Anda di halaman 1dari 11

Qana'ah

Syeikh Abul Qasim al-Qusyairy

Allah swt. Berfirman

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki laki maupun


perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
kami berikan kepadanya kehidupan yang baik." (Q.S. An Nahl: 97).

Diriwayatkan oleh jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah saw. telah


bersabda:
"Qana'ah (menerima pemberian Allah) adalah harta yang tidak
pernah sirna." (H.r. Thabrani)

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:
"Jadilah orang yang wara’ maka engkau akan menjadi orang yang paling berbakti kepada Allah
swt. jadilah engkau orang yang menerima (pemberian Nya), engkau akan menjadi orang yang
paling bersyukur. Cintailah manusia sebagaimana (kamu mencintai) dirimu sendiri, maka engkau
menjadi orang yang beriman. Perbaikilah dalam hidup bertetangga dengan tetanggamu, engkau
akan menjadi orang Muslim. Dan sedikitlah tertawa, sebab banyak tertawa itu mematikan hati.”
(H.r. Baihaqi). Dikatakan, "Orang-orang miskin itu mati, kecuali mereka yang dihidupkan Allah
dengan kebesaran qana'ah. "Bisyr al Hafi berkata, "Qana'ah adalah seorang raja yang hanya
tinggal di dalam hati yang beriman. "Abu Sulaiman ad-Darany berkomentar, "Hubungan qana'ah
dengan ridha adalah seperti hubungan antara maqam wara' dengan zuhud. Qana'ah adalah awal
ridha, dan wara' adalah awal zuhud. "Dikatakan, "Qana'ah adalah sikap tenang dalam
menghadapi hilangnya sesuatu yang biasa ada. "Abu Bakr al-Maraghy menjelaskan, "Orang
yang cerdas adalah orang yang menangani urusan dunianya dengan qana'ah dan tidak
bergegas-gegas, tapi menangani urusan akhiratnya dengan penuh kerakusan dan ketergesaan,
menangani urusan agamanya dengan ilmu dan ijtihad. "Abu Abdullah bin Khafif berkata,
"Qana'ah adalah meninggalkan keinginan terhadap apa yang telah hilang atau yang tidak dimiliki,
dan menghindari ketergantungan kepada apa yang dimiliki. "Dikatakan mengenai firman Allah
swt, "Allah akan menganugerahi mereka rezeki yang berlimpah," (Q.s. AI Hajj: 88), bahwa yang
dimaksud di Sini adalah qana'ah. Muhammad bin Ali at-Tirmidzy menegaskan, "Qana'ah adalah
kepuasan jiwa terhadap rezeki yang diberikan. "Dikatakan, "Qana'ah adalah menemukan
kecukupan di dalam apa yang ada dan tidak menginginkan apa yang tiada.

Wahb menuturkan, "Kehormatan dan kekayaan berkelana mencari teman. Mereka berjumpa
dengan qana'ah, dan mereka hinggap menetap padanya. "Dikatakan, "Orang yang merasa
qana'ah akan menemukan bubur yang lezat." Dikatakan juga, "Orang yang selalu kembali
kepada Alah swt. dalam segala hal, akan dianugerahi qana'ah. "Dalam sebuah cerita disebutkan
ketika Abu Hazim melewati seorang penjual daging yang mempunyai sejumlah daging berlemak,
si penjual berkata kepadanya, 'Ambillah sedikit, wahai Abu Hazim, karena daging ini berlemak!"
Abu Hazim menjawab, 'Aku tidak membawa uang." Sipedagang berkata, 'Aku beri engkau waktu
untuk membayarnya." Abu Hazim menjawab, "jiwaku masih lebih baik menunggu daripadamu."

Salah seorang Sufi ditanya, "Siapakah orang paling qana'ah di antara ummat manusia?" Ia
menjawab, "Yaitu orang yang paling berguna bagi ummat manusia dan paling sedikit upahnya."
Dikatakan dalam kitab Zabur, "Orang yang qana'ah adalah orang yang kaya, sekalipun ia dalam
keadaan lapar. "Dikatakan, "Allah swt. menempatkan lima perkara dalam lima tempat:
Keagungan dalarn lbadat, kehinaan dalam dosa, kekhidmatan dalam bangun malam,
kebijaksanaan dalam perut kosong, dan kekayaan/cukup dalam qana'ah. "Ibrahim al-Maristany
berkata, "Lakukanlah pembalasan terhadap kerakusanmu dengan qana'ah sebagaimana engkau
membalas dendam kepada musuhmu dengan qisas". Dzun Nuun al-Mishry berkata, "Orang yang
qana'ah selamat dari orang orang semasanya dan berjasa atas semua orang."
Dikatakan, "Orang yang qana'ah akan menemukan istirah dari kecemasan dan berjaya atas
segala sesuatu. "Al-Kattany mengatakan, "Barangsiapa menjual kerakusan demi qana'ah berarti
telah memperoleh keagungan dan kebesaran. "Dikatakan, "Kesedihan dan rasa gelisah menjadi
panjang bagi orang yang matanya mengejar apa yang dimiliki orang lain. "Kaum Sufi sering
membacakan syair berikut: Betapa indahnya pemuda, dari hari hari yang lapar
lebih terhormat dari kekayaan yang disertai lapar. Dalam suatu cerita disebutkan, "Seorang laki
laki melihat seorang yang bijaksana sedang mengunyah potongan-potongan sayur yang dibuang
di tempat air, dan berkata kepadanya, 'Jika saja Anda mau mengabdi kepada sultan, niscaya
Anda tidak perlu makan makanan begini.' Orang bijak itu menjawab, 'Dan Anda, seandainya saja
Anda Mau berqana'ah dengan makanan begini, niscaya Anda tidak perlu mengabdi kepada
sultan'."
Mengenai firman Allah swt.: "'Sesungguhnya orang orang yang banyak berbakti benar benar
berada dalam surga yang penuh kenikmatan.” (Q.s. Al Infithar: 13).

