Anda di halaman 1dari 13

PRA_ANALISA KOROSI

PADA STERILIZER STATION PROSES


PENGOLAHAN KELAPA SAWIT

PT.PANALLOY METAL ENGINEERING

Disiapkan Oleh:
Iwan Pandji
Ary Jordan
Hadi Sarono

September 07, 2022


EXECUTIVE SUMMARY
Tulisan ini dibuat sebagai analisa awal yang dibuat terkait dengan masalah korosi yang terjadi pada dinding
bawah dari sterilisasi vessel yang digunakan untuk proses perebusan tandan kelapa sawit di PT Sampoerna
Agro. Fakta yang ditunjukkan berdasarkan foto dan informasi yang diterima oleh kami bahwa masalah
korosi ini telah menyebabkan kerusakan fatal pada unit sehingga tidak bisa digunakan, menyebabkan
efisiensi plant secara keseluruhan berkurang secara signifikan. Sehingga tujuan dari tulisan ini adalah untuk
mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang terjadi, mencari akar penyebab masalah, melakukan
dugaan terkait penyebab dan akibat yang ditimbukan, dan memberikan saran penanggulangan masalah
disertai perkiraan biaya yang yang diperlukan.

Sterilization adalah sub-proses yang harus dilewati


oleh kelapa sawit di pabrik pengolahan kelapa sawit,
dalam hal ini PT Sampoerna Agro menggunakan
horizontal sterilization vessel dengan kapasitas 120
TpH merujuk kepada drawing yang kami terima.
Proses sterilization atau perebusan sawit pada
umumnya menggunakan triple peak sterilization
(sistem perebusan tiga puncak), dimulai dengan
proses dearasi dimana katup uap dan kondensat
dibuka secara bersamaan yang bertujuan untuk
membuang udara di dalam tangki perebusan yang
bisa menghambat proses perpindahan panas dari steam ke kelapa sawit. Proses ini berlangsung selama
sekitar 2.5 menit, pada tekanan sekitar 0.5 bar atau pada suhu sekitar 90oC. Step kedua disebut “puncak
pertama” dimana tekanan uap di dalam tangki dinaikkan hingga mencapai sekitar 1,5 Bar atau sekitar
110oC dan kemu dian langsung diturunkan dengan membuka katup pembuangan kondensat hingga
tekanan mendekati “nol”. Step ketiga atau “puncak ke dua” prosesnya sama dengan step kedua akan tetapi
pressure dinaikkan hingga sekitar 2 bar atau sekitar 120oC sebelum kembali diturunkan. Step ke empat atau
“puncak ke tiga” adalah dengan menaikkan tekanan uap di dalam tangka hingga mencapai 3-3.5 bar atau
130-135oC kemudian tekanan tersebut ditahan antara 35-45 menit sebelum pada akhirnya tekanan
diturunkan kembali, pada proses ini juga dilakukan pembuangan kondensat di dalam tangka secara berkala.
Total waktu yang diperlukan untuk satu siklus proses sterilisasi yang menggunakan uap jenuh ini adalah
sekitar 90-95 menit, dengan fluktuasi tekanan dan temperature tertentu seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Tujuan dari proses sterilisasi ini adalah untuk menghentikan aktivitas enzim lipase yang akan
menghidrolisys minyak menjadi asam lemak bebas (ALB), melepaskan buah dari tandannya, menurunkan
kadar air, melunakkan buah sawit, melepaskan serat dan biji, dan membantu proses pelepasan inti dari
cangkangnya. Output dari proses ini adalah tandan kelapa sawit yang siap diolah ke proses berikutnya yaitu
proses pemisahan buah dari jangjanganya (proses thresher). Output sampingan dari proses ini adalah
kondensat yang telah bercampur dengan asam lemak bebas atau free facid acid, minyak sawit (losses),
gliserol, gum, dan karbohidrat dan pengotor lain yang tidak larut di dalam air. Berdasarkan informasi dari
plant dan literature, buangan kondensat yang dihasilkan oleh proses sterilisasi ini memiliki pH antara 4-5.5
derajat keasaman.

Korosi adalah interaksi fisikokimia antara logam dan lingkungannya, yang mengakibatkan perubahan sifat
logam dan dapat menyebabkan gangguan fungsional secara signifikan dari logam, kepada lingkungan, atau
sistem di mana logam tersebut menjadi bagian. (ISO 8044:2010). Korosi terjadi melalui reaksi kimia, reaksi
metalophisycal atau elektrokimia, pembentukan karat melaui reaksi elektrokimia adalah yang paling
banyak terjadi di alam. Reaksi elektrokimia melibatkan pertukaran electron dari metal dengan ion pada
lingkungan, yang mungkin berupa gas, cairan, atau berupa padatan. Lingkungan di sini disebut sebagai
elektrolit, karena memiliki konduktivitas untuk memungkinya terjadi transfer electron/ion. Pembentukan
karat diperlihatkan oleh reaksi kimia sebagai berikut:
(Metal dissolution, oksidasi, atau reaksi anodic)
(Reduction, reaksi catodic, reaksi yang melibatkan O2
di udara dan air)
(RedOx_Reduction & Oxidation)
Karat
(pembentukan karat)

