Anda di halaman 1dari 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


2.1.1 Korosi
2.1.1.1 Pengertian Korosi
Korosi adalah degradasi pada material yang digunakan untuk suatu proses indutri
akibat adanya reaksi elektrokimia. Proses korosi pada umumnya tidak dapat dihentikan
karena merupakan suatu proses alami yang akan terjadi saat suatu logam logam mengalami
kontak dengan lingkunganya. Ini akan menyebabkan berkurangnya nilai logam secara teknis
dan penurunan kualitas logam yang akan mengakibatkan berkurangnya umur logam (lifetime)
dari material logam tersebut (Adham, 2016).
Anoda biasanya terkorosi dengan melepaskan elektron-elektron dari atomatom
logam netral untuk membentuk ion-ion yang bersangkutan. Ion-ion ini mungkin tetap tinggal
dalam larutan atau bereaksi membentuk hasil korosi yang tidak larut. Reaksi pada anoda
dengan z adalah valensi logam dan umumnya z = 1, 2, atau 3 dapat dituliskan dengan
persamaan:
M MZ+ + ze-
………………………………….....(1)
Katoda biasanya tidak mengalami korosi, walaupun mungkin menderita kerusakan
dalam kondisi-kondisi tertentu. Reaksi yang terjadi pada katoda berupa reaksi reduksi. Reaksi
pada katoda tergantung pada pH larutan yang bersangkutan, seperti:
+
pH < 7 : H + e- H ( atom )
2H H2 ( gas )
- -
pH ≥ 7 :2H2O+O2+4e 4OH …………….…………………..(2)
Elektrolit adalah larutan yang mempunyai sifat menghantarkan listrik. Elektrolit
dapat berupa larutan asam, basa dan larutan garam. Larutan elektrolit mempunyai peranan
penting dalam korosi logam karena larutan ini dapat menjadikan kontak listrik antara anoda
dan katoda. Antara anoda dan katoda harus ada hubungan listrik agar arus dalam sel korosi
dapat mengalir. Hubungan secara fisik tidak diperlukan jika anoda dan katoda merupakan
bagian dari logam yang sama (Adham, 2016).
Menurut Adham (2016), proses tersebut dapat dilihat dalam bentuk sel korosi basah
sederhana berikut:

Gambar 2.1 Sel Korosi Sederhana

2-1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Karena hampir mustahil untuk mencegah korosi, maka mengendalikan tingkat
korosi bisa menjadi solusi paling hemat. Insinyur-insinyur korosi kemudian terus dilibatkan di
dalam menaksir ongkos solusi-solusi mereka kepada pencegahan korosi dan menaksir masa
penggunaan dari peralatan. Dengan mengenali kapan korosi akan terjadi, dan dengan
mengerti mekanisme yang yang terjadi maka ahli korosi akan mengeliminasi korosi dengan
desain yang bagus (Adham, 2016).
Menurut ilmu thermodinamika, reaksi atau transformasi terjadi dari kondisi dengan
energi bebas tinggi ke energi rendah. Sebagai contoh, bijih besi mempunyai energi bebas
rendah dan cenderung stabil. Pada proses ekstraksi, besi dipisahkan dari oksigen dan proses
ini memerlukan energi sehingga energi bebas besi menjadi tinggi. Besi dengan kondisi energi
bebas tinggi cenderung berubah menjadi produk korosi yang mempunyai energi bebas rendah
(Adham, 2016).

Gambar 2.2 Kurva Energi Bebas Bijih Logam, Logam, Dan Produk

Menurut Adham (2016), tingkat kecenderungan terjadinya korosi pada logam


dinyatakan dengan perubahan energi bebas ∆G sedangkan laju korosi ditentukan oleh energi
aktivasi ∆G++ yang menunjukan penghalang energi yang harus dilawan oleh atom-atom logam
supaya terjadi korosi. Laju reaksi korosi dapat dinyatakan dengan persamaan:
Laju = tetapan laju x [ reaktan – reaktan ]
……………………....(3)
Besaran dalam kurung menyatakan konsentrasi zat dan tetapan laju dapat dinyatakan
dengan penghalang energi sebagai berikut :
Tetapan laju = C eksp [−∆G++ / RT ]
……………………….(4)
++
Dengan C dan R tetapan, ∆ G adalah penghalang energi dan T temperatur mutlak.
Ada beberapa faktor yang menentukan terjadinya korosi, antara lain semua interaksi antara
unsur dan senyawa tergantung pada perubahan energi bebas, perubahan secara alami
(spontan) terjadi jika perubahan energi bebas ∆G negatif yaitu terjadi pelepasan energi,