Dikatakan bahwa kata na'im adalah qana'ah di dunia. Dalam ayat berikutnya:
“Dan sesungguhnya orang orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.” (Q.s. Al
Infithar: 14).

Kata jahim berarti kerakusan di dunia. Mengenal firman Allah swt.:


"Tahukah kamu, apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari
perbudakan." (Q.s. Al- Balad:123). Dikatakan bahwa ayat ini berarti, "membebaskan orang dari
kerendahan sifat tamak". Dikatakan bahwa firman Allah swt, "Sesungguhnya Allah bermaksud
hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait," (Q.s. Al Ahzab: 33), berarti,
"menghilangkan sifat kikir dan iri". Dan firman Nya selanjutnya, "Dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya." (Q.s. Al Ahzab: 33), berarti, "melalui sifat murah hati dan tidak pelit dalam
memberi".

Mengenal firman Allah swt, "Ia berkata, 'Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah
kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku'." (Q.s. Shaad: 35),
berarti, "Anugerahkanlah kepadaku derajat qana'ah yang dapat membuatku sendiri, dibanding
sibuk dengan persoalanku, yang dengannya aku akan merasa ridha dengan ketentuan Mu."

Dikatakan mengenal firman Allah swt, “Aku (Sulaiman) pasti akan menghukum (burung Hud hud)
dengan hukuman yang pedih," (Q.s. An Naml: 21), bahwa ayat ini berarti, 'Aku akan
menanggalkan darinya sifat qana'ah dan memberinya cobaan dengan sifat rakus," yakni, "Aku
akan memohon kepada Allah swt. agar melakukan hal itu terhadapnya."
Abu Yazid al Bisthamy ditanya, "Bagaimana Anda bisa sampai pada kedudukan sekarang ini?" Ia
menjawab, 'Aku mengumpulkan harta benda dunia ini lalu mengikatnya dengan tali qana'ah. Lalu
aku menempatkan mereka dalam ketepil keikhlasan dan melontarkannya ke lautan putus asa.
Maka aku pun bisa istirahat. "Abdul Wahhab, paman Muhammad bin Farhan, menuturkan, "Aku
sedang duduk duduk bersama al Junayd di saat musim haji, dan di sekelilingnya ada sekelompok
besar orang non Arab, termasuk beberapa orang yang telah dibesarkan di lingkungan orang
Arab. Seseorang datang kepadanya dengan membawa uang limaratus dinar, yang diletakkannya
di hadapan al Junayd, lalu Junaid berkata, 'Sebarkan kepada orang orang fakir,' sambil bertanya
kepadanya, Apakah kamu masih punya uang selain ini?' Ia menjawab, Ya, aku masih punya
banyak.' Al Junayd bertanya kepadanya, Apakah kamu ingin memperoleh lebih banyak dari yang
kamu miliki sekarang?' la menjawab, 'Ya.' Maka al Junayd lalu berkata kepadanya, Ambillah
kembali uangmu ini, sebab engkau lebih memerlukannya daripada kami.' Junayd tidak
menerimanya."
Bahaya Pergunjingan

Syeikh Abul Qasim al-Qusyairy

Allah swt. berfirman:

"Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.


Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging sudah mati?
Maka tentulah kamu merasa jijik saudaranya kepadanya. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menerima tobat
lagi Maha penyayang. (Q.s. Al 14ujurat: 12).

Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa ada seseorang laki-laki yang ikut
duduk bersama Rasulullah saw, kemudian ia pergi. Salah seorang yang
hadir berkata, "Alangkah lemahnya orang itu." Rasulullah saw. bersabda, "Engkau telah memakan
daging saudaramu ketika engkau menggunjingnya."

