Anda di halaman 1dari 26

ANALISA JURNAL KETEL UAP

TUGAS
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ketel dan Turbin
Dosen Ampu : Drs.H.Dedi Supriawan, M.M.Pd

oleh :
Aldi Hasan Mazid
1301622

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2015

A. KESIMPULAN
1. Jurnal PENGENDALIAN KOROSI PADA KETEL UAP oleh Staf
Pengajar Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UNP
Dari uraian sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut :
-

Kualitas air sangat berpengaruh terhadap


terjadinya korosi pada ketel uap.

Pengolahan serta pengendalian persyaratan air pengisi ketel uap


diperlukan dalam menekan terjadinya proses korosi dan keretakan ketel
uap.

Di Indonesia masalah korosi dalam ketel uap di industri besar sudah


mendapat penanganan yang sungguh-sungguh, tetapi di industri
menengah dan kecil belum. Oleh karena itu terhadap operatornya perlu
diberi penataran secara intensif.

2. Jurnal PEMBUATAN BOILER BERBAHAN BAKAR SERBUK BATU


BARA MENGGUNAKAN PROSES PEMBAKARAN CYCLO oleh M
Denny Surindra.

a. Hasil perhitungan menunjukkan rata-rata nilai:


M air= 12.47 .10-3 kg/s, m bb = 70,833 kg/s, wp = 10 .10-4 kJ/kg, Qbb = 178,897 kJ/kg,
Qu = 31,879 kJ/kg , boiler = 17,81964 %, dan x = 0.973211 Q1 =13.66643 kJ/kg dan
Q2 = 133,35
kJ/kg.
b. Uap yang dihasilkan oleh ketel ini adalah uap basah dengan nilai dryness fraction
rata-rata

c. Nilai x berbanding lurus dengan nilai T4.


d. Penyebab rata-rata efisiensi 17,81964 % karena adanya kehilangan kalor (Q1 dan
Q2).
e. Q2 (kehilangan panas yang tidak teridentifikasi) bisa berupa perpindahan panas
bahan dan pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna.
f. Nilai m air dan T4 berbanding lurus dengan nilai Qu dan Qu berbanding
lurus dengan efisiensi.

PENGENDALIAN KOROSI PADA KETEL UAP

Mulianti
(1)

(1)

Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UNP


ABSTRACT

Boiler is equipment for boil of water to be steam. The steam could be saturated or
superheated steam depended on the purpose. The burning reaction of high temperature was
producted gas. Gas and water could be formed corrosion on boiler that caused by the
quality of feed water not suitable of requisite and not make implementation of effective
prevention. The process of corrosion on the boiler with dry and wet surrounding along
controlling would be studied.
berperan dalam proses terjadinya korosi.
Keywords: Boiler, corrosion,
controlling

c.

Zat padat tersuspensi.

1. PENDAHULUAN
Masalah korosi dalam ketel uap (boiler)
pada industri sering terjadi. Ini dapat
disebabkan oleh air ketel yang tidak diolah
serta diawasi dengan baik, sehingga dapat
memperparah korosi dan berakibat ketel
meledak. Kualitas air sangat ditentukan
oleh zat-zat yang terlarut di dalamnya,
seperti bahan-bahan organik dan anorganik
serta gas-gas, misalnya CO2 dan O2.
Kesemua itu dapat mengakibatkan kerak
dan terjadi korosi pada ketel uap, yang
selanjutnya tentu menimbulkan kerugian.

Kadang-kadang pasir, tanah dan hasil


pelapukan tumbuhan merupakan zat
padat yang tidak larut dalam air dan
berada sebagai suspensi.
d.

Kadang-kadang terdapat zat seperti


asam lemak, minyak dan cairan hasil
proses ekstraksi dari tanah atau
tanaman dan protein
e.

Kerusakan ketel uap akibat kualitas air


yang jelek, dapat menimbulkan (Ulil,
2008):

2. TINJAUAN PUSTAKA

a.

b.

a.

b.

Korosi.
Korosi adalah kerusakan-kerusakan
yang timbul pada logam yang
disebabkan karena terjadi reaksi kimia
antara permukaan logam dengan media
sekelilingynya. Peristiwa korisi dapat
menjadi
lebih
cepat
dengan
meningkatnya konsentrasi oksigen.

Gas terlarut.
Gas terlarut dalam air alam biasanya
kabondioksida, CO2; oksigen, O2;
hydrogen sulfat, H2S dan amonia, NH3.
Karbon dioksida dan oksigen sangat

Kerak/deposit.
Kerak pada ketel disebabkan oleh
terbentuk endapan dari air, langsung
pada permukaan pemindah panas atau
oleh suspensi air yang menempel pada
permukaan logam, sehingga logam
menjadi keras dan lengket. Penguapan
pada
ketel
akan
menyebabkan
peningkatan kontaminan (kotoran).

Zat padat terlarut.


Menunjukkan jumlah konsentrasi garam
terlarut dalam air. Jumlah zat padat
terlarut sering juga dinyatakan dalam
bentuk hantaran listrik pada air dengan
satuan mililhos/cm pada 250C. Banyaknya
konsentrasi garam-garam dalam air,
bervariasi dalam jenis dan jumlah,
bergantung pada keadaan geologi dari
tanah tempat air alam tersebut didapat.
Garam-garam yang biasa ada, bicarbonat,
HCO3; khlorida, Cl; sulfat, SO4; nitrat
NO3 dari kalsium, Ca; magnesium, Mg
dan natrium, Na. Juga terdapat besi, Fe;
mangan, Mn dan aluminium, Al.

Mikro organisme.
Air alam selalu mengandung bakteri
(bakteri air, bakteri tanah, bakteri proses
ekstraksi dari tanah atau tanaman dan
protein).

Pada tulisan ini akan dibahas korosi dalam


lingkungan kering oleh gas pembakaran,
korosi dalam medium air, korosi antar
kristal dan cara-cara pengendalian.

Air alam dapat terkontaminasi melalui


(Ulil, 2008):

Cairan.

c.

Keretakan.
Keretakan ini dapat disebabkan oleh
kandungan basa (NaOH), yang terdapat

dalam air ketel. Kondisi yang


menyebabkan terjadi keretakan basa ini
adalah, logam mendapat tekanan.
Kelebihan hidroksida dalam air ketel
adalah hasil dari hidrolisa natrium

fosfat
yang
ditambahkan
untuk
pengaturan pH atau pengurangan
kalsium dan magnesium, dengan reaksi:
Na3PO4 + H2O
NaOH

Na2HPO4 +

Jurnal Teknik Mesin

Vol. 5, No.2,Desember 2008

Untuk mencegah keretakan basa dapat dilakukan


dengan cara:
a.

Menjaga konsentrasi, dengan cara mengatur


perbandingan komponen zat-zat khusus dalam
boiler.

b. Menggunakan feed water yang dihasilkan dari


pengolahan air, yang tidak mengandung
hidroksida bebas.
Kondisi penyebab keretakan basa, antara lain (Ulil,
2008):
a.

Stress. Dapat disebabkan dari dalam maupun luar


akibat ekspansi.

b. Adanya kebocoran air ketel pada daerah yang


mengalami stress. Akibatnya uap akan
menghilang dan tinggal air yang mengandung
banyak zat padat pada titik kebocoran.
c.