Reaksi oksidasi dan reduksi (Redox) adalah reaksi awal dalam pembentukan karat, jika distribusi reaksi
pada permukaan metal adalah merata maka disebut uniform corrosion.
Sebaliknya jika reksi tersebut terkonsentrasi di suatu tempat maka akan
mendorong terjadinya lokal korosi (localized corrosion) seperti pitting
corrosion yang cenderung sulit untuk dikendalikan.
Setelah melihat mekanisme terjadinya karat di atas, bisa dikatakan bahwa
syarat terjadinya perkaratan adalah jika factor-faktor sebagai berikut terpenuhi,
yaitu:
1. Adanya unsur metal, untuk terjadinya reaksi anodic.
2. Adanya electrolyte konduktor (lapisan air yang tipis yang disebabkan Triangle Corrosion
oleh lingkungan dengan kelembaban tertentu sudah memenuhi syarat)
3. Oksigen, untuk terjadinya reaksi katodik.

Tanki sterilisasi atau tangka perebusan adalah lingkungan yang ideal untuk terjadinya perkaratan, boleh
dikatakan pencegahan terjadinya perkaratan adalah mustahil atau sulit dilakukan dan yang bisa dilakukan
adalah mengurangi laju perkaratan hingga level tertentu. Carbon steel yang digunakan sebagai pembentuk
vessel, lingkungan dengan kelembaban tinggi karena penggunaan steam, temperature yang cukup tinggi
yang berfluktuasi, dan pH yang cenderung rendah (acid) adalah kondisi yang ideal untuk terjadinya proses
korosi.

UNIFORM CORROSION
(Environtment)
LOCALIZED CORROSION
No liner zones (Crevice/celah corrosion)

Carbon Steel Surface,


Zones ex- Liner SF 003 6 mm thk under Liner

LOCALIZED + UNIFORM
(galvanic+environtment) LOCALIZED CORROSION
CORROSION (Pitting corrosion)

Foto bagian dalam sterilisasi vessel dan korosi yang terjadi

Pada dasarnya perkaratan terjadi pada seluruh permukaan carbon steel pada bagian dalam vessel, dan untuk
memudahkan dalam melakukan analisa kami membagi area perkaratan menjadi dua (2) bagian, yaitu:
1. Perkaratan pada bagian dinding carbon steel yang tertutup oleh liner stainless steel (SF 003).
2. Perkaratan pada bagian dinding carbon steel yang tidak tertutup oleh liner stanless steel.
Karat yang terjadi pada dinding karbon steel yang tidak tertutup liner bisa dipastikan uniform corrosion
(environtment), dengan laju perkaratan yang relative rendah dan tidak akan menimbulkan deterioration
secara berarti dalam waktu dekat. Sebaliknya, defect karat yang terjadi pada permukaan carbon steel yang
tertutup oleh liner stainless steel merupakan kombinasi antara uniform corrosion dan localized corrosion,
sehingga analisa kami fokuskan pada bagian ini.

Beberapa penjelasan tentang korosi, sengaja kami sajikan di sini untuk memberikan perspective yang sama
di antara kita terkait dengan korosi yang terjadi pada tangki sterilisasi dan tidak untuk maksud yang lain.
Beranjak dari perspektif tersebut kami berharap kita bisa lebih baik lagi dalam berdiskusi, yang tentu saja
bisa menghasilkan solusi yang terbaik untuk masalah korosi yang terjadi saat ini.
Metodologi Pertama - PEMBUKTIAN

1. Fakta bahwa terjadi korosi yang massif pada bagian bawah dari dinding
shell tangka rebusan (sterilization vessel), sehingga mengakibatkan
Perumusan masalah kebocoran steam pada level yang tidak bisa ditolerir lagi.
2. Berdasarkan informasi yang kami peroleh, life time (atau MTTF) dari plat
carbon steel bagian bawah dari sterilization tank hanya sekitar 3 tahun,
dan diperlukan tindakan tertentu untuk memperbaikinya.
3. Kemungkinan bagian yang mengalami laju kecepatan korosi tertinggi
adalah di bagian bawah plat carbon steel pembentuk vessel, dibandingkan
Pengumpulan dengan bagian atau komponen lainnya.
data,informasi, dan 4. Fakta bahwa plat carbon steel sebagai pembentuk vessel berada atau
literasi yang diperlukan bersinggungan dengan lingkungan yang basah (kelembaban tinggi) dengan
pH rendah (acid), dan temperature tinggi yang berfluktuasi secara
continue mengikuti siklus proses sterilisasi, suatu kondisi yang ideal untuk
terjadinya korosi pada carbon steel.