Allah swt. mewahyukan kepada Musa as, "Barangsiapa meninggal dengan bertobat dari
menggunjing, akan menjadi orang terakhir Yang masuk surga, dan barangsiapa meninggal dengan
berterus-terusan melakukan pergunjingan itu, akan menjadi orang yang pertama masuk neraka."
Auf menuturkan, "Aku datang kepada Ibnu Sirin, aku menggunjing al Hajaj. Ibnu Sirin berkata,
'Sesungguhnya Allah swt. adalah hakim yang paling adil, maka sebanyak yang diambilnya dari al
Hajai, sebanyak itu Pula yang diberikan Nya kepadanya. Ketika engkau berjumpa dengan Allah swt.
di akhirat nanti, dosa sekecil apa pun yang telah dilakukan Hajaj akan menjadi lebih besar bagimu
daripada dosa terbesar yang telah dilakukan al Hajjaj'. "Diriwayatkan bahwa Ibrahim bin Adham
diundang ke sebuah pesta, dan ia pun bersedia menghadirinya. Ketika orang orang membicarakan
seseorang yang tidak hadir, mereka mengatakan "Ia seorang yang kurus kering dan tidak menarik."
Ibrahim berkata "Inilah yang dilakukan nafsuku terhadap diriku: Kutemukan diriku dalam perkumpulan
di mana pergunjingan dilakukan." Ia lalu Pergi begitu saia, setelah itu ia tidak makan selama tiga hari.
Dikatakan, "Barangsiapa menggunjing orang lain adalah seperti orang yang menyiapkan ketepil. Ia
menembak amal-amal baiknya sendiri dengan perbuatannya itu ke Barat dan ke Timur. Ia
menggunjing seseorang dari Khurasan, seorang lagi dari Hijaz, seorang lagi dari Turki, ia mencerai
beraikan amal amal baiknya sendiri, dan ketika berdiri, tak satu pun amal baiknya."
Dikatakan, "Seorang hamba akan diberi catatan amalnya pada hari Kiamat, tetapi ia tidak melihat
satu pun amal baik di dalamnya. la akan bertanya, 'Di mana shalat, puasa dan amal amal ibadatku
yang lain?' Dikatakan kepadanya, 'Semua amalmu telah hilang karena engkau terlibat dalam
pergunjingan'."

Dikatakan, "Barangsiapa digunjing, Allah mengampuni separo dosanya. "Sufyan ibnul Husain
mengabarkan, "Aku sedang duduk duduk dengan Iyas bin Mu'awiyah, dan menggunjing seseorang.
Iyas bertanya kepadaku, Apakah engkau telah menyerang orang orang Romawi atau Turki tahun ini?'
Aku menjawab, 'Tidak.' Iyas berkata, 'Orang orang Turki dan Romawi telah selamat dari seranganmu,
sementara saudaramu sendiri yang Muslim tidak'!" Dikatakan, "Seorang manusia akan diberi catatan
amalnya di hari Kiamat, dan ia menemukan di dalamnya amal amal baik yang tidak pernah
diperbuatnya. Dikatakan kepadanya, 'Ini adalah imbalan bagi gunjingan orang terhadapmu, yang tidak
kamu ketahui'. Sufyan ats Tsaury ditanya tentang sabda Nabi saw, "Sesungguhnya Allah membenci
keluarga pemakan daging manusia." (H.r. Baihaqi). Sufyan mengomentari, "Yang dimaksud di sini
adalah orang orang yang menggunjing; mereka memakan daging manusia."
Ketika menggunjing ditanyakan di hadapan Abdullah Ibnul Mubarak, ia berkata, "Jika aku mengunjing
seseorang, niscaya aku akan menggunjing kedua orangtuaku, sebab merekalah yang paling berhak
atas amal amal baikku. "Yahya bin Mu'adz berkata, "Jadikanlah keuntungan seorang Muslim terhadap
dirimu berupa tiga hal ini: jika engkau tidak bisa membantunya, maka janganlah engkau
mengganggunya; Jika engkau tidak bisa memberinya kegembiraan, maka janganlah engkau
rnembuatnya sedih; Jika engkau tidak bisa memujinya, maka janganlah engkau mencari cari
kesalahannya."Dikatakan kepada Hasan al Bashry, "Si Fulan telah menggunjing Anda." Maka al
Hasan lalu. mengirimkan kue kue kepada orang yang rnenggunjingnya, dengan pesan, 'Aku
mendengar bahwa engkau telah melimpahkan amal baikmu kepadaku. Aku ingin membalas
kebaikanmu. "Diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw. Telah bersabda, "Jika
orang melepaskan tabir rasa malu dari wajahnya, niscaya tidak akan ada masalah pergunjingan
baginya." (H.r. Ibnu Addi dan Abu asy Syeikh) Al Junayd menuturkan, "Aku sedang duduk duduk di
masjid asy Syuniziyah, menunggui jenazah agar aku bisa ikut melaksanakan shalat jenazah. Orang
orang Baghdad dengan berbagai kelasnya duduk menunggu iringan tersebut. Lalu aku melihat
seorang miskin yang kelihatan bekas ibadatnya mengemis dari orang banyak. Aku berkata kepada
diriku sendiri, 'Jika orang ini mau bekerja untuk memperoleh rezekinya, Itu akan lebih baik baginya.'
Ketika aku kembali ke rumah, maka seperti biasanya, aku mulai melakukan wirid di malam hari,
rnenangis dan shalat, serta amalan amalan lainnya. Tetapi semua wiridku itu terasa memberatkan
jiwaku, maka aku lalu tidak dapat tidur, dan hanya duduk duduk saja. Ketika aku terjaga, kantuk
datang kepadaku, aku melihat si pengemis itu. Kulihat orang orang sedang meletakkan tubuhnya di
atas sehamparan kain yang lebar, dan mereka memerintahkan kepadaku, 'Makanlah daging orang ini,
karena engkau telah menggunjingnya.' Keadaan orang itu diungkapkan kepadaku, dan aku
memprotes, Aku tidak menggunjingnya! Aku hanya mengatakan sesuatu kepada diriku sendiri.' Lalu
dikatakan kepadaku, 'Perbuatan seperti itu pun tidak layak. Pergilah kepada orang itu dan meminta
maaflah!' Paginya aku terus mencari orang itu, sampai aku menemukannya sedang mengumpulkan
dedaunan yang tersisa dalam air yang digunakan untuk mencuci sayur mayur. Ketika aku memberi
salam kepadanya, ia bertanya, 'Wahai Abul Qasim, apakah engkau datang ke sini lagi?' Aku
menjawab,'Tidak" Ia berkata, 'Semoga Allah mengampuni dosa kami dan dosamu'."

