Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KIMIA KOROSI

SURVEY/PENGAMATAN KOROSI PADA JEMBATAN BAJA DI DESA LUBUK


KEMBANG CURUP UTARA

Disusun Oleh :
Nadia Refa Fheronica
F1B018001

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di lingkungan sekitar banyak kita temukan berbagai korosi atau dalam bahasa sehari-hari
dikenal dengan perkaratan. Karat, sebutan bagi korosi pada besi padahal korosi merupakan gejala
destruktif yang mempengaruhi hampir semua logam bukan hanya pada besi. Besi adalah salah
satu dari banyak jenis logam yang mengalami korosi karena itu tidak mengherankan bila istilah
korosi dan karat hampir dianggap sama (Chamberlain, 1991).
Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan berlangsung
dengan sendirinya sehingga korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali. Korosi
hanya bisa dikendalikan atau diperlambat lajunya sehingga memperlambat proses perusakannya.
Dalam kehidupan sehari-hari, korosi dapat kita jumpai pada bangunan-bangunan maupun
peralatan yang memakai komponen logam seperti seng, tembaga, besi-baja dan sebagainya. Seng
untuk atap dapat bocor karena termakan korosi. Jembatan dari baja maupun badan mobil juga
dapat menjadi rapuh karena korosi. Badan kapal yang terdiri dari konstruksi baja juga akan
mengalami korosi. Selain pada perkakas logam ukuran besar, korosi ternyata juga dapat terjadi
pada komponen-komponen renik peralatan elektronik, mulai dari jam digital hingga komputer
serta peralatan canggih lainnya yang digunakan dalam berbagai aktivitas umat manusia, baik
dalam kegiatan industri maupun di dalam rumah tangga.
Korosi pada logam menimbulkan kerugian tidak sedikit. Kerugian akibat korosi akan
membengkak apabila terhadap komponen baja jembatan yang telah dibangun dan yang akan
dibangun tidak diterapkan penanggulangan korosi dengan cara yang tepat. Sebagai gambaran,
korosi dapat memperpendek usia pakai jembatan baja karena laju korosi pada komponen-
komponen jembatan baja tanpa perlindungan yaitu 0,1 mm/tahun. Untuk komponen baja
bermuka dua akan terserang korosi 0,2 mm/tahun yang berarti 2 mm dalam 10 tahun. Pada
komponen baja setebal 10 mm, tebalnya akan berkurang 40% dalam 20 tahun, sehingga
keamanan konstruksi baja yang bersangkutan telah kita ragukan, bahkan dapat membahayakan
seluruh jembatan, jika komponen tersebut merupakan salah satu komponen utama dari jembatan
(Nurdin, 1986).
Di indonesia saat ini pembangunan jembatan menggunakan komponen dari baja begitu
juga dengan yang ada di Desa Lubuk Kembang, Curup Utara. Jembatan berada dalam
lingkungan korosif karena posisi Indonesia yang berada pada daerah tropis dengan lingkungan
udara lembab disertai dengan curah hujan yang tinggi dan panas. Kondisi ini menimbulkan
korosi pada komponen baja jembatan yang akan mempengaruhi daya tahan atau memperpendek
usia pakai jembatan. Fungsi jembatan sebagai prasarana pembangunan perhubungan dan
ekonomi di Indonesia maka sangat penting untuk menjaga agar daya tahan atau usia pakai
jembatan yang telah dibangun maupun yang akan dibangun dapat bertahan selama mungkin.
Tujuan ini dapat diwujudkan salah satunya dengan menerapkan cara penanggulangan atau
pengendalian korosi yang tepat.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam laporan survey ini yaitu :
1. Apa saja jenis korosi yang ada pada jembatan baja yang ada di Desa Lubuk Kembang,
Curup Utara?