2-2
LABORATORIUM DIAGRAM ALIR DAN PEMILIHAN BAHAN
TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FV-ITS
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
kebanyakan logam mempunyai kecenderungan terjadi korosi. Sebagai contoh dapat dilihat
pada ketiga reaksi berikut, logam Mg dan Cu akan terkorosi secara alamiah di lingkungan
basah karena ∆G negatif sedangkan emas (Au) tidak terkorosi.

Mg + H2O + ½ O2 Mg (OH)2 , maka ∆G0 = - 596 kj / mol


Cu + H2O + ½ O2 Cu (OH)2 , maka ∆G0 = - 119 kj / mol
Au + 3/2 H2O + 3/4 O2 Au (OH)3 ,maka ∆G0 = +66 kj / mol …..(5)
Menurut Fontana (1987), peristiwa korosi pada logam dapat berlangsung dengan
cepat atau lambat. Cepat lambatnya peristiwa korosi pada logam di pengaruhi oleh laju korosi
(Rate korosi). Adapun rumus laju korosi, yakni sebagai berikut:
MPY = (534 x W) : (D x A x T)
...................................(6)
Keterangan :
W = Berat yang hilang (mg)
D = Density specimen (gr/cm3)
A = Luas specimen (in2)
T = Waktu specimen (jam)

2.1.1.2 Faktor - Faktor Penyebab Korosi


Menurut Haryono (2010), beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
proses korosi antara lain sebagai berikut:
a. Suhu (Temperatur)
Kenaikan suhu akan menyebabkan bertambahnya kecepatan reaksi korosi.
Hal ini terjadi karena makin tinggi suhu maka energi kinetik dari partikel-partikel
yang bereaksi akan meningkat sehingga melampaui besarnya harga energi aktivasi dan
akibatnya laju kecepatan reaksi (korosi) juga akan makin cepat, begitu juga
sebaliknya.
b. Laju alir fluida atau kecepatan pengadukan
Laju korosi cenderung bertambah jika laju atau kecepatan aliran fluida
bertambah besar. Hal ini karena kontak antara zat pereaksi dan logam akan semakin
besar sehingga ion-ion logam akan makin banyak yang lepas sehingga logam akan
mengalami kerapuhan (korosi).
c. Konsentrasi bahan korosif
Hal ini berhubungan dengan pH atau keasaman dan kebasaan suatu larutan.
Larutan yang bersifat asam sangat korosif terhadap logam dimana logam yang berada
di dalam media larutan asam akan lebih cepat terkorosi karena merupakan reaksi
anoda. Sedangkan larutan yang bersifat basa dapat menyebabkan korosi pada reaksi
katodanya karena reaksi katoda selalu serentak dengan reaksi anoda.
d. Oksigen
Adanya oksigen yang terdapat di dalam udara dapat bersentuhan dengan
permukaan logam yang lembab. Sehingga kemungkinan menjadi korosi lebih besar.
Di dalam air (lingkungan terbuka), adanya oksigen menyebabkan korosi.

2-3
LABORATORIUM DIAGRAM ALIR DAN PEMILIHAN BAHAN
TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FV-ITS
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
e. Waktu kontak
Aksi inhibitor diharapkan dapat membuat ketahanan logam terhadap korosi
lebih besar. Dengan adanya penambahan inhibitor ke dalam larutan, maka akan
menyebabkan laju reaksi menjadi lebih rendah, sehingga waktu kerja inhibitor untuk
melindungi logam menjadi lebih lama. Kemampuan inhibitor untuk melindungi
logam dari korosi akan hilang atau habis pada waktu tertentu, hal itu dikarenakan
semakin lama waktunya maka inhibitor akan semakin habis terserang oleh larutan.

