Anda di halaman 1dari 5

JALAN MENCAPAI TAQWA

Oleh : Cahyadi Takariawan

"Hai orang-orang yang beriman , jika kamu bertaqwa kepada Allah,


niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqon dan menghapuskan
segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar." (Al Anfal :29)

Para sahabat ra dan para salafus shaleh yang memahami betul tuntunan Al Qur'an,
mempunyai perhatian besar terhadap masalah taqwa. Mereka terus mencari hakikatnya. Saling
bertanya satu sama lain dan berusaha untuk mendapatkannya.
Dalam satu riwayat yang shahih disebutkan bahwa Umar bin Khathab ra. bertanya kepada
Ubai bin Ka'ab tentang taqwa. Ubai ra. menjawab :"Bukankah anda pernah melewati jalan yang
penuh duri ?"
"Ya,"jawab Umar.
"Apa yang anda lakukan saat itu ?"
"Saya bersiap-siap dan berjalan dengan hati-hati."
"Itulah taqwa!" jawab Ubai.
Berpijak dari jawaban Ubai bin Ka'ab atas pertanyaan Umar bin Khathab tersebut,
Sayyid Quthb berkata dalam tafsir Fi Zhilalil Qur'an, "Itulah taqwa; kepekaan bathin,
kelembutan perasaan, rasa takut terus-menerus, selalu waspada dan hati-hati jangan sampai kena
duri jalanan... Jalan kehidupan yang selalu ditaburi duri-duri godaan dan syahwat, kerakusan
dan angan-angan, kekhawatiran dan keraguan, harapan semu atas segala sesuatu yang tidak bisa
diharapkan, ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak pantas untuk ditakuti... dan masih banyak
duri-duri yang lainnya."
Derajat kemuliaan seseorang bukanlah karena banyaknya harta yang dimiliki, jabatan yang
disandangnya, keindahan jasmaninya, kemuliaan keturunannya dan sederetan kebesaran dunia
lain dan yang dimilikinya, melainkan dari taqwanya.
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling
bertaqwa di antara kamu." (Al Hujurat :13)
Bagi mereka yang masih memandang kemuliaan seseorang dari ukuran kebesaran dunia,
perlu dipertanyakan kadar ketaqwaannya. Atau bagi mereka yang merasa bangga menyandang
gelar-gelar kebesaran dunia, perlu jugu dipertanyakan kadar ketaqwaannya. Bagi mereka yang
terbebas dari perasaan-perasaan seperti itu hendaknya selalu berhati-hati untuk menjaganya.
Juga yang lebih penting daripada itu, perlu disadari bahwa taqwa bukanlah hadiah cuma-
cuma yang tiba-tiba turun dari langit. Taqwa adalah sebuah gelar yang perlu diupayakan
seseorang agar gelar itu sensntiasa melekat dalam dirinya. Ada beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian agar taqwa senantiasa tumbuh dalam diri seseorang.
1. Mu'ahadah
Mu'ahadah adalah mengingat perjanjian, yaitu perjanjian yang telah dibuat manusia dengan
Allah Swt dan merupakan perjanjuan mula sebelum manusia mengadakan perjanjian-perjanjian
dengan yang lain.
"Dan (ingatlah), ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) :"Bukankah
Aku ini Rabb-mu? Meraka menjawab; Benar (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi." (Al
A'raaf :172).
Inilah janji manusia yang pertama, yaitu janji untuk menjadikan Allah sebagai Penguasa
dan Pemeliharanya. Sebagai konsekuensi atas janjinya yang pertama ini, ia harus senantiasa
mematuhi apa yang diperintahkan Rabb-nya dan menjauhi apa yang menjadi larangan-Nya dengan
hati yang tunduk dan ikhlas.
Tentunya tidak wajar bila seseorang melanggar peraturan yang dibuat oleh penguasa
yang diyakininya sendiri melalui janjinya. Juga tidak dapat dibenarkan bila seseorang membenci
pemelihara dirinya yang telah diyakininya. Hanya orang-orang yang sombong dan melampaui
batas saja yang mengingkari janjinya terhadsap Allah Swt dengan senantiasa melakukan
kemaksiyatan dan pelanggaran. Firman Allah Swt ;
"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji... (An Nahl :91)
Untuk mengingat perjanjian ini, Allah telah memerintahkan manusia untuk senantiasa
mengulang ikrar perjanjian ini paling sedikit tujuh belas kali dalam sehari. Yaitu dalam bacaan
shalat kita: "Hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan." (Al Faatihah :5)
2. Muraqabah
Muraqabah adalah merasakan kebersamaan dengan Allah, yaitu merasakan keagungan
Allah 'Azza wa Jalla di setiap waktu dan keadaan, serta merasakan keberamaan-Nya di kala sepi
atau ramai.
"Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan melihat pula perubahan
gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud." (Asy Syu'ara 218-219)
Ketika Rasulullah Saw ditanya malaikat Jibril tentang ihsan, beliau menjawab; "Hendaklah
kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu mel;ihat-Nya, dan jika memang kamu tidak
melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihat kamu." (HR Muslim)
Muraqabah dapat dipakai sebagai indikator niat seseorang, ikhlas karena Allah Swt atau
