PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Pengertian Korosi
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam
dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak
dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh korosi yang paling
lazim adalah perkaratan besi.
Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara)
mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat. Rumus kimia
karat besi adalah Fe2O3.nH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah.
Korosi merupakan proses elektrokimia. Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi itu berlaku
sebagai anode, di mana besi mengalami oksidasi.
Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi itu yang bertindak
sebagai katode, di mana oksigen tereduksi.
atau
Ion besi(II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi(III) yang
kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, yaitu karat besi. Mengenai bagian mana dari
besi itu yang bertindak sebagai anode dan bagian mana yang bertindak sebagai katode,
bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu.
Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi
secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Ada definisi lain yang mengatakan bahwa
korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih
mineral logam besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida ataubesi sulfida, setelah
diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja atau baja
paduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang menyebabkan
korosi (kembali menjadi senyawa besi oksida).
Jenis kerusakan yang terjadi tidak hanya tergantung pada jenis logam, keadaan fisik
logam dan keadaan penggunaan-penggunaannya, tetapi juga tergantung pada lingkungannya.
Ditinjau dari bentuk produk atau prosesnya, menurut Setyowati tahun 2008 korosi dapat
dibedakan dalam beberapa jenis, di antaranya :
a. Korosi merata (uniform corrosion)
Korosi merata adalah korosi yang terjadi secara serentak diseluruh permukaan logam,
oleh karena itu pada logam yang mengalami korosi merata akan terjadi pengurangan dimensi
yang relatif besar per satuan waktu. Kerugian langsung akibat korosi merata berupa kehilangan
material konstruksi, keselamatan kerja dan pencemaran lingkungan akibat produk korosi dalam
bentuk senyawa yang mencemarkan lingkungan. Sedangkan kerugian tidak langsung, antara lain
berupa penurunan kapasitas dan peningkatan biaya perawatan (preventive maintenance).
g. Korosi erosi
Korosi erosi adalah korosi yang terjadi pada permukaan logam yang disebabkan aliran
fluida yang sangat cepat sehingga merusak permukaan logam dan lapisan film pelindung. Korosi
erosi juga dapat terjadi karena efek-efek mekanik yang terjadi pada permukaan logam, misalnya :
pengausan, abrasi dan gesekan. Logam yang mengalami korosi erosi akan menimbulkan bagian-
bagian yang kasar dan tajam
h. Korosi lelah
Merupakan kegagalan logam akibat aksi gabungan beban dinamik dan lingkungan
korosif.
i. Pitting corrosion
Korosi sumuran (pitting corrosion), korosi ini terjadi akibat adanya sistem anoda pada
logam, dimana daerah tersebut terdapat konsentrasi ion Cl– yang tinggi. Korosi jenis ini sangat
berbahaya karena pada bagian permukaan hanya lubang kecil, sedangkan pada bagian dalamnya
terjadi proses korosi membentuk “sumur” yang tidak tampak.
Mekanisme korosi ini dapat dijelaskan dari Gambar 2.3 dibawah ini. Karena suatu
pengaruh fisik maupun metalurgis (adanya presipitasi karbida maupun inklusi) maka pada
permukaan logam terdapat daerah yang terkorosi lebih cepat dibandingkan lainnya. Kondisi ini
menimbulkan pit yang kecil, pelarutan logam yang cepat terjadi dalam pit, saat reduksi oksigen
terjadi pada permukaan yang rata. Pelarutan logam yang cepat akan mengakibatkan pindahnya
ion Cl–. Kemudian didalam pit terjadi proses hidrolisis (seperti pada Crevice Corrosion) yang
menghasilkan ion H+ dan Cl–. Kedua jenis ion ini secara bersama – sama mempercepat
terjadinya pelarutan logam sehingga mempercepat terjadinya korosi.
Dengan adanya reaksi diatas pada daerah sekitar sumuran cenderung untuk menekan laju korosi
karena daerah tersebut terpasifasi dengan naiknya pH akibat timbulnya ion OH–. Dengan kata
lain sumuran secara katodik melindungi bagian lain dari permukaan baja. Terkadang pada dasar
sumuran, terdapat larutan terlarut dari garamnya seperti kristal FeCl2.4H2O. Oleh karena korosi
sumuran memiliki kecenderungan untuk terjadi dibawah permukaan sehingga mengakibatkan
kerusakan yang lebih hebat dibandingkan dengan dipermukaan, sehingga dapat dikatakan korosi
sumuran sebagai perioda perantara terjadinya korosi merata.
Macam-macam bentuk pitting. Berikut ini adalah macam-macam bentuk dari korosi sumuran:
Gambar 2. macam-macam bentuk korosi sumuran.
Cara mencegah agar tidak terjadinya proses korosi sumuran (pitting corrosions), yaitu:
1. Meletakkan material tegak berdiri sehingga tidak akan terjadi genangan air pada permukaan
logam
2. Melapisi permukaan logam dengan pelindung atau lazim disebut coating baik organic maupun
yang organic
3. Penambahan inhibitor yang sesuai dengan lingkungannya
4. Merubah lingkungan dengan mengurangi faktor utama penyebab dampak korosi
5. Pemasangan seng anode yang sesuai dengan kondisi dimana korosi tersebut terjadi
j. Stress corrosion cracking
Korosi retak tegang (SCC) adalah peristiwa pembentukan dan perambatan retak dalam
logam yang terjadi secara simultan antara tegangan tarik yang bekerja pada bahan tersebut
dengan lingkungan korosif. Proses korosi retak tegang (SCC) dapat terjadi dalam beberapa menit
jika berada pada lingkungan korosif atau beberapa tahun setelah pemakaiannya. Hal ini terjadi
karena adanya serangan korosi terhadap bahan. Korosi retak tegang (SCC) merupakan kerusakan
yang paling berbahaya, karena tidak ada tanda-tanda sebelumnya.