1. Rate corrosion atau laju korosi yang terjadi di bawah permukaan liner
plate diduga jauh lebih besar dibandingkan dengan bagian lain di dalam
vessel. Hal ini dibuktikan dengan bukti visual, dimana permukaan pada
bagian dinding yang tidak tertutup liner plate hanya mengalami uniform
corrosion dibandingkan dengan area dinding karbon steel di bawah plate
yang mengalami galvanize, pitting dan crevice corrosion (localized
corrosion).
2. Korosi terjadi jika 3 syarat yang disebutkan sebelumnya dipenuhi (lihat
triangle corrosion), O2 dan air hanya bisa masuk ke area di antara liner
Menyusun hypothesis,
stainlees steel dan dinding carbon steel jika terdapat celah diantaranya.
dugaan penyebab
3. Celah atau rongga bisa terjadi pada bagian bawah tangki (jika pipa yang
masalah dan rencana
dilas ke plate liner tidak dilaskan ke dinding carbon steel), pengelasan
penanggulangan
yang tidak sempurna pada bagian sambungan las antara plate stainlees
dan carbon, dan terjadi retakan pada sambungan las tersebut.
4. Retakan pada bagian sambungan welding rentan terjadi mengingat jenis
material yang berbeda. SF 003 atau austenite seri 3 ini memiliki
conductivity thermal 3 kali lebih besar dari SA 516 GR 70, dan thermal
expansion 2x lebih besar. Dua hal tersebut terakhir menyebabkan
internal stress pada bagian sambungan menjadi jauh lebih besar
dibandingkan dengan pengelasan menggunakan material yang sama.

1. NDT test, Dye Penetrant Test.


Melakukan
2. Potensial Survey antar material pembentuk (sampling).
test/eksperimen
3. Ultrasonic Flaw Detection, untuk mendeteksi celah/retakan pada
terhadap dugaan
sambungan las antara carbon steel dan stainless steel (sampling).
penyebab masalah
4. Sampling pieces test, untuk mengukur laju korosi pada permukaan
(Langkah Pembuktian)
bagian dalam tangki menggunakan potongan carbon steel dengan bahan
yang sama (SA 516 GR 70) yang diletakkan pada lantai vessel selama
periode tertentu. Test ini dimaksudkan untuk mengukur berat sample
sebelum dan sesudah percobaan, sehingga bisa diperkirakan laju korosi
Menentukan Metoda yang terjadi.
Perbaikan
Galvanic, Pitting, Crevice, dan Stress Cracking Corrosion
1. Galvanic corrosion termasuk dalam kategori uniform corrosion, terjadi bila dua jenis logam atau area
pada logam yang sama memiliki potensial (korosi atau konduktivitas) yang berbeda saling berhubungan
satu sama lain secara langsung, jika lingkungan (elektrolit) bersifat korosif maka akan mempercepat laju
korosi pada salah satu logam. Jika syarat tersebut dipenuhi maka
logam yang memiliki unsur noble material lebih banyak relatif
Lingkungan/electrol tidak akan mengalami oksidasi (katoda) dan logam yang lebih
it
SS304 sedikit mengandung unsur noble lebih cepat mengalami korosi
SS304 katoda (anoda). Tiga syarat utama terjadinya korosi galvanis :
1. Terdapat dua jenis logam yang berbeda potensial.
2. Kedua logam harus saling berhubungan langsung
(menempel)
Carbon steels (Anode) 3. Berada di lingkungan yang bersifat elektrolit.

Salah satu dari ketiga syarat tersebut tidak dipenuhi maka galvanis korosi tidak akan terjadi, misalkan
diantara kedua logam diberikan material dengan potensial yang rendah. Korosi galvanis bisa dikatakan
terjadi atau mengiringi setiap jenis korosi lainnya terutama yang bersifat lokal (pitting, crevice, dll),
begitu korosi terjadi di suatu area logam maka potensi terbentuknya anoda-katoda di daerah tersebut
naik dan korosi secara galvanis mulai bekerja di situ. Homogenitas dari
microstruktur logam menjadi factor yang menentukan untuk setiap terjadinya
korosi.

Pada bagian sterilisasi vessel yang tertutup oleh liner, hanya poin no 1 dan 2 yang
terpenuhi dan syarat ketiga hanya bisa dipenuhi jika terjadi kebocoran udara/air
yang masuk diantara sambungan kedua logam tersebut. Satu hal lain yang cukup
berpengaruh terhadap laju korosi galvanis adalah luas area dari kedua logam
tersebut, semakin kecil luas area logam anode maka semakin tinggi laju korosi
yang terjadi. Dalam hal ini, pada tangki sterilisasi justru carbon steel (anode)
memiliki area permukaan yang lebih luas dari liner stainless steel (katode),
Galvanis korosi
sehingga potensi terjadinya korosi gavanis yang tinggi seharusnya tidak terjadi
(merujuk pada foto kerusakan).

Hal yang sebaliknya terjadi pada bagian sambungan las antara carbon steel dengan carbon steel atau
carbon steel dengan stainless steel, potensi terjadinya korosi galvanic patut untuk diperhitungkan.
Walaupun sudah dilakukan procedure welding yang tepat mulai dari pemilihan filler sampai dengan
finishing, potensi korosi galvanis masih mungkin terjadi karena perubahan struktur micro antara filler
dan base metal ditambah dengan lingkungan yang memang korosif.

2. Pitting korosi termasuk ke dalam kategori korosi lokal (lokalized corrosion), bentuknya berupa lubang-
lubang kecil yang sulit terlihat di awal proses korosi. Korosi ini terbentuk
karena kerusakan pada lapisan proteksi di permukaan logam dan
mikrostruktur yang tidak seragam, dan arah rambatan korosi cenderung
dipengaruhi oleh gaya tarik bumi (gravity).

