Anda di halaman 1dari 11

Analisa Dan Pengujian Stress Corossion Cracking Menggunakan Metode U-

Bend Baja Aisi 410-3mo 3ni Dengan Variasi Suhu Dan Konsentrasi
Larutan

Moh. Tri Sugandi1*, Sunardi1, Efendi Mabruri2


Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl.Jend.Sudirman Km.3 Cilegon - Banten 42435
tri.sugandi@gmail.com
ABSTRAK
Korosi merupakan suatu gejala kerusakan material khususnya logam akibat berinteraksi dengan
lingkungan. Korosi pada umumnya menyebabkan kerugian karena korosi menimbulkan berbagai kerusakan yang
cukup parah pada material. Baja tahan karat termasuk dalam baja paduan tinggi yang tahan terhadap korosi,
suhu tinggi, ketangguhan dan suhu rendah. Salah satu jenisnya adalah baja tahan karat (Martensitic), tipe ini
umumnya mengandung 11 – 13% Chromium.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perilaku korosi material pada variasi suhu dan
konsentrasi larutan media korosi pada baja tahan karat tipe martensitic 13 Cr tipe 410 dengan penambahan 3Mo
3Ni dengan metode immersion u-bend stress. Pada proses immersion lingkungan korosif yang digunakan adalah
dengan konsentrasi NaCl 3,5%, 10% dan 20%, serta variasi suhu 60℃, 80℃ dan suhu kamar selama 120 jam,
kemudian dilakukan pengukuran berat untuk mengetahui weight loss pada benda uji dan selanjutnya dilakukan
pengamatan struktur mikro untuk mengetahui karakteristik korosi yang timbul.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan NaCl dan suhu media korosi
maka laju korosi akan semakin besar, namun pada suhu tertinggi laju korosi cenderung menurun dikarenakan
oksigen terlarut. Jenis korosi yang muncul adalah korosi sumuran (pitting corrosion) dan korosi retak tegang
yang timbul pada permukaan sampel yang terkena deformasi (bending).
Kata Kunci: korosi, baja tahan karat 13Cr, immersion, u-bend stress