2.1.1.3 Pengendalian Korosi


Menurut Naviano (2017), upaya pengendalian korosi yang lazim diterapakan dalam
rangka perlindungan terhadap logam yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan bahan yang tepat
Pemilihan bahan yang tidak sesuai memilih logam atau paduannya yang
memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari baja. Karakteristik pemilihannya
didasari pada aspek apakah logam tersebut imun terhadap lingkungannya tersebut
atau apakah logam tersebut dapat membentuk suatu lapisan tipis yang memiliki sifat
protektif dan memiliki sifat recovery yang memadai bila lapisan tersebut rusak.
2. Perancangan kontruksi yang memadai
Upaya melindungi logam dari korosi tidak hanya memadai dengan pemilihan
material yang tepat tapi juga sangat tergantung pada pengetahuan dalam merancang
bentuk atau tipe kontruksi. Dari berbagai literature dan pengalaman yang ada,
terdapat banyak contoh-contoh kontruksi yang memadai ditinjau dari segi
ketahananya terhadap korosi dengan tidak mengabaikan faktor keamanan,
keindahan dan efisiensi dalam rangka pemeliharaan dan perawatannya. Untuk
pegangan didalam merancang kontruksi atau bentuk-bentuk komponen yang sesuai
dengan pencegahan korosi, biasanya para perancang akan merujuk kepada standart-
standart perancangan yang ada seperti dipublikasikan oleh ISO, NACE, ASME.
3. Penerapan pelapisan logam
Metode pelapisan adalah suatu upaya mengendalikan korosi dengan
menerapkan suatu lapisan pada permukaan logam besi. Misalnya, dengan
pengecatan atau penyepuhan logam. Penyepuhan besi biasanya menggunakan logam
krom atau timah. Kedua logam ini dapat membentuk lapisan oksida yang tahan
terhadap karat (pasivasi), sehingga besi terlindung dari korosi. Pasivasi adalah
pembentukan lapisan film permukaan dari oksida logam hasil oksidasi yang tahan
terhadap korosi sehingga dapat mencegah korosi lebih lanjut.

Gambar 2.3 Pelapisan (Coating)

2-4
LABORATORIUM DIAGRAM ALIR DAN PEMILIHAN BAHAN
TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FV-ITS
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4. Penerapan sistem proteksi katodik dan anodik
Sistem perlindungan permukaan logam dengan cara mengalirkan arus searah
yang memadai ke permukaan logam untuk mengkonversikan semua daerah anoda
di permukaan logam menjadi daerah katodik. Sistem ini hanya efektif untuk
sistemsistem yang terbenam dalam air atau didalam tanah. Cara pemberian arus
searah dalam system proteksi katodik ada dua cara seperti ditunjukkan pada gambar
2 yaitu menerapkan anoda korban ( sacrificial anode) dan menerapkan arus tandingan
(impressed current). Pada sistem proteksi katodik dengan anoda korban seperti pada
instalasi lepas pantai tidak memerlukan suplai daya.

Gambar 2.4 Perlindungan Katodik


5. Pengondisian lingkungan
Mengubah lingkungan dapat membantu mengendalikan korosi dan
meningkatkan efektifitas pengendalian korosi. Dehumidifikasi dan purifikasi
atmosfir merupakan dua contoh yang paling umum dilakukan. Fasilitas penyejuk
udara yang dapat mengatur humiditas atmosfer menjadi relatif rendah dapat
membantu menurunkan perusakan logam. Disamping itu, dengan humiditas yang
rendah, fasilitas elektronik yang terpajang ke lingkungan dapat diturunkan laju
pengrusakannya oleh korosi. Pengkondisian lingkungan dapat juga diperoleh
melalui penambahan zat inhibitor yaitu suatu zat kimia yang ditambahkan ke
lingkungan baik secara selang seling maupun secara kontinyu sehingga mampu
menurunkan atau bahkan mencegah tejadinya reaksi korosi. Penurunan laju korosi
dengan inhibitor dapat diakibatkan oleh terbentuknya lapisan pasif atau dengan cara
menghilangkan zat-zat yang agresif dari lingkungan.