Mekanisme pitting
diperlihatkan pada gambar
di samping, elektrolite
dengan kandungan oksigen tinggi berada di permukaan
logam, area ini kemudian menjadi katoda. Electron- mulai
bergerak ke atas, Fe+ terlepas dan mulai bereaksi dengan
oksigen sehingga proses oksidasi/korosi dimulai.
Kandungan oksigen pada lubang yang terbentuk adalah
jauh lebih kecil dibandingkan bagian atas, semakin dalam lubang semakin kecil kandungan oksigen
maka semakin tinggi laju korosi yang terjadi. Arah dari pitting korosi bisa ke dalam atau ke samping,
laju pitting korosi diperkirakan 10-100 kali lebih besar dibandingkan dengan uniform korosi dan sulit
dikontrol.

3. Crevice atau celah korosi terjadi jika elektrolite terjebak diantara dua logam
(logam dengan logam, atau logam dengan material non logam), perbedaan
kandungan oksigen pada bagian celah dan bagian luar (udara sekitar) kembali
mengakibatkan terjadinya beda potensial (anode-katode). Crevice atau celah
korosi pada dasarnya terjadi melalui mekanisme yang sama dengan terjadinya
pitting korosi, yang mungkin membedakan adalah biasanya arah korosi
melebar dan cenderung bergerak kearah lingkungan dengan kadar oksigen
yang tinggi. Foto di samping menunjukkan contoh terjadinya crevice korosi
pada flange stainless steel yang bersentuhan dengan gasket (pada sambungan
pipa), untuk kasus ini maka cara pencegahannya cukup dengan menambahkan sealant pada permukaan
flange atau gasket yang saling bersentuhan sehingga O2 dan elektrolite tidak bisa masuk ke celah
tersebut.

4. Stress Cracking Corrosion (SCC), adalah kombinasi dari mechanical dan korosi secara electrochemical
yang menyebabkan crack/retakan pada suatu bagian dari material. Pada dasarnya setiap komponen yang
membentuk suatu struktur adalah subjek dari tensile stress dan lingkungan yang korosif bisa
menyebabkan material/logam rusak/crack/fatique di bawah yield strength yang direncanakan. SCC bisa
dimulai dari terbentuknya pitting korosi, dan bersama-sama dengan tegangan sisa (internal stress) yang
biasanya muncul pada sekitar area pengelasan memicu terjadi crack/retakan. Begitu retakan terjadi,
beda potensial antar material (filler dan base material) ditambah dengan hadirnya Oksigen dan elektrolit
akan menyebabkan penjalaran retakan semakin meluas dengan cepat.

Stress cracking corrosion hanya bisa terjadi jika tiga (3) faktor atau syarat di
bawah ini terpenuhi dalam waktu yang bersamaan, yaitu :
1. Mechanical (beban, internal stress, residual stress, dll)
2. Material yang rentan terhadap terjadinya crack (contoh, jenis aurtenite
stainless steel), pada kasus pengelasan carbon steel (A516) dan stainless
steel (ASF A03) maka kemungkinan cracking terjadi pada area sekitar
filler dan ASF A03 karena tensile strength yang relative lebih rendah.
3. Lingkungan yang korosif.

Penanganan pada korosi, pada dasarnya dibagi menjadi dua perseksif yaitu pencegahan terjadinya korosi
atau dengan mengontrol laju korosi itu sendiri. Pencegahan sangat tergantung dari proses perancangan yang
dilakukan, pemilihan material yang tepat sesuai dengan lingkungan kerja, metoda fabrikasi (pengelasan
yang tepat) atau dengan memodifikasi permukaan metal dengan penambahan lapisan inhibitor korosi berupa
coating, galvanizing, dll. Cara untuk mengontrol laju korosi bisa jadi dengan melakukan control pada
lingkungan kerjanya, contoh dengan menjaga stabilitas ph dan temperature pada level yang relative tidak
memicu terjadinya korosi, mencegah terjadinya genangan air pada permukaan logam, menjaga kelembaban
udara, atau menambah jumlah oksigen pada air/oksigen scavenger (yang masuk ke boiler) untuk mencegah
terjadinya pitting corrosion pada permukaan logam boiler.

Pada kasus korosi disini, fabricator memberikan lapisan khusus berupa liner plate dengan material SF A03
yang relative tahan terhadap korosi di atas permukaan dinding bawah tangka perebusan. Tindakan
pencegahan ini efektif untuk melindungi material di bagian bawah yang notabene menggunakan jenis
karbon steel (A516 grade 70), hanya jika tidak terjadi kontaminasi dengan elektrolit dan oksigen. Begitu
kontaminasi terjadi, maka proses korosi segera dimulai bahkan untuk setiap jenis korosi yang diterangkan di
atas sebelumnya, mengingat seluruh persyaratan terjadinya korosi (galvanis, pitting, crevice, dan stress
cracking corrosion) sudah terpenuhi. Akibatnya laju korosi pada daerah tersebut relative lebih besar
dibandingkan dengan area lain yang tidak tertutup oleh liner (bisa dibandingkan melalui foto) dan life time
dari plate carbon steel menurun secara drastis.
Penggunaan steam pada tangki perebusan menyebabkan kelembaban udara di lingkungan pekerjaan menjadi
cukup tinggi, hal ini semakin menyulitkan dalam melakukan pencegahan untuk terjadinya korosi. Sekali
saja permukaan logam terpapar oleh air walaupun berupa lapisan tipis dalam jangka waktu yang tertentu
maka proses korosi akan segera dimulai.