2. Apa saja cara-cara dari pengendalian korosi?
3. Apakah cara-cara dari pengendalian korosi tersebut efektif atau tidak?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam laporan survey ini yaitu :
1. Mengetahui berbagai jenis korosi yang ada pada jembatan baja yang ada di Desa Lubuk
Kembang, Curup Utara.
2. Mengetahui cara-cara dari pengendalian korosi.
3. Mengetahui keefektifan dari cara-cara pengendalian korosi.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari laporan survey ini yaitu :
1. Untuk mengetahui berbagai jenis korosi yang ada disekitar kita.
2. Untuk mengetahui cara-cara dari pengendalian korosi.
3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan pembaca tentang korosi yang ada disekitar
lingkungan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Korosi


Banyak teori tentang korosi atau karat pada logam yang di kemukakan oleh para pakar.
Secara umum, korosi adalah proses kimia atau elektro kimia yang terjadi antara logam dengan
lingkungannya yang mengakibatkan degradasi sifat logam tersebut akibat reaksi antara bahan
logam dengan lingkungannya yang korosif.
Korosi merupakan salah satu musuh besar dalam dunia industri, beberapa contoh kerugian
yang ditimbulkan korosi adalah terjadinya penurunan kekuatan material dan biaya perbaikan
akan naik jauh lebih besar dari yang diperkirakan. Sehingga diperlukan suatu usaha pencegahan-
pencegahan terhadap serangan korosi.
Korosi adalah proses degradasi / deteorisasi / perusakan material yang disebabkan oleh
pengaruh lingkungan dan sekitarnya. Ada pengertian dari pakar lain, yaitu :
1. Korosi adalah perusakan material tanpa perusakan material
2. Korosi adalah kebalikan dari metalurgi ekstraktif
3. Korosi adalah system thermodinamika logam dengan lingkungan (udara, air, tanah)
yang berusaha mencapai kesetimbangan (Utomo, 2009).
2.2 Hal – hal yang mempengaruhi terjadinya korosi
Korosi dapat terjadi apabila terdapat empat elemen di bawah ini :
1. Anoda
Terjadi reaksi oksidasi, maka daerah tersebut akan timbul korosi
M  M+ + e
2. Katoda
Terjadi reaksi reduksi, daerah tersebut mengkonsumsi elektron
3. Ada hubungan (Metallic Pathaway)
Tempat arus mengalir dari katoda ke anoda
4. Larutan (electrolyte)
Larutan korosif yang dapat mengalirkan arus listrik, mengandung ion-ion.
Agar korosi dapat terjadi, keempat elemen tersebut harus ada. Jika salah satu dari keempat
elemen itu tidak ada, maka korosi tidak akan terjadi. Reaksi korosi yang akan terjadi adalah :
Anoda : 4Fe  4Fe2+ + 8e (oksidasi)
Katoda : 4H2O + 2O2 + 8e  8OH (reduksi)
4Fe2+ + 8OH  4Fe(OH)2
4Fe(OH)2 + O2  2Fe2O3 . 2H2O (karat)
2H+ + 2e  H2 gas (suasana asam)
Ada dua macam proses korosi :
1. Korosi Proses Kimia
Merupakan serangan korosi secara langsung, tanpa adanya aliran listrik pada logam.
Contohnya adalah berkaratnya baja dalam udara terbuka. Korosi oleh proses kimia biasanya
menyebar secara merata pada seluruh permukaan logam.
2. Korosi Elektro Kimia
Oleh proses elektro kimia, pada permukaan logam akan terbentuk daerah– daerah anoda dan
katoda, yang satu dengan yang lainnya dipisahkan oleh jarak– jarak tertentu. Karena
potensial anoda “kurang mulia” atau tinggi drajatnya dibanding potensial katoda, maka akan
terjadi arus listrik diantara kedua elektroda tersebut, elektron-elektron akan berpindah dari
anoda ke katoda, sehingga anoda larut dan katoda mendapat perlindungan (Amsori, 2012).