ada tendensi yang lain. Seseorang dikatakan ikhlas apabila dia senantiasa beramal baik di kala
ramai banyak orang ataupun di kala sepi sendiri.
Ada beberapa macam muraqabah. Pertama, muraqabah kepada Allah dalam melaksanakan
ketha'atan adalah dengan ikhlas kepada-Nya. Kedua, muraqabah dalam hal-hal yang mubah adalah
dengan menjaga adab-adab terhadap Allah dan bersyukur atas segala nikmat-Nya. Ketiga,
muraqabah dalam kemaksiyatan adalah dengan taubat, penyesalan dan meninggalkan
kemaksiyatan secara total. Keempat, muraqabah dalam musibah adalah dengan ridha kepada
ketentuan Allah serta memohon pertolongan-Nya dengan penuh kesabaran.
3. Muhasabah
Muhasabah adalah introspeksi diri, yaitu hendaklah seorang Mukmin mengoreksi dirinya
ketika selesai melakukan suatu amal perbuatan, apakah tujuan amalnya untuk mendapatkan ridha
Allah Swt.
"Hai orang-orang ynag beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaknya setiuap diri
memperhatikan apa yang tyelah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al Hasyr :18)
Hendaknya setiap Mukmin menyediakan waktu untuk mengadakan koreksi terhadap apa-
apa yang dilakukan. Dari sini akan terbaca kekurangan-kekurangan yang telah dlakukn,
kemudian dapatlah dibuat target-target baru untuk membenahi semua kekurangan itu dengan
senantiasa meminta kekuatan dari Allah Swt. Sehingga jadilah hari ini akan lebih baik dari hari-
hari kemarin.
Semoga Allah Swt meridhai Umar al Faruq Ra yang berkata; "Hisablah diri kalian
sebelum kalian ditimbang dan bersiaplah untuk pertunjukan yang agung (hari Qiamat). Di hari
itu kamu dihadapkan kepada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi dari amal kalian barang satu
pun."
4. Mu'qabah
Mu'aqabah adalah pemberian sanksi, yaitu apabila seorang Mukmin menemukan
kesalahn, maka tak pantas bagunya untukmembiarkannya tetapi harus ada tindakan yang mebuat
dirinya jera sehingga tidak akan mengurangi lagi kesalahan yang telah dibuatnya.
"Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang
yang berakal." (Al Baqarah :179)
Sanksi ini harus dengan sesuatyu yangmubah, tidak boleh dengan sesuatu yang haram.
Seperti; membakar salah satu anggota tubuh, mandi di tempat terbuka pada musim dingin,
meninggalkan makan minum sampai membahayakan dirinya, atau sanksi-sanksi yang sejenis
dengan itu. Sanksi-sanksi ini dan yang sejenisnya haram hukumnya sebab termasuk dalam
larangan yang tercantum dalam Al Qur'an.
"..dan jnaganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang
kepadamu." (An Nisa' :29)
Generasi salafush shaleh telah memberikan teladan kepada kita tentang ketaqwaan,
muhasabah; menjatuhkan sanksi pada dirinya jika bersalah dan bertekad untuk lebih tha'at jika
mmendapatkan dirinya lalai atas kewajiban.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Umar bin Khatthab Ra pergi ke kebunnya.
Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan shalat Ashar. Maka beliau
berkata; "Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah shalat Ashar!...
Kini kebunku aku jadikan shadaqah buat orang-orang miskin.!
5 Mujahadah
Mujahadah adalah optimalisasi, yaitu apabila seorang Mukmin tersert dalam kemalsan,
santai cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketha'atan yang lainnya
tepat pada waktunya; maka ia harus memaksa dirinya m,elakukan amlan-amalan sunnah lebih
banyak dari sebe;umya.. Dalam hal ini ia harus tegas, serius dan penuh semangat sehingga pada
akhirnya ketha'atan merupakan kebiasaa yang mulia dan menjadi sikap yang melekat bagi dirinya.
Sebagaiaman firman Allah :
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kmi. Dan sesungguhnnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik" (Al Ankabut :69)
Demikian pula generasi sahabat dan orang-oramg shaleh sesudahnya, telah senantiasa
bermujahadah untuk memerangi musuh-musuh yang bersemayam dalam dirinya, yaotu hawa
nafsu. Juga mereka bermujahadaj untuk memerangi musuh-musuh Islam yang senantoasa
memeragi Dienul Islam. Tidak enti-hentuinya mereka bermujahadah sampai Allah Swt
memberikan satu di antyara dua pilihan: Hidup dalam kemuliaan atau gugur sebagai syuhada'.
Lima hal di atas adalah cara-cara untuk menumbuhsuburkan taqwa dalam hati dan ruh
setiap Mukmin serta menyatukannya dalam perasaan dan perbatan. Dengan cara-cara tersebut
semoga taqwa akan menjadi suatu hal yang biasa menurut kita dan akan menjadi sykahshiyah
(kepribadian) kita yang sebenarnya. Dengan menjadi pribadi yang bertaqwa, layak bagi kita
berharap janji Allah:
"Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar. Dan memberinya rizqi dari arah yang tiada disangka-sangka." (Ath Thalaq : 2-3)
Wallahua'lam.

Anda mungkin juga menyukai