2.1.1.4 Mekanisme Inhibitor Terhadap Laju Korosi


Menurut Haryono (2010), Korosi dapat dikurangi dengan bebagai macam cara, cara
yang paling mudah dan paling murah adalah dengan menambahkan inhibitor ke dalam media.
Inhibitor adalah senyawa yang bila ditambahkan dengan konsentrasi yang kecil ke dalam
lingkungan elektrolit, akan menurunkan laju korosi. Inhibitor D09–2 dapat dianggap
merupakan katalisator yang memperlambat ( retarding catalyst). Pemakaian inhibitor dalam
suatu sistem tertutup atau sistem resirkulasi, pada umumnya hanya dipakai sebanyak 0.1%
berat. Inhibitor yang ditambahkan akan menyebabkan:
1. Meningkatnya polarisasi anoda
2. Meningkatnya polarisasi katoda
2-5
LABORATORIUM DIAGRAM ALIR DAN PEMILIHAN BAHAN
TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FV-ITS
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
3. Meningkatnya bahan tahanan listrik dari sirkuit oleh pembentukan lapisan tebal pada
permukaan logam.
Mekanisme proteksi ekstrak bahan alam terhadap besi/baja dari serangan korosi
diperkirakan hampir sama dengan mekanisme proteksi oleh inhibitor organik. Reaksi yang
terjadi antara logam Fe2+ dengan medium korosif air laut yang mengandung ion-ion klorida
yang terurai dari NaCl, MgCl 2, KCl akan bereaksi dengan Fe dan diperkirakan menghasilkan
FeCl2. Jika ion klorida yang bereaksi semakin besar, maka FeCl2 yang terbentuk juga akan
semakin besar, seperti tertulis dalam reaksi berikut:
NaCl Na+ + Cl
MgCl2 Mg2+ 2Cl
KCl K+ + Cl
2ClKCl …………………………………..(7)
Ion klorida pada reaksi
K+ + Cldiatas akan menyerang logam besi (Fe) sehingga besi akan
terkorosi menjadi: +
2Cl- + Fe3+
2ClKCl FeCl3
……………………………….(8)
2+
Dan reaksi antaraK+Fe+ Cl
dengan inhibitor ekstrak bahan alam menghasilkan senyawa
kompleks. Inhibitor ekstrak bahan alam yang mengandung nitrogen mendonorkan sepasang
elektronnya pada permukaan logam mild steel ketika ion Fe 2+ terdifusi ke dalam larutan
elektrolit, reaksinya adalah:

Fe Fe2+ + 2e- (melepaskan elektron


Fe2+ + 2e- Fe (menerima elektron)
………………….(9)

Gambar 2.5 Mekanisme Proteksi

Produk yang terbentuk di atas mempunyai kestabilan yang tinggi dibanding dengan
Fe saja, sehingga sampel besi/baja yang diberikan inhibitor ekstrak bahan alam akan lebih
tahan (terproteksi) terhadap korosi. Contoh lainnya, dapat juga dilihat dari struktur senyawa
nikotin dan kafein yang terdapat dalam ekstrak daun tembakau, teh, dan kopi, dimana kafein
dan nikotin yang mengandung gugus atom nitrogen akan menyumbangkan pasangan elektron
bebasnya untuk mendonorkan elektron pada logam Fe 2+ sehingga terbentuk senyawa
kompleks dengan mekanisme yang sama seperti Gambar 2.5 Struktur molekul α-pinena

2-6
LABORATORIUM DIAGRAM ALIR DAN PEMILIHAN BAHAN
TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FV-ITS
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
dalam getah pinus dan catesin dalam ekstrak gambir disajikan pada Gambr 2.7. Senyawa
tersebut juga mengandung pasangan elektron yang dapat didonorkan (Haryono, 2010).

Gambar 2.6 Struktur Senyawa a. Nikotin dan b. Kafein

Gambar 2.7 Struktur Senyawa a. α -pinena dan b. Catesin

2.1.1.5 Macam-Macam pH
pH suatu larutan didefinisikan sebagai logaritma negatif dari konsentrasi ion
hidrogen (dalam mol per liter). Skala pH (pH = potenz Hydrogen) dikenalkan oleh Sorensen
ahli kimia Denmark pada tahun 1909. pH menyatakan konsentrasi H + yang ada di dalam
larutan. Harga pH berkisar antara 0 sampai 14. Berdasarkan teori asam basa Arhenius, suatu
larutan dapat bersifat asam, basa atau netral tergantung pada konsentrasi ion H + atau ion OH–
dalam larutan tersebut. pH larutan asam < 7, pH larutan basa > 7, dan pH netral = 7. Larutan
akan bersifat asam apabila konsentrasi H + lebih dominan dari konsentrasi ion-ion yang lain,
larutan bersifat basa jika konsentrasi ion OH – lebih dominan dari konsentrasi ion yang lainnya
dan suatu larutan memiliki sifat netral jika konsentrasi H + dan konsentrasi OH– dalam larutan
sama banyak (Adham, 2016).

