A. LATAR BELAKANG
1. BAJA
Besi murni (ferit) tentulah tidak mengandung karbon. Besi ini relatif lunak dan
liat serta mampu tempa, tetapi tidak kuat. Hampir semua besi murni mempunyai
suatu kekuatan tarik batas sekitar 40.000 psi. Penambahan karbon ke dalam besi
murni dalam jumlah yang berkisar dari 0,05 sampai 1,7 persen, menghasilkan apa
yang dikenal sebagai baja. Bila satu atau lebih logam ditambahkan kedalam baja
karbon dalam jumlah yang cukup maka akan diperoleh sifatsifat baja yang baru,
hasil ini dikenal dengan baja paduan. Logam paduan yang umum digunakan
adalah nikel, mangan, khrom, vanad, dan molibden. Baja karbon biasanya
diklasifikasikan seperti ditunjukkan di bawah ini :
Baja karbon rendah Mengandung karbon antara 0,05 hingga 0,30 wt% C.
Memiliki kekuatan luluh ( yield strength ) 275 MPa (40.000 psi), kekuatan
tarik ( tensile strength ) antara 415 dan 550 MPa (60.000 dan 80.000 psi), dan
keuletan ( ductility ) dari 25% EL. Relatif lunak dan lemah tetapi memiliki
ketangguhan dan keuletan yang luar biasa. Di samping itu, baja karbon rendah
memiliki sifat mudah ditempa, mudah di mesin, dan mudah di las.
Baja karbon tinggi Biasanya mengandung karbon sebesar 0,60 hingga 1,4 wt%
C. Merupakan baja karbon yang paling sulit untuk dibentuk, ditempa, di las,
dan dipotong tetapi memiliki tingkat keuletan paling tinggi. Memiliki sifat
yang sangat keras dan tahan aus. Baja karbon tinggi ini biasa digunakan untuk
mesin pemotong, pisau, pisau gergaji besi, per (spring), dan kawat baja
berkekuatan tinggi.
2. Korosi
Korosi didefinisikan sebagai penghancuran paksa zat seperti logam dan bahan
bangunan mineral media sekitarnya, yang biasanya cair (agen korosif). Ini
biasanya dimulai pada permukaan dan disebabkan oleh kimia dan dalam kasus
logam, reaksi elektrokimia. Kehancuran kemudian dapat menyebar ke bagian
dalam materi. Organisme juga dapat berkontribusi pada korosi bahan bangunan
[2] selain itu korosi juga dapat diartikan sebagai penurunan mutu logam yang
disebabkan oleh reaksi elektrokimia antara logam dengan lingkungan sekitarnya
[3]. Korosi dapat terjadi apabila terdapat empat elemen di bawah ini :
Anoda Terjadi reaksi oksidasi, maka daerah tersebut akan timbul korosi
M→ M+ + e
3. JENIS-JENIS KOROSI
1) Pitting corrosion
Pitting corrosion adalah pengkaratan yang terpusat pada satu titik dengan
kedalaman tertentu. Pitting corrosion umumnya berbentuk lubang-lubang kecil
pada permukaan dan umumnya sukar terdeteksi dengan visual inspection.
Korosi ini sangat berbahaya karena lubang-lubang kecil tersebut dapat
mengakibatkan timbulnya konsentrasi tegangan yang dapat berakibat pada
kegagalan pipa
2) Korosi Erosi
Korosi erosi adalah Korosi yang terjadi karena keausan dan menimbulkan
bagian-bagian yang tajam dan kasar, bagian-bagian inilah yang mudah terjadi
korosi dan juga diakibatkan karena fluida yang sangat deras dan dapat
mengkikis film pelindung pada logam. Korosi ini biasanya terjadi pada pipa
dan propeller. Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara:
c. Diberikan inhibotor.
3) Korosi Seragam
4) Intergranular Corrosion
5) Korosi Arus
Liar Korosi arus liar adalah korosi yang disebabkan oleh adanya arus
konvensional yang mengalir dalam arah berlawanan dengan aliran elektron,
besarnya dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dari luar.
BAB III
METODE PENELITIAN
S.t
Keterangan:
K
dimana C adalah berat molekul monomer, K adalah koefisien adsorpsi dan adalah luas
permukaan baja yang tertutup yang dihitung menggunakan persamaan (3).
R1 R 2
(3)
R1
Jika diplotting C/ terhadap C membentuk garis lurus, maka peristiwa tersebut mematuhi
persamaan isotherm Langmuir. Nilai energi bebas adsorpsi (Go) dapat dihitung dari
persamaan (4)
1 Go
K exp (4)
55,5 RT
Panas adsorpsi (Ho) dan entropi standar adsorpsi (So) ditentukan dengan
menggunakan persamaan fundamental termodinamik yaitu persamaam (5)
Goads ad (5)
s ad
H o TS o s
Nilai Ho merupakan nilai intersep dan So adalah nilai slope dari plot antara Go dan T.