PENDAHULUAN proses produksi, sehingga dapat diketahui cara yang


Korosi merupakan suatu gejala kerusakan harus dilakukan untuk pencegahan korosi.
material khususnya logam akibat berinteraksi
dengan lingkungan. Korosi pada umumnya Pada penelitian ini penulis tertarik untuk
menyebabkan kerugian karena korosi menimbulkan melakukan pengujian stress corossion cracking
berbagai kerusakan yang cukup parah pada material. untuk mengetahui perubahan karakteristik korosi
Kerugian yang diakibatkan korosi diantaranya yang timbul dan perubahan struktur mikro yang
seperti penipisan, perubahan warna atau terjadi pada baja tahan karat martensitik
penampilan, berkurangnya faktor keamanan, 13Cr3Mo3Ni yang sebelumnya sudah diberikan
terkontaminasinya suatu produk, serta kerusakan pelakuan panas (heat treatment) quenching dan
seperti keropos, berlubang, dan sebagainya. tempering, yang kemudian dilakukan pengujian sifat
mekanik yaitu uji kekerasan rockwell C, yang akan
Peristiwa korosi tidak dapat dihilangkan dilajutkan dengan pengujian laju korosi dengan
namun dapat dicegah dengan memberikan berbagai teknik immersion dengan metode U-bend stress
perlakuan pada material. Oleh karena itu diperlukan dengan variasi suhu dan konsentrasi larutan
langkah awal untuk mengetahui jenis korosi yang lingkungan korosif.
akan muncul pada material sebelum dilakukannya
LANDASAN TEORI b. Dissolved oxygen (DO) adalah banyaknya
oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen
1 Korosi masuk ke dalam air melalui difusi langsung
pada antarmuka gas dengan cairan. dengan
Korosi merupakan degradasi dari suatu proses penambahan udara atau oksigen ke
material akibat interaksi dengan lingkungan melalui dalam air (aerasi), ataupun dari fotosintesis
proses elektrokimia. Pada saat suatu logam di tumbuhan air (Renn, 1968). Faktor-faktor
ekspos ke lingkungannya, maka akan terjadi yang mempengaruhi konsentrasi oksigen
interaksi antara keduanya (Rochim S., 2005). terlarut dalam air meliputi suhu,
Korosi sebagai suatu reaksi elektrokimia kedalaman, musim, polusi, dan limbah
yang memberikan kontribusi kerusakan fisik suatu organik (Murphy, 2007). Kadar oksigen
material secara signifikan sehingga perlu perhatian akan meningkat pada suhu yang rendah
untuk mencegah dan meminimalisasi kerugian yang dan akan berkurang seiring dengan naiknya
timbul akibat efek korosi. Jumlah logam dan suhu. Selain itu, kelarutan oksigen juga
paduannya merupakan fungsi dari lingkungan akan menurun bila terjadi kenaikan
sehingga saling mempengaruhi kedua parameter alkalinitas, dan pH (Fujaya, 2000).
tersebut antara lain lingkungan air tawar, air laut dan
tanah. Terjadinya korosi secara umum melibatkan
sifat material antara lain sifat fisik, mekanik dan
kimia. Kita juga harus mempertimbangkan struktur
logam, sifat lingkungan sekitar dan reaksi antara
antar permukaan logam dan lingkungan. Faktor-
faktor penyebab terjadinya korosi yaitu:
• Logam. Komposisi, struktur atom, keheterogenan
struktur secara microskopik dan makroskopik,
tegangan (tarik, tekan dan siklus).
• Lingkungan. Sifat kimia, konsentrasi bahan reaktif
dan pengotor, tekanan, suhu, kecepatan dan lain-
lain.
• Antar muka logam dengan lingkungan. Kinetika
oksidasi dan pelarutan logam, kinetika proses Gambar 1. Pengaruh temperatur terhadap oksigen
reduksi bahan di dalam larutan. yang terlarut dalam air (Mohammad Abdur
Berdasarkan pertimbangan di atas Rohman, Fakultas Teknik Universitas Gadjah
mengindikasikan mekanisme korosi logam sangat Mada Yogyakarta 2013)
komplek dengan melibatkan berbagai cabang bidang
antara lain sifat fisik, metalurgi fisik, kimia, bakteri Pengaruh suhu sangat penting dalam kasus
dan lain-lain. oksigen. Kelarutan oksigen dalam air pada berbagai
suhu berpengaruh terhadap kelarutan gas-gas dalam
2 Korosi di Lingkungan Air air. Dengan kenaikan suhu air, terjadi penurunan
Semua reaksi korosi di lingkungan air kelarutan oksigen (Achmad, 2004).
dapat dianggap tidak berbeda dengan contoh sel
korosi basah sederhana. Bahkan meskipun sel itu
merupakan bagian dari permukaan logam yang
sama, anoda dan katoda biasanya dapat dibedakan.
Kita dapat menduga bahwa besilah yang akan
menjadi anoda ketika disandingkan dengan ion-ion
hidrogen (Chamberlain, 1998).
3 Aerasi dan Pengaruh Oksigen terhadap Korosi
a. Aerasi merupakan penyusupan oksigen ke
dalam air. Oksigen ini didapat dari dari
udara yang berdifusi ke dalam air. Dengan
adanya oksigen terlarut dalam air akan
meningkatkan laju korosi pada logam,
karena oksigen digunakan dalam proses
reaksi katodik. Kandungan oksigen di
dalam air ini akan merugikan bagi logam
yang terdapat di dalamnya karena dapat
menimbulkan korosi (Sumarji, 2011) Gambar 2. Laju korosi pada sistem tertutup dan
sistem terbuka (NACE Corrosion 2010)
Gambar di atas menunjukkan pengaruh d. Korosi Galvanik (Galvanic Corrosion)
temperatur terhadap laju korosi pada Fe. Semakin Galvanik atau bisa disebut dengan bimetalic
tinggi temperatur, maka laju korosi akan semakin corrosion adalah jenis korosi yang terjadi ketika
meningkat, namun menurunkan kelarutan oksigen. dua macam logam yang berbeda struktur
Sehingga pada suatu sistem terbuka, pada suhu berkontak secara langsung di dalam media
kisaran 80℃ laju korosi akan mengalami penurunan korosif. Pada jenis korosi ini, logam dengan
karena oksigen akan keluar sedangkan pada suatu dengan resistansi korosif yang lemah akan
sistem tertutup, laju korosi akan terus menigkat terkorosi terlebih dahulu, Contoh korosi ini biasa
karena adanya oksigen yang terlarut. terdapat pada sambungan baut atau sambungan
logam yang tidak sejenis.
4 Pengaruh Derajat Deformasi terhadap Korosi
Akibat pengerjaan dingin suatu benda akan e. Korosi Celah (Crevice Corrosion)
mengalami deformasi, dan akan timbul stress cell. Korosi celah adalah korosi lokal yang terjadi
Stress cell terjadi karena ada bagian yang pada celah diantara dua komponen baik logam
mengalami tegangan yang berbeda dengan bagian dengan non-logam maupun logam dengan
yang lainnya. Bagian yang mengalami tegangan logam. Seperti korosi galvanis, korosi ini sering
yang lebih besar akan menjadi anode dan akan terjadi pada logam yang saling bersentuhan
terkorosi lebih hebat. Seperti contoh yaitu batang seperti sambungan oleh baut contohnya.
logam yang ditekuk dan sebuah paku. Pada batang
logam yang ditekuk, korosi lebih cepat terjadi pada f. Korosi Intergranular (Intergranular Corrosion)
daerah tekukannya karena telah mengalami Korosi intergranular adalah jenis korosi
deformasi berupa tegangan. Sedangkan pada paku, mikroskopis yang terjadi di sepanjang batas butir
daerah yang lebih cepat terkorosi adalah pada kepala logam. Korosi ini terjadi karena adanya faktor
dan ujungnya (Suriadi, 2007). material pengotor yang mengakibatkan
presipitasi di sepanjang batas butir logam. Jenis
5 Jenis-Jenis Korosi korosi ini sering terjadi pada proses pengecoran
(casting) dan sambungan las (welding).