Abu Ja'far al Balkhy berkata, "Seorang pemuda dari kalangan warga Balkh sedang berada di antara
kami, ia bermujahadah dan mengabdikan dirinya untuk melayani Allah. Hanya saja ia terus menerus
terlibat dalam gunjingan. Ia suka mengatakan, 'Si Fulan dan si Fulan itu demikian.' Pada suatu hari
aku melihatnya sedang mengunjungi beberapa tukang memandikan jenazah yang disebut orang
sebagai 'orang orang banci'. Ketika pemuda itu meninggalkan mereka, aku bertanya kepadanya,
'Wahai Fulan, apa yang telah terjadi padamu?' Ia menjawab, 'Beginilah akibatnya atas perbuatan
menggunjing. Hal itu telah mencampakkanku dalam kehinaan ini. Aku telah tergila gila kepada salah
seorang banci dan aku melayani mereka atas namanya. Semua amal ibadatku sebelumnya telah
musnah. Maka doakan agar Allah swt. mengasihiku'!
Dengki

Syeikh Abul Qasim al-Qusyairy

Allah swt. berfirman:

"Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai


sebuah dari kejahatan makhluk Nya," kemudian Dia berfirman, "Dan
dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki". (Q.s. AI Falaq:
1, 2 dan 5)

Di sini Allah menutup Surat, yang dijadikan sebagai perlindungan


dengan menyebutkan kata dengki.

Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud bahwa Rasulullah saw. bersabda:


"Ada tiga hal yang menjadi akar semua dosa. Jagalah dirimu dan waspadalah terhadap
ketiganya. Waspadalah terhadap kesombongan, sebab kesombongan telah menjadikan iblis
Inenolak bersujud kepada Adam. Waspadalah terhadap kerakusan, sebab kerakusan telah
menyebabkan Adam memakan buah dari pohon terlarang. Dan jagalah dirimu dari dengki, sebab
dengki telah menyebabkan salah seorang anak Adam membunuh saudaranya." (H.r. Ibnu Asakir).

Salah seorang Sufi mengatakan, "Orang yang dengki adalah orang yang tidak beriman, sebab ia
tidak merasa puas dengan takdir Allah Yang Maha Esa." Dikatakan, "Orang Yang denki tidak
berjaya."Disebutkan dalam firman Allah swt, "Katakanlah, Tuhanku hanya mengharamkan
perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi." (Q.s. AI A'raf : 33).
Dalam beberapa kitab tertulis bahwa, "Orang yang dengki adalah musuh nikmat-Ku."

Dikatakan pula, "Pengaruh dengki tampak padamu sebelum ia tampak pada musuhmu."
Al Asmu'i menuturkan, "Aku melihat seorang Badui yang berumur seratus duapuluh tahun, dan
aku berkata, 'Alangkah panjangnya umur Anda.' Ia menjawab, 'Aku telah meninggalkan dengki,
hingga umurku panjang'. "Ibnul Mubarak mengatakan, "Segala puji bagi Allah, yang tidak
menempatkan dengki dalam hati pernimpinku sebagaimana yang telah ditempatkan Nya dalam
hati pendengkiku. "Dalam salah satu hadist dikatakan, "Ada seorang malaikat di langit kelima
yang amal perbuatan seorang manusia melaluinya, dan ia bersinar kemilau seperti matahari.
Malaikat itu memerintahkan, 'Berhentilah, karena aku adalah malaikat dengki. Pukullah pelaku
dengki pada mukanya, sebab ia adalah seorang pendengki. "Mu'awiyah bin Abu Sufyan berkata,
'Aku mampu menyenangkan semua orang kecuali pendengki. Ia tidak pernah merasa puas
dengan apa pun selain berhentinya kenikmatan bagi semua orang."
Dikatakan, "Seorang pendengki adalah seorang yang paling zalim. Ia tidak membiarkan sesuatu
pun tetap tinggal di tempatnya. "Umar bin Abul Aziz menegaskan,'Aku tidak pernah melihat orang
yang lebih zalim yang sama dengan kezaliman pendengki. Sebab ia senantiasa berada dalam
keadaan sengsara dan nafas sesak. "Dikatakan, "Di antara tanda tanda seorang pendengki
adalah penjilat orang lain manakala orang itu berada di dekatnya, memfitnahnya manakala tidak
berada di dekatnya, dan merasa senang apabila ada bencana yang menimpa diri orang lain."
Mu'awiyah berkata, "Tidak ada sifat sifat kejahatan yang lebih tegak daripada dengki. Orang yang
dengki binasa sebelum orang yang didengkinya.