NaOH bebas dalam air ketel.


NaOH terkumpul pada daerah kebocoran dan
menyebabkan kerusakan pada logam. Semua
kondisi ini terjadi secara simultan.

Korosi pada baja adalah kerusakan yang terjadi,


dimulai dari permukaan, secara kimia atau
elektrokimia. Pada ketel uap korosi disebabkan oleh
zat-zat yang terdapat dalam air ketel atau asap bahan
bakr. Korosi pada ketel atau asap bahan baker. Korosi
pada ketel uap dapat dikurangi dengan menggunakan
baja paduan krom, nikel dan molibden. (Mustarsid,
1985)
Pada ketel uap tekanan tinggi, bahannya tidak hanya
harus tahan temperatur tinggi, tetapi juga tahan
korosi, karena uap air pada suhu tinggi itu dapat
merusak baja menurut reaksi:
3 Fe + 4 H2O

Fe3O4 + 4 H2.

Krom menyebabkan baja menjadi tahan terhadap


korosi oleh uap air tersebut. Selain baja paduan
feritis dengan kadar krom rendah (12 %), terdapat
juga baja austenitis dengan kadar krom tinggi (18
26%). Untuk mencapai struktur ini diperlukan nikel
minimum 8 %. Ketahanan oksidasi jenis baja ini jauh
lebih besar daripada paduan feritis. Temperatur
oksidasi baja paduan austenitis yang mengandung Cr,
antara 870C dan 1150. (Mustarsid, 1985).
Baja karbon biasa pada suhu tinggi akan mengalami
oksidasi dengan cepat. Oleh karena itu bagian yang
kena api perlu dilindungi dengan lapisan aluminium.
Lapisan aluminium ini membuat baja tersebut tahan
pada suhu sampai 900C (Uhlig, 1948).
Untuk semua jenis ketel uap, sirkulasi air penting.
Air bukan merupakan penghantar panas yang baik.
Oleh karena itu panas merambat dalam air dengan
konveksi.

ISSN 1829-8958

Sirkulasi air dalam ketel selain untuk memperoleh


pemanasan yang merata, juga agar tidak terjadi
korosi karena adanya gelembung-gelembung uap
atau udara menempal pada dinding ketel. Sirkulasi
yang baik juga mencegah terjadinya penguapan
setentak yang menyebabkan konsentrasi zat-zat yang
larut dalam air naik setempat dan dapat mengendap.
Pada ketel uap bertekanan tinggi adanya gelembunggelembung uap atau udara dapat menyebabkan
pemanansan setempat. Dengan adanya gelembunggelembung uap menempel pada dinding, pada suhu
gas bakar 500 - 600C, suhu dinding ketel, walaupun
tanpa kerak, dapat mencapai 400C. Pada temperatur
itu uap air bereaksi:
3 Fe + 4H2O

Fe3O4 + 4 H2,

berarti telah terjadi korosi (Boeks and Van Den


Deysl, 1952).
Jika air pengisi ketel tidak bebas dari udara, pada
pemanasan, udara terpisah dan menempel pada
dinding ketel. Oksigen dari udara itu menyebabkan
korosi. Makin tinggi tekanan uap, makin tinggi
temperature air dan makin besar bahaya korosi.
Suatu lapisan kerak yang tipis dapat menjadi lapisan
pelindung. Tetapi sering kali terdapat retakan-retakan
pada kerak dan makin tebal lapisan kerak,
kemungkinan retak makin besar. Juga lapisan tipis
pada baja dapat retak-retak, sehingga korosi akan
berjalan terus, terutama jika ada kerak, dimana
temperatur antara baja dan kerak dapat naik.
2.1. Korosi karena Oksidasi dalam Lingkungan
Kering.
Oksidasi terjadi pada komponen-komponen seperti
pada pipa penguap, pipa pemanas lanjut, economizer
dan lain-lain yang mengalami kontak langsung
dengan gas pembakaran.
Supaya pembakaran dapat sempurna artinya semua
bahan bakar terbakar, maka perlu kelebihan udara.
Biasanya faktor kelebihan udara antara 1: 2 dan 1: 4.
Udara merupakan sumber asal dari oksigen dalam
pembakaran (Uhlig, 1948).
Kebanyakan oksida logam mempunyai energi bebas
pembentukan negatif sampai temperature 2000C.
Ini Berarti bahwa logam akan bereaksi dengan
oksigen membentuk lapisan oksida di daerah
temperatur tersebut (Wickert, 1952).
2.2. Korosi dalam Medium Air.
Dalam medium air dapat terjadi korosi galvanik
karena dua macam logam, karena perbedaan
konsentrasi O2, karena dua macam fasa dan lain-lain
(Shreir, 1978):
a. Korosi galvanik karena dua macam logam.

Pengendalian Korosi pada Ketel Uap (Mulianti)

Apabila
logam
Cu
dan
Fe
dihubungkan
dan berada
dalam suatu
elektrolit,
maka logam
yang
mempunyai
potensial
elektroda
lebih rendah
(dalam
hal
ini
Fe)
merupakan
anoda yang
akan
mengalami
korosi
galvanik
dengan
reaksi:

O2
+
H2O
+2
e
2
OH
Reaksi
katoda ini
memegang
peranan
dalam
terjadinya
korosi.
c. Korosi
galvanik karena
dua macam
fasa.

Jika
permukaan
besi ditutup
oleh lapisan
Anoda: Fe
oksida yang
terdapat
Reaksi katoda: Fe
dalam
air
b. Korosi
dan
sebagian
galvanik
permukaan
karena
besi terbuka,
perbedaan
maka lapisan
konsentrasi
oksida
O2 dalam air.
merupakan
Konsentrasi
katoda dan
oksigen
di
bagian
dalam
air
terbuka
pada
merupakan
permukaan
anoda. Pada
baja
dapat
katoda
berbeda dari
terjadi
satu
titik
reaksi:
terhadap titik

lain.
Titik
O2
yang
+
kekurangan
H2
oksigen
O+
merupakan
2 eanoda
terhadap titik
yang
lebih
2O
banyak
Hoksigennya.
Pada anoda
Di
daerah
terjadi
yang
reaksi:
mengandung
oksigen lebih
Fe+ + 2 dan Fe2+
Fe+ + e.
Fe
banyak
Atau reaksi-reaksi
itu dapat ditulis sebagai
terjadi reaksi
berikut:
katoda:

Baja untuk
pipa
ketel
uap
2 Fe+
umumnya
baja karbon
6 e. + 1
rendah.
+
2 Fe + 6 OH Struktur
mikronya
Karat
ini
terdiri
dari
akan tumbuh
ferrite
di
daerah
sebagian
anoda yang
besar
dan
dimulai
pearlite
dengan
sebagian
pitting.
kecil,
Dari reaksi di
tergantung
atas
jelas
persentase
bahwa perlu
karbon.
adanya
Sehingga
oksigen
dalam
air,
dalam
air
baja
ini
untuk dapat
merupakan
terjadi korosi.
kumpulan sel
Dengan ada
galvanik
ion-ion dalam
mikro.
air
akan
d. Korosi
menambah
galvanik
daya hantar
karena hallistrik
dan
hal lain.
menambah
laju korosi.
Mengingat
2 Fe