Dalam bentuk kerusakannya, proses
pengkorosian itu sendiri tidak terdiri dari satu jenis g. Korosi Retak Tegang (Stress Corrosion
saja. Adapaun jenis-jenis korosi pada logam, yaitu: Cracking)
a. Korosi Seragam (Uniform Corrosion) Korosi retak tegang (SCC) adalah peristiwa
Korosi seragam atau bisa juga disebut dengan pembentukan dan perambatan retak dalam
korosi homogen terjadi akibat terpaparnya logam yang terjadi secara simultan antara
seluruh permukaan logam terhadap lingkungan tegangan yang bekerja pada material tersebut
korosif dan terkorosi secara merata. Jenis korosi dengan lingkungan korosif.
ini dapat mengakibatkan rusaknya konstruksi Proses korosi ini dapat terjadi beberapa
secara total dan biasa terjadi pada logam-logam menit, jika logam yang diberikan tegangan sudah
yang memilki struktur homogen (sejenis). melewati batas luluhnya atau beberapa tahun
setelah pemakaian. Jenis korosi ini cukup
b. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion) berbahaya, karena awal perambatan retak tidak
Korosi sumuran adalah korosi lokal yang dapat langsung dilihat oleh mata telanjang.
membentuk suatu rongga atau lubang pada
permukaan logam. Korosi jenis ini lebih Korosi retak tegang merupakan suatu
berbahaya daripada kerusakan korosi seragam kegagalan material dengan kombinasi antara
karena lebih sulit untuk dideteksi dan diprediksi. lingkungan dan beban luar sehingga dapat
Korosi ini terjadi karena rusaknya lapisan pasif menyebabkan penyebaran retak. Korosi retak tegang
(oksida) secara terpusat, contoh tetesan air pada dapat juga dideskripsikan suatu kegagalan
permukaan logam secara terus-menerus. operasional pada material yang terjadi oleh
lingkungan secara perlahan-lahan yang disebabkan
c. Korosi Erosi (Errosion Corrosion) perambatan retak.
Korosi erosi mengacu pada tindakan gabungan
Perambatan retak merupakan hasil
yang melibatkan erosi dan korosi yang
kombinasi dan interaksi sinergis antara tegangan
diakibatkan oleh abrasi dari aliran fluida korosif
mekanik dan reaksi korosi. Korosi retak tegang
yang bergerak cepat. Korosi ini biasanya terjadi
mempunyai penampakan patahan getas walaupun
pada turbin uap, dimana blade turbin langsung
material bersifat ulet. Faktor-faktor utama terjadi
bersentuhan dengan aliran uap yang bertekanana
korosi retak tegang yaitu tegangan luar, tegangan
tinggi.
sisa material, kombinasi tegangan luar dan sisa, dan
keberadaan lingkungan korosif. Korosi retak tegang
dapat terjadi di lingkungan korosif melalui
pembebanan material. Pergerakan retak terjadi bila beratnya. Stainless steel memiliki sifat tidak mudah
ada kombinasi dari interaksi tegangan dan reaksi terkorosi sebagaimana logam baja yang lain.
kimia. Tegangan konstan menyebabkan terjadi Stainless steel berbeda dari baja biasa dari
korosi retak tegang, bila terdapat lingkungan kandungan kromnya. Baja karbon akan terkorosi
korosif. Fenomena ini terjadi di daerah korosi yang ketika diekspos pada udara yang lembab.
terkena konsentrasi tegangan dan akan
menimbulkan korosi lebih banyak dibandingkan Besi oksida yang terbentuk bersifat aktif
dengan tanpa tegangan. Faktor yang mempengaruhi dan akan mempercepat korosi dengan adanya
jenis korosi ini yaitu: pembentukan oksida besi yang lebih banyak lagi.
Stainless steel memiliki persentase jumlah krom
1. Faktor lingkungan korosif yang memadai sehingga akan membentuk suatu
lapisan pasif kromium oksida yang akan mencegah
2. Material rentan korosif terjadinya korosi lebih lanjut. Untuk memperoleh
3. Tegangan tarik luar ketahanan yang tinggi terhadap oksidasi biasanya
dilakukan dengan menambahkan krom sebanyak 13
Yang mempengaruhi perambatan retak, antara lain: hingga 26 persen. Lapisan pasif chromium oxide
(Cr2O3) yang terbentuk merupakan lapisan yang
1. Faktor komposisi dan paduan setiap material sangat tipis dan tidak kasat mata, sehingga tidak
memiliki kekuatan dan ketangguhan berbeda akan mengganggu penampilan dari stainless steel itu
tergantung komposisi material. Setiap material sendiri.
memiliki karakterisasi masing-masing dan apabila
dipadukan maka akan memiliki sifat kombinasi Dari sifatnya yang tahan terhadap air dan
yang baik. udara ini, stainless steel tidak memerlukan suatu
perlindungan logam yang khusus karena lapisan
2. Faktor tegangan korosi retak tegang terjadi apabila pasif tipis ini akan cepat terbentuk kembali ketika
pengaruh intensitas tegangan mendukung mengalami suatu goresan. Peristiwa ini biasa disebut
terjadinya keretakan, yang selanjutnya akan dengan pasivasi, yang dapat dijumpai pula pada
menyebabkan perambatan retak. Retak ini akan logam lain misalnya aluminium dan titanium. Ada
menjalar sesuai intensitas tegangan. Semakin berbagai macam jenis dari stainless steel, ketika
besar tegangan diberikan kemungkinan laju nikel ditambahkan sebagai campuran, maka
kerusakan semakin tinggi dan korosi retak tegang stainless steel akan berkurang kegetasannya pada
semakin cepat. Macam-macam tegangan yang suhu rendah. Apabila diinginkan sifat mekanik yang
berpengaruh pada korosi retak tegang antara lain lebih kuat dan keras, maka dibutuhkan penambahan
tegangan pakai, tegangan sisa, panas dan lain-lain. karbon. Sejumlah unsur mangan juga telah
digunakan sebagai campuran dalam stainless steel
3. Faktor lingkungan sekitar terhadap korosi retak
(Sumarji,2011).
tegang merupakan suatu hubungan timbal balik.
Korosi retak tegang terjadi di berbagai lingkungan 7 Pengujian Immersion
cairan.
Untuk memperkirakan laju korosi suatu
Kehadiran oksigen sering mempengaruhi material dalam lingkungan korosif, dapat
tendensi terjadinya korosi retak tegang. Kehadiran dipergunakan beberapa metode pengukuran. Salah
oksigen membuat kerentanan baja stainless terhadap satu diantaranya adalah proses pengujian
retak di lingkungan NaCl semakin besar. Kadar immersion. Proses pengujian immersion dilakukan
oksigen menurun akan menyebabkan kerentanan dengan cara mencelupkan benda uji ke dalam suatu
korosi retak tegang rendah. Korosi retak tegang bejana yang berisi larutan pengkorosi. Pada metode
semakin mudah terjadi jika temperatur larutan kerja immersion ini, benda uji akan dimasukkan kedalam
meningkat. Pengaruh ini dapat menyebabkan larutan pengkorosi berupa NaCl yang kemudian
inisiasi vibrasi antar atom-atom semakin tinggi diberikan variasi suhu dari larutan untuk mengetahui
sehingga dapat memutuskan suatu ikatan antar atom. perbandingannya. Pada metode ini laju korosi
Pada kondisi temperatur tinggi laju korosi logam dihitung berdasarkan pengurangan berat (weight
semakin tinggi dibandingkan pada kondisi loss) benda uji sebelum dan sesudah dilakukannya
temperatur rendah. Fenomena ini menghasilkan pengujian.
kelarutan logam pada ujung retak pada permukaan
logam dibandingkan masuknya gas hidrogen ke Laju korosi dapat dihitung dengan
struktur logam. Hidrogen merupakan hasil produk menggunakan persamaan standar ASTM G 01/G
reaksi elektokimia pada permukaan logam. 31.

