Oleh:
KELOMPOK 3
DINI NOVILASARI
03101003055
BILLY TUMANGGOR 03101003085
MONA MARYAM
03101003093
LEONARDO
ASISTEN: DAVID FALEVI
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Suatu proses kimia yang alami terjadi pada logam salah satunya adalah
korosi. Dimana pengertian korosi itu sendiri adalah suatu proses yang terjadi
dimana suatu logam dari keadaan bersih menjadi berkarat karena terjadinya proses
oksidasi dan reduksi. Setiap logam pasti mengalami korosi yang tidak dapat
dihindarkan tetapi dapat kita hambat prosesnya. Keragaman dan kompleksitas
proses korosi membuat kita perlu untuk mengetahui gejala, penyebab, pencegahan
dan penanggulangannya. Proteksi untuk melawan korosi bukan hanya masalah
pabrik dan kontraktor tetapi juga masalah tim kerja desainer dan operator.
Pengalaman menunjukkan bahwa degrasi yang terjadi pada system modern
disebabkan oleh kesalahan operasi dan perawatan (maintenance). Misalnya
terhubungnya logam-logam yang sama atau berbeda tanpa pencegahan yang akan
menimbulkan korosi, tidak adanya atau tidak sesuainya water treatment,
kurangnya perawatan proteksi katodik, fermentasi anaerobic dalam saluran
pembuangan dan stagnasi air di dalam pipa.
Pada industri kimia masalah korosi dan pengendaliannya adalah spesifik,
bahkan kadang-kadang unik. Sifat permasalahannya memerlukan pendekatan
secara multi disiplin. Satu hal yang menonjol ialah masalah korosi dan
pengendaliannya terkait erat dengan proses dan operasi pabrik. Penerapan suatu
metode proteksi memerlukan sekaligus penguasaan dan pemahaman yang
mendalam baik aspek proses dan operasi pabrik maupun aspek proteksi itu
sendiri.
Oleh sebab itu pengendalian korosi dalam industri kimia, disamping
memerlukan corrosion engineer yang juga chemical engineer yang memahami
konsep dasar proses korosi., proses dan operasi pabrik serta keterampilan aplikasi
pengendalian korosi, mebutuhkan koordinasi yang baik. Tanpa koordinasi,
efisiensi akan rendah dan ini justru memperbesar corrosion cost.
Struktur kristal logam yang berbeda dan jenis logam akan berpengaruh pada
sifat ketahanan korosinya. Untuk mempercepat terjadinya korosi diperlukan reaksi
elektrokimia yang mempunyai empat unsur yaitu katoda, anoda, aliran listrik dan
media elektrolit.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan korosi ini antara lain:
1) Untuk mengetahui laju korosi pada logam besi, aluminium dan tembaga yang
telah mengalami perlakuan, yaitu: digores, dipukul, atau tidak mengalami
perlakuan, bila dimasukkan dalam media asam, basa, ataupun netral.
2) Untuk mengetahui pengaruh terjadinya korosi pada setiap logam.
3) Untuk mengetahui cara menghitung laju korosi.
4) Mengetahui macam macam korosi dan pengaruhnya pada industri kimia.
1.3. Permasalahan
Permasalahan yang ditemui dalam percobaan korosi adalah apakah benar
rumus laju korosi secara teori dapat dibuktikan secara prakteknya dan sejauh
mana keakuratannya. Selain itu pengaruh waktu yang ditentukan secara teori tidak
dapat dilaksanakan tepat sepenuhnya pada prakteknya.
1.4. Hipotesa
Untuk sementara kami berhipotesa bahwa laju korosi di pengarhui oleh jenis
logam yang digunakan. Lamanya suatu logam berada pada lingkungan yang
memungkinkan proses korosi terjadi. Juga luas permukaan logam itu sendiri.
Semakin lama logam berada di lingkungan yang asam maka semakin cepat laju
korosinya.
1.5. Manfaat
Percobaan yang dilakukan ini bermanfaat dalam merancang atau memilih
bahan logam hendak dipakai di pabrik. Selain itu pada lingkungan tertentu kita
dapat menentukan logam yang sesuai atau paling tepat untuk lingkungan itu.
Diharapkan juga dengan mengetahui proses terjadinya korosi ini praktikan dapat
mencegah terjadinya korosi pada setiap logam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Korosi adalah suatu reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat
dilingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki.