Kalau larutan
mempunyai
pH rendah,
maka
kemungkinan
lapisan
oksida akan
larut. Dengan
demikian
korosi terjadi
pada logam
yang terbuka
disebabkan
adanya
perbedaan
konsentrasi
oksigen atau
perbedaan
fasa
pada
baja.

bahwa korosi
galvanik
terjadi karena
adanya
perbedaan
potensial,
maka hal-hal
yang
menyebabkan
perbedaan
potensial
akan
menyebabkan
korosi
galvanik.
Hal-hal
tersebut
diantaranya:
- Terdapat
ujung-ujung
dislokasi
atau

tumpukan
dislokasi.
-

Ketidakse
mpurnaan
pada
batas
butir,

adanya
strain
hardening
yang
berbeda.
Dua
hal
pertama
tidak
mungkin
dihindari dari
logam atau
baja bahan
ketel
uap.
Ujung-ujung
dislokasi
merupakan
anoda
terhadap
bagian logam
lainnya,
sehingga
biasanya
disinilah
mulai
terjadinya
korosi
dimulai
dengan
pitting.
Batas butir
juga
merupakan
anoda
terhadap
bagian
lainya. Oleh
karena
itu
korosi dapat
terjadi mulai
dari
batas
butir.
Strain
hardening
mungkin
terjadi pada
pipa-pipa
boiler yang
dilas
disebabkan:
-

Kesalaha
n
perencana
an
konstruks
i sehingga
terjadi
thermal

stress.
-

e.

Kesalahan
manufact
uring.
Setelah
pengelasa
n stress
relieving
kurang
sempurna
sehingga
masih ada
perbedaan
tegangan.
Ketel
uap
yang dibuat
dengan jalan
dikeling,
didaerah
paku keeling
mendapat
tegangan
lebih
dibanding
dengan
daerah
lainnya.
Korosi oleh
CO2
Apabila CO2
terkandung
dalam
air,
maka dapat
terjadi
korosi. Hal
ini didukung
oleh adanya
oksigen.
Reaksi
korosi oleh
CO2 dapat
dijelaskan
sebagai
berikut:
4 Fe
4
Fe+ +
8 e
8 e+ 4
CO2 +
4H2
4
CO3
+ 4 H2
4 Fe+

4 Fe+
+
4 e
4 e+
O2 +
2H2O
4 OH

8 H2O
8
OH +
8 H+

4 Fe+
+ 12
OH
2
Fe2O3.3
H2O

4 CO3
+ 8
H+
4H2O
+ 4 Fe

Jurnal Teknik Mesin

Vol. 5, No.2,Desember 2008

Jumlah reaksi:
4 Fe + 4 CO2 + 10 H2O + O2

2 Fe2O3.3 H2O + 4 H2 + 4 CO2

Dari persamaan reaksi kimia tersebut CO2


kembali lagi dalam air, kemudian reaksi serupa
berulang, demikian seterusnya (depolarisasi).
Oksigen dalam reaksi ini ikut aktif pula.
f. Korosi karena garam yang tidak stabil
Garam-garam tertentu pada temperatur dan tekanan
atmosfir stabil dapat bekerja pada ketel uap, terurai
menjadi garam yang mengendap dan asam. Garamgaram tersebut misalnya MgCl2 dan Mg (NO3)2,
dengan reaksi sebagai berikut:
MgC12 + 2 H2O

Mg(OH)2 + 2 HCl

2 HCl + Fe

FeCl2 + H2

FeCl2 + 2 H2O

Fe (OH)2 + 2 HCl

Dan selanjutnya Fe (OH) 2 dengan adanya oksigen


akan membentuk karat, sedangkan HCl akan
membentuk FeCl2 dan kembali membentuk karat.
Demikian juga halnya dengan Mg (NO3)2:
Mg ( NO3)2 + 2 H2O

Mg(OH)2 + HNO3

2 HNO3 + Fe

Fe (NO3)2 + H2

Fe (NO3)2 + 2 H2O

Fe (OH)2 + 2 HNO3

Magnesium sulfat yang lebih stabil, dengan adanya


NaCl akan terurai menjadi MgCl2 dan Na2SO3
kembali MgCl2 membentuk karat seperti diatas.
Hal serupa, terjadi pula dengan CaCl 2 membentuk
HCl dan Ca (NO3)2 membentuk HNO3.
Magnesium hidroksida adalah ringan, dapat
terbawa oleh uap dan akan memberikan kerusakan
pada katup-katup turbin uap, sedangkan kalsium
hidroksida akan menjadi kerak dalam ketel uap.
g. Korosi karena ion hydrogen.
Ion hidrogen dalam air akan menimbulkan reaksi:
Fe+ + 2 H+
H2O

Fe+ H2
H + OH

Fe+ + 2 OH
Fe (OH) 2
Gelembung H2 terjadi pada permukaan besi
sehingga menghalangi kontak dengan ion hidrogen
dan karena kejenuhan Fe+, maka reaksi ini aka
mencapai kesetimbangan. Kalau dalam air ada
oksigen akan beraksi dengan H2 dan kontak dengan
besi terjadi lagi. Sedangkan fero hidroksida dengan
ada oksigen akan menjadi feri hidroksida yang
kemudian membentuk karat. Disini oksigen
berperan dalam terjadinya proses korosi. Karena
adanya keseimbangan antara ion fero dan hidroksil

ISSN 1829-8958

pada reaksi diatas, maka apabila ditambahkan soda


kaustik, maka ion fero akan menjadi kurang,
demikian juga terjadinya H2, sehingga oksigen
yang ada menjadi kurang agresip. Menambahkan
soda kaustik berarti mempertinggi pH air ketel.
Pada konsentrasi ion hydrogen rendah yaitu pada
pH diatas 9,5 sampai 11, kelarutan fero ini turun
dari 3,3 sampai 0,1 ppm.
Dalam keadaan kerja dari ketel uap, konsentrasi ion
H+ akan bertambah. Sebagai contoh dari air yang
mempunyai pH 7 pada temperature 72 F pada
tekanan 450 psi dan temperature 480 F pH
berubah menjadi 5, 6. Oleh karena itu pH dari air
pengisi ketel harus dinaikkan antara 79. Untuk
ketel uap rekanan rendah diambil pH antara 11 - 11,
5 dan untuk ketel uap tekanan tinggi antara 10, 511.
Bentuk korosi pada beberapa komponen ketel uap
(Surdia, 1980):
a. Korosi pada pemanas lanjut.
Karena temperature dan tekanan dalam pemanas
lanjut cukup tinggi, uap panas lanjut dapat bereaksi
dengan besi membentuk Fe3O4 yang magnetis:
3 Fe + 4 H2O