2.1.1.6 Pengaruh pH Terhadap Laju Korosi


Pengaruh pH terhadap laju korosi yaitu semakin rendah pH maka laju korosi
semakin meningkat, namun semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi inhibitor.
Karena banyaknya bahan padat terlarut yang terdapat dalam air laut yang menyebabkan
perubahan pH, akan mempengaruhi laju korosi suatu bahan logam. Laju korosi meningkat
dengan menurunnya pH karena pH yang rendah merupakan penyebab utama terjadinya
korosi. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) menyebabkan reaksi antara besi dan larutan
menjadi semakin besar seperti yang ditunjukkan pada reaksi berikut:

+
2Fe(OH)2 (s) + O2 (g) + H → 2Fe(OH)3 (s)
..................... (10)

2-7
LABORATORIUM DIAGRAM ALIR DAN PEMILIHAN BAHAN
TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FV-ITS
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada kondisi basa, jumlah OH¯ yang berlebih tidak berpotensi membentuk
Fe(OH)3 yang merupakan produk korosi. Hal ini dikarenakan sifat OH¯ dalam air adalah
alkali yang menetralkan asam yang merupakan penyebab terjadinya korosi (Agustian, 2009).

2.2 Logam Cu
Tembaga murni jarang dipergunakan kecuali untuk keperluan alat-alat lstrik atau
penukar panas. Ini disebabkan karena tembaga harganya cukup mahal dan kekuatannya tidak
begitu tinggi. Tembaga memang mudah membentuk paduan logam-logam lain. Tembaga
bersifat liat, lunak, dan ulet. Tidak terlalu teroksidasi oleh udara, bila terjadi terbentuk patina
(hijau) terdiri atas hidroksokarbonat dan hidroksosulfat. Reaksinya dengan sulfida (gas
lembab) juga sedikit, tetapi terbentuk tarnish (film noda bercak) yang menyulitkan untuk
disolder. Itulah sebabnya pada alat komunikasi tembaga masih sering diplat timah
(Suarsana, 2008).
Pencemaran logam berat meningkat sejalan dengan perkembangan industri.
Pencemaran logam berat di lingkungan dikarenakan tingkat keracunannya yang sangat tinggi
dalam seluruh aspek kehidupan makhluk hidup. Pada konsentrasi yang sedemikian rendah
saja efek ion logam berat dapat b erpengaruh langsung hingga terakumulasi pada rantai
makanan. Logam berat dapat mengganggu kehidupan biota dalam lingkungan dan akhirnya
berpengaruh terhadap kesehatan manusia (Suhandrayatna, 2001).
Tembaga dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cu dan nomor atom 29.
Lambangnya berasal dari bahasa Latin Cuprum.Tembaga merupakan konduktor panas dan
listrik yang baik. Selain itu unsur ini memiliki korosi yang cepat sekali. Tembaga murni sifatnya
halus dan lunak, dengan permukaan berwarna jingga kemerahan. Tembaga dicampurkan
dengan timah untuk membuat perunggu. Dalam konsentrasi tinggi maka tembaga akan bersifat
racun, tetapi dalam jumlah sedikit tembaga merupakan nutrien yang penting bagi kehidupan
manusia dan tanaman tingkat rendah. Tembaga adalah logam yang ditemukan sebagai unsur
atau berasosiasi dengan tembaga dan perak.Tembaga ini terdapat dalam jumlah yang relatif
besar dan ditemukan selama pemisahan dari bijihnya (coal) pada elektrolisis dan pemurnian
tembaga (Nuriadi, 2013).