"Dikatakan bahwa Allah swt. mewahyukan kepada Sulaiman putra Daud as, "Kuperintahkan
engkau agar melakukan tujuh perkara, janganlah engkau menggunjing dan mendengki salah
seorang hamba-Ku yang saleh.' Sulaiman menjawab, 'Tuhanku, cukuplah perintah itu bagiku'."
Dikatakan bahwa Musa as. melihat seorang manusia di dekat 'Arasy. Karena Musa ingin
menempati kedudukan itu, beliau bertanya, “Apa amalnya?" Pertanyaannya itu dijawab, "Ia tidak
pernah dengki terhadap manusia karena anugerah Allah swt. kepadanya. "Dikatakan, "Seorang
pendengki menjadi bingung bila melihat adanya rahmat atas diri orang lain dan merasa senang
jika melihat adanya kekurangan pada diri orang lain. "Dikatakan, "Jika engkau ingin selamat dari
seorang pendengki, sembunyikanlah urusanmu darinya. "Dikatakan pula, "Seorang pendengki
sangat marah terhadap manusia yang tidak mempunyai dosa, dan bersikap kikir terhadap yang
tidak ia miliki. "Dikatakan juga, "Waspadalah jangan sampai engkau mengharapkan untuk
mencintai orang yang mendengkimu, sebab ia pasti tidak akan menerima kebaikanmu."
Kata salah seorang Sufi, "Apablla Allah swt. berkehendak memberikan kekuasaan kepada
seorang musuh yang tak mengenal kasihan terhadap salah seorang hamba Nya, maka
kekuasaan itu diberikan Nya kepada pendengkinya.

"Dalam syair Sufi:

Cukuplah bagimu kisah tentang seseorang yang dikasihani oleh para pendengkinya. Mereka
juga membacakan syair berikut. Semua permusuhan terkadang diharapkan
kematiannya Kecuali permusuhan dari orang yang melawanmu dengan rasa dengki.

Mereka juga membacakan syair:

Manakala Allah berkehendak menebar kebajikan Digulunglah lidah pendengkinya, Ibnul Mu'tazz
mengatakan: Katakan pada pendengki ketika nafasnya terengah-engah, 'Hai si zalim. Sedang ia
seakan akan orang yang ditindas.
Khusyu dan Tawadhu'

Syeikh Abul Qasim al-Qusyairy

Allah swt. berfirman Allah:


"Sesungguhnya beruntunglah orang orang yang beriman, mereka yang khusyu' dalam
shalatnya”.(Q.s. Al Mu'minun: 1 2)

Diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud, bahwa Rasulullah saw. bersabda:


“Tidak akan masuk surga, barangsiapa yang dalam hatinya terdapat kesombongan walau
sekecil biji sawi, dan tidak akan masuk neraka barangsiapa yang dalam hatinya terdapat iman
walaupun sekecil biji sawi.” Seseorang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana jika
seseorang suka berpakaian bagus;"' Beliau menjawab, "Allah swt. Maha Indah dan menyukai
keindahan, sombong adalah berpaling dari AI Haq dan mencemooh manusia." (H.r. Muslim).

Anas bin Malik mengabarkan, "Rasulullah saw. suka mengunjungi orang sakit, mengiringkan
jenazah, mengendarai keledai dan memenuhi undangan budak-budak. Dalam peperangan
melawan bani Quraidhah dan bani Nadhir, Rasul mengendarai seekor keledai yang diberi tali
kendali dari ijuk korma dan di atasnya diberi pelana ijuk pula. "
Khusyu' adalah berkait kepada Allah swt, dan tawadhu' adalah menyerah kepada Allah dan
menjauhi sikap kontra dalam menerima hukum.

Hudzaifah berkata, "Khusyu' adalah hal yang pertama tama


hilang dari agamamu." Ketika salah scorang Sufi ditanya
tentang khusyu', ia menjawab, "Khusyu' adalah tegaknya hati
di hadapan Allah swt."
Sahl bin Abdullah menegaskan, "Setan tidak akan mendekati
orang yang hatinya khusyu'." Dikatakan, "Di antara tanda
tanda kekhusyu'an hati seorang hamba adalah manakala ia
diprovokasi, disakiti hatinya atau ditolak, maka ia semua itu
diterimanya."
Salah seorang Sufi berkomentar, "Kekhusyu'an hati adalah
menahan mata dari melirik ke sana ke mari."