Fe3O4 + 4 H2. Fe3O4,

ini dapat menutupi dinding pipa, yang merupakan


lapisan pelindung. Dengan adanya kandungan zatzat lain yang korosif di dalam uap, maka mungkin
lapisan oksida ini akan terkikis dan korosi akan
diteruskan. Zat-zat lain yang korosif itu seperti
telah dijelaskan yaitu garam magnesium klorida
yang dapat membentuk HCl, karbonat yang dapat
membentuk CO2 dan lain-lain. Asam nitrat pada
temperature tinggi berbentuk anhidrida yang tidak
berbahaya selama berada dalam uap kering, tetapi
setelah sampai ke daerah basah umpamanya di
daerah sudut turbin terakhir, akan menyebabkan
korosi. Minyak pelumas yang terbawa oleh air
dalam pemanas lanjut akan terurai menjadi asam
organik yang akan merusak pipa pemanas lanjut
dan turbin.
b. Korosi pada economizer.
Economizer adalah komponen pertama dari system
steam plant yang bekerja pada tekanan ketel uap
dengan temperatur mendekati titik didih.
Kekurangsempurnaan pada pengolahan air
terutama akan berakibat korosi pada economizer.
Disini dapat terjadi pengendapan garam-garam,
penguraian bikarbonat yang dapat membentuk CO 2
keluarnya O2 dan CO2 dari air yang akan
membenetuk gelembung-gelembung gas yang akan
terkumpul terkurung di antara permukaan pipa dan
kumpulan endapan atau pada header. Dengan
demikian korosi terutama terdapat di tempat-tempat
tersebut. Korosi yang terdapat pada economizer

Pengendalian Korosi pada Ketel Uap (Mulianti)

terutama
terbentuk
pitting dan
berbentuk
karat
hitam
(magnetik).
Secara visual
karat hitam ini
tidak
menyatakan
tanda-tanda
korosi tetapi
setelah pipa
dipatahkan
atau digores
bagian hitam
ini
ternyata
lunak.
Telah dicatat
beberapa
peledakan
economizer
yang
menyebabkan
kecelakaan dan
kerusakan
disebabkan
karena korosi
pada
economizer.
Korosi
dibagian luar
pipa
economizer
terutama
disebabkan
kondensasi uap
air yang ada
dalam gas asap
sebagai
pemanas
economizer.
Pada gas asap
ini
pula
terkandung O2.
SO2 dan CO 2
yang
akan
merusak pipa
dalam suasana
basah. Untuk
mencegah
kondensasi
tersebut, perlu
dijaga
agar
temperature

air dalam
economizer
tidak kurang
dari 50 C.
Korosi dalam

pipa
economizer
lebih
berbahaya,
karena tidak
terlihat dengan
pemeriksaan
dari luar. Pipa
harus
dibongkar,
dipotong dan
diperiksa..
c. Korosi pada
pipa-pipa
penguap.
Percobaan
menyatakan
bahwa
konsentrasi
NaOH yang
terendah
dibawah 100
ppm
membantu
tetap adanya
lapisan oksida
besi
yang
memberikan
lindungan
pada
baja.
Meskipun air
ketel
mempunyai
konsentrasi
NaOH rendah,
lapisan
konsentrasi
tinggi dapat
terjadi
di
beberapa
tempat
tergantung
pada sifat dan
keadaan letak
pipa-pipa.
Pada
pipapipa penguap,
terjadi
gelembunggelembung
uap. Selama
gelembunggelembung
uap
masih
kontak dengan
permukaan
pipa
baja
disana terjadi
pemanasan

lebih
dan
dengan proses
berulangulang
terjadinya
gelembung,
maka
dapat
membentuk
lapisan yang
konsentrasi
NaOH tinggi.
Ditempattempat in akan
terjadi korosi.
Korosi
ini
terjadi
pada
bagian dalam
bawah
dari
pipa penguap
(dari ketel uap
pipa
air
horizontal)
yang sirkulasi
airnya tidak
tertentu.
Perapuhan
kostik terjadi
pula
pada
pipa-pipa
penguap.
Perapuhan
kostik
ialah
suatu bentuk
korosi dimana
terjadi retak
halus diantara
kristal-kristal
suatu bahan,
disebabkan
adanya alkali
atau garamgaram
yang
terdapat dalam
air
ketel.
Alkali
atau
garam tersebut
melarutkan
bagian yang
amorf diantara
kristal-kristal,
sedangkan
kristal-kristal
tidak
mengalami
perubahan
(korosi antar
kristal).
Perapuhan
kostik
disebabkan
oleh (Surdia,

1980):
-

Konsentrasi
NaOH yang
nterlalu
tinggi (diatas
1%)

Adanya
konsentrasi
tegangan di
atas
Yield
point.
Karena
itu
korosi
ini
terjadi
pada
ketel uap yang
dibuat dengan
kelingan pada
sambungan
sambungan
dimana terjadi
konsentrasi
tegangan dan
ruang-ruang
antara
pelat
yang
memungkinka
n terjadinya
konsentrasi
NaOH tinggi.
Bentuk korosi
diatas terjadi
pada ketel uap
yang
mempunyai

pembebanan
atau produksi
uap
perjam
yang
tinggi
atau
pada
pipa-pipa di
daerah
produksi uap
tinggi.
Korosi
semacam ini
dapat
dikurangi
dengan
menggunakan
garam-garam
netral
atau
menghilangka
n
NaOH
dsalam
air
ketel dengan
mempergunak
an
pengontrolan
Ph oleh fosfat.
Sebagai garam
netral
dapat
dipergunakan
natrium nitrat
atau natrium
sulfat dengan
konsentrasi
20%
30%
dari natrium
hidroksida.
Ketel
uap
yang
dilas
tanpa kelingan
tidak mudah
mengalami
perapuhan
kostik,
walaupun
daerah
laslasan
juga
peka terhadap
korosi.
3. PENGEND
ALIAN
KOROSI
DALAM
KETEL
UAP
Selain dari pada
pengendalian
korosi
yang

disebut
pada
bahasan
terdahulu dari
dasar terjadinya
korosi
dapat
diambil
kesimpulan
bahwa
pengendalian
korosi
dalam
ketel
uap
dilakukan
dengan
jalan
(Surdia, 1980) :
a. Menghilangk
an gas-gas
oksigen dan
CO2
yang
terkandung
dalam
air
pengisi ketel
dengan jalan
deaertion
secara termis
atau
fisis,
selanjutnya
secara
kimia.
b. Mengadakan
pengolahan
air pengisi
ketel, sesuai
dengan
persyaratan
ketel uap.
c. Memelihara
ketel
uap
menurut
ketentuan
yang
ditetapkan
untuk
membersihk
an ketel uap.
d. Ketel bekerja
menurut
ketentuanketentuan
yang telah
ditetapkan.
3.1.
Pengendalian
Air.
Pengendalian
air ketel uap
yang perlu
dilakukan :

a. Alkalinity
Alkalinity
dalam
raw
water, softened
water,
feed
water dan boiler
water
untuk
control
langsung
terhadap korosi
dan
control
tidak langsung
terhadap
deposit. Nilainilai penentuan
ini
dapat
dipakai untuk
menghitung
banyaknya
alkali
yang
ditambah pada
air asam, untuk
mengurangi
agresif
atau
banyaknya
Ca(OH)2
dan
Na2CO3 yang

dipakai dalam
proses
pengolahan air.
Alkalinity
berhubungan
dengan pH air,
alkaliniti rendah
berarti pH air
tinggi
dan
sebaliknya.
Untuk
itu
alkalinity
air
ketel
harus
diatur, sehingga
pH air tidak
terlalu rendah
ataupun tinggi.
Pada pH rendah
dapat
terjadi
korosi dan pada
pH tinggi akan
terjadi
buih.
Berikut
ini
diberikan batas
alkalinity
air
ketel
berdasarkan
tekanan
uap
(Ulil, 2008):

Jurnal Teknik Mesin

Vol. 5, No.2,Desember 2008

Tabel 1. Persyaratan Alkalinity Air Ketel.