Gambar 2.8 Logam Cu

Tabel 2.1 Sifat Logam Tembaga (Cu)


Nomor atom (Z) 29
Golongan, blok golongan 11, blok-d
Periode periode 4

2-8
LABORATORIUM DIAGRAM ALIR DAN PEMILIHAN BAHAN
TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FV-ITS
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Kategori unsur logam transisi
Bobot atom standar (Ar) 63.546(3)
Konfigurasi elektron [Ar] 3d10 4s1
Fase solid
Titik lebur 1357.77 K (1084.62 °C, 1984.32 °F)
Titik didih 2835 K (2562 °C, 4643 °F)
Kepadatan mendekati s.k. 8.94 g/cm3
saat cair, pada t.l. 8.02 g/cm3
Kalor peleburan 13.26 kJ/mol
Kalor penguapan 300.4 kJ/mol
Kapasitas kalor molar 24.440 J/(mol·K)

2.3 Logam Fe
Besi (Fe) adalah logam berwarna putih keperakan, liat dan dapat dibentuk. Fe di
dalam susunan unsur berkala termasuk logam golongan VIII, dengan berat atom 55,85
g.mol-1, nomor atom 26, berat jenis 7.86 g.cm-3 dan umumnya mempunyai valensi 2 dan 3
(selain 1, 4, 6). Besi (Fe) adalah logam yang dihasilkan dari bijih besi, dan jarang dijumpai
dalam keadaan bebas, untuk mendapatkan unsur besi, campuran lain harus dipisahkan
melalui penguraian kimia. Besi digunakan dalam proses produksi besi baja, yang bukan hanya
unsur besi saja tetapi dalam bentuk alloy (campuran beberapa logam dan bukan logam,
terutama karbon) (Eaton, 2005).
Kandungan Fe di bumi sekitar 6.22 %, di tanah sekitar 0.5 – 4.3%, di sungai sekitar
0.7 mg/l, di air tanah sekitar 0.1 – 10 mg/l, air laut sekitar 1 – 3 ppb, pada air minum tidak
lebih dari 200 ppb. Pada air permukaan biasanya kandungan zat besi relatif rendah yakni
jarang melebihi 1 mg/L sedangkan konsentrasi besi pada air tanah bervariasi mulai dan 0,01
mg/l sampai dengan + 25 mg/l. Di alam biasanya banyak terdapat di dalam bijih besi hematite,
magnetite, taconite, limonite, goethite, siderite dan pyrite (FeS), sedangkan di dalam air
umumnya dalam bentuk terlarut sebagai senyawa garam ferri (Fe 3+) atau garam ferro (Fe2+);
tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1 mm) atau lebih besar seperti, Fe(OH) 3; dan
tergabung dengan zat organik atau zat padat yang anorganik (seperti tanah liat dan partikel
halus terdispersi). Senyawa ferro dalam air yang sering dijumpai adalah FeO, FeSO 4, FeSO4.7
H2O, FeCO3, Fe(OH)2, FeCl2 sedangkan senyawa ferri yang sering dijumpai yaitu FePO 4,
Fe2O3, FeCl3, Fe(OH)3 (Said, 2003).
Besi yang murni adalah logam berwarna putih perak, yang kukuh dan liat. Ia melebur
pada 15350C. Jarang terdapat besi komersial yang murni, biasanya besi mengandung sejumlah
kecil karbida, silisida, fosfida, dan sulfida dari besi, serta sedikit grafit. Zat-zat pencemar ini
memainkan peranan penting dalam kekuatan struktur besi. Besi dapat dimagnitkan (Svehla,
1985).

2-9
LABORATORIUM DIAGRAM ALIR DAN PEMILIHAN BAHAN
TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FV-ITS
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.7 Logam Fe

Tabel 2.2 Sifat Logam Besi (Fe)


Nomor atom (Z) 26
Golongan, blok golongan 8, blok-d
Periode periode 4
Kategori unsur logam transisi
Bobot atom standar (Ar) 55.845 (2)
Konfigurasi elektron [Ar] 3d6 4s2
Fase Solid
Titik lebur 1811 K (1538 °C, 2800 °F)
Titik didih 3134 K (2862 °C, 5182 °F)
Kepadatan mendekati s.k. 7.874 g/cm3
saat cair, pada t.l. 6.98 g/cm3
Kalor peleburan 13.81 kJ/mol
Kalor penguapan 340 kJ/mol
Kapasitas kalor molar 25.10 J/(mol.K)