Peristiwa korosi terjadi akibat adanya reaksi kimia dan elektrokimia. Namun, untuk
terjadinya peristiwa korosi terdapat beberapa elemen utama yang harus dipenuhi agar reaksi
tersebut dapat berlangsung. Elemen-elemen utama tersebut adalah sebagai berikut :
a. Material
Dalam suatu peristiwa korosi, suatu material akan bersifat sebagai anoda. Anoda adalah
suatu bagian dari suatu reaksi yang akan mengalami oksidasi. Akibat reaksi oksidasi, suatu
logam akan kehilangan elektron, dan senyawa logam tersebut ion berubah menjadi ion-ion bebas.
b. Lingkungan
Dalam suatu peristiwa korosi, suatu lingkungan akan bersifat sebagai katoda. Katoda
adalah suatu bagian dari rekasi yang akan mengalami reduksi. Akibat reaksi reduksi, lingkungan
yang bersifat katoda akan membutuhkan elekron yang akan diambil dari anoda. Beberapa
lingkungan yang dapat bersifat katoda adalah Lingkungan air, atmosfer, gas, mineral acid, tanah,
dan minyak. Lingkungan korosif dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1) Lingkungan Korosi Kering adalah peristiwa korosi yang berlangsung tanpa adanya
kelembaban atau cairan pada temperatur tinggi dimana beberapa senyawa kimia
menyublem, mencair atau meleleh sehingga permukaan logam dapat terjadi keadaan antara
fase logam dan cair atau leleh senyawa kimia. Korosi merupakan reaksi kimia murni
karena tidak adanya elekrolit maupun mediumnya dan biasanya terjadi pada temperatur
tinggi. Korosi ini banyak terjadi pada tanur tinggi di pabrik besi baja atau pabrik semen.
2) Lingkungan Korosi Basah adalah suatu peristiwa basah berlangsung akibat lingkungan
yang bersifat cair, uap dan kelembaban udara yang bercampur dangan gas-gas polusi.
Korosi basah merupakan reaksi elektrokimia, karena adanya elektrolit dan medium yang
menyebabkan timbulnya reaksi kimia dari perpindahan electron. Korosi basah banyak
ditemukan pada pabrik-pabrik pada umumnya.
c. Reaksi antara material dan lingkungan
Adanya reaksi antara suatu material dengan lingkungannya merupakan suatu persyaratan
yang sangat penting dalam terjadinya suatu peristiwa korosi. Reaksi korosi hanya akan terjadi
jika terdapat hubungan atau kontak langsung antara material dan lingkungan. Akibat adanya
hubungan tersebut, akan terjadi reaksi reduksi dan oksidasi yang berlangsung secara spontan.
d. Elektrolit
Untuk mendukung suatu reaksi reduksi dan oksidasi dan melengkapi sirkuit elektrik, antara
anoda dan katoda harus dilengkapi dengan elektrolit. Elektrolit menghantarkan listrik karena
mengandung ion-ion yang mampu menghantarkan elektroequivalen force sehingga reaksi dapat
berlangsung (Nurhamzah, 2011).
Hal-hal lainnya yang dapat mempengaruhi terjadinya korosi, yaitu :
1. Temperatur, semakin tinggi temperatur maka reaksi kimia akan semakin cepat maka
korosi akan semakin cepat terjadi
2. Kecepatan aliran, jika kecepatan aliran semakin cepat maka akan merusak lapisan film
pada logam maka akan mempercepat korosi karena logam akan kehilangan lapisan.
3. pH, pada pH yang optimal maka korosi akan semakin cepat (mikroba).
4. Kadar Oksigen, semakin tinggi kadar oksigen pada suatu tempat maka reaksi oksidasi
akan mudah terjadi sehingga akan mempengaruhi laju reaksi korosi.