Tekanan (Psi)

Penentuan hidrasin dalam mengontrol korosi,


dilakukan dengan cara mempertahankan konsenstrasi
hidrasin sedikit berlebih. dalam air ketel

Alkalinity total, sebagai CaCO3 (ppm)


Minimum
Maksimum

0-300

200

700

301-450

160

600

451-600

120

500

601-750

120

400

751-900

120

300

g. pH
Pengukuran pH diperlukan untuk mengontrol korosi
atau kerak. Pada pH rendah dapat terjadi korosi dan
pada pH tinggi akan terjadi kerak. Selain itu, pH
tinggi dapat menimbulkan busa, sehingga akan
menyebabkan carry over.

b. Kesadahan
Penentuan kesadahan dalam air ketel yaitu untuk
dasar perhitungan jumlah bahan kimia yang
dibutuhkan pada internal treatment (senyawa fosfat).
Karena akibat kesadahan ini dapat terbentuk kerak,
maka air ketel sebaiknya mempunyai kesadahan nol.

h. Konduktivity
Konduktivity merupakan kesanggupan air untuk
menghantarkan arus listrik. Dalam larutan , daya
hantar lisrik ini disebabkan oleh ion-ion, sehingga
dengan mengukur konduktivity dapat diketahui
jumlah zat padat terlarut didalamnya. Kemurnian uap
dapat dilihat dengan mengukur konduktiviti
kondensat yang merupakan perkiraan zat padat yang
carry over sebagai uap tidak murni. Rekapitulasi
kegunan dalam control melalui pengendalian
parameter air, dapat dilihat pada Tabel 3, berikut ini
(Ulil, 2008) :

c. Oksigen terlarut
Penentuan oksigen terlarut di perlukan sebagai dasar
perhitungan jumlah bahan kimia yang dibutuhkan
pada internal treatment. Oksigen terlarut dapat
mempercepat terjadi korosi, untuk itu konsentrasinya
harus dibatasi. Nilainya dibatasi di bawah 0,02 mg/l
dan untuk tekanan tinggi harus dibawah 0,005mg/1
(Ulil,2008).

Tabel 3. Parameter air sebagai Kontrol pada Ketel uap.

d. Fosfat.
Penentuan fosfat diperlukan untuk mengontrol
pembentukan kerak dan keretakan. Sebagai contoh
pemakaian fosfat sebagai internal treatment pada
pengontrolan kerak, maka kelebihan sedikit fosfat
harus dikontrol dalam ketel. Untuk mengontrol
keretakan, maka harus dijaga hubungan antara
alkaliniti dan fosfat (ukuran pH), sehingga tidak
terbentuk hidroksida bebas. Konsentrasi fosfat dalam
air ketel berkisar antara 30-60 ppm PO4.
e. Klorida
Hampir semua air mengandung garam klorida,
sehingga konsentrasi garam klorida dapat dipakai
untuk memperkirakan jumlah zat padat terlarut
dalam air. Selanjutnya jika terdapat kelebihan zat
padat terlarut, dapat dilakukan blowdown untuk
menguranginya. Zat padat terlarut dalam air ketel,
dibatasi sebagai berikut (Ulil, 2008):
Tabel 2. Batasan zat Padat Terlarut dalam Air Ketel.
Tekanan, (Psi)

Zat Padat
Terlarut,
(ppm)

Silika SiO2,
(ppm)

0-200

4000

150

201-300

3500

100

301-600

3000 - 2000

50-40

601-900

2000-1400

30-20

901-1100

1400-1000

20-10

1100-1500

1000-750

10-5

No.

ISSN 1829-8958

f. Hidrasin

Kegunaan dalam Kontrol

No
.

Parameter
Air

Korosi

Kerak

Keretakan

Alkalinity

Carry
Over
-

Hidroksida

Fosfat

Kesadahan
(Ca,Mg)

Hidrasin
(N2H4)

3.2. Pengolahan Air


Untuk mendapatkan air yang memenuhi persyaratan
untuk keperluan ketel uap (Boiler), diperlukan water
treatment. Ada dua cara pengolah yaitu:
-

Pengolahan yang dilakukan di luar boiler (eksternal


treatment).

Pengolahan di dalam boiler (internal treatment).


Jika digunakan air dengan kandungan mineral tinggi
(air laut), dapat dilakukan demineralisasi water
system, antara lain dengan cara destilasi, elektrolisa,
pembekuan, osmosa bolak balik, kimia dan
demineralisasi (Ulil, 2008):
a. Cara Destilasi
Dalam metoda ini air dengan mineral tinggi diubah
menjadi air tawar. Prinsipnya sederhana yaitu dengan
memanaskan air laut dan uapnya didinginkan kembali.
Untuk membuat air tawar dari air laut dalam

Pengendalian Korosi pada Ketel Uap (Mulianti)

jumlah besar, air


laut dimasukkan
ke dalam bejana
dan dipanaskan
oleh
uap
melalui
pipa
uap.
Karena
pengaruh panas
ini, air laut
mulai menguap.
Uap air laut
dimasukkan
kedalam bejana
kedua
yang
dilengkapi
dengan instalasi
air pendingin.
Panas
uap
diserap oleh air
garam
dan
mengembun
membentuk air
baku.
Pada
proses ini akan
terjadi masalah
yaitu
terbentuknya
kerak
dipermukaan
logam
(pipa).
Kerak ini keras
dan sukar untuk
dihilangkan dan
juga merupakan
penghantar
panas
yang
jelek.
Untuk
mengatasi hal
ini, permukaan
logam
sebaiknya
dilapisi teflon.
b. Cara
Demineralisasi
Garam dari air
dapat
juga
dihilangkan
dengan
memakai ion.
Unit
penukar
ion dilengkapi
dengan
penyaring pasir.
Penukar
ion
terdiri
dari
penukar kation
dan
penukar
anion. Penukar
kation
mengambil ion

positif dari air


dan
penukar
anion
mengambil ion
negatif dari air.
Bahan penukar
ini adalah resin
yang
apabila
telah
jenuh
dapat diaktifkan
kembali setelah
diregenerasi.
Penukar kation
diregenerasi
dengan
asam
sulfat (H2SO 4)
sedang penukar
anion
diregenerasi
dengan
menggunakan
natrium
hidroksida
(NaOH).

Air
olah-

ke
Make Up
Water
Tank

an

- Air sumur
- Air PAM
- air hasil
Evaporator

1. Sand Filter
2. Cation Exchanger I
3. Cation Exchanger II
4. Gas Extractor
5. Bak Penampung
6. Anion Exchanger I
7. Anion Exchanger II
8. Mixed Bed

Gambar 1.
Pengolahan Air
dengan Cara
Penukar Ion
Reaksi penukar
ion:
H2SO4 + 2 ROH
R2SO4 + 2 H2O
HCI + ROH
RCI
+ H2O
HNO3 + ROH
RNO3 + H2O
Karena
anion
yang
dipakai
dalam
resin
adalah
basa
kuat,
maka

Pengaturan pH

dapat
terjadi
penghilangan
asam
lemah
yaitu
asam
karbonat
dan
asam
silikat,
sesuai dengan
reaksi:

PUSTAKA
1.