Muhammad bin Ali at Tirmidzy menjelaskan, "Khusyu' adalah begini: jika api hawa nafsu dalam
diri seseorang padam, asap dalam dadanya reda dan cahaya kecemerlangan bersinar dalam
hatinya, lalu hawa nafsunya mati, sementara cahaya keagungan menyinari hatinya, sehingga
syahwatnya mati, dan hatinya hidup khusyu'lah semua anggota badannya."
Al Hasan al Bashry berkata, "Khusyu' adalah rasa takut yang terus menerus dalam hati."
Ketika al junayd ditanya tentang khusyu', ia menjawab, "Khusyu' adalah jika hati menghinakan
dirinya di hadapan Yang Maha Tahu kegaiban."
Allah swt. berfirman:
"Hamba hamba Ar Rahman yaitu orang orang yang berjalan di muka bumi dengan sikap
rendah hati." (Q.s. Al Furqan: 63).
Syeikh Abu Ali ad Daqqaq mengatakan, bahwa makna ayat ini adalah hamba hamba Allah itu
berjalan di muka bumi dengan penuh khusyu' dan tawadhu'.

Saya juga mendengar beliau mengatakan, bahwa mereka adalah orang orang yang tidak
memperdengarkan bunyi sandal mereka ketika berjalan.
Kaum Sufi sepakat bahwa tempat khusyu' adalah di dalam hati. Ketika salah seorang Sufi
melihat seorang laki-laki yang memperlihatkan sikap rendah hati dalam perilaku lahiriahnya,
dengan mata yang memandang ke bawah dan bahu yang rendah, ia berkata kepadanya,
"Wahai sahabat, khusyu' itu di sini," sambil menunjuk ke dadanya, bukan di sini," sambil
menunjuk bahunya.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. melihat seorang laki-laki sedang mengelus-elus


jenggotnya dalam shalat, dan beliau lalu bersabda:
"Jika hatinya khusyu', niscaya anggota badannya juga akan khusyu'." (H.r. Tirmidzi).
Dikatakan, "Khusyu' dalam shalat berarti seseorang tidak menyadari siapa yang sedang berdiri
di sebelah kanan atau kirinya.
Syeikh ad-Daqqaq berkata, "Khusyu' mirip dengan perkataan, bahwa hati nurani seseorang
dikhidmatkan sambil musyahadah kepada Allah swt." Dikatakan, "Khusyu' adalah perasaan
papa dan hina yang meresap ke dalam hati manakala menyaksikan Allah swt."

Dikatakan pula, "Khusyu' adalah kegentaran hati di kala hati dikuasai hakikat."
Khusyu' adalah mukadimah bagi luapan anugerah.
Dikatakan, "Khusyu' adalah kegentaran hati secara tiba-tiba ketika Kebenaran terungkapkan
secara tiba-tiba."
Fudhail bin 'Iyadh menegaskan, bahwa dirinya tidak senang melihat seseorang terlihat lebih
khusyu' daripada batinnya.
Abu Sulaiman ad-Darany berkata, "Seandainyanya semua manusia bersatu padu untuk
menghinakan aku, niscaya mereka tidak akan mampu mencapai kedalaman dimana aku
menghinakan diriku seridiri.

Dikatakan, "Orang yang tidak merendahkan dirinya, orang lain tidak akan menghormatinya
pula."
Umar bin Abdul Aziz tidak mau bersujud kecuali hanya di tanah.
Mujahid berkata, "Ketika Allah swt. menenggelamkan kaum Nabi Nuh, gunung-gunung
bersikap congkak dan meninggikan diri, tetapi Bukit Judy merendahkan dirinya. Karena itu,
Allah swt. menjadikannya sebagai tempat mendaratnya perahu Nabi Nuh as."
Umar bin Khaththab r.a. selalu berjalan cepat-cepat, tentang ini dijelaskannya bahwa berjalan
secara demikian akan membawanya lebih cepat kepada kebutuhan dan menjaganya dari
keangkuhan.
Pada suatu malam Umar bin Abdul Aziz r.a. sedang menulis, lalu datanglah seorang tamu.
Melihat lampu hampir padam, si tamu menawarkan diri, "Biarlah saya yang membesarkan
nyalanya." Tapi Umar menjawab, "Jangan, tidaklah ramah menjadikan tamu sebagai pelayan!"
Maka si tamu lalu berkata, "Kalau begitu, biarlah saya panggilkan pelayan." Umar menolak,
"Jangan, ia baru saja pergi tidur!" Lalu beliau sendiri pergi ke tempat penyimpanan minyak
dan mengisi lampu itu. Si tamu. berseru, "Tuan lakukan pekerjaan ini sendiri, wahal Amirul
Mukminin?" Umar berkata kepadanya, "Aku melangkah dari sini sebagai Umar, dan kembali ke
sini masih sebagal Umar pula."

Abu Sa'id al-Khudry r.a. meriwayatkan bahwa Nabi saw. selalu memberi makan unta unta,
menyapu lantai rumah, memperbaiki sandal, menambal baju, memerah susu, makan bersama
pelayan dan membantunya menggiling gandum jika pelayan lelah. Beliau tidak pernah merasa
malu membawa barang-barang beliau sendiri dari pasar untuk keluarganya. Beliau biasa
berjabat tangan dengan orang kaya maupun miskin, dan lebih dahulu memberi salam jika
bertemu.