2-10
LABORATORIUM DIAGRAM ALIR DAN PEMILIHAN BAHAN
TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FV-ITS
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.4 Aplikasi Industri
Pelarutan Besi Selektif pada Korosi Baja Karbon dalam Larutan Buffer Asetat, Natrium
Bikarbonat - CO2 Jenuh
Bunbun Bundjali, N.M. Surdia, Oei Ban Liang & Bambang Ariwahjoedi
tahun 2006

Hampir semua kerusakan pada bagian dalam jaringan pipa baja karbon penyalur
minyak mentah dan gas alam disebabkan oleh korosi lokal, korosi jenis mesa, atau korosi
pada bagian langit-langit dalam pipa (top of line corrosion, TLC). Korosi terlokalisasi ini
diakibatkan oleh tercegahnya pembentukan atau rusaknya lapisan kerak karbonat /oksida
logam dan/atau lapisan inhibitor korosi pada permukaan baja karbon yang berfungsi sebagai
pelindung terhadap korosi lebih lanjut [1,2,3]. Sesudah terinisiasi, laju penetrasi korosi jenis
ini dapat mencapai puluhan kali lipat dari korosi jenis seragam yang pada umumnya berlaju
kurang dari 0,2 mm/th.
Penelitian ini bertujuan mengamati lebih lanjut pengaruh pH terhadap laju
korosi baja karbon dalam lingkungan buffer asetat, bikarbonat – CO2 jenuh. Kerusakan
permukaan dan mikrostruktur diamati dengan analisis SEM (Scanning Electron
Mikroscope) dan mikroskop metalografi. Sedangkan teknik analisis XRD (X-ray
Diffraction) digunakan untuk analisis fasa permukaan danKehadiran ion asetat dalam aliran
minyak mentah dan gas alam menyebabkan peningkatkan laju korosi baja karbon, karena
kemampuannya dalam menurunkan pH dan melarutkan Fe2+ pada selaput besi karbonat.
Perusakan lokal selaput ini akan memicu korosi terlokalisasi. Kerusakan permukaan dan
mikrostruktur diamati dengan analisis SEM (Scanning Electron Mikroscope ) dan mikroskop
metalografi. Sedangkan teknik analisis XRD (X-ray Diffraction) digunakan untuk analisis
fasa permukaan dan fasa ruah terhadap baja karbon sebelum dan sesudah terkorosi serta
efek penggunaan inhibitor terhadap korosi baja karbon dalam lingkungan di atas.
Telah diselidiki kondisi yang memungkinkan terjadinya korosi jenis sumuran pada
baja karbon dalam larutan uji berupa larutan pH 3,82; 4,12; 5,12 dan 6,12 buffer asetat,
larutan 0,2 M NaOAc dan larutan air laut standar, yang semuanya mengandung 100 mg
natrium bikarbonat/L dan jenuh CO2. Laju korosi ditentukan dengan cara corrosion wheel
test dan corrosion bubble test, morfologi permukaan diamati dengan mikroskop elektron
(SEM) dan mikroskop optik metalografi, sedangkan kerusakan permukaan dan struktur kisi
baja karbon terkorosi diikuti dengan pengamatan pola difraksi sinar-X (XRD). Pola difraksi
sinar–X baja karbon yang terkorosi dalam semua larutan uji di atas, memperlihatkan
pengurangan intensitas relatif pada bidang kisi 110 dan 200 serta peningkatan pada bidang
kisi 211. Besarnya penurunan intensitas difraksi sinar-X ini meningkat dengan
bertambahnya % pengurangan berat kupon baja karbon terkorosi, menunjukkan terjadinya
pelarutan selektif atom besi yang terletak pada kedua bidang kisi tersebut. Hal ini diduga
disebabkan karena bidang kisi 211 memiliki % keterisian atom besi terkecil di antara ketiga
bidang kisi itu, maka berpeluang terbesar untuk disisipi atom karbon yang akan memberikan
efek perlindungan terhadap atom besi-nya untuk tidak melarut. Walaupun proses korosi
dimulai dari fasa permukaan, ternyata pola difraksi sinar-X dari ketiga bidang kisi tersebut
dapat dijadikan indikator korosi pada baja karbon, karena itu kinerja suatu inhibitor korosi
dapat dilihat dari kemampuannya dalam mempertahankan pola difraksi baja karbon semula.

2-11
LABORATORIUM DIAGRAM ALIR DAN PEMILIHAN BAHAN
TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FV-ITS

Anda mungkin juga menyukai