DESIGN TANGKI PEREBUSAN

Pembahasan terkait dengan design tangka perebusan, hanya terbatas mengenai factor dan asumsi yang
mendukung terjadinya proses korosi di bagian bawah liner plate, yaitu :

1. Elektrolit berupa steam atau kondensat kemungkinan masuk ke dalam celah antara liner plate dan
dinding tangka bawah melalui retakan pada bagian sambungan las sepanjang arah longitudinal
tangka perebusan (+ 37m) pada gambar ditunjukkan berupa garis putus warna merah. Perbedaan
jenis material yang dikenakan pengelasan relative memiliki internal/residual stress yang tinggi,
ditambah dengan fluktuasi temperature tinggi-rendah secara kontinyu kemungkinan besar
mengakibatkan crack/retakan sepanjang garis pengelasan.

2. Gambar di samping (detail C) menunjukkan


adanya lubang pada plat liner sebagai titik
pengelasan liner ke dinding vessel. Lubang
berdiameter 15 mm, berjarak C-C 300 dibuat
memanjang arah longitudinal dari vessel, atau
berjumlah berjumlah sekitar 380 lubang.
Pengelasan liner ke dinding vessel dimaksudkan
untuk memberikan distribusi stress yang baik,
disamping untuk memastikan bahwa liner
menempel pada dinding vessel (celah antara yang sekecil mungkin). Perlu dipastikan bahwa liner
dilaskan ke dinding vessel dengan jumlah lubang pengelasan adalah sesuai dengan design, sehingga
stress load tidak hanya dipikul oleh garis las sepanjang longitudinal vessel (poin no. 1).
Kebocoran steam dan kondensat, mungkin juga terjadi melalui retakan pada lubang-lubang las_an
tersebut, ini juga perlu dilakukan pemeriksaan.

3. Pipa drain sejumlah 7 buah, dapat dipastikan ini dilas ke plat liner akan tetapi apakah juga dilaskan
ke dinding vessel dibawahnya? Mengingat kelembaban yang tinggi potensi kelembaban yang hampir
sama bisa dipastikan terjadi pada celah antara plat liner dan dinding vessel.
4. Mengingat pengelasan menggunakan material yang berbeda, maka
perlu dilakukan perlakuan khusus, diantaranya :
1. Komposisi unsur pembentuk base material, dalam hal ini carbon
steel tipe A516 grade 70 dan stainless steel tipe ASF A03 (jenis
austenite steel seri tiga, 304 atau 316…?), hal ini perlu dijelaskan
secara terinci untuk menentukan jenis filler welding yang akan
digunakan.
2. Proses pengelasan untuk dua jenis material yang berbeda harus
diberikan perhatian khusus. Carbon steel seri A516 grade 70
memiliki tensile strength lebih besar dibanding SF 003, dan
stainlees steel jenis austenite serie 3 ini memiliki conductivity
thermal 3 kali lebih besar dari SA 516 GR 70, dan thermal expansion 2x lebih besar. Residual
stress yang ditimbulkan dari hasil pengelasan akan berbeda dari masing-masing base material,
perbedaan ini berpotensi menyebabkan corrosion dan crack pada sambungan las atau Stress
Cracking Corrosion (SCC).
3. Beberapa literature menyarankan untuk melakukan Post Welding Heat treatment (PWHT)
setelah proses pengelasan selesai untuk menghilangkan residual stress pada area sambungan las.
4. Welding Prosedure Standard (WPS) harus dibuat dan dijelaskan secara detail kepada personel,
untuk memastikan pengelasan dilakukan dengan langkah-langkah yang sesuai dengan WPS.
Apakah perlu dilakukan teknik buttering layer pada proses pengelasan untuk menghasilkan
microstruktur material yang lebih homogen? Harus dipastikan tertuang di dalam WPS.
5. Yang terakhir, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap hasil pengelasan untuk memastikan tidak
adanya kebocoran yang bisa masuk ke celah antar plat mengingat lawan yang dihadapi adalah
uap bertekanan yang bisa lebih mudah masuk ke celah dibandingkan air. Test yang mungkin
dilakukan adalah dengan uji retakan pada sambungan las menggunakan Dye Penetrant dan/atau
Ultrasonic Flaw detector.

5. Untuk memastikan tidak adanya genangan kondensat di dalam tangka, maka harus dipastikan tidak
adanya komponen dari vessel yang menghalangi aliran kondensat keluar yang berpotensi menjadi
genangan di dalam tangki.