6 Stainless Steel KxM


Vk 
Stainless steel merupakan baja paduan AxtxD
yang mengandung sedikitnya 11,5% krom berdasar Dimana:
Vk = Laju Korosi ( mill/tahun )

A = Luas permukaan specimen mula-mula (cm2 )


t = Lama waktu pengujian korosi ( jam )
D = Berat jenis specimen mula-mula ( gram/(cm3 )
M = Pengurangan berat specimen akibat uji korosi
( gram )
K= Konstanta mill/tahun = 3.45x106
Nilai laju korosi ini dapat menunjukkan
Gambar 3. Tahapan Stressing dari U-Bend
ketahanan korosi relatif (mampu korosi) pada
Spesimen (“Corrosion Testing” section of the ASM
material yang telah direndam berdasarkan lamanya
Metals Handbook, Desk Edition. 1995)
waktu pengujian dengan mengacu pada perubahan
berat jenis spesimen.
METODOLOGI PENELITIAN
8 U-Bend Test
Material yang akan diujikan dengan U- 1 Diagram Alir Penelitian
Bend Test pada umumnya berbentuk lembaran segi
empat yang ditekuk hingga 180° sehingga
membentuk lekukan dengan radius tertentu dan
dijepit secara konstan selama uji korosi berlangsung.
Tekukan dengan radius kurang dari atau lebih dari
180° juga kadang diperlukan. Spesimen U-Bend bisa
mengalami regangan elastis maupun plastis.
Pada beberapa kasus, (misalnya lembaran
yang sangat tipis) sangat mungkin untuk dilakukan
uji dengan metode U-Bend, dan hanya akan
mengalami regangan elastis. Spesimen U-Bend
dibentuk menjadi bentuk U dan tidak boleh sampai
terjadi keretakan saat melakukan penekukan.
Spesimen yang akan digunakan lebih
mudah untuk dibuat apabila bentuknya berupa
lembaran, tapi bisa juga dibuat dengan pemesinan
material yang berupa plat atau hasil casting
(Sumarji, 2011).
Adanya penekukan ini akan menimbulkan
tegangan pada bagian tekukan sehingga pengujian
ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya stress
corrosion cracking. Kondisi tegangan yang terjadi
pada penekukan spesimen U-Bend biasanya tidak
diketahui, sehingga pengujian dengan U-Bend tidak
bisa dilakukan untuk berbagai macam variasi
tegangan yang akan digunakan untuk mendeteksi
adanya stress corrosion cracking (SCC).
Keuntungan dari pengujian dengan metode U-Bend
ini ialah pembuatan dan penggunaannya yang
ekonomis (Roberge P.R., 2008).

