konsentrasi produk terkorosi berkurang seiring
penambahan inhibitor ke dalam sistem. Terakhir,
Persamaan (12) menjelaskan perubahan konsentrasi
senyawa inhibitor per satuan waktu, dimana
konsentrasi senyawa inhibitor akan berkurang dengan
laju yang dijelaskan oleh Persamaan (4) dan
bertambah dengan penambahan inhibitor secara
konstan sebesar s pada sistem. Pada subbab
selanjutnya akan dibahas mengenai perubahan yang
terjadi karena penambahan inhibitor tersebut.
4. Simulasi Numerik
4.1 Penambahan inhibitor hanya pada saat awal
Seperti yang disebutkan pada subbab
sebelumnya, pengambilan nilai parameter a, b, c, p
perlu dicermati dengan baik karena hasil grafik harus
sesuai dengan keadaan nyata. Seperti pada model
sebelumnya (Wahyuningrum dkk., 2009), nilai
parameter a dan b sama sesuai dengan asumsi yang
dipakai, parameter r yang ekivalen dengan tetapan
Michaelis-Menten didapatkan dari (b+c)/a. Nilai
parameter c didapat dari data laboratorium yaitu
sebesar 0,15. Pada simulasi subbab ini dan subbab
selanjutnya ditentukan nilai a = 0,5 dan p = 1.
Penambahan inhibitor pada saat awal saja
ditunjukkan oleh model (3.6) (3.9) dengan s = 0.
Pada Gambar 8, nilai awal I0 menghasilkan
perubahan kemiringan pada kurva logam. Semula
untuk I0 = 0, kurva konsentrasi logam ditunjukkan
pada garis hitam paling bawah yang sudah bernilai
0,05 saat t = 5 tahun. Parameter waktu yang
digunakan adalah dalam satuan tahun, karena ini
bersesuaian dengan parameter laju korosi dalam
satuan mm per tahun (mmpy). Laju korosi
maksimum yang diizinkan dalam pipeline (pipa
penyalur) adalah 5 mpy (mils per year, 1 mpy =
0,001 in/year), sedangkan normalnya adalah 1 mpy
atau kurang, dengan 1 Mpy = 0.0254 mmpy (Perez,
2004). Dengan bertambahnya nilai I0, kurva yang
terbentuk semakin landai, ditandai dengan lebih
besarnya nilai L saat t = 5 tahun. Contohnya untuk
I0 = 0,4 (garis hijau), konsentrasi logam sebesar 0,16
atau 3,2 kali lipat dari nilai semula saat yang sama.
Akan tetapi perubahan laju logam yang terkorosi
tidak menghentikan proses korosi karena pada saat
akhir (t = 15 tahun) konsentrasi logam berakhir
dengan nilai nol.

16

Jurnal Matematika & Sains, April 2012, Vol. 17 Nomor 1


linier dengan laju penurunan 0,48. Akan tetapi hal ini
tidak berlaku untuk I0 > 0,9 hingga menuju 1, yaitu
mengalami penurunan yang lebih tajam. Hal ini
menunjukkan bahwa sampai konsentrasi tertentu
penambahan inhibitor korosi ke dalam sistem dapat
menghambat proses korosi yang ditunjukkan dengan
menurunnya jumlah produk terkorosi yang terbentuk.
4.2 Penambahan inhibitor secara kontinu

Gambar 8. Perubahan konsentrasi logam dengan


nilai awal inhibitor seiring waktu. Keterangan: I(0) =
jumlah inhibitor korosi yang ditambahkan.

Pada sub-bab sebelumnya, penambahan


inhibitor sekali saja pada saat awal tidak efektif
menghentikan proses korosi. Oleh karena itu model
diperbaiki dengan memasukkan faktor penambahan
inhibitor secara kontinu. Model matematika (9)
(12) dengan s > 0 menunjukkan perubahan laju
korosi dengan adanya penambahan inhibitor secara
kontinu dengan laju konstan s. Pada Gambar 8, laju
konsentrasi logam terlihat mengalami perlambatan
dan terhenti pada sekitar t > 7 tahun, sehingga saat t =
15 tahun terdapat konsentrasi logam yang tidak
mengalami korosi.

Gambar 9. Perubahan konsentrasi produk terkorosi


dengan nilai awal inhibitor seiring waktu.
Keterangan: I(0) = jumlah inhibitor korosi yang
ditambahkan pada saat awal.
Pada Gambar 9, penambahan inhibitor
menunjukkan perlambatan pertambahan konsentrasi
produk terkorosi namun tidak menghentikannya.
Dengan mempertimbangkan keadaan yang nyata,
dimana produk terkorosi mempunyai konsentrasi
maksimum 1, yaitu sesuai dengan konsentrasi
maksimum logam pada model ini, maka penambahan
inhibitor dapat dilakukan saat awal dengan
konsentrasi lebih dari 0,3. Pada nilai di bawahnya,
produk terkorosi mencapai nilai lebih besar dari 1
sebelum kembali menjadi 1, dan ini tidak sesuai
dengan keadaan sebenarnya.