Gambar 3. macam-macam stress corosi cracking
Dalam kondisi kombinasi antara tegangan (baik tensile, torsion, compression, maupun thermal)
dan lingkungan yang korosif maka Stainless Steel cenderung lebih cepat mengalami korosi.
Karat yang menyebabkan berkurangnya penampang luas efektif permukaan Stainless Steel
menyebabkan tegangan kerja (working stress) pada Stainless Steel akan bertambah besar. Korosi
ini meningkat jika bagian yang mengalami tekanan (stress) berada di lingkungan dengan kadar
klorida tinggi.
Pada tahun 1998, Zhang melakukan penelitian tentang pengaruh ion borate terhadap
korosi retak tegang pada material stainless steel 304 (UNS30400) yang disensitisasi padasodium
borate (Na2B4O7) cair, pada temperatur 950 C yang diamati pada percobaanSlow Strain Rate
Testing (SSRT) dengan menggunakan sistem observasi dinamik. Pengaruh inhibitor
dari ion borate (B4O72-) pada pemicu retak dihasilkan dari efek penahanan, pada saat
pengasaman lokal membentuk lapisan pelindung. Konsentrasi (B4O72-) yang tersedia tidak
menunjukkan pengaruh inhibitor pada kecepatan retak (CF). Ion hidroksil (OH-) juga memicu
retak dengan mengikuti distribusi probabilitas eksponen dan kecepatan retak diikuti distribusi
probabilitas Weibull.
Stainless steel ada 5 jenis, di antaranya adalah Austenitic Stainless Steel dan Duplex
Stainless Steel. Austenitic SS mengandung sedikitnya 16% Chrom dan 6% Nickel (grade
standar untuk 304), sampai ke grade Super Autenitic SS seperti 904L (dengan kadar Chrom dan
Nickel lebih tinggi serta unsur tambahan Mo sampai 6%). Molybdenum (Mo), Titanium (Ti) atau
Copper (Co) berfungsi untuk meningkatkan ketahanan terhadap temperatur serta korosi.
Austenitic cocok juga untuk aplikasi temperature rendah disebabkan unsur Nickel membuat SS
tidak menjadi rapuh pada temperatur rendah. Sedangkan Duplex SS seperti 2304 dan 2205 (dua
angka pertama menyatakan persentase Chrom dan dua angka terakhir menyatakan persentase
Nickel) memiliki bentuk mikrostruktur campuran austenitic dan Ferritic. Duplex ferritic-
austenitic memiliki kombinasi sifat tahan korosi dan temperatur relatif tinggi atau secara khusus
tahan terhadap Stress Corrosion Cracking. Meskipun kemampuan Stress Corrosion Cracking-nya
tidak sebaik ferritic SS tetapi ketangguhannya jauh lebih baik (superior) dibanding ferritic SS
dan lebih buruk dibanding Austenitic SS. Sementara kekuatannya lebih baik dibanding
Austenitic SS (yang di annealing) kira-kira 2 kali lipat. Sebagai tambahan, Duplex SS ketahanan
korosinya sedikit lebih baik dibanding 304 dan 316 tetapi ketahanan terhadap pitting coorrosion
jauh lebih baik (superior) dubanding 316. Ketangguhannya Duplex SS akan menurun pada
temperatur dibawah – 50oC dan diatas 300oC (Nugroho, 2008).
Materi utama pada konstruksi untuk alat proses dalam industri Farmasetika dan Bioteknologi
adalah stainless steel austenit tipe 316L. Stainless steel tipe 316L mempunyai mikrostruktur yang
terdiri dari fase austenit dan sedikit volume fase ferrit. Hal ini dapat dicapai dengan penambahan
cukup nikel pada campuran untuk menstabilkan fase austenit. Komposisi Nikel pada SS 316L
rata-rata adalah 10-11%. Stainless steel duplex memilki komposisi kimia yang disesuaikan untuk
menghasilkan mikrostuktur yang fase ferrit dan austenitnya sama banyak. Baru-baru ini, muncul
pula duplex stainless steel tipe 2205 sebagai material industri, yang merupakan stainless steel
dengan pengurangan kandungan nikel 5% dan menyesuaikan penambahan Mangaan dan
Nitrogen untuk menghasilkan ferrit kira-kira 40-50% (Fritz, 2011).
Jenis korosi yang paling umum terjadi pada stainless steel dalam aplikasi farmasi dan
bioteknologi adalah korosi sumuran pada lingkungan bantalan-klorida. Peningkatan kadar Cr,
Mo dan N di stainless steel duplex 2205 secara substansi lebih tahan terhadap korosi pitting dan
korosi celah daripada 316 L. Resistensi pitting relatif dari stainless steel dapat ditentukan dengan
mengukur suhu yang diperlukan untuk menghasilkan pitting (pitting suhu kritis) dalam larutan
uji standar seperti besi klorida 6%. Stainless steel duplex 2205 memiliki suhu kritis pitting (CPT)
di antara tipe 316 L dan Super austenitik stainless steel 6% Mo. Perlu dicatat bahwa pengukuran
CPTs dalam larutan klorida memberikan peringkat yang dapat diandalkan dari ketahanan pitting
klorida relatif, tetapi seharusnya tidak digunakan untuk memprediksi suhu pitting kritis dalam
lingkungan bantalan-klorida lainnya (Fritz, 2011).
Pada suhu di atas 150oF (60oC) kombinasi dari tegangan tarik dan klorida dapat dengan
mudah memecahkan kelas 316L. Mode katastropik serangan disebut korosi stres retak klorida
dan harus dipertimbangkan ketika memilih bahan untuk proses stream panas. 316L tipe yang
harus dihindari untuk aplikasi yang melibatkan klorida dan suhu 150oF dan lebih tinggi. 2205
duplex stainless steel tahan SCC (Stress Corrosion Cracking) dalam larutan garam sederhana
sampai dengan suhu minimal 250 F (Fritz, 2011).
Perbandingan properti mekanik antara stainless steel duplex 2205 dengan austenit 316L:
Karatan adalah istilah yang diberikan masyarakat terhadap logam yang mengalami
kerusakan berbentuk keropos. Sedangkan bagian logam yang rusak dan berwarna hitam
kecoklatan pada baja disebut Karat. Secara teoritis karat adalah istilah yang diberikan terhadap
satu jenis logam saja yaitu baja, sedangkan secara umum istilah karat lebih tepat disebut korosi.
Korosi didefenisikan sebagai degradasi material (khususnya logam dan paduannya) atau sifatnya
akibat berinteraksi dengan lingkungannya.
Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan berlangsung
dengan sendirinya, oleh karena itu korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali.
Korosi hanya bisa dikendalikan atau diperlambat lajunya sehingga memperlambat proses
perusakannya.
Dilihat dari aspek elektrokimia, korosi merupakan proses terjadinya transfer elektron dari
logam ke lingkungannya. Logam berlaku sebagai sel yang memberikan elektron (anoda) dan
lingkungannya sebagai penerima elektron (katoda). Reaksi yang terjadi pada logam yang
mengalami korosi adalah reaksi oksidasi, dimana atom-atom logam larut kelingkungannya
menjadi ion-ion dengan melepaskan elektron pada logam tersebut. Sedangkan dari katoda terjadi
reaksi, dimana ion-ion dari lingkungan mendekati logam dan menangkap elektron- elektron yang
tertinggal pada logam.
Dampak yang ditimbulkan korosi sungguh luar biasa. Berdasarkan pengalaman pada
tahun-tahun sebelumnya, Amerika Serikat mengalokasikan biaya pengendalian korosi sebesar 80
hingga 126 milyar dollar per tahun. Di Indonesia, dua puluh tahun lalu saja biaya yang
ditimbulkan akibat korosi dalam bidang indusri mencapai 5 trilyun rupiah. Nilai tersebut
memberi gambaran kepada kita betapa besarnya dampak yang ditimbulkan korosi dan nilai ini
semakin meningkat setiap tahunnya karena belum terlaksananya pengendalian korosi secara baik
bidang indusri. Dampak yang ditimbulkan korosi dapat berupa kerugian langsung dan kerugian
tidak langsung. Kerugian langsung adalah berupa terjadinya kerusakan pada peralatan,
permesinan atau stuktur bangunan. Sedangkan kerugian tidak langsung berupa terhentinya
aktifitas produksi karena terjadinya penggantian peralatan yang rusak akibat korosi, terjadinya
kehilangan produk akibat adanya kerusakan pada kontainer, tanki bahan bakar atau jaringan
pemipaan air bersih atau minyak mentah, terakumulasinya produk korosi pada alat penukar
panas dan jaringan pemipaannya akan menurunkan efisiensi perpindahan panasnya, dan lain
sebagainya.
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh korosi diantaranya adalah:
3. Membuat alloy atau paduan logam yang bersifat tahan karat, misalnya besi dicampur
dengan logam Ni dan Cr menjadi baja stainless (72% Fe, 19%Cr, 9%Ni).
BAB III
PERMASALAHAN
3.1 Korosi Pada Besi Baja Pondasi Bangunan
Korosi yang terjadi pada baja tulangan adalah korosi seragam atau biasa disebut uniform
corrosion. Korosi memang hanyalah fenomena dipermukaan material, tetapi jika korosi telah
terjadi dalam waktu yang lama dan tidak ditangani dengan baik maka fenomena korosi yang
terjadi dipermukaan material akan masuk lebih dalam dan bisa menimbulkan craking pada
material, hal ini tentu saja sangat merugikan, baja yang seharusnya dapat menahan beban yang
berat.
Sering kita melihat beton yang berwarna kuning kemerahan seperti berkarat, tetapi jarang
orang memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Hal ini bisa saja disebabkan oleh struktur baja
yang terdapat didalam bangunan terkorosi.
Setiap konstruksi setelah dibangun harus dilakukan evaluasi secara terus menerus untuk
menentukan kinerja bangunan. Ambruknya suatu infrastruktur, seperti jembatan, jalan layang,
dermaga dan lain-lain, secara tiba-tiba sering kali membawa korban manusia dan kerugian
finansial yang sangat besar. Hal ini merupakan bagian dari tugas pemilik bersama pihak yang
berkepentingan untuk menjamin keselamatan masyarakat umum sebagai pengguna. Salah satu
penyebab kerusakan bangunan dilingkungan laut adalah korosi pada besi pondasi bangunan.
Secara umum, besi baja didalam beton tidak akan terkorosi, karena beton pada umumnya
memiliki PH tinggi (sekitar 12.5), Sifat PH tinggi atau basa / alkali pada beton terjadi saat semen
tercampur dengan air. Karena sifat alkali ini, dipermukaan baja dalam beton terbentuk sebuah
lapisan pasif yang menyebabkan baja terlindung dari pengaruh luar. Baja baru bisa terkorosi bila
lapisan pasif ini rusak (PH Beton turun), yang biasanya disebabkan oleh faktor-faktor sebagai
berikut :
1. Karbonasi (carbonation)
Proses karbonasi terjadi karena adanya interaksi dari karbon dioksida (CO2) di udara bebas
/ atmosfer dengan ion hidroksida didalam beton. Hasil dari interaksi tersebut menyebabkan PH
beton turun (< 9) dan ini mengakibatkan penurunan
ketahanan dari lapisan pasif di permukaan baja tulangan.
2. Klorida (Chlorides)
Ion klorida mempunyai kemampuan untuk penetrasi kedalam beton dan merusak lapisan
pasif dipermukaan baja dan logam. Ion klorida bisa berasal dari lingkungan eksternal, misalnya
air laut atau proses hyrolysis auto katalisis dari bahan
logam itu sendiri yang menyebabkan baja terkorosi.
3. Garam Magnesium (Magnesium Salts)
Karena pada laut mengandung 3200 ppm bahan setara MgCl2, hal ini sudah cukup untuk
melemahkan Portland Cement Hydrates dari serangan ion Mg. Hasil reaksinya akan
menyebabkan kehilangan material (material loss) dan dapat melunakkan beton (soft).
4.Serangan Sulfat (sulphate attack)
Sulfat alami (natural sulphate) dan bahan polutan dari dalam tanah atau air laut dapat
menyebabkan serangan Sulfat kedalam beton. Ion sulfat dari air laut akan bereaksi dengan
hydrates dari portland cement yang dapat menyebabkan penurunan mutu beton, membuat beton
menjadi lemah / lunak dan rapuh (brittle).
5.Serangan Asam oleh Bakteri
Pada bak tempat penampungan minyak mentah, struktur bawah dari bangunan offshore,
pada daerah pantai yang air lautnya diam dan suhunya cenderung tetap (Oil Well 70-80 °C) atau
(45-50 °C) akan berpotensi menumbuhkan mikroba aktif yang menghasilkan karbon dioksida
serta dapat menurunkan PH air. Hal ini akan berpotensi menyebabkan proses korosi pada
struktur beton, baja maupun bahan logam yang terdapat pada daerah tersebut.
Pada korosi jenis ini, kerusakan terjadi pada besi baja di dalam beton. Ini disebabkan
karena besi baja di dalam beton bereaksi dengan air dan membentuk karat. Karat yang terbentuk
pada besi baja ini mengakibatkan pengembangan volume besi tulangan tersebut. Pengembangan
volume ini kemudian mendesak beton sehingga beton tersebut retak, terkelupas atau pecah,
sehingga daya dukung dan dimensi beton menjadi berkurang.
Korosi yang tetrjadi pada baja baja pondasi bangunan bisa terjadi karena beberapa hal,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Besi baja yang akan digunakan untuk struktur bangunan tidak diproteksi.
2. Adanya air dari hasil sisa-sisa reaksi antara air dan semen.
3. Tembok atau beton yang menggunakan besi baja tidak kedap air.
Jika besi baja pondasi yang akan digunakan untuk struktur bangunan tidak diproteksi,
akan menimbulkan resiko korosi pada besi baja tersebut. Ada berbagai cara untuk terjadi korosi
pada baja tulangan. Air dapat masuk ke dalam beton dan sampai ke tulangan melalui 2 cara,
melalui air yang masuk dari luar atau uap air di udara melalui pori-pori beton karena beton tidak
kedap air. Bila ada sisa-sisa air yang tidak ikut tereaksikan pada saat pencampuran semen dengan
air. Air yang tertinggal bisa mengenai baja tulangan dan akan menyebabkan korosi pada baja
tulangan yang tidak diproteksi karena unsur-unsur yang ada pada air akan bereaksi dengan baja
yang akan menyebabkan baja menjadi terkorosi.
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan segala limpahan karunia dan rahmat. Sehingga penulis dapat
menyusun makalah dengan judul “KOROSI” dengan lancar.
Dalam kehidupan sehari-hari, korosi dapat kita jumpai terjadi pada berbagai jenis logam.
Bangunan-bangunan maupun peralatan elektronik yang memakai komponen logam seperti seng,
tembaga, besi baja, dan sebagainya semuanya dapat terserang oleh korosi ini. Selain pada
perkakas logam ukuran besar, korosi ternyata juga mampu menyerang logam pada komponen-
komponen renik peralatan elektronik, mulai dari jam digital hingga komputer serta peralatan
canggih lainnya yang digunakan dalam berbagai aktivitas umat manusia, baik dalam kegiatan
industri maupun di dalam rumah tangga.
Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh korosi tidak hanya biaya langsung seperti pergantian
peralatan industri, perawatan jembatan, konstruksi dan sebagainya, tetapi juga biaya tidak
langsung seperti terganggunya proses produksi dalam industri serta kelancaran transportasi yang
umumnya lebih besar dibandingkan biaya langsung.
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apa contoh korosi dalam kehidupan sehari-hari?
2. Apa penyebab korosi?
3. Bagaimana cara mencegah terjadinya korosi?
c. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian, penyebab dan cara pencegahan korosi.
2. Untuk menyelesaikan tugas mata pelajaran Kimia.
BAB II
ISI
a. Contoh Korosi
Bangkai Kapal di Dasar Laut yang Telah Terkorosi oleh Kandungan Garam yang Tinggi
Pengotor yang Mempercepat Korosipada
Permukaan Logam
1.
https://www.google.com/search?q=contoh+korosi&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=6SlLU8
7jAsfh8AWck4G4Cw&ved=0CAYQ_AUoAQ&biw=1366&bih=615
2.
https://www.google.com/search?q=contoh+korosi&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=6SlLU8
7jAsfh8AWck4G4Cw&ved=0CAYQ_AUoAQ&biw=1366&bih=615#q=contoh+korosi+di+kehi
dupan+&tbm=isch
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Korosi
4. http://heriut.blogspot.com/2011/05/makalah-korosi.html
5. http://fasdilahali.blogspot.com/2012/05/peptida-dan-ikatan-peptida.html
6. http://renideswantikimia.wordpress.com/kimia-kelas-xii-3/semester-i/2-reaksi-redoks-dan-
elektrokimia/5-korosi/
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari kita akan sering menjumpai logam. Logam yang berumur
lama akan identik dengan perkaratan. Istilah lain dalam perkaratan adalah adalah korosi. Proses
korosi terjadi hampir pada semua material terutama logam. Korosi dapat menyebabkan suatu
material mempunyai keterbatasan umur pemakaian, dimana material yang diperkirakan untuk
pemakain dalam waktu lama ternyata mempunyai umur yang lebih singkat dari umur pemakaian
rata-ratanya.
Korosi atau perkaratan adalah reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di
lingkungan yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tak dikehendaki. Korosi atau perkaratan
sangat lazim terjadi pada besi. Besi merupakan logam yang mudah berkarat. Karat besi
merupakan zat yang dihasilkan pada peristiwa korosi, yaitu berupa zat padat berwarna coklat
kemerahan yang bersifat rapuh serta berpori.
Dampak dari peristiwa korosi bersifat sangat merugikan. Contoh nyata adalah
keroposnya jembatan, bodi mobil, ataupun berbagai konstruksi dari besi lainnya. Untuk itu kita
harus mengetahui lebih lanjut tentang korosi. Baik itu pengertian, faktor-faktor yang
menyebabkan sampai pada cara pencegahannya.
2. RUMUSAN MASALAH
Dengan adanya makalah ini, ada beberapa masalah yang akan dibahas antara lain:
1. Bagaimana proses terjadinya korosi ?
3. TUJUAN
Dari rumusan masalah dapat diketahui tujuan dari disusunnya makalah ini yaitu:
1. Mengetahui proses terjadinya korosi
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KOROSI
Kata korosi berasal dari bahasa latin “corrodere” yang artinya pengrusakan logam atau
perkaratan. Korosi adalah peristiwa rusaknya logam karena reaksi dengan lingkungannya
(Roberge, 1999). Definisi lainnya adalah korosi merupakan rusaknya logam karena adanya zat
penyebab korosi, korosi adalah fenomena elektrokimia dan hanya menyerang logam (Gunaltun,
2003). Dalam bahasa sehari-hari korosi disebut dengan perkaratan.
Korosi atau perkaratan adalah reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di
lingkungan yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tak dikehendaki. Korosi atau perkaratan
sangat lazim terjadi pada besi. Besi merupakan logam yang mudah berkarat. Karat besi
merupakan zat yang dihasilkan pada peristiwa korosi, yaitu berupa zat padat berwarna coklat
kemerahan yang bersifat rapuh serta berpori.
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KOROSI
1. Uap air
Dilihat dari reaksi yang terjadi pada korosi, air merupakan salah satu faktor penting untuk
berlangsungnya proses korosi. Udara yang banyak mengandung uap air (lembab) akan
mempercepat berlangsungnya proses korosi.
2. Oksigen
Udara yang banyak mengandung gas oksigen akan menyebabkan terjadinya korosi.
Korosi besi terjadi apabila ada oksigen (O2) dan air (H2O). Logam besi tidaklah murni,
melainkan mengandung campuran karbon yang menyebar secara tidak merata dalam logam
tersebut. Akibatnya menimbulkan perbedaan potensial listrik antara atom logam dengan atom
karbon (C).
Atom logam besi (Fe) bertindak sebagai anode dan atom C sebagai katode. Oksigen dari
udara yang larut dalam air akan tereduksi, sedangkan air sendiri berfungsi sebagai media tempat
berlangsungnya reaksi redoks pada peristiwa korosi. Semakin banyak jumlah O2 dan H2O yang
mengalami kontak dengan permukaan logam, maka semakin cepat berlangsungnya korosi pada
permukaan logam tersebut.
3. Larutan Garam
Elektrolit (asam atau garam) merupakan media yang baik untuk melangsungkan transfer
muatan. Air hujan banyak mengandung asam, dan air laut banyak mengandung garam, maka air
hujan dan air laut merupakan korosi yang utama.
4. Permukaan logam
Permukaan logam yang tidak rata memudahkan terjadinya kutub-kutub muatan, yang
akhirnya akan berperan sebagai anode dan katode. Permukaan logam yang licin dan bersih akan
menyebabkan korosi sukar terjadi, sebab sukar terjadi kutub-kutub yang akan bertindak sebagai
anode dan katode.
5. Keberadaan zat pengotor
Zat Pengotor di permukaan logam dapat menyebabkan terjadinya reaksi reduksi tambahan
sehingga lebih banyak atom logam yang teroksidasi. Sebagai contoh, adanya tumpukan debu
karbon dari hasil pembakaran BBM pada permukaan logam mampu mempercepat reaksi reduksi
gas oksigen pada permukaan logam. Dengan demikian peristiwa korosi semakin dipercepat.
6. Kontak dengan elektrolit
Keberadaan elektrolit, seperti garam dalam air laut dapat mempercepat laju korosi dengan
menambah terjadinya reaksi tambahan. Sedangkan konsentrasi elektrolit yang besar dapat
melakukan laju aliran elektron sehingga korosi meningkat.
7. Temperatur
Temperatur mempengaruhi kecepatan reaksi redoks pada peristiwa korosi. Secara umum,
semakin tinggi temperatur maka semakin cepat terjadinya korosi. Hal ini disebabkan dengan
meningkatnya temperatur maka meningkat pula energi kinetik partikel sehingga kemungkinan
terjadinya tumbukan efektif pada reaksi redoks semakin besar. Dengan demikian laju korosi pada
logam semakin meningkat. Efek korosi yang disebabkan oleh pengaruh temperatur dapat dilihat
pada perkakas-perkakas atau mesin-mesin yang dalam pemakaiannya menimbulkan panas akibat
gesekan atau dikenai panas secara langsung (seperti mesin kendaraan bermotor).
8. Tingkat keasaman (pH)
Peristiwa korosi pada kondisi asam, yakni pada kondisi pH < 7 semakin besar, karena
adanya reaksi reduksi tambahan yang berlangsung pada katode yaitu:
2H+(aq) + 2e- → H2
Adanya reaksi reduksi tambahan pada katode menyebabkan lebih banyak atom logam
yang teroksidasi sehingga laju korosi pada permukaan logam semakin besar.
9. Metalurgi
Permukaan logam.
Permukaan logam yang lebih kasar akan menimbulkan beda potensial dan memiliki
kecenderungan untuk menjadi anode yang terkorosi.Permukaan logam yang kasar cenderung
mengalami korosi.
Efek galvanic coupling
Kemurnian logam yang rendah mengindikasikan banyaknya atom-atom unsur lain yang
terdapat pada logam tersebut sehingga memicu terjadinya efek Galvanic Coupling , yakni
timbulnya perbedaan potensial pada permukaan logam akibat perbedaan E° antara atom-atom
unsur logam yang berbeda dan terdapat pada permukaan logam dengan kemurnian rendah. Efek
ini memicu korosi pada permukaan logam melalui peningkatan reaksi oksidasi pada daerah
anode.
10. Mikroba
Adanya koloni mikroba pada permukaan logam dapat menyebabkan peningkatan korosi
pada logam. Hal ini disebabkan karena mikroba tersebut mampu mendegradasi logam melalui
reaksi redoks untuk memperoleh energi bagi keberlangsungan hidupnya. Mikroba yang mampu
menyebabkan korosi, antara lain: protozoa, bakteri besi mangan oksida, bakteri reduksi sulfat,
dan bakteri oksidasi sulfur-sulfida.
C. BENTUK-BENTUK KOROSI
1. Korosi Merata (Uniform Attack) : Yaitu korosi yang terjadi pada permukaan logam yang
berbentuk pengikisan permukaan logam secara merata sehingga ketebalan logam berkurang
sebagai akibat permukaan terkonvensi oleh produk karat yang biasanya terjadi pada peralatan-
peralatan terbuka, misalnya permukaan luar pipa.
2. Korosi Galvanik (Galvanic corrosion) : Bentuk korosi ini terjadi bila dua (atau lebih) logam
yang berbeda secara listrik berhubungan satu sama lainnya berada dalam lingkungan korosif
yang sama. Dalam kasus demikian, logam yang berpotensial paling negatif (dalam keadaan tidak
berhubungan) akan terkorosi, sebaliknya logam lain (logam mulia dengan potensial tinggi akan
kurang terkorosi). Korosi galvanik cenderung terlokalisir ke arah pembentukan sumuran, dan
dalam sistem pipa akan terjadi kebocoran-kebocoran. Ini hanyalah merupakan masalah
perencanaan karena dalam pabrik, sistem pipa dan rangka banyak melibatkan pemakaian lebih
dari satu macam metal. Oleh karena itu harus diusahakan pemakaian paduan logam yang
berbeda-beda, agar tidak sampai menimbulkan masalah korosi.
3. Korosi Sumuran (Pitting) : Korosi sumuran termasuk korosi setempat dimana daerah kecil dari
permukaan metal, terkorosi membentuk sumuran. Biasanya kedalaman sumur lebih besar dari
diameternya. Mekanisme terbentuknya korosi sumuran,sangat kompleks dan sulit diduga,
sungguhpun demikian ada situasi tertentu dimana korosi sumuran dapat diantisipasi :
Pada baja karbon yang dilapisi oleh mill scale dibawah kondisi tercelup (air laut) akan terbentuk
beda potensial antara mill scale dan baja hingga pecahnya mill scale mengarah pada situasi
anode kecil / katoda besar.
Pada paduan yang mengandalkan pada lapis pasif untuk sifat tahan korosinya seperti stainless
steel. Dari segi praktis korosi sumuran terbentuk di dalam air mengandung chloride, oleh karena
itu sering terjadi pada kodisi dilingkungan laut.
4. Korosi Erosi : Gerakan air laut, seperti juga fluida lainnya dapat menimbulkan aksi mekanis
misalnya erosi (pengikisan). Immpingement attack dan cavitation adalah bentuk extrem dari tipe
korosi ini. Korosi erosi cenderung mengarah pada penghilangan lapis protektif dari permukaan
metal oleh aksi partikel abrasive yang ada di dalam air. Umumnya laju serangan korosi
membesar dengan membesarnya kecepatan. Ada lagi bentuk erosi atau mekanisme lain, misalnya
korosi lembaran baja yang terpancang di pantai, dipengaruhi oleh aksi abrasive dari pasir,
dibantu oleh aksi pasang/surut atau angin. Pada kasus ini lapis protektif dihilangkan.
5. Impingement Attack : Seperti namanya bentuk serangan terjadi ketika larutan menimpa dengan
kecepatan cukup besar pada permukaan metal. Hal ini dapat terjadi pada sistem pipa dimana
perubahan arah tiba-tiba dari aliran pada lingkungan dapat mengakibatkan kerusakan bagian lain
dari pipa tidak terpengaruh. Bentuk korosi ini akan terjadi pada setiap situasi dimana ada
impingement (timpa,bentur,tekan) air yang biasanya mengandung gelembung udara pada
kecepatan serendah 1 m/s.
6. Perusakan Cavitasi : Bentuk perusakan korosi ini disebabkan oleh terbentuk dan pecahnya
gelembung di dalam air laut, pada permukaan metal. Kondisi pada kecepatan tinggi dan
perubahan tekanan cenderung menimbulkan korosi cavitasi. Serangan biasanya terlokalisir dan
terjadi di daerah tekanan rendah, air bergejolak (boil) dan terbentuk dari partikel vacumm. Bila
air kembali ke tekanan normal, cavity pecah, dengan membebaskan energi. Hal ini mengarah
pada perusakan permukaan paduan logam.
7. Korosi Celah (Crevice Corrosion) : Korosi ini terbentuk apabila terbentuk celah antara dua
permukaan dengan bagian dalam celah lebih anodic dari permukaan luar. Pada dasarnya korosi
celah timbul dari formasi differensial aeration cell, dimana metal yang terexpose di luar crevice
lebih katodic terhadap metal di dalam celah. Arus katodic yang besar bekerja pada daerah anodic
yang kecil menghasilkan serangan korosi yang intensif.
2. Tercampur besi oleh karbon atau logam lain yang mempunyai E0 reduksi lebih besar dari besi
Karena E0 reduksi besi lebih kecil dari logam tersebut, maka besi akan teroksidasi (anoda),
hal ini dapat menyebabkan terjadinya korosi atau menghasilkan karatan besi. Secara keseluruhan
perkaratan besi adalah sebagai berikut :
Bila besi bersentuhan dengan oksigen dan air yang bersifat asam, yakni oksida-kosida berikut
akan terjadi :
Fe + ½ O2 + 2H+ → Fe2+ + H2O
Reaksi setengah redoksnya :
Katode : ½ O2 + 2H+ + 2e- → H2O E0= + 1,23 volt
Anode : Fe →Fe2+ + 2e- E0= + 0,44 volt
Fe + ½ O2 + 2H+ → Fe2+ + H2O E0=+1,67 volt
Reaksi di atas berlangsung spontan
Besi (II) itu seterusnya dioksidasi oleh oksigen membentuk karat besi atau oksida besi (III)
terhidrasi. Reaksinya :
Katode : ½ O2 + 2H+ + 2e- → H2O E0= + 1,23 volt
Anode : 2Fe2+ → 2Fe3+ + 2e- E0= - 0,77 volt
Reaksi sel : 2Fe2+ +½ O2 + 2H+ → 2Fe3+ + H2O E0= + 0,46 volt
Reaksi tersebut merupakan reaksi spontan, selanjutnya :
2Fe3+ + ( x+3) H2O → Fe2O3.x H2O + 6 H+
Fe2O3.x H2O inilah yang disebut sebagai karat besi dan ion H+ yang dihasilkan dapat
mempercepat reaksi korosi selanjutnya. Ion Fe di dalam akan teroksidasi lagi membentuk Fe2+
atau Fe3+ . Sedangkan ion OH akan bereaksi dengan elektrolit yang ada di lingkungan biasanya
dengan ion H+ dari reaksi air hujan dan dengan gas-gas pencemar (SOx, NOx) yang dikenal
dengan hujan asam.
Selanjutnya oleh oksigen di udara besi (II) di oksidasi dan sebagai hasil reaksi akhir terbentuk
Fe2O3.x(H2O).