Bocks and
Van
Der
Deyl,
Stoomketels,
Uitgevers
Maatschapp
y.
A.E
Kluwer
Deventer,
1952.

2.

Darmawan,
A., Korosi
pada Ketel
Uap,
Yogyakarta,
Media
Teknik, 111
(4), Fakultas
Teknik
UGM, 1981.

3.

Mustarsid,
Korosi pada
Ketel Uap,
Bandung
Bulletin
Industri
Bahan dan
Barang
Teknik, Ed.6
Th. III, Balai
Besar
Penelitian
dan
Pengembang
an Industri
Bahan dan
Barang
Teknik,
1985.

4.

Surdia T.,
Korosi
dalam
Boiler,
Bandung,
Dept. Mesin
ITB, 1980.

5.

Shreir,
Corrosion,
London,
Newnes
Butterworth
s, ,1978

6.

Uhlig,

H2CO 3 + ROH
RHCO3 + H2O
H2SiO3 + ROH
RHSiO3 +
H2O4.

Corrosion
Handbook,
New York,
John Wiley
& Sons Inc.,
1948.
7.

Ulil,
Http://www.
ccitonline,co
m/mekanika
l, 2008.

8.

Wickert V.,
K.,Werstoff
e
und

Korosion,
Chemische
Probleme in
Hochdruckk
raftwerk.,
1952.

P r o s i d i n g S N AT I F K e - 1 T a h u n 2 0 1 4

ISBN: 978-602-1180-04-4

PEMBUATAN BOILER BERBAHAN BAKAR SERBUK BATU BARA MENGGUNAKAN


PROSES PEMBAKARAN CYCLO
M Denny Surindra1*
1
Program Studi Teknik Konversi Energi, Fakultas Teknik, Politeknik Negeri Semarang
Jl. Prof. Sudharto SH, Tembalang, Semarang 50275
*

Email: dennysurindra@yahoo.com.sg

Abstrak
Industri kecil seperti industry kerajinan tahu dan tempe membutuhkan boiler untuk proses
produksi pengolahan kedelai. Untuk itu paper ini melaporkan pembuatan, penghitungan
efisiensi dan kerugian panas pada boiler berbahan bakar serbuk batu bara dengan
memanfaatkan proses pembakaran cyclo. Metode yang digunakan adalah observasi, studi
kepustakaan, penggambaran, pembuatan, pengujian, analisa dari data hasil pengujian dan
kesimpulan. Pengambilan data hasil pengujian berupa variasi tekanan absolute (1,5 bar, 2
bar) dengan masing-masing 5 kali pengujian. Data berupa parameter-parameter yaitu massa
bahan bakar dan air, temperatur gas burner, temperatur gas buang, temperatur setelah pompa,
temperatur dan tekanan uap pada boiler, dan temperatur setelah throttling. Efisiensi boiler
diperoleh dari perbandingan antara energi penyerapan air umpan dengan energi pembakaran
bahan bakar. Kerugian panas pada boiler berupa kerugian kalor yang terbawa gas asap
kering dan kerugian panas yang tidak teridentifikasi. Dari 10 kali percobaan rata-rata
efisiensi : 17,81964 %, rata-rata kerugian kalor yang terbawa gas asap kering : 7,6393 % dan
rata-rata kerugian panas yang tidak teridentifikasi : 73,5477 %.
Kata kunci: boiler, efisiensi, cyclo burner

1. PENDAHULUAN
Batubara di Indonesia saat ini memiliki cadangan sebesar 4,968 milyar ton atau 0,55% dari
total cadangan batubara dunia. Dengan tingkat produksi mencapai 120 juta ton per tahun,
diperkirakan batubara di Indonesia dapat diproduksi selama 45 tahun. Melihat besarnya cadangan
batubara memang relatif akan berumur panjang, jika dibandingkan negara China dengan produksi
batubara pada tahun 2004 sebesar 1,95 miliar ton, negara ini hanya mengekspor 86,63 juta ton dan
mengimpor batu bara 18,36 juta ton. Di tahun 2003 dengan produksi 1,61 miliar ton, ekspornya
sebesar 93,85 juta ton, dengan impor sebesar 10,29 juta ton. Dengan dicabutnya subsidi BBM
untuk industri maka harga BBM naik sampai lebih dari 300%, khususnya BBM untuk boiler
industri. Batubara berpeluang besar untuk menggantikan posisi BBM sebagai bahan bakar boiler
industri. Kerugian pengoperasian boiler BBM berkapasitas 16 ton/jam adalah lebih dari Rp
30.000.000,- per hari jika dibandingkan pengoperasian dengan boiler batubara, sehingga
mengakibatkan banyak industri yang beralih ke boiler batubara dan meninggalkan boiler BBM-nya
Sumaryono (2006).
Di industri tekstil dan garmen, batubara dipergunakan untuk sumber energi boiler, terutama
untuk penguapan dalam proses weaving. Dibandingkan, dengan penggunaan solar, batubara mampu
menekan ongkos produksi hingga 60%. Untuk industri kecil, pemanfaatan batubara sebagai bahan
bakar masih sedikit. Salah satu potensi pemanfaatan batubara adalah di industri tahu dan tempe.
Pada industri tahu dan tempe membutuhkan boiler untuk memasak kedelai. Oleh karena itu serbuk
batubara merupakan solusi yang tepat, lebih murah, efektif dan mudah diperoleh. Dengan
menggunakan serbuk batubara ini, dapat diperoleh efisiensi harga bahan bakar 40,74 %.
Permasalahan yang sering dihadapi oleh industri tahu dan tempe adalah mahalnya bahan
bakar minyak sehingga para pengusaha kecil banyak yang beralih menggunakan kayu bakar.
Penggunakan kayu bakar ini membuat penebangan tak terkendali yang menyebabkan penggundulan
hutan. Saat ini untuk mendapatkan kayu bakar pun sudah sangat susah dan harganya pun tergolong
mahal, khususnya di daerah perkotaan. Oleh karena itu serbuk batubara merupakan solusi yang
tepat, lebih murah, dan efektif. Dengan menggunakan serbuk batubara ini, diharapkan dapat
menghemat biaya pengeluaran untuk pembakaran.

Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus

P r o s i d i n g S N AT I F K e - 1 T a h u n 2 0 1 4

ISBN: 978-602-1180-04-4

Paper ini bertujuan menganalisis hasil dari pembuatan boiler dengan memperhitungkan data
yang diperoleh untuk menghasilkan efisiensi boiler. Bahan bakar boiler yang dipergunakan adalah
serbuk batubara dengan proses pembakaran cyclo. Boiler ini diharapkan dapat menurunkan biaya
produksi dari tahu tempe dikarenakan harga bahan bakar serbuk batubara lebih murah daripada
bahan bakar minyak dan kayu bakar. Disamping itu boiler ini dirancang dapat beroperasi
menggunakan bahan bakar serbuk batubara tetapi kalau terjadi masalah dengan serbuk batubara
dapat menggunakan bahan bakar minyak ataupun kayu bakar.

Gambar 1. Boiler di Industri Tahu Tempe


Boiler adalah suatu pesawat untuk menghasilkan uap dengan cara mengubah air menjadi uap
melalui pertolongan panas dari gas-gas hasil pembakaran. Pembakaran bahan bakar terjadi pada
suatu furnace (dapur api) dan panas yang dihasilkan haruslah dimanfaatkan semaksimum mungkin,
sehingga gas asap yang keluar cerobong mempunyai kalori yang serendah mungkin. Prinsip kerja
boiler adalah adanya perpindahan panas (heat transfer) dari pembakaran bahan bakar atau sumber
panas ke air, sehingga air berubah menjadi uap karena naiknya suhu sampai melewati titik didih di
dalam boiler. Uap yang dihasilkan oleh boiler merupakan akibat dari perubahan fase air menjadi
uap dengan cara pendidihan. Keadaan uap tergantung dari tekanan dan temperaturnya, oleh karena
itu pembentukan uap diadakan pada tekanan konstan.
Khasani dan Insan (2007) telah meneliti karakteristik aliran dua fase gas padat antara udara
dan serbuk batubara yang mengalir dalam pipa. Hal ini dapat dimanfaatkan peneliti untuk
mengantisipasi aliran bahan bakar batubara untuk burner. Pada kecepatan superficial 4,3 m/s ini
partikel serbuk batubara ada yang keluar dari suspense. Semakin solid flux bertambah maka jumlah
partikel yang keluar dari suspense juga ikut bertambah. Pola aliran yang terbentuk pada kecepatan
ini dan dibawahnya adalah pola aliran dense phase. Pada daerah kecepatan ini, kecepatan udara
sudah tidak mampu lagi untuk mengangkut semua material. Sehingga material atau partikel yang
tidak terangkut akan jatuh atau keluar dari aliran turun pada bagian dinding-dinding pipa.
Pembuatan boiler dengan bahan bakar sekam padi telah dibuat dan diteliti oleh Nawafi dkk
(2010). Pada boiler dengan bahan bakar sekam yang diharapkan dapat diaplikasikan untuk skala
industri, dimana system boiler ini dapat memperbesar efisiensinya. Hasil pemasakan air 50 liter,
efisiensinya adalah 22,18%. Sedangkan dalam pemasakan air 50 liter dengan sistem non boiler,
besar efisiensinya adalah 20,47%. Begitu juga dengan perbandingan pemasakan air 100 liter dan
150 liter antara pemaskan dengan sitem boiler dan non boiler, dimana pemaskan air 100 liter
dengan sistem boiler, efisiensinya adalah 19,23%, sedangkan pemasakan air dengan sistem non
boiler efisiensinya sebesar 17,54%. Pemasakan air 150 liter dengan sistem boiler, efisiensinya
sebesar 21,26% sedangkan pemasakan air 150 liter dengan sistem non boiler, efisiensinya 21,04%.
Heru dkk (2007) meneliti tentang komposisi partikel batubara dan berbagai prosentase udara
primer dalam pembakaran serbuk batubara. Penelitian yang lain yang dilakukan oleh Sinarep
(2011) dalam jurnal yang telah dilaporkannya, membuat gasifikasi dari bahan bakar batubara yang
diaplikasikan untuk pengeringan daun tembakau. Dalam tulisannya Sinarep (2011) memberikan
informasi tentang berbagai kondisi panjang lidah api dari berbagai kecepatan udara yang digunakan
dengan batubara.
Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus

P r o s i d i n g S N AT I F K e - 1 T a h u n 2 0 1 4

ISBN: 978-602-1180-04-4

Sebenarnya Sumaryono (2006) telah memberilakn laporan yang sangat signifikan dengan
merubah bahan bakar minyak ke serbuk batubara dan menghasilakn efisiensi mencapai 86,7%.
Sumaryono (2006) melakukan modifikasi pada boiler dengan mengganti burner BBM dengan
pembakar siklon batubara ternyata pembakar siklon dapat berinteraksi baik dengan boiler yang
ditunjukkan oleh efisiensi energy yang cukup baik, rata-rata 86,7% dan produksi uap langsung
normal dalam waktu kurang dari 30 menit setelah penyalaan.
2. METODOLOGI
Boiler ini dirancang dan dibangun menggunakan plat setebal 6mm yang dikerjakan dengan
pengerolan dan pengelasan sehingga terwujud boiler sebagai berikut ini:

Gambar 2. Instalasi Boiler


Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data boiler adalah sebagai berikut:
d. Neraca massa, digunakan untuk mengukur massa air dan bahan bakar serbuk batubara yang
akan digunakan dalam pengujian.
e. Stop watch, digunakan untuk mengukur waktu selama proses pengambilan data.
f. Thermometer digunakan untuk mengukur temperatur lingkungan (T 1), temperatur air keluar
pompa (T2), temperature uap (T3), dan temperatur uap keluaran throttling (T4).
g. Pressure gauge analog digunakan untuk mengetahui tekanan uap boiler (Pu) 5 bar.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan bakar serbuk batubara didapatkan di salah satu industry kecil dikawasan industry
wijaya kusuma Semarang. Besarnya nilai kalor dari serbuk batubara tersebut telah diujikan di
Sucofindo. Adapun nilai kalor dari serbuk batubara adalah:
Massa unsur-unsur kimia pada 1 kg serbuk batu bara :
- C : 0,66 kg
-N
: 0,1 kg
b sedikit M
c H : 0,05 kg
- Abu : 0,035 kg
-O
: 0,2 kg
-S
: 0,035 kg

O
HHV 33950C 144200 2 2 9400S
8

0,2
33950.0,66 144200 0,05
9400.0,03
8

26341kj / kg
H

Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus

P r o s i d i n g S N AT I F K e - 1 T a h u n 2 0 1 4

ISBN: 978-602-1180-04-4

LHV HHV 2411 M 9H2

26341 2411 0 9.0, 05

25256, 05 kj / kg

LHV N bb 25256, 05 kj / kg

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh data sebagai berikut :
Bukaan
feeder

Tabel 1. Data Pengujian


mbb t
Tgb T3
T4
(kg)
0.27
0.27
0.27
0.27
0.27
0.58
0.58
0.58
0.58
0.58

( C)
148
150
154
158
160
164
168
170
172
176

(s)
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60

( C)
110
115
115
115
115
120
120
120
125
125

Pu

( C) (bar)
100.5 0.5
104
0.5
104.3 0.5
104.5 0.5
104.7 0.5
108.1
1
108.4
1
108.8
1
112.7
1
113.5
1

mair
0,59
0,59
0,59
0,6
0,6
0,90
0,90
0,90
0,90
0,91

Perhitungan diambil dari hasil pengujian no. 1, sehingga diagram T-s pada boiler sebagai berikut:

T(0C)
2a

110

P2

100,5
33
32

P1

S (kJ/kg K)
x
Gambar 3. Diagram T-s pada pengujian no.1

Dengan gambar T-s diagram yang dihasilkan didapatkan data-data sebagai berikut:
Pg = 1 bar,
T2 = 33oC
vf = 0,001 m3/kg
o
Patm = 1 bar,
T3 = 110 C mbb = 0,27 kg
T4 = 100,5 oC
Tling = T1 = 32 oC,
mair = 0,59 kg
t = 60 s,
5
P1 = Patm = 1. 105 Pa
P2 = 1,5 . 10 Pa
Kemudian dengan melakukan perhitungan dari data yang didapatkan maka diperoleh efisiensi
boiler dan ditabelkan sebagai berikut:

Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus

P r o s i d i n g S N AT I F K e - 1 T a h u n 2 0 1 4

ISBN: 978-602-1180-04-4

Gambar 4. Grafik efisiensi boiler


Adapun dari perhitungan rugi-rugi yang ada didapatkan diagram sankey sebagai berikut:
Qu= 25004 kJ/s
Qbb= 113652 kJ/s

Q1= 7519 kJ/s


Q2= 81129 kJ/s
Gambar 5. Diagram sankey pengujian no. 1

Dari diagram sankey yang didapat, diperoleh table sebagai berikut :

Grafik 6. Grafik antara percobaan ke- dan fraksi uap

Grafik 7. Grafik antara percobaan ke- dan Q1, Q2, Qbb, serta Quap
Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus

P r o s i d i n g S N AT I F K e - 1 T a h u n 2 0 1 4

ISBN: 978-602-1180-04-4

Dari data pengujian, baik pada bukaan feeder yang pertama maupun yang kedua dari percobaan 1
sampai 5 didapatkan fenomena sebagai berikut:

(1) Nilai m air dan T4 semakin besar itu mengakibatkan dalam perhitungan nilai Q u besar pula,
Qu berbanding lurus dengan dengan efisiensi, sehingga dari percobaan 1 sampai 5 nilai
efisiensinya semakin besar.
(2) Pada hasil perhitungan nilai x kurang dari 1, artinya uap yang dihasilkan boiler dalam
keadaan basah.
(3) Nilai x semakin besar itu diakibatkan oleh semakin besarnya nilai T 4 yang diperoleh dalam
pegambilan data.
Hasil perhitungan menunjukkan rata-rata nilai:

-3

(1) m air = 12.47 .10 kg/s, m bb = 70,833 kg/s, wp = 10 .10-4 kJ/kg, Qbb = 178,897 kJ/kg, Qu =
31,879 kJ/kg , boiler = 17,81964 %, dan x = 0.973211
(2) Q1 =13.66643 kJ/kg dan Q2 = 133,35 kJ/kg.
Nilai Q1, Q2, Qbb dan Quap bertambah terus, dengan nilai pertambahan terbesar ketika dari
percobaan ke-5 menuju ke-6, dikarenakan terjadinya perubahan nilai mbb dari bukaan pertama
menjadi bukaan kedua.
Efisiensi rata-rata yang telah dicapai adalah sebesar 17,81964 % hal ini disebabkan oleh besarnya
rugi-rugi yang mencapai 82,18036 %. Rugi-rugi tersebut diantaranya disebabkan oleh :
(1) Kehilangan kalor pada cerobang atau kerugian kalor yang terbawa oleh gas asap kering
sebasar 7.6393 %.
(2) Rugi-rugi lain sebesar 73,5477 % diantaranya tidak semua bahan bakar terbakar sempurna,
perpindahan panas dan rugi-rugi yang tidak teridentifikasi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Heru Kuncoro, Samun Triyoko, Andreas Wahyu Hartono, Asmarani Eka Setiawan, (2007),
Pengaruh Komposisi Partikel Batubara Dan Prosentase Udara Primer Pada Pembakaran
Batubara Serbuk (Pulverized Coal), Ekuilibrium, Vol 6, No. 1, Januari 2007, pp 6-14.
Khasani dan Insan Nurrohman, (2007), Studi Karakteristik Aliran Dua Fase Gas Padat (UdaraSerbuk Batubara) Pada Pipa Lurus Vertikal, Jurnal Mesin dan Industri, Volume 4, No 1,
Edisi Januari 2007, pp. 65-75.
Nawafi F., Puspita R.D., Desna, Irzaman, (2010), Optimasi Tungku Sekam Skala Industri Kecil
Dengan Sistem Boiler, Berkala Fisika Vol. 12, No. 3, Juli 2010, pp. 77-84.
Sinarep, (2011), Perancangan Reaktor Gasifikasi Batubara Pada Pengeringan Daun Tembakau
Virginia Di NTB (Coal Gasifikasi Reactor Design On The Drying Of Tobacco Leaves In
Virginia NTB), Volume 1, Nomer 2, Edisi Juli 2011.
Sumaryono, Stefano Munir, Yenny Sofaeti, Nana Hanafiah, Tatang Koswara, Edi Somadi, Lely
Agustina, E. Kokasih, Aat, (2006), Modifikasi Boiler Industri Berbahan Bakar Minyak
Menjadi Berbahan Bakar Batubara Menggunakan Pembakaran Siklon, Jurnal Teknologi
Mineral Dan Batubara, Nomer 37, Tahun 14, pp 37-45.

Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus

B. KOMENTAR
1. Jurnal PENGENDALIAN KOROSI PADA KETEL UAP oleh Staf Pengajar
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UNP
Korosi adalah kerusakan-kerusakan yang timbul pada logam yang disebabkan
karena

terjadi

reaksi

kimia

antara

permukaan

logam

dengan

media

sekelilingynya. Peristiwa korisi dapat menjadi lebih cepat dengan meningkatnya


konsentrasi oksigen.
Selain dari pada pengendalian korosi yang disebut pada bahasan terdahulu dari
dasar terjadinya korosi dapat diambil kesimpulan bahwa pengendalian korosi
dalam ketel uap dilakukan dengan jalan (Surdia, 1980) :
a. Menghilangkan gas-gas oksigen dan CO2 yang terkandung dalam air pengisi
ketel dengan jalan deaertion secara termis atau fisis, selanjutnya secara
kimia.
b. Mengadakan pengolahan air pengisi ketel, sesuai dengan persyaratan ketel
uap.
c. Memelihara

ketel

uap

menurut

ketentuan

yang

ditetapkan

untuk

membersihkan ketel uap.


d. Ketel bekerja menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
2. Jurnal PEMBUATAN BOILER BERBAHAN BAKAR SERBUK BATU BARA
MENGGUNAKAN PROSES PEMBAKARAN CYCLO oleh M Denny Surindra.
Boiler adalah suatu kombinasi antara sistem peralatan yang dipakai
untuk terjadinya perpindahan panas radiasi dan konveksi energi termal gas gas
hasil pembakaran ke fluida kerja yaitu air. Besarnya laju perpindahan energi
panas pada saat kondisi awal atau saat bersih atau setelah dilakukan maintenance
(tidak ada faktor pengotor) dan seberapa besar efektifitasnya.
Boiler ini dirancang dan dibangun menggunakan plat setebal 6mm yang
dikerjakan dengan pengerolan dan pengelasan sehingga terwujud boiler sebagai
berikut ini:
Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data boiler adalah sebagai berikut:
a. Neraca massa, digunakan untuk mengukur massa air dan bahan bakar serbuk
batubara yang akan digunakan dalam pengujian.
b. Stop watch, digunakan untuk mengukur waktu selama proses pengambilan

data.
c. Thermometer digunakan untuk mengukur temperatur lingkungan (T1),
temperatur air keluar pompa (T2), temperature uap (T3), dan temperatur uap
keluaran throttling (T4).
d. Pressure gauge analog digunakan untuk mengetahui tekanan uap boiler (Pu)
5 bar.

Anda mungkin juga menyukai