Gambar 11. Perubahan konsentrasi logam dengan


penambahan inhibitor kontinu seiring waktu.
Keterangan: s = laju penambahan inhibitor secara
konstan.
Pada keadaan nyata, logam tidak akan
bertambah karena penambahan inhibitor. Oleh karena
itu laju penambahan inhibitor yang mungkin menurut
Gambar 11 paling maksimum adalah 0,08, dan logam
yang tersisa saat t = 15 tahun adalah 0,08267.
Sedangkan perubahan konsentrasi senyawa produk
terkorosi pada Gambar 12 menunjukkan bahwa saat
laju penambahan inhibitor 0,08 mengakibatkan
proses korosi berhenti dengan produk terkorosi yang
terbentuk saat t = 15 tahun adalah 0,8341.

Gambar 10. Penurunan nilai konsentrasi produk


terkorosi saat t = 5 tahun.
Gambar 10 menunjukkan salah satu contoh
keadaan di mana nilai konsentrasi senyawa produk
terkorosi mengalami penurunan bila diukur saat t = 5
tahun. Saat nilai I0 (jumlah inhibitor yang
ditambahkan pada saat awal) dari 0,2 sampai 0,9
maka penurunan nilai konsentrasinya berlangsung

Gambar 12. Perubahan konsentrasi produk terkorosi


dengan penambahan inhibitor kontinu seiring waktu.
Keterangan: s = laju penambahan inhibitor secara
konstan.

Wahyuningrum dkk., Model Matematika pada Mekanisme Laju Korosi Logam Baja Karbon dengan ................... 17
Berdasarkan
kedua
model
yang
dikembangkan, yaitu model penambahan inhibitor
pada saat awal maupun model penambahan inhibitor
secara kontinu (lihat Gambar 8 dan Gambar 11),
ternyata terdapat kesesuaian antara hasil pemodelan
matematika dengan data percobaan yang ditampilkan
pada Gambar 7, dimana seiring waktu, penambahan
inhibitor korosi memang memperlambat proses
korosi, namun semakin lama efisiensi inhibisi
korosinya semakin berkurang. Hal ini menunjukkan
bahwa inhibitor korosi hanya berfungsi untuk
memperlambat laju korosi pada baja karbon saja yang
pada konsentrasi optimum tertentu menunjukkan
efisiensi inhibisi korosi cukup signifikan.
5. Kesimpulan
Berdasarkan konstruksi model dengan
penambahan senyawa inhibitor pada saat awal,
konsentrasi produk terkorosi mengalami penurunan,
misalnya pada saat t = 5 tahun laju penurunannya
adalah 0,48 untuk setiap kenaikan nilai penambahan
inhibitor sebesar 0,1, namun belum dapat
menghentikan laju korosi secara signifikan.
Sedangkan pada model penambahan inhibitor secara
kontinu dengan laju konstan, dapat ditunjukkan
terjadi penghentian proses korosi karena adanya
logam yang tersisa saat t = 15 tahun. Akan tetapi
model di atas masih perlu pengembangan dengan
memastikan keadaan di mana proses korosi akan
terhenti pada saat waktu yang sangat lama. Secara
umum model matematika dengan penambahan
inhibitor secara kontinu bersesuaian dengan data
daya inhibisi korosi secara eksperimen untuk
senyawa 1-8 yang telah disintesis, yaitu bahwa
penambahan konsentrasi senyawa-senyawa tersebut
ke dalam larutan NaCl 1% cenderung menaikkan
efisiensi inhibisi korosinya. Hal ini berarti bahwa
peningkatan konsentrasi inhibitor korosi berpotensi
untuk dapat menghambat laju korosi secara
signifikan.
6. Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang terlibat. Penelitian ini didanai oleh
Riset KK ITB 2009 dengan Surat Perjanjian
Pelaksanaan Riset No. 246/K01.7/PL/2009. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada FMIPA- ITB,
LPPM ITB atas fasilitas di laboratorium kimia
organik sintesis dan laboratorium korosi Kimia Fisik
Material FMIPA ITB.
Daftar Pustaka
Bentiss, F., M. Traisnel, H. Vezin, H. F. Hildebrand
and M. Lagrene, 2004, 2,5-Bis(4dimethylaminophenyl)-1,3,4-oxadiazole and
2,5-bis(4-dimethylaminophenyl)-1,3,4thiadiazole as corrosion inhibitors for mild
steel in acidic media, Corrosion Sci., 46,
2781-2792.