5. Kelembaban udara (Utomo, 2009).
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
Umumnya problem korosi disebabkan oleh air, tetapi ada beberapa faktor selain air yang
mempengaruhi laju korosi, diantaranya:
1. Faktor Gas Terlarut
• Oksigen (O2), adanya oksigen yang terlarut akan menyebabkan korosi pada metal
seperti laju korosi pada mild stell alloys akan bertambah dengan meningkatnya
kandungan oksigen. Reaksi korosi secara umum pada besi karena adanya kelarutan
oksigen adalah sebagai berikut :
Reaksi Anoda : Fe → Fe2- + 2e
Reaksi katoda : O2 + 2H2O+ 4e → OH
• Karbondioksida (CO2), jika karbon dioksida dilarutkan dalam air maka akan terbentuk
asam karbonat (H2CO3) yang dapat menurunkan pH air dan meningkatkan korosifitas,
biasanya bentuk korosinya berupa pitting yang secara umum reaksinya adalah: CO2 +
H2O → H2CO3
Fe + H2CO3 → FeCO3 + H2
2. Faktor Temperatur
Penambahan temperatur umumnya menambah laju korosi walaupun kenyataannya
kelarutan oksigen berkurang dengan meningkatnya temperatur. Apabila metal pada temperatur
yang tidak uniform, maka akan besar kemungkinan terbentuk korosi.
3. Faktor pH
pH netral adalah 7, sedangkan ph < 7 bersifat asam dan korosif, sedangkan untuk pH > 7
bersifat basa juga korosif. Tetapi untuk besi, laju korosi rendah pada pH antara 7 sampai 13. Laju
korosi akan meningkat pada pH < 7 dan pada pH > 13.
4. Faktor Bakteri Pereduksi atau Sulfat Reducing Bacteria (SRB)
Adanya bakteri pereduksi sulfat akan mereduksi ion sulfat menjadi gas H2S, yang mana
jika gas tersebut kontak dengan besi akan menyebabkan terjadinya korosi.
5. Faktor Padatan Terlarut
• Klorida (Cl), klorida menyerang lapisan mild steel dan lapisan stainless steel. Padatan
ini menyebabkan terjadinya pitting, crevice corrosion, dan juga menyebabkan pecahnya
alooys.
• Karbonat (CO3), kalsium karbonat sering digunakan sebagai pengontrol korosi dimana
film karbonat diendapkan sebagai lapisan pelindung permukaan metal, tetapi dalam
produksi minyak hal ini cenderung menimbulkan masalah scale.
• Sulfat (SO4), ion sulafat ini biasanya terdapat dalam minyak. Dalam air, ion sulfat juga
ditemukan dalam konsentrasi yang cukup tinggi dan bersifat kontaminan, dan oleh
bakteri SRB sulfat diubah menjadi sulfide yang korosif (Sidiq, 2013).
2.4 Jenis-Jenis Korosi
Secara garis besar korosi ada dua jenis yaitu :
1. Korosi Internal yaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO2 dan H2S pada
minyak bumi, sehingga apabila terjadi kontak dangan air akan membentuk asam yang
merupakan penyebab korosi.
2. Korosi Eksternal yaitu korosi yang terjadi pada bagian permukaan dari system perpipaan dan
peralatan, baik kontak udara bebas dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam
pada udara dari tanah. Kebanyakan logam ada secara alami sebagai bijih-bijih yang stabil
dari oksida-oksida, karbonat atau sulfida. Diperlukan energi untuk mengubah bijih logam
menjadi sesuatu yang bermanfaat. Korosi hanyalah perjalanan sifat pembalikan satu proses
yang tidak wajar kembali kepada suatu keadaan tenaga yang lebih rendah.
Secara umum, tipe dari korosi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Korosi Seragam/merata (Uniform Corrosion)
Korosi seragam merupakan korosi dengan serangan merata pada seluruh permukaan logam.
Korosi terjadi pada permukaan logam yang terekspos pada lingkungan korosif.