Pada sterilization vessel, terdapat tujuh (7) lubang pembuangan kondensat yang terhubung ke bagian
lantai liner dari vessel dan lubang dilengkapi dengan sejenis strainer seperti pada gambar kiri atas.
Dalam kondisi terpasang maka hanya ada dua (2) lubang setengah lingkaran dengan radius 16 mm
yang benar-benar berhubungan (mepet) ke bagian terendah dari dasar tangki. Dengan asumsi bahwa
dua lubang tersebut tersumbat, maka akan terjadi genangan air dengan ketinggian sekitar 6 mm.
Seperti diketahui bersama korosi tidak hanya terjadi pada carbon steel tetapi juga terhadap stainless
steel.
DISKUSI
1. Penanganan terhadap korosi yang terjadi pada metal dihadapkan kepada beberapa pilihan, melakukan
pencegahan agar korosi tidak terjadi, melakukan control dan monitoring terhadap laju korosi, atau
kombinasi keduanya.

2. Pada kasus ini, manufaktur tangki perebusan menggunakan cara pencegahan terjadinya korosi dengan
menutup (cladding) sebagian carbon steel pembentuk dinding tangki menggunakan material yang lebih
resistan terhadap korosi yaitu SF 003 atau seri aurtenite stainless steel (umumnya 304 atau 316).

3. Metoda cladding carbon steel (A516 grade 70) dengan stainlees steel SF 003 adalah dengan
menggunakan metoda pengelasan langsung antar kedua material yang berbeda jenis tersebut.

4. Pengelasan langsung dua jenis material umum dilakukan untuk pressure vessel, akan tetapi perlu
perlakuan khusus. Beberapa literature telah membuat panduan praktis dalam melakukan pengelasan ini
(dissimilar metal welding_DMW guidances), misalnya dengan penambahan proses PWHT dan metoda
Buttering layer untuk menghasilkan kualitas pengelasan yang baik. Disamping kewajiban untuk
melakukan testing setelah pengelasan dilakukan, baik melalui pressure test dan/atau UT test.

5. Fakta menunjukkan bahwa telah terjadi korosi yang parah pada bagian plat dinding tangki bagian bawah
yang tertutup oleh plat liner stainless steel.

6. Korosi secara umum terjadi jika memenuhi syarat-syarat seperti yang ditunjukkan oleh “triangle
corrosion” di atas, adanya logam (besi); electrolyte; dan oksigen secara bersamaan. Pertanyaannya
adalah darimana jalan masuknya elektrolite (kondensate/steam) ke celah antara carbon steel dan liner
stainless?

7. Menurut dugaan kami steam atau kondensat masuk ke celah tersebut melalui celah lubang pada bagian
welded line, entah karena proses pengelasan yang tidak sempurna menutup sambungan dan/atau terjadi
retakan di daerah tersebut. Untuk membuktikan hal tersebut maka kami menyarankan untuk dilakukan
uji retakan/cracking/kebocoran dengan menggunakan metoda Dye penetrant dan/atau Ultrasonic Flaw
detector.

8. Melanjutkan no. 7, melalui celah lain misalkan sambungan antara pipa buangan kondensat dengan
dinding carbon steel tangki. Pemeriksaan langsung ke unit, diperlukan untuk memastikan tidak adanya
celah/jalan yang dapat dilalui oleh udara/steam ke celah antara.

9. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa telah terjadi kebocoran pada bagian “welded line”,
kemudian pertanyaan berlanjut kepada bagaimana langkah penanganannya? Berdasarkan foto yang
dikirim ke kami, kondisi korosi yang terjadi pada plat bagian bawah tangki sudah begitu parah. Artinya
perbaikan yang harus dilakukan tidak hanya pada “welded line” antara liner dan plat tangki, akan tetapi
perlu dilakukan penggantian plat carbon steel tangki, mungkin sebagian atau keseluruhan bagian bawah
carbon steel yang tertutup liner, termasuk perbaikan pada sambungan las.

Kombinasi berbagai jenis


Welded Line_Pitting
tipe korosi
Corrosion

Galvanis/Crevice Corrosion
pada plat Liner SF A003
10. Fakta lain menunjukkan bahwa bagian lain yang tidak tertutup oleh plat liner relative tidak
menunjukkan kondisi korosi yang berat padahal berada pada lingkungan yang sama seperti yang terlihat
pada foto berikut. Dinding yang tidak tertutup liner
berada di bagian atas dari liner dan relative hanya
terpapar oleh steam yang notabene air, berbeda
dengan bagian bawah yang harus bersinggungan
dengan kondensat yang sudah terkontaminasi oleh
kimia lain hasil dari proses sterilisasi kelapa sawit.
Apakah demikian?
Batas Liner (ex welded line)
11. Jika korosi yang terjadi merupakan
kombinasi dari beberapa jenis korosi seperti yang
diungkapkan pada no. 9 diantaranya adalah
crevice dan galvanis corrosion yang disebabkan
karena dua (2) material yang terhubung langsung
mengakibatkan laju korosi meningkat secara
signifikan. Bagaimana laju korosi yang terjadi jika liner plate stainless steel dilepas? Apakah sudah
pernah dilakukan pengukuran?

12. Berdasarkan literature, zat-zat yang terkandung di dalam kondensat adalah asam lemak bebas (ALB)
atau free facid acid (FFA), minyak sawit (losses), gliserol, gum, dan karbohidrat dan pengotor lain yang
tidak larut di dalam air dengan komposisi yang berbeda. Turunan dari ALB atau FFA banyak digunakan
sebagai zat inhibitor atau penghambat terjadinya korosi pada metal, sebaliknya jika tercampur dengan
minyak sawit maka FFA dapat bertindak sebagai pro-oksidan dalam minyak dengan mempercepat laju
dekomposisi hidroperoksida. Dengan demikian, kandungan FFA yang tinggi dalam minyak dapat
menyebabkan oksidasi lebih lanjut dan mengarah kepada rasa dan aroma yang tidak enak dalam minyak.