Gambar 4. Diagram alir penelitian


ANALISA DAN PEMBAHASAN terbentuk dan apakah terdapat perbedaan pada
1 Hasil Pengujian Kekerasan spesimen yang memiliki kekerasan tertinggi dan
yang terendah setelah dilakukannya uji kekerasan.
Analisa dilakukan dengan menggunakan mikroskop
optik di laboratorium Pusat Penelitian Metalurgi dan
Material LIPI Puspiptek Tangerang Selatan.
Gambar dari keseluruhan metal optik sampel yang
telah ditempering dapat dilihat di lampiran.
Pada umumnya struktur mikro yang
terbentuk setelah proses tempering adalah fasa
mertensit berbentuk bilah (lath), ferit, karbida
logam, austenite sisa, dan ferit delta (Efendi
Mabruri, 2015). Proses tempering bertujuan untuk
mengurangi kekerasan dan meningkatkan keuletan
dengan merubah fasa martensit menjadi martensit
Gambar 5. Pengaruh Temperatur Tempering temper berbentuk bilah. Selain untuk mendapatkan
Terhadap Nilai Kekerasan sifat kekerasan dan keuletan yang lebih baik dari
sampel yang belum diberikan proses tempering,
variasi tempering bertujuan untuk mengetahui fasa
yang terbentuk dari perbedaan temperatur
tempering.
Gambar berikut adalah gambar struktur
mikro hasil perlakuan tempering dengan suhu
600℃, 1 jam yang memiliki nilai kekerasan tertinggi
yaitu 50.625 HRC. Gambar tersebut menunjukan
cukup banyak fasa martensit lath, sedikit ferit delta
dan terdapat austenite sisa yang terbentuk.
Pengamatan ini bertujuan untuk membandingkan
fasa yang terbentuk dari sampel struktur mikro yang
Gambar 6. Pengaruh Waktu Tempering Terhadap memiliki nilai kekerasan tertinggi dengan sampel
Nilai Kekerasan yang memiliki nilai kekerasan terendah setelah
dilakukannya proses tempering.
Pada pengujian sampel dapat dilihat bahwa
nilai kekerasan menurun seiring dengan Martensit lath
meningkatnya suhu dan waktu pada saat proses
tempering. Nilai kekerasan rata-rata tertinggi yaitu
50.625 HRC pada sampel A1 600℃, 1 jam dan nilai
kekerasan terendah terjadi pada sampel C6 700℃, 6
jam yaitu 40.725 HRC. Pada temperatur tempering Ferit delta
700℃ terjadi penurunan kekerasan yang cukup
signifikan, karena temperatur yang digunakan
mendekati temperatur austenisasi sehingga
menyebabkan ukuran butir dari sampel menjadi
cukup besar dan terdistribusi merata.
Dari keseluruhan nilai kekerasan yang
didapatkan setelah proses perlakuan panas
tempering menunjukan bahwa semakin tinggi
temperatur tempering yang digunakan maka akan Gambar 7. Hasil Pengamatan Struktur Mikro suhu
semakin rendah nilai kekerasan. Berdasarkan kedua tempering 600℃, 1 jam
grafik diatas, bahwa variasi temperature lebih
berpengaruh terhadap penurunan nilai kekerasan . Dari keseluruhan sampel yang ditempering
dibandingkan dengan pengaruh variasi waktu menunjukan hampir keseluruhan fasa yang
tempering. terbentuk adalah martensit lath, austenite sisa,
karbida logam, dan sedikit ferit delta yang bisa
2 Hasil Perbandingan Struktur Mikro dilihat juga pada gambar 8. Pada gambar 8 adalah
Berdasarkan Nilai Kekerasan sampel yang dilakukan proses tempering pada suhu
700℃, dengan waktu holding 6 jam yang memiliki
Analisa struktur mikro pada permukaan spesimen nilai kekeraan terendah yaitu 40.725 HRC.
dilakukan untuk mengetahui struktur mikro yang
Struktur mikro pada temperatur 700℃ juga
menunjukan adanya fasa martensit lath, austenite
sisa, dan ferit delta. Perbedaan yang terlihat antara
temperatur 600℃ dan 700℃ ada pada perbedaan
ukuran butir.
Pada gambar 8 menunjukan perbedaan
jumlah dan ukuran butir fasa austenit dan fasa ferit
dimana pada suhu tempering 700℃ memiliki jumlah
butir fasa austenit dan ferit lebih banyak
dibandingkan dengan sampel bersuhu tempering
600℃. Pada gambar 8 juga menunjukan
(b)
berkurangnya fasa martensit lath dibandingkan
dengan gambar 7 yang memiliki suhu tempering Gambar 9 Perbandingan fasa ferit delta Sampel
600℃. Hal tersebut menyebabkan nilai kekerasan 600℃, 1 jam (a), Sampel 700℃, 6 jam (b)
pada temperatur 700℃ mengalami penurunan.
Tabel 4.3 Hasil Analisa Gambar Pada Software
Image J

Benda uji jumlah Ukuran %Area Mean


Martensit lath rata-rata
600℃, 1 2200 373.881 26.319 124.564
jam
Ferit delta
700℃, 6 4377 127.245 17.821 136.216
jam