Braun and Martin, 1993, Ordinary Differential


Equation and Their Application, New York,
Springer-Verlag.
Cruz, J., T. Pandiyan and E. Garca-Ochoa, 2005, A
new inhibitor for mild carbon steel:
Electrochemical and DFT studies, J.
Electroanal. Chem., 583, 8-16.
Heeg, B., D. Klenerman and T. Moros, 1998,
Persistency of corrosion inhibitor films on
C-steel under multiphase flow conditions:
Part I: The jet-cylinder arrangement,
Corrosion Sci., 40:8, 1303-1311.
Hong, T. and W. P. Jepson, 2001, Corrosion inhibitor
studies in large flow loop at high
temperature and high pressure, Corrosion
Sci., 43, 1839-1849.
Jirstrand, M., D. Wolters-Pratzel, J. L. Almquist,
J.W. Deitmer, 2004, Systems Biology Mathematical Modelling of Cellular
Processes, Gothenberg, Germany.
Jones, D. A., 1992, Principles and Prevention of
Corrosion. Singapore, Macmillan Publishing
Company.
Kadirgan, F. and S. Suzer, 2001, Electrochemical and
XPS studies of corrosion behavior of a low
carbon steel in the presence ofFT2000
inhibitor, J. Electron. Spectrosc., 114, 597601.
Kalman, E., J. Telegdi and T. Rigo, 2004, Nanolayer
barriers for inhibition of copper corrosion.
Corrosion Engineering, Sci. Tech., 39:1,
65-70.
Kuznetsov, Y. I. (2002). Current State of the Theory
of Metal Corrosion Inhibition, Prot. Met+.,
38:2, 103-111.
Lopez, D. A., W. H. Schreiner, S. R. de Sanchez and
S. N. Simison, 2004, The influence of
inhibitors molecular structure and steel
microstructure on corrosion layers in CO2
corrosion:
An
XPS
and
SEM
characterization, Appl. Surf. Sci., 236, 77-97.
Migahed, M. A., H. M. Mohamed and A. M.
Alsabagh, 2003, Corrosion inhibition of H11 type carbon steel in 1 M hydrochloric
acid solution by N-propyl amino lauryl
amide and its ethoxylated derivatives,
Mater. Chem. Phys., 80, 169-175.
Perez, N., 2004, Electrochemistry and Corrosion
Science. New York, Boston, Dordrecht,
London, Moscow, Kluwer Academic
Publishers.
Rafiquee, M.Z.A, N. Saxena, S. Khan, and M. A.
Quraishi, 2008, Influence of Surfactans on
The Corrosion Inhibition Behavior of 2aminophenyl-5-mercapto-1-oxa-3,4-diazole
(AMOD) on Mild Steel, Mater. Chem.
Phys., 107, 528 533.
Rajendran, S., B. V. Apparao, N. Palaniswamy, V.
Periasamy and G. Karthikeyan, 2001,

18

Jurnal Matematika & Sains, April 2012, Vol. 17 Nomor 1

Corrosion
inhibition
by
strainless
complexes. Corrosion Sci., 43, 1345-1354.
Srhiri, A., M. Etman and F. Dabosi, 1996, Electro
and Physicochemical Study of Corrosion
Inhibition of Carbon Steel in 3% NaCl y
Alkylimidazoles, Electrochimica Acta, 41:3,
429 - 437.
Stupnisek-Lisac, E., A. Gazivoda and M. Madzarac,
2002, Evaluation of non-toxic corrosion
inhibitors for copper in sulphuric acid,
Electrochimica Acta, 47, 4189-4194.
Supardi, R., 2002, Korosi dan Kegagalan yang
Terjadi
Pada
Pengecatan
Otomotif.
Bandung, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Industri Logam dan Mesin;
Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Veawab, A., P. Tontiwachwuthikul and S. D. Bhole,
1997, Studies of Corrosion and Corrosion
Control in a CO2--2-Amino-2-methyl-1propanol (AMP) Environment, Ind. Eng.
Chem. Res., 36, 264-269.
Wahyuningrum, D., S. Achmad, Y. M. Syah, Buchari
and B. Ariwahjoedi, 2008a. The Correlation
between Structure and Corrosion Inhibition
Activity of 4,5-Diphenyl-1-vinylimidazole
Derivative Compounds towards Mild Steel

in 1% NaCl Solution, Int. J. Electrochem.


Sci., 3, 154 166, ISSN 1452-3981.
Wahyuningrum, D., S. Achmad, Y. M. Syah, Buchari
and B. Ariwahjoedi, 2008b, The Microwave
Assisted Organic Synthesis of Imidazoline
Derivative
Compounds
and
The
Investigation of Their Corrosion Inhibition
Activity towards Carbon Steel in 1% NaCl
Solution, ITB J. Sci., 40 A, 1, 33-48, ISSN
1978-3043.
Wahyuningrum, D., N. Nuraini, N. Sumarti, and A.
Yusuf, 2009, Mathematical Model in Study
of Corrosion Inhibition Mechanism of
Imidazole Derivative Compounds towards
Carbon Steel in 1% NaCl Solution.
Proceedings of The 5th Asian Mathematics
Conference, June 2009, Kuala Lumpur,
Malaysia.
Zhao, L., H. K. Teng, Y. S. Yang and X. Tan, 2004,
Corrosion inhibition approach of oil
production systems in offshore oilfield.
Mater. Corros., 55:9, 684-688.

Anda mungkin juga menyukai