13. Laju korosi dipengaruhi oleh


secara langsung atau tidak
langsung oleh suhu dan derajat
keasaman dari elektrolit, dalam
hal ini adalah kondensat.
Konduktifitas dari elektrolit
akan meningkat seiring dengan
kenaikan temperature dan
penurunan pH (semakin asam),
dengan naiknya konduktifitas maka reaksi oksidasi antara O2 dan Fe+ akan berlangsung dengan cepat
pula.

14. Untuk membuktikan dugaan dan pertanyaan di poin no. 7 & 11, maka diperlukan langsung ke tangki
perebusan dan melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan secara visual dan menyeluruh ke seluruh komponen tangki yang berpotensi menjadi
jalan masuk udara/elektrolite ke celah antara plat carbon steel dan stainless steel.
b. Melakukan test cracking NDT menggunakan Dye Penetrant secara menyeluruh/sampling pada
sambungan las antara plat carbon steel dan stainless steel.
c. Melakukan test cracking NDT menggunakan UT secara menyeluruh/sampling pada sambungan las
antara plat carbon steel dan stainless steel.
d. Melakukan Potential Survey antar material & filler weld pembentuk tangki.
e. Melakukan sampling test uji laju korosi, dengan meletakkan beberapa potongan plat besi (A516
grade 70) yang telah ditimbang sebelumnya ke dalam tangki perebusan selama beberapa hari.
Kemudian sample ditimbang ulang untuk memprediksi laju korosi yang terjadi.
SARAN

1. Merujuk foto-foto kondisi korosi yang terjadi di tangki perebusan, maka perbaikan harus dilakukan
secara menyeluruh dimulai dengan penggantian plat carbon steel pembentuk dinding tangki yang
memang sudah parah tingkat korosinya. Dalam hal ini, harus dilakukan test UT untuk mengukur sisa
ketebalan dari plat sehingga bisa mengurangi biaya penggantian yang harus dilakukan jika ketebalan
yang ada masih dalam tingkat aman atau dilakukan perbaikan pada plat yang terpasang (overlay).
Setelah selesai penggantian plat carbon steel, maka pemasangan plat liner stainless bisa mulai dilakukan.
Waktu perbaikan yang lama dan biaya yang relative besar akan dihabiskan untuk perbaikan dengan
metode Return to Basic Condition (RBC_refurbished).

2. Alternatif lain yang mungkin dilakukan adalah dengan tidak menggunakan plat liner, hal ini bisa
dilakukan jika hipotesa yang dikemukakan di bagian DISKUSI bisa dibuktikan melalui pemeriksaan
langsung ke unit tangki secara visual, NDT test, potential survey, dan sampling laju korosi. Jika hasil
dari sampling test dan perhitungan menunjukkan bahwa laju korosi yang terjadi berada di bawah laju
korosi yang terjadi jika menggunakan plat liner, maka kami berkesimpulan bahwa alternative ini layak
untuk diterapkan.

3. Dengan tidak menggunakan plat liner stainless steel maka plat carbon steel bagian bawah dari tangki
perebusan akan langsung terpapar oleh steam dan kondensat dan menjadi subjek korosi. Maka perlu
dilakukan tindakan lebih lanjut untuk mengurangi laju korosi, dengan cara sebagai berikut :
a. Memastikan kondensat dapat mengalir langsung keluar dari vessel tanpa hambatan dengan
melakukan modifikasi pada saringan dan lubang drain kondensat (lihat design tangki perebusan poin
no. 5)
b. Memastikan kondensat dapat mengalir langsung keluar dari vessel tanpa hambatan dengan
melakukan modifikasi jalur rail lori.
c. Unsur kimia yang terkandung di dalam kondensat, pH, dan temperature adalah factor-faktor yang
dianggap berpengaruh atau sebagai katalisator terhadap laju korosi. Dengan mengurangi konsentrasi
unsur kimia yang terlarut, menaikkan pH, dan menurunkan temperatur maka diharapkan dapat
mengurangi laju korosi yang ada. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan pembilasan rutin bagian
dalam tangki menggunakan air, instalasi pipa dilengkapi dengan spayer water bisa dipasang
sehingga tidak menambah beban kerja dari operator.
d. Pada dasarnya tangki perebusan ini adalah sama dengan Boiler, yaitu sebagai tangki bertekanan
(pressurized vessel) dengan steam didalam, bahkan material pembentuknyapun sama-sama
menggunakan A516 grade 70 carbon steel. Oleh karena itu, perlu dilakukan treatment terhadap
permukaan steel plat secara regular seperti yang dilakukan pada boiler seperti descaling, atau upaya
cleaning lainnya secara rutin.