Pada tabel diatas dapat dilihat jumlah fasa


Ferit delta
martensit lath pada Sampel 700℃, 6 jam memiliki
jumlah fasa martensit lath yang lebih banyak yaitu
sebanyak 4377 dibandingkan sampel 600℃, 1 jam
Gambar 8. Hasil Pengamatan Struktur Mikro suhu yang hanya memiliki 2200 fasa martensit lath, hal
tempering 700℃, 6 jam tersebut disebabkan pelakuan panas yang
Dari pengamatan struktur mikro kedua menyebabkan fasa martensit lath lebih terdistribusi
sampel tersebut menunjukan bahwa pertumbuhan secara merata. Kemudian untuk persentase area ferit
fasa mertensit semakin terlihat sedikit pada suhu delta pada sampel 600℃, 1 jam memiliki persentase
tempering 700℃, 6 jam dibandingkan dengan area lebih besar yaitu 26.319% dibandingkan pada
sampel 600℃, 1 jam yang terlihat lebih banyak sampel 700℃, 6 jam yang hanya memiliki 17.821%.
ditemukan fasa martensit. Jadi pengaruh temperatur tempering sangat
Untuk mengetahui persentase area martensit berpengaruh terhadap fasa-fasa yang akan
lath yang dimiliki kedua sampel tersebut digunakan terbentuk. Semakin besar temperatur tempering
bantuan software analisa gambar image J. yang digunakan maka fasa martensit lath yang
terbentuk akan semakin terdistribusi merata namun
Gambar dibawah merupakan ini memiki persentase area yang lebih besar jumlahnya.
perbandingan fasa martensit lath setelah dilakukan Dan semakin tinggi temperatur tempering yang
analisa gambar. digunakan maka ukuran butir dan jumlah dari fasa
austenit serta fasa ferit juga akan semakin besar.
Dari pengamatan struktur mikro tersebut
telah dapat diketahui mengapa pada suhu tempering
yang tinggi nilai kekerasannya menjadi menurun
sesuai dengan hipotesis yang ada.
3 Hasil Uji Korosi
a. Perhitungan Kehilangan Berat (Weight
Loss)
(a) Pada pengujian laju korosi metode yang
digunakan adalah metode immersion dengan
pembebanan U-bend pada sampel uji, dengan Tabel 2 Weight loss spesimen
konsentrasi larutan Nacl sebesar 3,5%, 10%, dan
20% yang diberikan suhu 60℃, 80℃ dan suhu Spesimen Berat Berat Weight
kamar dalam ruangan terbuka dengan waktu ekspos awal akhir loss
benda uji selama 120 jam. Pada proses ini dipilih NaCl 3,5% (gram)
10.1475 (gram)
10.1377 (gram)
0.0098
pada baja yang medapatkan perlakuan tempering ,suhu kamar
pada suhu yang paling tinggi yaitu suhu 700℃ dan NaCl 3,5% 12.0456 12.0276 0.018
waktu holding 6 jam. Karena laju korosi semakin ,suhu 60℃
menurun seiring dengan meningkatnya suhu NaCl 3,5% 11.0323 11.0069 0.0254
austenitisasi dan suhu tempering (Siska Prifiharni, ,suhu 80℃
2016).
NaCl 10% 13.0543 13.0316 0.0227
Setelah diuji dengan metode immersion
,suhu kamar
selama 120 jam benda uji akan terlihat pada gambar
10: NaCl 10% 12.158 12.1179 0.0401
,suhu 60℃
NaCl 10% 12.2589 12.1979 0.061
Oksida logam ,suhu 80℃
NaCl 20% 13.2435 13.2033 0.0402
,suhu kamar
NaCl 20% 14.4097 14.365 0.0447
,suhu 60℃
NaCl 20% 13.039 12.973 0.066
,suhu 80℃

b. Perhitungan Laju Korosi

Gambar 10 Benda uji setelah proses immersion Setelah didapat data hasil perhitungan berat
maka laju korosi dapat dihitung dengan
Pada gambar di atas nampak jelas terlihat menggunakan rumus sebagai berikut: (ASTM G1).
senyawa oksida logam yang biasa disebut dengan
peristiwa passivasi, yakni timbulnya lapisan KxW
berwarna merah kecoklatan yang lebih banyak Vk 
ditemukan pada bagian lekukan bending. Passivasi
AxtxD
terjadi pada stainless steel, aluminium, titanium, dan Dimana:
senyawa logam lainnya yang merupakan baja tahan
karat. Lapisan tersebut sebenarnya menguntungkan Vk = Laju Korosi ( mm/tahun )
karena dapat mencegah proses perkaratan lebih
lanjut. A = Luas permukaan specimen mula – mula
(cm2 )
Korosi lebih mudah timbul pada bagian
yang terkena beban bending. Akibat pengerjaan t = Lama waktu pengujian korosi ( jam )
dingin suatu benda akan mengalami deformasi dan
akan timbul stress cell. Stress cell terjadi karena ada D = Berat jenis specimen mula – mula (
bagian yang mengalami tegangan yang berbeda gram/(cm3 )
dengan bagian yang lainnya. Bagian yang
mengalami tegangan yang lebih besar akan menjadi W = Pengurangan berat specimen akibat uji
anoda dan akan terkorosi lebih hebat (Suriadi, korosi ( gram )
2007). K= Konstanta mm/tahun = 8.76x104
Untuk mengetahui laju korosi maka Contoh perhitungan salah satu benda uji :
terlebih dahulu dilakukan perhitungan kehilangan
berat (weight loss) dengan cara melakukan selisih A = 46.5 cm2
antara berat awal dan berat akhir benda uji. t = 120 jam
Dari perhitungan kehilangan berat diperoleh data D = 7.7 gram/cm3
sebagai berikut: M = 0.0098 gram