Zat ini dapat bertindak sebagai autokatalis pada proses perkaratan, yaitu karat yang dapat
mempercepat proses perkaratan berikutnya. Pada umumnya logam-logam yang mempunyai
potensial elektroda negatif lebih mudah mengalami korosi. Logam mulia, logam yang
mempunyai potensial elektroda positif, sukar mengalami korosi. Kedudukan logam dalam deret
potensial bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan korosi. Faktor lain yang turut juga
menentukan ialah lapisan pada permukaan logam. Alumunium dan seng mudah dioksidasi dalam
udara, akan tetapi lapisan tipis dari oksida yang terbentuk pada permukaan melindungi bagian
bawahnya terhadap korosi selanjutnya.
Kedua logam ini, alumunium dan seng mengalami oksidasi yang kurang sempurna di
udara jika dibandingkan dengan besi yang kurang aktif. Karat yang terbentuk di permukaan besi
merupakan lapisan tipis yang berpori sehingga bagian bawahnya mudah mengalami korosi.
Oleh karena itu, seng akan terkorosi terlebih dahulu daripada besi. Jika pelapis seng habis
maka besi akan terkorosi bahkan lebih cepat dari keadaan normal (tanpa seng). Paduan logam
juga merupakan metode untuk mengendalikan korosi. Baja stainless steel terdiri atas baja karbon
yang mengandung sejumlah kecil krom dan nikel. Kedua logam tersebut membentuk lapisan
oksida yang mengubah potensial reduksi baja menyerupai sifat logam mulia sehingga tidak
terkorosi.
7. Proteksi katodik
Proteksi katodik adalah metode yang sering diterapkan untuk mengendalikan korosi besi
yang dipendam dalam tanah, seperti pipa ledeng, pipa pertamina, dan tanki penyimpan BBM.
Logam reaktif seperti magnesium dihubungkan dengan pipa besi. Oleh karena logam Mg
merupakan reduktor yang lebih reaktif dari besi, Mg akan teroksidasi terlebih dahulu. Jika semua
logam Mg sudah menjadi oksida maka besi akan terkorosi. Proteksi katodik ditunjukkan pada
Gambar 3.
Proses katodik dengan menggunakan logam Mg.
Oleh sebab itu, logam magnesium harus selalu diganti dengan yang baru dan selalu
diperiksa agar jangan sampai habis karena berubah menjadi hidroksidanya.
8. Penambahan Inhibitor
Inhibitor adalah zat kimia yang ditambahkan ke dalam suatu lingkungan korosif dengan
kadar sangat kecil (ukuran ppm) guna mengendalikan korosi. Inhibitor korosi dapat
dikelompokkan berdasarkan mekanisme pengendaliannya, yaitu inhibitor anodik, inhibitor
katodik, inhibitor campuran, dan inhibitor teradsorpsi.
1) Inhibitor anodic
Inhibitor anodik adalah senyawa kimia yang mengendalikan korosi dengan cara menghambat
transfer ion-ion logam ke dalam air. Contoh inhibitor anodik yang banyak digunakan adalah
senyawa kromat dan senyawa molibdat.
2) Inhibitor katodik
Inhibitor katodik adalah senyawa kimia yang mengendalikan korosi dengan cara
menghambat salah satu tahap dari proses katodik, misalnya penangkapan gas oksigen (oxygen
scavenger) atau pengikatan ion-ion hidrogen. Contoh inhibitor katodik adalah hidrazin, tannin,
dan garam sulfit.
3) Inhibitor campuran
Inhibitor campuran mengendalikan korosi dengan cara menghambat proses di katodik
dan anodik secara bersamaan. Pada umumnya inhibitor komersial berfungsi ganda, yaitu sebagai
inhibitor katodik dan anodik. Contoh inhibitor jenis ini adalah senyawa silikat, molibdat, dan
fosfat.
4) Inhibitor teradsorpsi
Inhibitor teradsorpsi umumnya senyawa organik yang dapat mengisolasi permukaan logam
dari lingkungan korosif dengan cara membentuk film tipis yang teradsorpsi pada permukaan
logam. Contoh jenis inhibitor ini adalah merkaptobenzotiazol dan 1,3,5,7–tetraaza–adamantane.
Peristiwa korosi sendiri merupakan proses elektrokimia, yaitu proses (perubahan / reaksi
kimia) yang melibatkan adanya aliran listrik. Bagian tertentu dari besi berlaku sebagai kutub
negatif (elektroda negatif, anoda), sementara bagian yang lain sebagai kutub positif (elektroda
positif, katoda). Elektron mengalir dari anoda ke katoda, sehingga terjadilah peristiwa korosi.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Bila besi bersentuhan dengan oksigen dan air yang bersifat asam, yakni oksida-kosida berikut
akan terjadi :
Fe + ½ O2 + 2H+ → Fe2+ + H2O
Ion Fe teroksidasi membentuk Fe2+ atau Fe3+ sedangkan ion OH akan bereaksi dengan
elektrolit yang ada di lingkungan biasanya dengan ion H+ dari reaksi air hujan dan dengan gas-
gas pencemar (SOx, NOx). Selanjutnya oleh oksigen di udara besi (II) di oksidasi dan sebagai
hasil reaksi akhir terbentuk Fe2O3.x(H2O).
2. SARAN
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi setiap pembaca dan
dapat dijadikan sebagai referensi untuk lebih kreatif dalam penyusunan makalah selanjutnya