4. Biaya penggunaan air memang harus diperhitungkan, walaupun biaya perbaikan bisa dipastikan akan
lebih rendah dibandingkan dengan refurbished. Jika biaya perbaikan (dengan berbagai alternative)
dianggap sebagai investasi, plus biaya operasional & maintenance, dan life time bisa dihitung secara
kuantitatif sebagai total cost of ownership (TCO) maka keuntungan dan kerugian biaya bisa
diperbandingkan satu dengan yang lain.

5. Catatan lain, plate stainlees steel ex-liner bisa digunakan sebagai material pengganti untuk lori-lori
kelapa sawit, disamping lebih awet secara life time juga bisa mengurangi kandungan besi pada produk
yang dihasilkan.
Referensi :
6. Shop Drawing, Sterilization Station, dwg no. DML-SJ-SS-M-02, Projek SELAPAN JAYA PALM
OIL MILL, cap 120 Ton FFB per hour.
7. Hilti Corrosion handbook, global W4412, October 2015
8. Electrochemistry and Corrosion Science, Nestor Perez, Department of mechanical Engineering
University of Puerto Rico, Kluwer Academic Publishers, 2004.
9. Palm Oil Processing, the principles & Operational techniques, J.A. Vugts,
10. EFFECTS OF TEMPERING AND PWHT ON MICROSTRUCTURES AND MECHANICAL
PROPERTIES OF SA508 GR.4N STEEL, KI-HYOUNG LEE1*, MYUNG JO JHUNG1, MIN-
CHUL KIM2, and BONG-SANG LEE2, Korea Institute of Nuclear Safety, Received October 07,
2013, Accepted for Publication January 08, 2014.
11. EVALUATION OF PH CONTROL AGENTS INFLUENCING ON CORROSION OF CARBON
STEEL IN SECONDARY WATER CHEMISTRY CONDITION OF PRESSURIZED WATER
REACTOR, IN HYOUNG RHEE*, HYUNJUN JUNG, and DAECHUL CHO, Department of
Energy & Environmental Engineering, Soonchunhyang University, Received August 14, 2013,
Accepted for Publication December 30, 2013.
12. Weak and strong electrolytes, 8.10.9C, journal, 9/1/22, 10:17 PM
13. Sub-surface stress measurement of cross welds in a dissimilar welded pressure vessel, Dr. Yashar
Javadi, PhD, Department of Mechanical Engineering, Semnan Branch, Islamic Azad University,
Km. 5 of Semnan-Damghan, Road, Semnan, Iran, Original Article.
14. Pay attention to dissimilar metal welds, guidelines for welding dissimilar metals, Nickel
Development Institute, Reprinted permission from Chemical Engineering Progress May 1991,
Americans Institute of Chemical Engineers.
15. Design and Analysis of Horizontal Pressure Vessel and Thickness optimization, Anandhu P D 1,
Avis A 2, P.G. Student, Department of Mechanical Engineering, Sree Naryana Gurukulam College
of Engineering, Kadayiruppu, Kerala, India, DOI:10.15680/IJIRSET.2017.0605154.
16. Pressure Vessel handout, Chapter 6, Pressure (Welded) Vessel Design.
17. MECHANICAL PROPERTIES OF BIMETALLIC WELD JOINT BETWEEN SA 516 GRADE 65
CARBON STEEL AND SS 304 L FOR STEAM GENERATOR APPLICATION, Manoj Saini1,
Navneet Arora2, Chandan Pandey3, Husain Mehdi4, Assistant Professor, MED, Meerut Institute of
Technology Meerut-250002 (U.P) /India 2Professor, MIED, IIT Roorkee (U.K), 247667 /India ,
2Research Scholar, MIED, IIT Roorkee (U.K), 247667 /India, Assistant Professor, MED, Meerut
Institute of Technology Meerut-250002 (U.P) /India.
18. Effect of welding electrode variation on dissimilar metal weld of 316l stainless steel and steel ST41,
IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, To cite this article: I A Pahlawan et al
2021 IOP Conf. Ser.: Mater. Sci. Eng. 1010 012001.
19. Factors Affecting the Corrosive Behavior of Used Cooking Oils and a Non-Edible Fish Oil That Are
in Contact with Ferrous Metals, Nina Bruun * , Abayneh Getachew Demesa , Fiseha Tesfaye , Jarl
Hemming and Leena Hupa, Johan Gadolin Process Chemistry Centre, Åbo Akademi University,
Piispankatu 8, FI-20500 Turku, Finland; abayneh.demesa@abo.fi (A.G.D.); fiseha.tesfaye@abo.fi
(F.T.); jarl.hemming@abo.fi (J.H.);leena.hupa@abo.fi (L.H.), Received: 1 November 2019;
Accepted: 16 December 2019; Published: 17 December 2019.
20. Corrosion risks in co-processing of rapeseed oil, A study on degradation of triglycerides and its
relation to risk of corrosion, Master’s thesis in Material Chemistry, AMANDA MÅRTENSSON,
Department of Chemistry and Chemical Engineering, Chalmers University of Technology,
Gothenburg, Sweden 2020.
21. Quality of Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) Upon Storage: Effect of mild Steel, Yeoh Chee Beng,
Chong Chiew let, and Zaliha Omar, Journal of oil palm research vol. 24 December 2012p. 1559-
1561.

Anda mungkin juga menyukai