8.76x104 x 0.0098
46.5 cm x 120 jam x 7.7 gram/cm3 = 0.019 mm/th
2
Setelah dilakukan perhitungan laju korosi sebesar 0.198 mm/y. Hal tersebut disebabkan karena
pada semua benda uji maka didapat grafik sebagai semakin tinggi konsentrasi larutan NaCl, semakin
berikut: besar pula ion klorida yang berada di sekitar logam
yang menyebabkan depasivasi pada logam. Ion
klorida ini sangat agresif menggerus permukaan
logam dan mengakibatkan penurunan berat atau
weight loss pada logam tersebut (Johannes Leonard,
2012)
Larutan yang mengandung klorida akan
memberikan efek korosif yang agresif pada logam.
Sifat dari ion klorida sangat kuat dalam mencegah
proses pasivasi pada logam, senyawa oksida pada
logam akan terurai dengan cepat dalam larutan yang
mengandung klorida. Ion klorida akan menyerap ke
permukaan logam yang menyebabkan antara ikatan
oksida-oksida logam yang berkaitan akan tersaingi
Gambar 11 Pengaruh Laju Korosi Terhadap
akibat masuknya ion ini kedalam sela-sela ikatannya
Temperatur
sehingga akan memperlemah struktur ikatan logam.
Dari data pengaruh laju korosi terhadap
c. Hasil Pengamatan Struktur Mikro
temperatur, laju korosi terendah terjadi pada suhu
Setelah Uji Korosi
kamar, kemudian naik pada suhu 60℃ dan terjadi Terjadinya korosi sumuran ini diawali
kenaikan yang tidak signifikan pada suhu 80℃. Pada dengan pembentukan lapisan pasif di
lingkungan temperatur tinggi, laju korosi yang permukaannya, pada antar muka lapisan pasif
terjadi lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur dan elektrolit terjadi penurunan PH, sehingga
rendah, karena pada temperatur tinggi kinetika terjadi pelarutan lapisan pasif secara pelahan-
reaksi kimia akan meningkat. Namun pada suhu lahan dan menyebabkan lapisan pasif pecah
80℃ meskipun diberikan temperatur yang paling sehingga terjadi korosi sumuran.
tinggi, peningkatan laju korosi tidak sebesar dari
suhu kamar ke suhu 60℃, hal tersebut disebabkan
hilangnya oksigen yang terlarut dalam air Dissolved
Oxygen (DO).
Pada penelitian ini pengujian laju korosi
yang dilakukan menggunakan sistem terbuka, oleh
sebab itu laju korosi yang dimiliki pada sampel
bersuhu 80℃ terjadi kenaikan laju korosi yang tidak
besar.

Gambar 13 Salah satu contoh korosi retak tegang


Pada gambar 13 dapat dilihat munculnya
korosi retak tegang, korosi retak tegang merupakan
suatu kegagalan material dengan kombinasi antara
lingkungan dan beban luar sehingga dapat
menyebabkan penyebaran retak. Fenomena ini
terjadi di daerah korosi yang terkena konsentrasi
tegangan (bending) dan akan menimbulkan korosi
lebih banyak dibandingkan dengan tanpa tegangan.
Pada gambar 14 jenis korosi yang
ditimbulkan adalah Korosi Sumuran (Pitting
Gambar 12 Pengaruh laju korosi terhadap Corrosion), korosi sumuran adalah korosi lokal
konsentrasi NaCl yang membentuk suatu rongga atau lubang pada
permukaan logam. Korosi jenis ini lebih berbahaya
Pada pengujian immersion ini diketahui daripada kerusakan korosi seragam karena lebih
larutan NaCl 20% memiliki rata – rata nilai laju sulit untuk dideteksi dan diprediksi.
korosi tertinggi dibanding dengan konsentrasi 3.5%
dan 10%, dimana laju korosi tertinggi terdapat pada
larutan NaCl 20% pada spesimen (NaCl 20% 80℃)
sebesar 1.335 mm/y. Dan laju korosi terendah terjadi
pada spesimen (NaCl 3,5%, suhu kamar) yaitu
2. Setelah dilakukan pengamatan struktur
mikro pada sampel yang terkorosi,
didapatkan jenis korosi sumuran (pitting
corrosion) serta korosi retak tegang yang
timbul pada permukaan sampel yang
terkena deformasi (bending).