2. Korosi dua logam (Galvanic corrosion)
Korosi galvanik terjadi jika dua logam yang berbeda tersambung melalui elektrolit sehingga
salah satu dari logam tersebut akan terserang korosi sedang lainnya terlindungi dari korosi.
Untuk memprediksi logam yang terkorosi pada korosi galvanic dapat dilihat pada deret
galvanik.
3. Korosi Celah (Crevice corrosion)
Mirip dengan korosi galvanik, dengan pengecualian pada perbedaan konsentrasi media
korosifnya. Celah atau ketidakteraturan permukaan lainnya seperti celah paku keling (rivet),
baut, washer, gasket, deposit dan sebagainya yang bersentuhan dengan media korosif dapat
menyebabkan korosi terlokalisasi.
4. Korosi Sumuran (piitting corrosion)
Korosi sumuran terjadi karena adanya serangan korosi lokal pada permukaan logam
sehingga membentuk cekungan atau lubang pada permukaan logam. Korosi logam pada baja
tahan karat terjadi karena rusaknya lapisan pelindung (passive film).
5. Retak Pengaruh Lingkungan (environmentally induced cracking)
Merupakan patah getas dari logam paduan ulet yang beroperasi di lingkungan yang
menyebabkan terjadinya korosi seragam. Ada tiga jenis tipe perpatahan pada kelompok ini,
yaitu : stress corrosion cracking (SSC), corrosion fatigue cracking (CFC), dan hydrogen-
induced cracking (HIC)
6. Kerusakan Akibat Hidrogen (Hidrogen damage)
Kerusakan ini disebabkan karena serangan hydrogen yaitu reaksi antara hydrogen dengan
karbida pada baja dan membentuk metana sehingga menyebabkan terjadinya dekarburasi,
rongga, atau retak pada permukaan logam. Pada logam reaktik seperti titanium, magnesium,
zirconium dan vanadium, terbentuknya hidrida menyebabkan terjadinya penggetasan pada
logam.
7. Korosi Antar Butir (Intergranular corrosion)
Korosi yang menyerang pada batas butir akibat adanya segregasi dari unsur pasif seperti
krom meninggalkan batas butir sehingga pada batas butir bersifat anodic.
8. Dealloying
Dealloying adalah lepasnya unsur-unsur paduan yang lebih aktif (anodik) dari logam
paduan, sebagai contoh : lepasnya unsur seng atau Zn pada kuningan (Cu-Zn) dan dikenal
dengan istilah densification.
9. Korosi Erosi
Korosi erosi disebabkan oleh kombinasi fluida korosif dan kecepatan aliran yang tinggi.
Bagian fluida yang kecepatan alirannya rendah akan mengalami laju korosi rendah,
sedangkan fluida kecepatan tinggi menyebabkan terjadinya erosi dan dapat menggerus
lapisan pelindung sehingga mempercepat korosi.
10. Korosi Aliran (Flow induced Corrosion)
Korosi Aliran digambarkan sebagai efek dari aliran terhadap terjadinya korosi. Meskipun
mirip antara korosi aliran dan korosi erosi adalah dua hal yang berbeda. Korosi aliran adalah
peningkatan laju korosi yang disebabkan oleh turbulensi fluida dan perpindahan massa
akibat dari aliran fluida diatas permukaan logam. Korosi erosi adalah naiknya korosi
dikarenakan benturan secara fisik pada permukaan oleh partikel yang terbawa fluida (Sidiq,
2013).
2.5 Upaya – upaya untuk mencegah terjadinya korosi
Beberapa jenis material dan metode yang berbeda telah digunakan sebagai pelapisan logam
untuk menghindari korosi. Baja karbon rendah merupakan salah satu jenis material yang
memiliki sifat kekerasan yang baik namun sifat tahan karat yang buruk. Untuk itu perlu diadakan
suatu perlakuan agar baja karbon rendah ini memiliki sifat tahan karat yang baik. Banyak cara
dapat dilakukan untuk meningkatkan sifat tahan karat dari baja karbon rendah dan salah satu
alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan proses pelapisan listrik pada baja
dengan menggunakan bahan pelapis tahan karat seperti nikel, tembaga, seng, krom dan lain-lain
(Napitupulu, 2005).
Kelemahan dari pelapisan listrik (electroplatting) hanya terbatas pada gaya Faraday dan
hanya dapat berlaku pada senyawa tertentu. Pelapisan yang dilakukan dengan elektroplatting
hanya menghasilkan ikatan adhesi antara permukaan logam dasar dan logam pelapisnya,
sehingga kekuatan lapisan tidak terlalu kuat. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan
korosi pada logam terutama baja adalah proses pelapisan dengan cara mendifusikan atom-atom
logam pelapis ke dalam logam utama dan karena temperatur proses yang cukup tinggi maka
atom-atom logam pelapis yang berdifusi ke dalam logam utama membentuk larutan padat dan
senyawa logam lainya. Proses ini disebut dengan diffusion coating atau pelapisan difusi.
Upaya-upaya lainnya untuk mencegah terjadinya korosi, yaitu :
1. Memilih logam yang tepat untuk suatu lingkungan dengan kondisi-kondisinya.
2. Memberi lapisan pelindung agar lapisan logam terlindung dari lingkungannya.
3. Memperbaiki lingkungan supaya tidak korosif.
4. Perlindungan secara elektrokimia dengan anoda korban atau arus tandingan.
5. Memperbaiki konstruksi agar tidak menyimpan air,lumpur dan zat korosif lainnya
(Utomo, 2009).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Survey ke lokasi dilakukan pada hari Minggu tanggal 20 Desember 2020 di Desa Lubuk
Kembang, Curup Utara.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam survey ini yaitu kamera handphone.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk menjadi objek pengamatan yaitu jembatan baja.
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada pengamatan ini yaitu menggunakan metode observasi
dengan pengamatan langsung ke lokasi survey. Adapun prosedur kerjanya yaitu :
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Mengamati objek di lingkungan sekitar yang mengalami perkaratan/korosi.
3. Menentukan pilihan objek yang telah diamati.
4. Mengambil foto atau gambar dari objek korosi dengan menggunakan kamera handphone.
5. Mengamati dan mencatat hasil pengamatan dari objek korosi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Gambar korosi Keterangan
Korosi galvanis pada sambungan baut
jembatan baja

Korosi seragam pada dinding jembatan baja

Korosi celah pada handrail jembatan dan


pada dinding jembatan

4.2 Pembahasan
Korosi pada sambungan baut adalah jenis korosi galvanik (galvanic corrosion) yang
terjadi karena adanya dua buah logam yang berbeda yang saling kontak dalam lingkungan yang
korosif. Mekanisme terjadinya korosi galvanik terjadi karena proses elektrokimia dari dua logam
yang memiliki perbedaan potensial yang kemudian dihubungkan langsung dalam elektrolit sama.
Selanjutnya, akibat adanya perbedaan potensial, elektron akan mengalir dari logam anodik
menuju logam katodik sehingga logam anodik akan berubah menjadi ion-ion positif karena
kehilangan elektron. Ion-ion positif yang berada di dalam elektrolit ini akan berubah menjadi
garam. Oleh karena peristiwa ini, permukaan anoda akan terlarut sehingga terbentuklah karat-
karat pada permukaan (surface attack).
Besi akan berperan sebagai logam katodik dan alumunium berperan sebagai logam anodik.
Elektron akan mengalir dari alumunium menuju ke besi sehingga material logam yang akan
mengalami korosi adalah alumunium, sedangkan logam besi adalah logam yang terlindungi
karena memiliki potensial yang lebih tinggi.
Korosi pada permukaan galvanis dipicu oleh ion Cl. Walaupun sedikit ion Cl mampu
memicu korosi pada permukaan baut. Ketika lapisan galvanis pada bagian yang terkorosi telah
habis, maka korosi yang terjadi selanjutnya adalah korosi dwi logam atau korosi galvanik. Hal
ini terjadi karena logam pada lapisan galvanis (Zn) mempunyai harga potensial korosi yang lebih
negatif daripada baja. Sehingga apabila seng (Zn) dan baja disambung, maka seng akan bersifat
anodik terhadap baja atau seng akan terkorosi. Jika lapisan galvanis terkorosi, maka permukaan
logam tidak terlindung lagi. Hal ini bisa membuat logam mengalami korosi lebih lanjut. Hal ini
bisa memicu terjadinya korosi sumuran, karena produk korosi yang mengendap pada permukaan
logam menghalangi difusi oksigen.
Sedangkan pada sambungan handrail jembatan dan dinding jembatan yang berlubang
terjadi korosi celah. Walaupun telah diberi semacam sekat, air tetap masuk pada daerah celah
yang sempit tersebut. Karena celah sangat sempit, maka tidak memungkinkan terjadinya aliran
air, sehingga di daerah celah terjadi kekurangan oksigen, dan mekanisme korosi celahpun terjadi
(Riyanta dan Aththar, 2011).
Korosi celah handrail pada baja karbon rendah yaitu semakin tinggi kadar karbon suatu
baja menunjukkan bahwa kekuatannya terhadap korosi semakin baik, dengan kata lain bahwa
semakin sedikit kandungan karbon suatu baja, maka semakin banyak kandungan besinya (Fe).
Pada baja biasanya yang diserang karat adalah logam besi Fe, sampai butir-butir besi Fe nya
terkikis sedikit demi sedikit yang pada akhirnya unsur lainpun ikut lepas dari ikatan antar
atomnya, sehingga menimbulkan rongga-rongga besar dan merata sepanjang permukaan bisa
juga sampai habis baja yang terkena media korosi atau elektrolit tersebut. Semakin lama hal ini
terjadi maka permukaan logam-logam tersebut semakin habis (Nasution, 2018).
Korosi seragam yang terjadi pada permukaan dinding jembatan baja diakibatkan oleh
reaksi kimia karena pH air yang rendah dan udara yang lembab, sehingga makin lama logam
makin menipis. Biasanya ini terjadi pada pelat baja atau profil, logam homogen. Korosi jenis ini
bisa dicegah dengan cara diberi lapis lindung yang mengandung inhibitor seperti gemuk,
pemeliharaan material yang tepat serta untuk jangka pemakaian yang lebih panjang diberi logam
berpaduan tembaga 0,4% (Utomo, 2009).
Untuk mencegah atau memperlambat terjadinya proses korosi dapat dilakukan dengan
memasang suatu anoda buatan di luar logam yang akan diproteksi. Daerah anoda adalah
suatu bagian logam yang kehilangan elektron. Ion positifnya meninggalkan logam tersebut dan
masuk ke dalam larutan yang ada sehingga logam tersebut berkarat. Oleh karena adanya
perbedaan potensial, maka arus elektron akan mengalir dari anoda yang dipasang dan akan
menahan melawan arus elektron dari logam yang didekatnya, sehingga logam tersebut berubah
menjadi daerah katoda (cathodic protection). Dalam hal ini, elektron disuplai kepada logam yang
diproteksi oleh anoda buatan sehingga elektron yang hilang dari daerah anoda tersebut selalu
diganti, sehingga akan mengurangi proses korosi dari logam yang diproteksi. Anoda buatan
tersebut ditanam dalam suatu elektrolit yang sama (dalam hal ini tanah lembab) dengan logam
(dalam hal ini pipa) yang akan diproteksi dan antara pipa dihubungkan dengan kabel yang sesuai
agar proses listrik diantara anoda dan pipa tersebut dapat mengalir terus menerus.
Lalu dapat dilakukan dengan coating dengan melapisi logam (coating) dengan suatu bahan
agar logam tersebut terhindar dari korosi lalu dengan pengecatan (painting) yaitu pemeliharaan
dengan pengecatan dilakukan untuk instalasi pipa yang berada pada bagian permukaan. Dalam
pengecatan perlu diperhatikan penggunaan cat yang sesuai dengan standart dan ketebalan cat
perlu diperhatikan yaitu ketebalan antara primer coat, intermediate coat dan top coat . Sebelum
pipa dicat harus dilakukan sandblasting harus dilakukan sandblasting terlebih dahulu, untuk
terlebih dahulu, untuk memastikan memastikan bahwa tidak ada air atau kotoran kotoran yang
dapat menyebabkan menyebabkan korosi setelah setelah dilakukan dilakukan pengecatan.
Pemakaian bahan-bahan kimia (chemical inhibitor) juga dapat dilakukan untuk
memperlambat reaksi korosi digunakan bahan kimia yang disebut inhibitor corrosion yang
bekerja dengan cara membentuk lapisan pelindung pada permukaan metal. Lapisan molekul
pertama yang tebentuk mempunyai ikatan yang sangat kuat yang disebut chemis option.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari laporan survey ini yaitu :
1. Terdapat berbagai jenis korosi yang ada pada jembatan baja di Desa Lubuk Kembang, Curup
Utara yaitu korosi galvanik, korosi celah, dan korosi seragam yang terdapat di berbagai
bagian yang ada pada jembatan baja tersebut.
2. Berbagai cara-cara pengendalian korosi yaitu coating (melapisi logam), painting
(pengecatan), diberi paduan logam dan tembaga, dan chemical inhibitor (pemakaian bahan-
bahan kimia).
3. Dari berbagai cara pengendalian korosi yang paling efektif salah satunya yaitu pengecatan
terutama untuk mengendalikan korosi yang ada pada handrail jembatan.

5.2 Saran
Untuk survey atau pengamatan selanjutnya dapat dilakukan pengamatan korosi pada
berbagai jenis jembatan yang ada disekitar seperti jembatan beton.
DAFTAR PUSTAKA

Amsori, M.D. 2012. Studi Dampak Korosi Terhadap Internal Baja. Jurnal lIlmiah Ilmu Batang
hari Jambi, 12 (2), 1-8.
Chamberlain, J.T. 1991. Korosi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Napitupulu, R.A.M. 2005. Pengaruh Temperatur dan Waktu Pelapisan terhadap Laju Pelapisan
Nikel pada Baja Karbon Rendah. Jurnal Teknik Simetrika, 4 (2), 345-351.
Nasution, Muslih. 2018. Karakteristik Baja Karbon Terkorosi Oleh Air Laut. Buletin Utama
Teknik, 14 (1), 2598-3814.
Nurdin, Irman. 1986. Penanggulangan Korosi Komponen Baja. Jurnal Puslitbang Jalan, 1 (1), 1-
5.
Nurhamzah, T.P. 2011. Studi Laju Korosi pada Sampel Pipa Baja API 5L X-52 dengan
Pengaruh Variasi Kecepatan Putaran dan Gas CO2 pada pH 6 dalam Larutan NaCl
3,5%. Skripsi. Universitas Indonesia : Depok.
Riyanta, Bambang dan Aththar, M.A. 2011. Analisis Korosi pada Sambungan Double Nipple
Pompa Submersible di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Semesta
Teknika, 14 (1), 64-71.
Sidiq, M.F. 2013. Analisa Korosi dan Pengendaliannya. Jurnal Foundry, 3 (1), 27-30.
Utomo, Budi. 2009. Jenis Korosi dan Penanggulangannya. Kapal, 6 (2), 138-141.

Anda mungkin juga menyukai