Nabi saw. tidak pernah mencela makanan apa pun yang dihidangkan kepada beliau, sekalipun
hanya berupa kurma kering. Beliau sangat sederhana dalam hal makanan, lemah lembut dalam
berperilaku, mulia dalam sikap, baik dalam berteman, wajahnya bercahaya, tersenyum tapi
tanpa tertawa, sedih tapi tidak cemberut; rendah hati tapi tidak lembek, murah hati tapi tidak
boros. Rasulullah saw. juga berhati lembut dan kasih sayang kepada setiap Muslim. Tidak
pernah memperlihatkan tanda tanda telah makan kenyang, dan juga tidak pernah mengulurkan
tangan dengan rakus.
Fudhail bin 'lyadh berkata, "Para ulama dari Yang Maha Pengasih memiliki sikap khusyu' dan
tawadhu', sedangkan para ulama penguasa memiliki sikap takjub dan sombong." Ia juga
berkomentar, "Barangsiapa menganggap dirinya masih berharga, berarti tidak memiliki sifat
tawadhu' sama sekali."

Ketika Fudhail ditanya tentang tawadhu', ia mengajarkan, "Pasrahlah kepada kebenaran,


patuhi dan terimalah ia dari siapa pun yang mengatakannya."
Ketika al junayd ditanya tentang tawadhu', ia menjawab, "Tawadhu' adalah merendahkan
sayap terhadap semua makhluk dan bersikap lembut kepada mereka."

Wahb berkata, "Telah tertulis dalam salah satu kitab suci, 'Sesungguhnya Aku (Allah)
mengambil sari zat dari tulang sulbi Adam, dan Aku tidak menemukan hati yang lebih tawadhu'
daripada hati Musa as. Maka Kupilih ia dan Aku berbicara langsung dengannya'."

Ibnul Mubarak mengatakan, "Kesombongan terhadap orang kaya dan rendah hati terhadap
yang miskin adalah bagian dari sifat tawadhu'."
Abu Yazid ditanya, "Bisakah seseorang mencapai sifat tawadhu'?. Dijawabnya, "jika ia tidak
menisbatkan dirinya pada suatu maqam dan haal, serta menganggap bahwa tidak seorang pun
di antara ummat manusia di dunia ini yang lebih buruk dari dirinya."
Dikatakan, "Tawadhu' adalah anugerah Allah yang tidak pernah iri dengki orang, dan
kesombongan adalah penderitaan yang tidak membangkitkan belas kasihan. Kemuliaan
terletak pada sikap tawadhu', dan orang yang mencari kemuliaan dalam kesombongan tidak
akan pernah mendapatkannya."

Ibrahim bin Syaiban menegaskan, "Kehormatan terletak di dalam sikap tawadhu', kemuliaan di
dalam takwa, dan kemerdekaan di dalam qana'ah."
Abu Sa'id al Araby mengatakan, telah sampai kepadanya tentang Sufyan ats-Tsaury yang
berkata, 'Ada lima macam manusia termulia di dunia: Ulama yang zuhud, seorang faqih yang
Sufi, seorang kaya yang rendah hati, scorang fakir yang bersyukur, dan seorang bangsawan
yang mengikuti Sunnah."

Yahya bin Mu'adz menegaskan, "Kerendahan hati adalah sifat yang sangat baik bagi setiap
orang, tapi ia paling baik bagi seorang yang kaya. Kesombongan adalah sifat yang menjijikkan
bagi setiap orang, tetapi ia paling menjijikkan jika terdapat pada orang yang miskin."
Ibnu Atha' berkomentar: "Tawadhu' adalah menerima kebenaran dari siapa pun datangnya."

Dikisahkan, ketika Zaid bin Tsabit sedang mengendarai kuda, Ibnu Abbas datang
mendekatinya agar dapat memegang kendali kudanya. Maka Zaid lalu mencegahnya, "Jangan,
wahai anak paman Rasulullah!" Ibnu Abbas berkata, "Itulah yang diperintahkan kepada kami
terhadap para ulama kami." Maka Zaid bin Tsabit meraih tangan Ibnu Abbas lalu menciumnya,
sambil berkata, "Ini adalah yang diperintahkan untuk kami lakukan terhadap keluarga
Rasulullah saw."

Urwah bin az-Zubair menuturkan, "Ketika aku melihat Ummar bin Khaththab memikul
segantang air di atas pundaknya, aku berkata kepadanya, 'Wahai Amirul Mukminin, pekerjaan
ini tidak patut bagi Anda." Beliau menjawab, "Ketika para delegasi datang kepadaku,
mendengarkan dan menaatiku, suatu perasaan sombong merasuk ke dalam hatiku, dan kini
aku ingin menghancurkannya." Beliau terus memikul air itu dan membawanya ke rumah
seorang wanita Anshar dan mengisikannya ke dalam gentong milik wanita itu.

Abu Nashr as-Sarraj ath-Thausy mengabarkan, "Ketika Abu Hurairah r.a. menjabat amir di
Madinah, ia pernah terlihat sedang memikul seikat kayu di atas punggungnya, dan berteriak
teriak, 'Beri jalan untuk amir'!"
Abdullah ar-Razy menjelaskan, "Tawadhu' adalah tidak membedabedakan dalam memberikan
pelayanan."

Abu Sulaiman ad-Darany berkata, "Barangsiapa yang masih memberikan nilai kepada dirinya
sendiri tidak akan merasakan manisnya ibadat."
Yahya bin Mu'adz mengatakan, "Keangkuhan terhadap orang yang bersikap sombong
terhadapmu dikarenakan kekayaannya, adalah sikap tawadhu'."

Seorang laki-laki datang kepada asy-Syibly dan bertanyalah kepadanya, "Siapakah engkau?"
ia menjawab, "Wahai tuanku, sebuah titik di bawah ba." Lalu laki laki itu berkata, "Engkau
adalah saksiku, sepanjang engkau menganggap rendah kedudukan dirimu sendiri."
Ibnu Abbas r.a. mengatakan, "Salah satu bagian tawadhu' adalah bahwa orang meminum sisa
minuman yang ditinggalkan oleh saudaranya."
Bisyr mengajarkan, "Berilah salam kepada para pecinta dunia dengan cara tidak memberi
salam kepada mereka."

Syu'alb bin Harb menuturkan, "Ketika aku sedang melakukan thawaf di Ka'bah, seorang buruh
laki laki menyikutku, dan aku menoleh kepadanya. Ternyata orang itu adalah Fudhail bin
'Iyadh, yang berkata, "WahaiAbu Shalih, jika engkau berpikiran bahwa di antara manusia yang
melakukan ibadat haji ini ada yang lebih hina daripada dirimu atau diriku, maka betapa
buruknya pikiranmu itu'."

Salah seorang Sufi mengatakan, 'Aku melihat seorang laki laki ketika sedang melakukan
thawaf di Ka'bah. Ia sedang dikelilingi oleh orang orang yang menyanjung dan memujinya.
Karena ulah mereka itu, hingga menghalangi orang lain dari melakukan thawaf, selang
beberapa waktu setelah itu aku melihat ia meminta minta kepada orang orang yang lewat di
sebuah jembatan di Baghdad. Aku terkejut dan heran, ia lalu berkata kepadaku, Aku dulu
membanggakan diri di tempat di mana manusia mestinya merendahkan diri, maka Allah swt.
lalu menimpakan kehinaan kepadaku di tempat di mana manusia berbangga diri."

Ketika Umar bin Abdul Aziz mendengar bahwa salah seorang putranya telah membeli sebuah
permata yang sangat mahal seharga seribu dirham. Beliau lalu menulis surat kepadanya, 'Aku
telah mendengar bahwa engkau telah membeli sebutir permata seharga seribu dirham, jika
surat ini telah sampai ke tanganmu, juallah cincin itu dan berilah makan seribu orang miskin,
selanjutnya buatlah cincin seharga dua dirham, dengan batu dari besi Cina, dan tulislah
padanya, 'Allah mengasihi orang yang mengetahui harga dirinya yang sebenarnya'."

Dikatakan bahwa Jabir bin Hayawah berkomentar, "Ketika Umar bin Abdul Aziz sedang
berkhutbah, ku taksir-taksir pakaian yang dikenakannya berharga sekitar duabelas dirham
saja, yang terdiri dari jubah luar, surban, celana, sepasang sandal, dan selendang."
Dikatakan bahwa ketika Abdullah bin Muhammad bin Wasi' berjalan dengan lagak tak terpuji,
ayahnya berkata kepadanya, "Tahukah kamu dengan harga berapa aku dulu membeli ibumu?
Cuma tigaratus dirham. Dan ayahmu ini, semoga Allah tidak memperbanyak jumlah manusia
yang sepertinya di kalangan kaum Muslimin. Lantas, dengan orangtua yang semacam ini,
engkau berjalan dengan lagak begitu?"
Hamdun al-Qashshar berkata, "Tawadhu' adalah engkau tidak memandang dirimu dibutuhkan
oleh siapa pun, baik di dunia ini maupun di dalam hal agama."

Dikatakan bahwa Abu Dzar dan Bilal -semoga Allah meridhai mereka berdua- sedang
bertengkar. Abu Dzar menghina Bilal karena kulitnya yang hitam. Bilal mengadu kepada
Rasulullah saw, yang lalu bersabda, "Wahai 'Abu Dzar, sungguh masih ada sifat jahiliyah
dalam hatimu!" Mendengar itu, Abu Dzar menjatuhkan dirinya ke tanah dan bersumpah tidak
akan mengangkat kepalanya sampai Bilal menginjakkan kakinya pada pipinya. Ia tidak
bangunbangun sampai Bilal melakukan hal itu.
Ketika al Hasan bin Ali r.a. berjalan melewati sekelompok anak-anak yang sedang makan roti,
mereka mengajaknya pula makan. Beliau pun turun dari atas kendaraan dan makan bersama
mereka. Kemudian beliau membawa mereka ke rumah beliau, mengajak mereka makan,
memberi mereka pakaian, dan berkata, 'Aku berhutang budi kepada mereka sebab mereka
tidak memperoleh lebih dari apa yang mereka tawarkan kepadaku, sedangkan aku
memperoleh keuntungan lebih dari itu."

Anda mungkin juga menyukai