Anda di halaman 1dari 13

1.

Presipitasi
Banyak metode yang dapat digunakan untuk menghilangkan kandungan
logam berat, diantaranya adalah dengan cara chemical precipitation,
adsorbsi, ion exchange, filtrasi dengan membran, teknologi treatmen
elektrokimia, dan metode-metode lainnya. Ho, Y.S. dkk (2014)
menyebutkan bahwa logam berat yang terkandung dalam air dan beberapa
variasi fraksi dalam tanah yang biasanya dapat dipisahkan dengan
menggunakan metode yang memanfaatkan gravitasi dapat diterapkan
metode konvensional, diantaranya chemical precipitation, ion exchange,
dan pemisahan secara elektrokimia.
Chemical precipitation merupakan metode yang umum dan secara luas
digunakan untuk menghilangkan logam berat dari efluen inorganik, namun
tidak memiliki nilai ekonomis yang baik karena menghasilkan sludge yang
banyak dan memerlukan penangangan tambahan. Pada proses presipitasi
yang bertujuan untuk menyisihkan partikel yang sangat halus, proses
dilakukan dengan menggunakan aliran elekstrostatik dengan menambahkan
koagulan dan proses flokulasi untuk meningkatkan ukuran agregat agar
dapat diendapkan. Karena adanya penambahan material, maka jumlah
sludge yang terbentuk juga akan meningkat. Namun, penggunaan metode
ini luas karena memiliki nilai efektivitas tinggi dan relatif mudah untuk
dioperasikan, serta efektif untuk tipe limbah cair yang mengandung
konsentrasi ion logam berat yang tinggi.
((SAYA “CUT” BAGIAN PRESIPITASINYA))
2. Elektrokoagulasi
2. 1. Reaksi Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi merupakan metode pengolahan air secara elektrokimia
yaitu gejala dekomposisi elektrolit, dimana pada anoda terjadi pelepasan koagulan
aktif berupa ion logam (biasanya alumunium atau besi) ke dalam larutan,
sedangkan pada katoda terjadi reaksi elektrolisis berupa pelepasan gas hidrogen.
Menurut penelitian Holt et al (2004), dalam proses ini akan terjadi proses reaksi
reduksi dimana logam-logam akan direduksi dan diendapkan di kutub negatif,
sedangkan elektroda positif (Al3+) akan teroksidasi menjadi [Al(OH)3] yang
berfungsi sebagai koagulan. Proses elektrokoagulasi meliputi beberapa tahap yaitu
proses equalisasi, proses elektrokimia (flokulasi-koagulasi) dan proses
sedimentasi. Proses equalisasi dimaksudkan untuk menyeragamkan limbah cair
yang akan diolah terutama kondisi pH, pada tahap ini tidak terjadi reaksi kimia.
Elektrokoagulasi seringkali dapat menetralisir muatan-muatan partikel dan
ion, sehingga bisa mengendapkan kontaminan-kontaminan, menurunkan konsen-
trasi lebih rendah dari yang bisa dicapai dengan pengendapan kimiawi, dan dapat
menggantikan dan/atau mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia yang mahal
(garam logam, polimer). Meskipun mekanisme proses elektrokoagulasi mirip
dengan koagulasi kimiawi dalam hal spesies kation yang berperan dalam
netralisasi muatan-muatan permukaan, tetapi karakteristik flok yang dihasilkan
oleh elektro-koagulasi berbeda secara dramatis dengan flok yang dihasilkan oleh
koagulasi kimiawi. Flok dari elektrokoagulasi cenderung mengandung sedikit
ikatan air, lebih stabil dan lebih mudah disaring (Woytowich, 1993 dalam
Hendrianti, 2011).
Sebuah arus yang dilewatkan ke elektroda logam maka akan mengoksidasi
logam (M) tersebut menjadi logam kation (M+), sedangkan air akan mengalami
reduksi menghasilkan gas hidrogen (H2) dan ion hidroksi (OH). Persamaan reaksi
elektrokoagulasi adalah sebagai berikut :

M  M+ + ne : Anoda ………………….. (1)


2 H2O + 3e  2OH- + H2 : Katoda …………………. (2)
Kation menghidrolisis di dalam air membentuk sebuah hidroksi dengan
spesies dominan yang tergantung pada kondisi pH larutan. Kation bermuatan
tinggi mendestabilisasi beberapa partikel koloid dengan membentuk polivalen
polihidroksi komplek. Senyawa komplek ini mempunyai sisi yang mudah
diadsorbsi, membentuk gumpalan (aggregates) dengan polutan. Pelepasan gas
hidrogen akan membantu pencampuran dan pembentukan flok. Flok yang
dihasilkan oleh gas hidrogen akan diflotasikan kepermukaan reaktor.
Sebuah reaktor elektrokoagulasi adalah sel elektrokimia dimana anoda
korban (biasanya menggunakan aluminium atau besi) digunakan sebagai agen
koagulan (Matteson et al, 2001). Secara simultan, gas-gas elektrolit dihasilkan
(hidrogen pada katoda). Beberapa material elektroda dapat dibuat dari aluminium,
besi, stainless steel dan platina. Pada penelitian ini anoda yang digunakan adalah
aluminium. Persamaan (3) menjelaskan pelarutan anode seng :
Al3+ + 3e− ↔ Al .................................................................................(3)
Secara simultan, reaksi katodik biasanya terjadi perubahan hidrogen.
Reaksi ini terjadi pada katoda dan tergantung pada pH netral atau alkali, hidrogen
diproduksi melalui persamaan (4) :
2H2O+ 2e− → OH− +H2 .....................................................................(4)
ketika dalam kondisi asam, persamaan (5) dapat menjelaskan dengan baik
perubahan hidrogen pada katoda.
2H+ +2e− → H2 ..................................................................................(5)

Gambar 1. Ilustrasi reaksi elektrokoagulasi (Holt et al, 2004 dalam Hudori, 2008)
Gambar 2. Skema reaktor elektrokoagulasi skala laboratorium (Ansiha N, 2017)

Ada beberapa macam interaksi spesies dalam larutan pada proses


elektrokoagulasi, yaitu :
1. Migrasi ke elektroda yang bermuatan berlawanan (electrophoresis) dan
penggabungan (aggregation) untuk membentuk senyawa netral.
2. Kation atau ion hidroksi (OH-) membentuk endapan dengan polutan.
3. Logam kation berinteraksi dengan OH membentuk hidroksi, yang
mempunyai sisi yang mengadsorbsi polutan (bridge coagulation)
4. Hidroksi membentuk struktur besar dan membersihkan polutan (sweep
coagulation)
5. Oksidasi polutan sehingga mengurangi toxicitinya
6. Penghilangan melalui elektroflotasi dan adhesi gelembung udara.

2.2 Mekanisme Proses elektrokoagulasi


Pada proses elektrokimia akan terjadi pelepasan Al 3+ dari plat elektrode
(anoda) sehingga membentuk flok Al(OH)3 yang mampu mengikat kontaminan
dan partikel-partikel dalam limbah.
Gambar 3. Skema proses elektrokoagulasi

Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah apabila dalam suatu elektrolit ditempat-
kan dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa
elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, dimana ion positif (kation)
bergerak ke katoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion negatif (anion)
bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi. Katoda Ion H+ dari
suatu asam akan direduksi menjadi gas hidogen yang akan bebas sebagai
gelembung-gelembung gas.
Koagulasi dan flokulasi adalah metode tradisional pada pengolahan air
lim-bah. Pada proses ini bahan koagulan seperti alum atau feri klorida dan bahan
aditif lain seperti polielektrolit ditambahkan dengan dosis tertentu untuk
menghasilkan persenyawaan yang berpartikel besar sehingga mudah dipisahkan
secara fisika. Ini merupakan proses dengan tahap yang banyak sehingga
memerlukan area lahan yang luas dan ketersediaan bahan kimia secara terus
menerus (continous). Sebuah metode yang lebih efisien dan murah untuk
mengolah air limbah dengan jenis polu-tan yang bervariatif serta meminimisasi
bahan aditif adalah diperlukan dalam managemen keberlanjutan air.
Elektrokoagulasi adalah metode pengolahan yang mampu menjawab
permasalahan tersebut.
Gambar 4. Sebelum dan sesudah eksperimen proses elektrokoagulasi

2.3 Faktor yang mempengaruhi elektrokoagulasi


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses elektrokoagulasi ini antara lain :

a. Kuat arus
Pengolahan limbah nikel dengan rapat arus 40, 50, 60, dan 70 mA/cm 2
menghasilkan penurunan kontaminan nikel sebesar 95% dan Cu sebesar 98%
pada rapat arus 70 mA/cm2. Ini dikarenakan rapat arus merupakan elektron
yang berpindah setiap satuan luas. Sehingga semakin besar rapat arus maka
elektron yang berpindah maka semakin besar, hal ini akan menyebabkan
pembentukan koagulan yang terbentuk akan semakin banyak. Menurut Koparal
and Ogutveren (2002) umumnya rapat arus yang digunakan pada interval 10 –
150 A/m2. Perbedaan kuantitas rapat arus yangdigunakan tergantung pada
perbedaan kondisi aplikasi (Rachmanita, 2010).

b. Jenis Elektrode
Pada penelitian yang dilakukan ada 3 elektrode yang digunakan yaitu Fe,
Zn, serta Al. Setiap jenis elektrode ini memberikan pengaruh yang berbeda-
beda. Hasil terbaik pada penelitian ini di dapat pada logam Al dengan
penurunan TSS sebesar 95,3%, sedangkan untu Fe terjadi penurunan sebesar
94,39% dan Zn sebesar 91,96%. Penggunaan jenis elektrode ini dipengaruhi
kereaktifan logam serta pembentukan koagulan untuk mengikat kotoran yang
ada.
c. Waktu
Percobaan elektrokoagulasi dengan variasi waktu 10, 15, 20, 25. dan 30
menit. Dalam elektrokoagulasi semakin lama waktu proses maka penurunan
parameter pencemaran akan semakin baik. Ini juga sesuai hukum faraday yang
menyatakan semakin lama waktu proses maka akan semakin banyak koagulan
yang terbentuk. Semakin banyak koagulan yang terbentuk maka semakin baik
penurunan parameter pencemaran.

d. Jarak
Pada penelitiannya menggunakan variasi jarak 0,5 ,1,5 dan 2,5 cm. Hasil
dari penelitian tersebut menunjukan bahwa jaraak 0,5 cm memberikan hasil
terbaik untuk penuruan parameter TSS sebesar 81,73%. Jarak memepengaruhi
hambatan listrik yang terbentuk,semakin besar jarak maka semakin besar
hambatan listrik yang terbentuk. (Evy, 2011).

e. Konsentrasi Anion
Kehadiran anion berbeda memiliki efek yang berbeda pada sifat
destabilisasi ion logam. Ion sulfat dikenal untuk menghambat korosi/pelarutan
logam dari elektroda dan karenanya mereka menurunkan destabilisasi koloid
dan efisiensi arus. Di sisi lain, ion klorida dan nitrat mencegah penghambatan
ion sulfat dengan memecah lapisan pasif yang terbentuk. Konduktivitas
larutan merupakan faktor penting yang mempengaruhi efisiensi dan konsumsi
daya EC, semakin tinggi konduktivitas, semakin rendah konsumsi daya EC
karena meningkatnya efisiensi penyisihan pencemar

f. Pengaruh pH awal
pH adalah parameter kunci karena mempengaruhi konduktivitas larutan,
potensi zeta dan pelarutan elektroda. Namun sulit mencari hubungan/korelasi
antara pH larutan dan efisiensi elektrokoagulasi karena pH air berubah saat
diolah selama proses EC, oleh karena itu biasanya disebut pH larutan awal
(Mansoorian et al, 2014).
2.4 Keuntungan dan Kerugian Elektrokoagulasi
Sebagai pertimbangan dalam penentuan penggunaan elektrokoagulasi, maka
Mollah (2001) telah memberikan gambaran tentang keuntungan dan kerugiannya.
Keuntungan dari penggunaan elektrokoagulasi adalah sebagai berikut :

1. Elektrokoagulasi membutuhkan peralatan yang sederhana dan mudah


dioperasikan.
2. Air limbah yang diolah dengan elektrokoagulasi menghasilkan effluent
yang jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.
3. Lumpur yang dihasilkan elektrokoagulasi relatif lebih stabil dan mudah
dipisahkan karena terutama berasal dari oksida logam. Selain itu jumlah
lumpur yang dihasilkan sedikit.
4. Flok yang terbentuk pada elektrokoagulasi memiliki kesamaan dengan
flok yang berasal dari koagulasi kimia. Perbedaannya adalah flok dari
elektrokoagulasi berukuran lebih besar dengan kandungan air yang sedikit,
lebih stabil dan mudah dipisahkan secara cepat dengan filtrasi.
5. Elektrokoagulasi menghasilkan effluent yang mengandung TDS dalam
jumlah yang lebih sedikit dibandingkan pengolahan kimiawi. Jika air hasil
pengolahan ini digunakan kembali, kandungan TDS yang rendah akan
mengurangi biaya recovery.
6. Proses elektrokoagulasi mempunyai keuntungan dalam mengolah partikel
koloid yang berukuran sangat kecil karena dengan pemakaian arus listrik
menyebabkan proses koagulasi lebih mudah terjadi dan lebih cepat.
7. Proses elektrokoagulasi tidak memerlukan pemakaian bahan kimia
sehingga tidak bermasalah dengan netralisasi kelebihan bahan kimia dan
tidak membutuhkan kemungkinan pengolahan berikutnya jika terjadi
penambahan senyawa kimia yang terlalu tinggi seperti pada penggunaan
bahan kimia.
8. Gelembung gas yang dihasilkan selama proses elektrolisis membawa
polutan yang diolah untuk naik ke permukaan (flotasi) dimana flok
tersebut dengan mudah terkonsentrasi, dikumpulkan dan dipisahkan
9. Perawatan reaktor elektrokoagulasi lebih mudah karena proses elektrolisis
yang terjadi cukup dikontrol dari pemakaian listrik tanpa perlu
memindahkan bagian dalamnya.
10. Teknologi elektrokoagulasi dapat dengan mudah diaplikasikan di daerah
yang tidak terjangkau layanan listrik yakni dengan menggunakan panel
matahari yang cukup untuk terjadinya proses pengolahan.

Sedangkan kerugian dari penggunaan elektrokoagulasi adalah :


1. Elektroda yang digunakan dalam proses ini harus diganti secara teratur
2. Penggunaan listrik kadang kala lebih mahal pada beberapa daerah
3. Terbentuknya lapisan di elektroda dapat mengurangi efisiensi pengolahan
4. Teknologi ini membutuhkan konduktivitas yang tinggi pada air limbah
yang diolah
5. Hidroksida seperti gelatin cenderung solubize pada beberapa kasus

2.5 Aplikasi dan Pengembangan Elektrokoagulasi

Aplikasi dan pengembangan elektrokoagulasi sudah banyak berkembang


untuk pengolahan air dan limbah cair industri. Berikut ini adalah penelitian
aplikasi elektrokoagulasi yang diambil dari jurnal penelitian Mollah, M.Y.A., et
al (2001). Menurut Bazrafshan et al (2016), menjelaskan bahwa gabungan
koagulasi kimiawi, elektrokoagulasi dan adsorpsi dapat digunakan untuk
mengolah air limbah tekstil dalam skala pilot plan. Koagulasi kimiawi dilakukan
dengan menggunakan poli aluminium klorida “PAC” sebagai koagulan diikuti
dengan elektrokogulasi empat elektroda aluminium dalam mode koneksi paralel
bipolar. Akhir dari proses pengolahan ini ditambahkan unit adsorpsi dengan
menggunakan abu kulit kacang pistachio untuk memenuhi standar luaran limbah
cair yang dipersyaratkan. Sementara penelitian dari Deghles dan Kurt et al (2016)
turut menjelaskan bahwa penggunaan proses elektrokoagulasi / elektrodialisis
hybrid dapat digunakan untuk mengolah limbah penyamakan kulit. Optimalisasi
proses elektrokoagulasi dilakukan dengan mengontrol berbagai parameter proses
dan selanjutnya limbah dari proses elektrokoagulasi diolah lebih lanjut dengan
menggunakan unit elektrodialisis.
Penelitian pengembangan elektrokoagulasi telah dilakukan review oleh Moussa,
D.T., et al (2017) ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Aplikasi elektrokoagulasi pada pengolahan limbah industri tekstil dan
penyamakan kulit

Tabel 2.2 Aplikasi elektrokoagulasi pada pengolahan limbah kilang minyak


Tabel 2.3 Aplikasi elektrokoagulasi pada pengolahan limbah industri pangan
DAFTAR PUSTAKA

Harif, T, Khai, M, dan Adin. Electrocoagulation versus chemical coagulation:


Coagulation/flocculation mechanisms and resulting floc characteristics.
Jurnal water research 46 (2012) 3177-3188
Hendriarianti, Evy. 2011.pengaruh jenis elektroda dan jarak antar elektroda dalam
penurunan cod dan tss limbah cair Laundry menggunakan elektrokoagulasi
konfigurasi Monopolar aliran kontinyu. Institut Teknologi Nasional,
Malang.
Ho, Y.S., dkk. Application of Electrocoagulation and Electrolysis on the
Precipitation of Heavy Metals and Particulate Solids in Washwater from the
Soil Washing. Journal of Agricultural Chemistry and Environment, 2014, 3,
130-138
International Atomic Energy Agency Vienna. 1992. Chemical Precipitation
Processes For The Treatment Of Aqueous Radioactive Waste. Technical
Reports Series No 337
Koparal, A. S. dan Ogutveren, U. B. 2002. Removal of nitrate from water By
electroreduction and electrocoagulation.Journal of Hazardous Materials,
B89,83-94
Metteson, Michael J. 1995. Electrocoagulation and Separation of Aqueous
Suspensions of Ultrafine Particles, Colloids and Surface A Physicochemical
and Engineering Aspects. The University of Sydney.New South Wales.
Mollah, M.Y.A., dkk. Electrocoagulation (EC)—science and applications.
Journal of Hazardous Materials B84 (2001) 29–41
Moussa, D.T., dkk. A comprehensive review of electrocoagulation for water
treatment: Potentials and challenges. Journal of Environmental Management
186 (2017) 24-41
Oncel, dkk. A comparative study of chemical precipitation and electrocoagulation
for treatment of coal acid drainage wastewater. Journal of Environmental
Chemical Engineering 1 (2013) 989–995
Peter, H. Geoffrey, B and Mitchell, C. 2006. Electrocoagulation As a Wastewater
Treatment, Departement of Chemical Engeneering. The University Of
Sydney. New South Wales.
Prayogo, Aditya dan Putra, Teddy Adythia Bhaskara. 2014. Studi Awal
Pengolahan Limbah Minyak Kelapa Sawit PT. Smart Tbk Menggunakan
Elektrokoagulasi. Malang: Politeknik Negeri Malang.
Rachmanita, 2012, studi penurunan konsentrasi nikel dan tembaga pada limbah
cair elektroplating dengan metode elektrokoagulasi, Program Studi Teknik
Lingkungan, UNDIP, Semarang.
Rahayuningwulan, Diana. 2010. Daur Ulang Air Limbah Industri Pelapisan
Logam dengan Metoda Kimia-Fisika. Pusat penelitian kimia. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
Renk, R. R. 1989. Treatment of hazardous wastewater by electrocoagulation. In:
3rd Annual Conference Proceedings (1989). Colorado Hazardous Waste
Management Society.
Woytowich D.L.; Dalrymple C. W.; Britton M. G.; 1993. Electrocoagulation
(CURE) Treatment of Ship Bilgewater for the U. S. Cost Guard in Alaska.
Marine Tech0ogy Society Journal, Vol. 27. 1p. 62, Spring 1993.

Anda mungkin juga menyukai