BAB IV
PEMBAHASAN
Nano-partikel kitosan terbentuk akibat adanya interaksi antara gugus negatif dari
natrium tripolifospat (TPP) dengan muatan positif gugus amino dari kitosan dalam keadaan
asam. Hal ini terjadi karena kemampuan kitosan secara cepat membentuk gel dengan
polianion yaitu membentuk ikatan silang ionik (Aktas et al., 2005).. Pembentukan ikatan
silang ionik antara kitosan dengan TPP dalam suasana asam seperti yang dilaporkan
Bhumkar and Pokharkar (2006) dapat dilihat pada Gambar 1.
CH2OH H H
O H
HH OH OH
O O
H OH H OH
H H H
O
CH2OH
NH3
+O
HO P O
HO P O
HO P
O
CH2OH
O
O
H NH3+
OH HH
OH O O
H OH
O H
CH2OH NH3+
H
Nano-partikel kitosan merupakan inhibitor korosi pada baja lunak dalam media air gambut.
Gambar 2 memperlihatkan bahwa laju korosi baja tanpa inhibitor meningkat dengan naiknya
temperatur. Sedangkan laju korosi baja yang menggunakan inhibitor nano- partikel kitosan
dengan variasi berat dapat menurunkan laju korosi. Laju korosi minimum terjadi pada
temperatur 40 oC. Hal ini disebabkan nano-partikel kitosan pada temperatur 40 oC lebih
stabil sehingga adsorpsi pada permukaan baja lebih efektif. Sedangkan diatas dan dibawah
temperatur 40 oC interaksi elektrostatik nano-partikel kitosan dengan permukaan baja
menjadi rendah yang menyebabkan laju korosi makin meningkat.
1
Tanpa inhibitor
0,9 1(mg)
(mg)
0,8 (mg)
(mg)
0,7 (mg)
Laju korosi, R (mdd)
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
20 25 30 35 40 45 50 55
T (oC)
Gambar 2. Laju korosi baja lunak dalam air gambut dengan variasi temperatur.
Gambar 3. Kurva adsorpsi Langmuir pada baja dalam air gambut terhadap konsentrasi
pada berbagai variasi temperatur.
Tabel 1. Parameter termodinamika korosi dari nano-partikel kitosan pada baja dalam air
gambut dengan temperatur berbeda
30 -32,83
50 -33,61
Terlihat nilai Go bernilai negative dan mendekati nilai 40 kJmol-1, artinya proses
adsorpsi inhibitor korosi yang digunakan pada permukaan baja lunak bersifat spontan dan
terjadi karena pertukaran muatan dari molekul inhibitor ke permukaan baja membentuk
ikatan koordinasi (Cheng et al., 2007). Tanda negative pada nilai Ho menunjukkan
adsorpsi molekul inhibitor merupakan proses eksoterm yaitu melepaskan energi (Obot et
al., 2011). Sedangkan tanda positif pada nilai So menunujukkan bahwa molekul inhibitor
secara bebas bergerak untuk teradsorpasi pada permukaan baja secara acak.
Karakterisasi produk korosi (oksida Fe) pada penelitian ini diperlukan untuk
membuktikan apakah nano-partikel kitosan teradsorpsi pada permukaan baja atau tidak.
Berdasarkan spektrum FT-IR pada Gambar 4, terlihat produk korosi pada permukaan baja
yang direndam dalam air gambut selama 3 hari tanpa inhibitor memperlihatkan produk
korosi yang terbentuk merupakan campuran –FeOOH (lepidocrocite) dan Fe3O4
(magnetite) ditandai munculnya puncak 1636 dan 574 cm-1 ( Favre and Landolt, 1993). –
FeOOH terbentuk karena merupakan bentuk oksida besi yang paling cepat terjadi di dalam
lingkungan air dan mudah berubah menjadi Fe3O4. Bentuk oksida Fe(OH)2 tidak terbentuk
karena tidak stabil dengan kelebihan oksigen dalam air gambut sehingga akan terjadi
oksidasi membentuk oksida besi trivalen terhidrat yaitu Fe 2O3.n H2O dan juga FeO(OH) +
H2O (Bardal, 2003). Bentuk oksida FeO tidak terbentuk karena terjadi pada temperatur
tinggi
(b)
Gambar 4. Spektrum FT-IR permukaan baja: (a) tanpa dan (b) dengan nano-partikel
kitosan dalam air gambut.
Berdasarkan foto SEM-EDS pada permukaan baja lunak dalam air gambut dengan nano-
partikel kitosan dapat dilihat pada Gambar 5. Terlihat bahwa permukaan baja ditutupi oleh
nano-partikel kitosan membentuk lapisan tipis. Spektrum EDS menunjukkan bahwa nano-
partikel kitosan teradsorpsi pada permukaan baja yaitu ditandai dengan persentase massa
atom C mencapai 17,94 %. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa inhibitor yang
digunakan membentuk lapisan pasif pada permukaan baja lunak, karena molekul nano-
kitosan mengandung gugus-gugus aktif yaitu –NH 2, -OH dan ion P3O10-5 yang dapat
membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe. Molekul nano-kitosan berperanan sebagai
ligan (L), sehingga dapat diusulkan reaksi pembentukan Fe-khelat (persamaan (6)). Fe-
khelat terbentuk diperkuat dengan data yang ditunjukkan pada spektrum FT-IR pada Gambar
4b. yaitu muncul puncak pada 1396 dan 1031 cm -1 dengan transmitan lebih kecil yang
menunjukkan bahwa ada interaksi gugus-gugus aktif nano-kitosan dengan Fe. Hasil ini
didukung dengan analisa foto SEM dan spektrum EDX terlihat lapisan film pada permukaan
baja terdisribusi tidak homogen dan cenderung mengendap. Hal ini disebabkan kemampuan
nano-kitosan membentuk agreggat atau membentuk struktur jaringan kontinu yang meluas
hingga keseluruh volume yang ada, sehingga lapisan film yang terjadi pada permukaan baja
dapat diamati dengan mata.
Fe2 FeL2 komplek Fe- (
2L (Senyawa khelat)
Gambar 5. a) Foto SEM dan b) Spektrum EDS Permukaan baja setelah dicelupkan dalam
air gambut dengan nano-partikel kitosan.
KESIMPULAN
Laju korosi baja lunak dalam media air gambut menggunakan inhibitor korosi
nano-partikel dipengaruhi oleh temperatur. Hasil perhitungan didapatkan nilai Go pada 30
o
C, 40 oC dan 50 oC berturut-turut adalah -32,83; -32,94 dan -33,61 kJmol-1, hasil ini
menunjukkan bahwa proses reaksi inhibisi korosi bersifat kemisorpsi. Nilai Ho diperoleh
sebesar -20,92 kJ mol-1 yang menunjukkan bahwa adsorpsi molekul inhibitor merupakan
proses eksoterm. Sedangkan nilai So diperoleh sebesar +39,0J mol-1K-1 yang
menunjukkan bahwa molekul nano-partikel kitosan secara spontas teradsopsi pada
permukaan baja lunak dalam air gambut. Hasil karakterisasi permukaan baja lunak
berdasarkan spektrum FT-IR dan foto SEM-EDS memperlihatkan nano-partikel kitosan
teradsorpsi pada permukaan baja membentuk senyawa kompleks.
Aktas, Y., Andrieux, K., Alonso, M. J., and Calvo, P., 2005, Preparation and in Vitro
Evaluation of Chitosan Nanoparticles Containing a Caspase Inhibitor. International
Journal of Pharmaceuties, vol. 298, pp. 378-383.
Alif, A., Aziz, H and Tysna, S., 2003., Pengaruh Udara selama Fototransformasi Air Rawa
Gambut pada 254 nm terhadap Kandungan nitrit dan Nitrat. Journal Kimia
Andalas, vol. 9, pp. 25-28.
Cheng,S., Chen, S.,Liu, T.,Cahang, X and Yin, Y., 2007, Carboxymenthyl chitosan as an
Ecofriendly Inhibitor for Mild Steel in 1 M HCl, Materials Letters, vol. 61, pp.
3276 – 3280.
Favre, M and Landolt, D., 1993, The Influence of Gallic Acid on The Reduction of Rust on
Painted Steel Surfaces, Corrosion Science, vol. 34, pp. 1481- 1494.
Erna, M, Emriadi, Alif, A, and Arief, S., 2011, Efektifitas Kitosan Sebagai Inhibitor Korosi
pada Baja Lunak dalam Air Gambut, Journal Natur Indonesia, vol. 13(2), pp. 118-
122.
Obot, I.B and Obi-Egbedi, N,O., 2011, Anti-Corrosive Properties of Xanthon on Mild Steel
Corrosion in Sulphuric Acid; Experimental and Theoretical Investigations, Current
Applied Physics, vol. 11, pp. 382-392.
Raja, P.B and Sethuraman, M.G., 2008, Natural Products as Corrosion Inhibitor for Metals
Tang, Z.X., Qian, J.Q and Shi, L.U., 2007, Characterizations of Immobilized Neutral
Lipase on Chitosan Nano-particles, Materials Letters, vol. 61, pp. 37 – 40.