Contoh korosi adalah perkaratan besi.
Perkaratan besi memerlukan oksigen dengan air. Besi yang terbenam dalam
minyak tidak akan berkarat karena tidak ada oksigen dan air. Besi yang disimpan
dalam ruangan sering lebih lambat berkarat daripada ruangan yang lembab. Faktor
faktor lain yang dapat mempercepat perkaratan ialah pH larutan adanya suatu
garam, kontak dengan logam lain yang memiliki potensial elektroda lebih besar,
dan keadaan logam itu sendiri.
Proses perkaratan besi merupakan suatu sel elektroda kimia. Bagian tertentu
pada permukaan besi itu berlaku sebagai anoda, dimana terjadi rekasi oksidasi:
Fe(s)
Fe2+(aq) + 2e
Eo = 0,44 volt
Elektron yang dihasilkan dialirkan pada bagian dari besi itu yang berlaku sebagia
katoda. Pada bagian itu oksigen mengalami reduksi:
O2 (g) + 2H2O
4OH- (aq)
O2(g) + 4H+(aq) + 4e
2H2O(l)
atau
Eo = 1,23 volt
Jika diperhatikan reaksi tersebut, reaksi katoda dimana ion H + berperan pada
reduksi oksigen. Maka makin besar konsentrasi H+ (makin asam) reaksi
berlangsung makin cepat. Sebaliknya, makin kecil konsentrasi ion H+ (makin
basa) reaksi berlangsung makin lambat dikarenakan besi tidak akan mengalami
perkaratan pada pH 9.
Ion Fe2+ yang terbentuk pada anoda mengalami oksidasi berlanjut membentuk
Fe3+ yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, Fe2O3.xH2O yang
disebut sebagai karat besi.
Reaksi :
2Fe2O3.H2O(s) + 8H+(aq)
Mengenai bagian mana dari besi yang berlaku sebagai anoda dan bagian
mana yang menjadi katoda, tergantung pada berbagai faktor, misalnya adanya
suatu zat pengotor (impurities) tetesan air, keadaan permukaan (kasar atau halus),
dan lain-lain. Katoda adalah bagian yang mendapatkan suplai oksigen dan pada
bagian itulah karat lebih banyak menumpuk. Pengaruh senyawa garam yang
mempercepat korosi dapat dipahami seperti fungsi jembatan garam pada sel volta.
Logam-logam seng, aluminium dan magensium yang mempunyai potensial
elektroda lebih kecil daripada besi (seharusnya) harus lebih cepat berkarat,
mengalami perkaratan yang jauh lebih lambat. Hal ini karena permukaan logamlogam tersebut terbentuk lapisan oksida (karat) yang melekat kuat pada logam
dibawahnya sehingga melindungi logam tersebut dari perkaratan berlanjut.
Berbeda dengan karat besi yang sangat bervariasi dalam banyaknya jumlah pori,
karat tersebut tidak melindungi besi dari perkaratan berlanjut. Apabila besi
dicampur dengan krom (yang dikenal dengan besi tahan karat atau stainless steel)
lapisan oksida krom akan menjadi pelindung terhadap perkaratan berlanjut.
Korosi secara umum didefinisikan sebagai kerusakan logam yang terjadi
melalui suatu reaksi kimia maupun reaksi elektrokimia saat dikontakkan dengan
medium air (H2O) atau gas (udara). Adapun faktor-faktor yang memepengaruhi
laju korosi adalah :
1) Stagnasi medium
Saat medium diperbaharui ada suplai elemen yang kontinyu yang
menyebabkan korosi. Sementara stagnansi mengacu pada konsumsi elemen
yang menghasilkan kesetimbangan akhir.
2) Agitasi (kondisi statis medium)
Agitasi membubarkan produk korosi sehingga tidak ada proteksi fisik pada
logam karena lekatnya produk-produk ini. Kondisi statis selain itu
menyokong formasi endapan-endapan protektif.
3) Heterogenasi logam
Heterogenasi logam disini termasuk kondisi permukaan dan komposisi kimia
permukaan jiga mediumnya yaitu pengaruh Ph, tingkat oksigen yag terlarut
dan sebagainya.
4) Temperatur
Temperatur yang tinggi dapat mempercepat laju korosi.
Laju korosi dapat dievaluasi dengan cara berikut ini:
1) Berat logam yang hilang per unit waktu dan luas permukaan.
2) Penetrasi pitting corrosion (mm/waktu).
3) Teknik elektrokimia.
Termasuk perpindahan electron-elektron yang mengalir: perubahan valensi
dengan bertambahnya atau berkurangnya bilangan oksidasi, serta reaksi reduksi
dan oksidasi yang terjadi secara simultan atau serentak.
Faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam korosi:
1) Konsentrasi sel yang dibentuk saat logam yang sama di kontakkan dengan
elektrolit yang sama pada konsentrasi yang berbeda.
2) Sel-sel yang disebabkan oleh logam yang kontak dengan dua immiscible
liquid (air garam/hidrokarbon).
3) Sel-sel yang dihasilkan dari heterogenitas fisik loigam: matrik/grain
boundary, annealed metal/cold worked metal.
4) Gejala elektrolitik yang dihasilkan dari adanya arus sesaat dari instalasi listrik
(pabrik, sistem transfer listrik, koneksi bumi)
Mekanisme
korosi
elektrokimia
dipergunakan
dan
dipercepat
oleh
d) Pitting corrosion
Korosi terbentuk sedikit demi sedikit berbentuk huruf U yang semakin
lama semakin besar.
e) Intergranular corrosion
Merupakan garis-garis halus yang terlihat pada logam.
f) Selsctive leaching corrosion
Sebagian logam yang terkorosi terlarut dalam logam lain (terjadi leaching
oleh paduan logam).
g) Errossion corrosion
Korosi yang terjadi disebabkan oleh adanya suatu aliran.
h) Stress corrosion
Korosi terjadi karena adanya tekanan terhadap logam oleh suatu fluida.
Seperti pada dry cell atau batrai ada 5 syarat yang harus dipenuhi sebelum korosi
dapat terjadi:
1) Harus ada potensial listrik antara anoda dan katoda untuk menjalankan reaksi.
2) Harus ada reaksi anodik.
3) Harus ada reaksi katodik yang sama.
4) Harus ada elektrolit untuk arus internal ,yaitu suatu lingkungan yang akan
menghasilkan listrik, misalnya air garam.
5) Harus ada hubungan external atau arus yaitu kontak listrik lngsung antar
elektroda.
Walaupun syarat-syarat diatas dipenuhi, korosi dapat ditahan dengan
polarisasi. Polarisasi adalah perubahan potensial sebagai akibat dari current flow.
Salah satu atau keduanya dari reaksi anodic dan katodik dapat dipolarisasikan,
tetapi reaksi polarisasi katodik lebih umum digunakan, misalnya air. Polarisasi
anodik terjadi saat produk korosi insoluble dalam lingkungan. Korosi tidak dapat
dicegah akan tetapi dapat dihambat, caranya yaitu:
1) Perhatikan bahan-bahan konstruksinya.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
Mekanisme Korosi
Oksidasi terjadi didahului dengan reaksi elektrokimia tertentu, yaitu suatu zat
+ 2e-
(1)
Fe3+
+ e-
(2)
Ion besi dan ferro disini adalah sebagai donor electron lalu selanjutnya:
2H2O + 2e- ---------- 2OH-
+ H2
(3)
+ 2e-
--------
H2
(4)
+ 2H2O
(5)
elektrolit,
terutama
korosi
dalam larutan
Besarnya perubahan energi bebas dari suatu reaksi elektrokimia dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut:
G
-nFE
(1)
Dimana:
G =
Konstanta Faraday
Potensial sel
Eo
R T
lnK c
nF
(2)
(3)
Go =
- n F Eo
(4)
G =
- n F E.
(5)
Dan
Dimana:
Go
Eo
Temperatur
Jadi perubahan energi bebas dari suatu reaksi elektrokimia (korosi) dapat
dihitung dari potensial sel reaksi. Harga absolut potensial ini tidak dapat diukur.
Potensial itu dibandingkan terhadap suatu sistem lain sebagai reference. Di dalam
praktek yang digunakan sebagai pembanding tersebut adalah sistem H+/ H2 yang
pada kondisi standar Eo H+/ H2 adalah 0 eV.
Menurut IUPAC, harga potensial elektroda setengah sel M2+/ M adalah e m
f diperoleh dari penggabungan dengan sistem setengah sel hidrogen. Penulisan
pasangan sel tersebut adalah sebagai berikut:
Pt, H2/ H+// M2+/ M
M
2H+
M2+
+ 2e
2e H2
Contoh:
Eo Zn2+/ Zn =
- 0,76 eV
Eo Cu2+/ Cu =
+ 0,34 eV
Apabila kedua setengah sel ini dipasangkan sebagai sistem reaksi reduksi
oksidasi dalam asam sulfat, maka penulisannya adalah sebagai berikut:
Pt, Zn/ ZnSO4// CuSO4/ Cu
Atau secara ionik dapat ditulis sebagai berikut:
Pt, Zn/ Zn2+// Cu2+/ Cu
Zn
Cu2+
Zn2+ +
2e Cu
2e
Zn
EoSel
Cu2+ Zn2+ +
Cu
1.10 eV
Reaksi oksidasi (anoda) dari setiap reaksi korosi adalah oksidasi atom logam
menjadi ion yang ditandai oleh naiknya valensi elektron. Sedangkan reaksi
reduksi (katoda) ditandai oleh turunnya valensi elektron. Beberapa reaksi reduksi
(katoda) yang sering ditemui pada korosi logam, yaitu:
2H+ + 2e
H2
Pelepasan Hidrogen
O2
+ 4H+
4 e
2H2O
O2
+ 2H2O
4 e
4OH-
M2+
M3+ +
1e
M+ +
1e
2) MPY
3) IPM
4) MMPY =
5) GMD
6) MDD
Satuan ini menyatakan besarnya penetrasi atau kehilangan berat dari logam
tanpa mengikuti sertakan produk korosi yang masih melekat pada permukaan atau
yang sudah terlarut.
2.4.
proses korosi ini dapat dikendalikan dengan menekan laju reaksi oksidasi (anoda)
atau reaksi reduksi (katoda) atau dengan mencegah kontak langsung antara
= pH
pHs
pH
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat
1) Amplas
2) Dryer
3) Neraca analitis
4) Unit peralatan percobaan korosi logam
5) Gelas ukur
6) Martil/kikir
3.2 Bahan
1) Air/aquadest
2) Kepingan Fe, Al, Cu
3) HCl
4) NaOH
3.3. Prosedur Percobaan
3.3.1. Kasus Beda Potensial Logam yang Direkayasa
1) Amplas logam yang akan digunakan, lalu cuci dengan aquadest kemudian
celupkan ke dalam HCl. Keringkan logam dengan menggunakan dryer.
2) Timbang berat awal logam setelah dibersihkan.
3) Rangkai logam yang telah dibersihkan dengan baterai yang telah
disiapkan.
4) Siapkan 2 cawan berisi larutan yang telah ditentukan (HCl 1 N, H 2SO4 1
N, NaOH 1 N) dengan volume yang memadai untuk pengujian.
5) Masukkan logam yang telah dirangkai dengan baterai ke dalam cawan
yang berisi larutan.
6) Masukkan logam pembanding dalam cawan berbeda dengan larutan yang
sama. Perlu diingat bahwa logam pembanding ini sama dengan logam
yang dirangkai dan dicelup pada waktu yang bersamaan.
7) Catat waktu pencelupan jenis logam, jenis larutan dan phenomena yang
terjadi pada logam.
8) Angkat benda uji dari cawan setelah waktu yang ditentukan.
9) Bersihkan logam dari produk korosi (oksida) dengan cara diamplas dan
10)
1) Amplas logam yang akan digunakan, lalu cuci dengan aquadest kemudian
celupkan ke dalam HCl. Keringkan logam dengan menggunakan dryer.
2) Timbang berat awal logam setelah dibersihkan.
3) Rangkai logam yang telah dibersihkan dengan logam penggandeng
(Tembaga, seng) yang telah disiapkan.
4) Siapkan 2 cawan berisi larutan yang telah ditentukan (HCl 1 N, H 2SO4 1
N, NaOH 1 N) dengan volume yang memadai untuk pengujian.
5) Masukkan logam yang telah dirangkai ke dalam cawan yang berisi larutan.
6) Masukkan logam pembanding dalam cawan berbeda dengan larutan yang
sama. Perlu diingat bahwa logam pembanding ini sama dengan logam
yang dirangkai dan dicelup pada waktu yang bersamaan.
7) Catat waktu pencelupan jenis logam, jenis larutan dan phenomena yang
terjadi pada logam.
8) Angkat benda uji dari cawan setelah waktu yang ditentukan.
9) Bersihkan logam dari produk korosi (oksida) dengan cara diamplas dan
dicuci dengan aquadest, kemudian keringkan.
10) Timbang lagi berate benda uji setelah dibersihkan.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1. Hasil Pengamatan
Jenis bahan logam yang digunakan adalah paku dan seng
Larutan
NaOH
HCl
H2O
Dengan Baterai
Berat Awal Berat Akhir
(gr)
4.00
4.15
3.95
(gr)
3.45
3.00
3.35
Wl (gr)
0.55
1.15
0.60
Tanpa Baterai
Berat Awal Berat Akhir
(gr)
3.80
4.20
3.80
(gr)
3.20
2.10
3.40
Wl (gr)
0.60
2.10
0.40
4.2. Perhitungan
Rumus yang digunakan :
Cr =
Wl
A..t
beratawal beratakhir
A..t
Dimana :
Cr = laju korosi (gr/cm2 jam)
Wl = weight loss (gr)
A = luas permukaan (cm2 )
t
= waktu (jam)
Diketahui :
A (seng) = P x L
= 3 cm x 3 cm = 9 cm2
t
= 2 hari = 48 jam
BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan korosi yang dilakukan kelompok kami, bahan logam yang
digunakan adalah paku besi dan seng. Paku besi dan seng ini dimasukkan
bersama-sama ke dalam larutan korosif. Larutan korosif yang dipakai adalah
larutan basa kuat NaOH, larutan asam kuat HCl, dan larutan netral H2O. Ketiga
larutan ini dipakai karena merupakan indikator paling efektif untuk memperjelas
seberapa korosifnya suatu logam. H2O merupakan larutan netral yang menjadi
patokan pembanding antara asam kuat dan basa kuat.
Dipilih paku besi dan seng dalam percobaan ini karena selain bahan ini
mudah didapat, dalam deret volta besi dan seng berdekatan dan memiliki potensial
sel standar yang hampir sama. Hal ini dapat memudahkan kita menghitung laju
semakin banyak pengurangan berat logam akibat korosi. Hal ini disebabkan
karena waktu yang diperlukan logam untuk melepaskan elektron dan menjadi ion
logam semakin banyak, sehingga terjadi pengurangan berat logam.
Percobaan yang dilakukan bisa dikatakan berhasil karena laju korosi terlihat
jelas. Namun, perlu diperhatikan bahwa hasil ini belum tentu akurat karena ada
beberapa faktor yang menyebabkan kesalahan dalam data. Kesalahan-kesalahan
itu misalnya terletak pada penggerusan, penggerusan pada masing-masing logam
tidak sama karena dilakukan secara manual, hal ini menyebabkan pori-pori logam
yang terbuka tidak merata. Kesalahan lain adalah pada pemotongan lempeng seng.
Pemotongan lempeng seng ini tidak tepat 3 x 3 cm luas penampangnya. Hal ini
berpengaruh besar pada ketepatan hasil laju korosi karena laju korosi dipengaruhi
oleh luas penampang dan lama waktu reaksi.
Apabila alat yang semestinya digunakan dapat berfungsi dengan baik, maka
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pengamatan dapat memberikan
hasil yang maksimal, antara lain: sample harus bersih tanpa kontaminan,
pengeringan logam sekering-keringnya, penentuan volume larutan yang akurat,
dan kecermatan penimbangan berat logam.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
1) Percobaan korosi dilakukan untuk mengetahui laju atau kecepatan
korosi pada setiap logam pada masing-masing perlakuan.
2) Kecepatan korosi sangat dipengaruhi oleh pH, dimana semakin rendah
pH maka semakin tinggi tingkat laju korosi dan semakin tinggi pH
maka laju korosi akan semakin rendah.
3) Korosi adalah suatu proses dimana keadaan logam yang bersih (licin)
menjadi karat karena adanya reaksi oksidasi dengan lingkungan
sekitarnya (adanya oksigen).
6.2.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Kepala Laboratorium Operasi dan Proses Teknik Kimia, Buku Panduan Praktikum
Operasi Teknik Kimia II, Laboratorium Proses dan Proses Teknik Kimia,
Universitas Sriwijaya, Indralaya, 2004.
Fontana, Mars. G, Corrosion Engineering, edisi II, 1978, Mc. Graw Hill Book
Company.
Van Valk, Lawrence H, Ilmu dan Teknologi Bahan, edisi V, 1985, Michigan
University.