DAFTAR PUSTAKA

Adimas Mahendro Cahyono, Mikael Valerius


Seran, 2014, Macam-
Gambar 14 Korosi sumuran Macam Korosi Disekitar Kita, Institut
Teknologi Nasional Fakultas
Tabel 4.5 Hasil Analisa Gambar Dengan Software Teknik Sipil Dan Perencanaan Jurusan
Image J Teknik Lingkungan, Malang.
Achmad, R., 2004, Kimia Lingkungan,
Slice Count Average %Area Mean Universitas Negeri, Jakarta.
Size Deky Martanto, 2014, Teknik Mesin Fakultas
Korosi 4050 191.827 24.859 128.766 Sains Dan Tekonologi Universitas
Sumuran Sanata Dharma.
Efendi Mabruri, Moch. Syaiful Anwar, Siska
Prifiharni, Toni B.Romijarso, Bintang
Dari percobaan ini dapat diketahui korosi Adjiantoro, 2015, Pengaruh Mo dan Ni
pada logam Fe dimana, dari unsur logam yang Terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan
terkandung pada material, logam Fe merupakan Baja Tahan Karat Martensitik 13cr, Pusat
logam yang paling reaktif. Pada peristiwa korosi, Penelitian Metalurgi dan Material-LIPI,
logam akan mengalami oksidasi, sedangkan oksigen Tangerang Selatan/
akan mengalami reduksi. Korosi inilah yang Fujaya, Y., 2000, Fisiologi Ikan Dasar.
menyebabkan penggerusan permukaan pada logam Pengembangan Teknik Perikanan, Rineka
(weight loss). (Minto Basuki, 2012) Cipta, Jakarta.
Johannes Leonard, 2012., Analisis Laju Korosi
Material Penukar Panas Mesin
KESIMPULAN Kapal Dalam Lingkungan Air Laut Sintetik
1. Pada lingkungan temperatur dan Dan Air Tawar, Malang.
konsentrasi larutan yang tinggi, laju korosi Minto Basuki, Abdul Aris Wacana Putra, Dzikri
yang terjadi lebih tinggi dibandingkan Hidayat, 2012, Analisa Laju Korosi
dengan temperatur rendah dan konsentrasi Duplex SS AWS 2205 Dengan Metode
larutan yang rendah. Dari data pengaruh Weight Loss. Jakarta.
laju korosi terhadap temperatur, laju korosi Mohammad Abdur R., 2013, Penghilangan
terendah terjadi pada suhu kamar, Oksigen Terlarut Dalam Air Dengan
kemudian naik pada suhu 60℃ dan terjadi Pemanasan, Fakultas teknik UGM,
kenaikan yang tidak signifikan pada suhu Yogyakarta.
80℃. Pada pengaruh laju korosi terhadap Muhammad, Macam-Macam bentuk Korosi,
konsentrasi larutan diketahui larutan NaCl Undip.
20% memiliki rata – rata nilai laju korosi Murphy, Sheila., 2013 Furqan, 2013, BASIN:
tertinggi dibanding dengan konsentrasi General Information On Dissolved
3.5% dan 10%, dimana laju korosi tertinggi Oxygen, Boulder Community Network -
terdapat pada larutan NaCl 20% pada Serving Boulder County.
spesimen (NaCl 20% 80℃) sebesar 1.335 NACE, 1979, Corrosion Hand Book ASTMG
mm/y. Dan laju korosi terendah terjadi 31th, Nineth Edition, Metal Park, Ohio.
pada spesimen (NaCl 3,5%, suhu kamar) NACE,2000, International Basic Corrosion
yaitu sebesar 0.198 mm/y. Semakin tinggi Course Handbook, Houston.
konsentrasi larutan NaCl, semakin besar Renn, And Charles,E, 1968, Investigating Water
pula ion klorida yang berada di sekitar Problem : A Water Analysis Manual,
logam yang menyebabkan depasivasi pada Lamotte,Co., Chestertown.
logam. Ion klorida ini sangat agresif Rochim Suratman, 2005, Karakteristik
menggerus permukaan logam dan Korosi Aluminium Dan Baja, Jurusan
mengakibatkan penurunan berat atau Teknik Mesin ITB, Bandung
weight loss pada logam tersebut.
Roberge, P.R., 2008. Corrosion. Engineering
Principles and Practice, Fakultas MIPA,
Universitas Negeri. Yogyakarta.
Siska Prifiharni, Moch. Syaiful Anwar, Efendi
Mabruri, 2016, Pengaruh Perlakuan
Panas Terhadap Struktur Mikro dan
Ketahanan Korosi Baja Tahan Karat
Martensitik 13Cr-1Mo, Pusat Penelitian
Metalurgi dan Material-LIPI,
Tangerang Selatan
Suriadi, IGA Kade., Suarsana, IK., 2007,
Prediksi Laju Korosi Dengan Perubahan
Besar Derajat Deformasi Plastis Dan
Media Pengkorosi Pada Material Baja
Karbon, Jurnal Ilmiah Teknik Mesin,
Universitas Udayana.
Sumarji, 2011, Jurnal ROTOR, Volume 4
Nomor1, Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Jember.
Tarmizi, 2011, Analisa Kerusakan Sudu Turbin
Gas Material Udimet 500 Kapasitas 50
Mw, Balai Besar Logam Dan Mesin
Bandung.
Trethewey, KR., Chamberlain J, 1991, Korosi
Untuk Mahasisawa Dan Rekayasawan,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wiranto Arismunandar, 1988,
Pengantar Turbin Gas Dan Motor
Propulsi, ITB Bandung.
Widharto, S. 1999, Karat Dan Pencegahannya,
Pradnya Paramita, Jakarta.
Wiryosumarto, 2004, Teknologi pengelasan
logam, Pradnya Paramita, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai