Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Kestabilan Partikel Tersuspensi
Air baku dari air permukaan umumnya mengandung partikel tersuspensi. Partikel
tersuspensi dalam air dapat berupa partikel bebas dan koloid dengan ukuran yang sangat
kecil, antara 0,001 mikron (10-6 mm) sampai 1 mikron (10-3 mm). Partikel yang
ditemukan dalam kisaran ini meliputi (1) partikel anorganik, seperti serat asbes, tanah
liat, dan lanau/silt, (2) presipitat koagulan, dan (3) partikel organik, seperti zat humat,
virus, bakteri, dan plankton. Dispersi koloid mempunyai sifat memendarkan cahaya.
Sifat pemendaran cahaya ini terukur sebagai satuan kekeruhan.
Partikel tersuspensi sangat sulit mengendap langsung secara alami. Hal ini karena
adanya stabilitas suspensi koloid. Stabilitas koloid terjadi karena :
Gaya van der Waals
Gaya ini merupakan gaya tarik menarik antara dua massa yang besarnya
tergantung pada jarak antar keduanya
Gaya Elektrostatik
Adalah gaya utama yang menjaga suspensi koloid pada keadaan yang stabil.
Sebagian besar koloid mempunyai muatan listrik. Kestabilan koloid terjadi
karena adanya gaya tolak antar koloid yang mempunyai muatan yang sama.
Gaya ini disebut sebagai zeta potensial
Gerak Brown
Gerak ini adalah gerak acak dari suatu partikel koloid yang disebabkan oleh
kecilnya massa partikel.
Gaya van der Waals dan gaya elektrostatik saling meniadakan. Kedua gaya tersebut
nilainya makin mendekati nol dengan makin bertambahnya jarak antar koloid. Resultan
kedua gaya tersebut umunya menghasilkan gaya tolak yang lebih besar. Hal ini
menyebabkan partikel dan koloid dalam keadaan stabil.

Tabel 1. Pengendapan Partikel dalam Air


Ukuran Partikel
(mm)
10
1
10-1

Tipe Partikel
Kerikil
Pasir
Pasir Halus

Waktu Pengendapan pada


Kedalaman 1 meter
1 detik
10 detik
2 menit

10-2
Lempung
-3
10
Bakteri
-4
10
Koloid
10-5
Koloid
-6
10
Koloid
Sumber: Water Treatment Handbook Vol. 1 (1991)

2 jam
8 hari
2 tahun
20 tahun
200 tahun

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Koagulasi
Koagulasi didefinikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid padatan
tersuspensi termasuk bakteri dan virus, dengan menambahkan koagulan sehingga akan
terbentu flok flok halus yang dapat diendapkan. Proses koagulasi dilakukan dengan
pengadukan cepat dan waktu singkat. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk

mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah.
Koagulan yang umum dipakai adalah alumunium sulfat, feri sulfat dan PAC.
Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan koagulan
logam seperti alum dan ferric chloride, karena proses hidrolisnya terjadi dalam hitungan
detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid. Waktu yang dibutukan untuk zat
kimia lain seperti polimer (polyelectrolites), chlorine, zat kimia alkali, ozone, dan
potassium permanganat, tidak optimal karena tidak mengalami reaksi hidrolisis.
a) Koagulan
Zat kimia yang menyebabkan destabilisasi muatan negatif partikel di dalam
suspensi. Zat ini merupakan donor muatan positif yang digunakan untuk
mendestabilisasi muatan negatif partikel.
Jenis koagulan yang sering dipakai adalah sebagai berikut :
a. Alummunium Sulfat (Alum)
Alumunium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] adalah salah satu koagulan yang
umum digunakan karena harganya murah dan mudah didapat. Alkalinitas yang
ada di dalam air bereaksi dengan alumunium sulfat (alum) menghasilkan
alumunium hidroksida sesuai dengan persamaan:
Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(HCO3)2 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 6 CO2 + 14
H2O
Bila air tidak mangandung alkalinitas untuk bereaksi dengan alum, maka
alkalinitas perlu ditambah. Biasanya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida
(Ca(OH)2) dengan reaksi:
Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(OH)2 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 14 H2O
Alkalinitas bisa juga ditambahkan dalam bentuk ion karbonat dengan
penambahan natrium karbonat. Nilai pH optimum untuk alum sekitar 4,5-8,0.
b. Ferrous Sulfate (FeSO4)
Ferrous Sulfate membutuhkan alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida agar
menghasilkan reaksi yang cepat. Senyawa Ca(OH)2 dan NaOH biasanya
ditambahkan untuk meningkatkan pH sampai titik tertentu dimana ion Fe2+
diendapkan sebagai Fe(OH)3.
Reaksinya adalah:
2FeSO4.7H2O + 2Ca(OH)2 + O2 2Fe(OH)3 + 2CaSO4 + 13H2O
Agar reaksi diatas terjadi, pH harus dinaikkan hingga 7.0 sampai 9,5. Selain
itu, ferrous sulfate digunakan dengan mereaksikannya dengan klorin dengan
reaksi:
3FeSO4.7H2O + 1,5Cl2 Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 21H2O
Reaksi ini terjadi pada pH rendah sekitar 4,0.
c. Ferric Sulfate dan Ferric Chloride

Reaksi sederhana ferric sulfate dengan alkalinitas bikarbonat alam membentuk


ferric hydroxide dengan reaksi:
Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
Sedangkan reaksi ferric chloride dengan alkalinitas bikarbonat alami yaitu:
2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
Apabila alkalinitas alami tidak cukup untuk reaksi, Ca(OH)2 ditambahkan
untuk membentuk hidroksida. Reaksinya adalah:
2FeCl3 + 3Ca(OH)2 2Fe(OH)3 + 3CaCl2
b) Faktor Faktor yang Mempengaruhi Proses Koagulasi
Suhu air
Derajat keasaman
Jenis koagulan
Kadar ion terlarut
Tingkat kekeruhan
Dosis koagulan
Kecepatan pengadukan
Alkalinitas
c) Efetifitas Koagulasi
Efektifitas berdasarkan TDS
Efektifitas koagulasi berdasarkan TDS menyatakan persen penyisihan
padatan terlarut (dissolved solid) akibat proses koagulasi.
Efektifitas berdasarkan penurunan COD
Efektifitas koagulasi berdasarkan penurunan COD menyatakan persen
penyisihan senyawa-senyawa organik akibat proses koagulasi.
B. Flokulasi
Flokulasi merupakan suatu proses aglomerasi (penggumpalan) partikel-partikel
terdestabilisasi menjadi flok dengan ukuran yang memungkinkan sehingga dapat
dipisahkan oleh sedimentasi dan filtrasi. Proses ini menggunakan pengadukan lambat.
Proses pengadukan merupakan faktor penting dalam flokulasi. Jika pengadukan
terlalu cepat maka gaya geser yang timbul akan mencegah pembentukan flok, sebaliknya
jika pengadukan terlalu lambat maka proses penggabungan antar partikulat tidak akan
terjadi dan flok besar yang mudah mengendap akan sulit dihasilkan. Umumnya
pengadukan dilakukan selama 30 hingga 90 menit.
Untuk mendapatkan flok yang besar dan mudah mengendap maka bak flokulasi
dibagi atas tiga kompartemen :
o
Pertama terjadi proses pendewasaan flok,
o
Kedua terjadi proses penggabungan flok, dan
o
Ketiga terjadi pemadatan flok
a) Jenis Jenis Flokulan
Alum
Aluminimum Chloride
Alumunium Sufate
Calcium Oxide

Calcium Hydoxide
Iron (III) Chloride
Iron (II) Sulfate
Polyacrylamide
PolyDADMAC
Sodium Aluminate
Sodium Silicate
b) Efektifitas Flokulasi
Efisiensi dari proses flokulasi dapat dilihat dari kualitas air setelah dilakukan
pemisahan flok secara mekanik.

C. Jenis Pengadukan
Pengadukan merupakan operasi yang mutlak diperlukan pada proses koagulasiflokulasi. Pengadukan cepat berperan penting dalam pencampuran koagulan dan
destabilisasi partikel. Pengadukan lambat berperan dalam upaya penggabungan flok.
Jenis pengadukan dapat dikelompokkan berdasarkan kecepatan pengadukan dan
metoda pengadukan. Berdasarkan kecepatannya, pengadukan dibedakan menjadi
pengadukan cepat dan pengadukan lambat. Berdasarkan metodanya, pengadukan
dibedakan menjadi pengadukan mekanis, pengadukan hidrolis, dan pengadukan
pneumatis.
1. Pengadukan Cepat
Tujuan pengadukan cepat dalam pengolahan air adalah untuk menghasilkan
turbulensi air sehingga dapat mendispersikan bahan kimia yang akan dilarutkan
dalam air. Secara umum, pengadukan cepat adalah pengadukan yang dilakukan pada
gradien kecepatan besar (300 sampai 1000 detik-1) selama 5 hingga 60 detik atau
nilai GTd (bilangan Champ) berkisar 300 hingga 1700. Secara spesifik, nilai G dan
td bergantung pada maksud atau sasaran pengadukan cepat.
Untuk proses koagulasi flokulasi
Waktu detensi = 20 - 60 detik
G = 1000-700 detik-1
Pengadukan cepat dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
1. Pengadukan mekanis
2. Pengadukan hidrolis
3. Pengadukan pneumatis
2. Pengadukan Lambat
Tujuan pengadukan lambat dalam pengolahan air adalah untuk menghasilkan
gerakan air secara perlahan sehingga terjadi kontak antar partikel untuk membentuk
gabungan partikel hingga berukuran besar. Pengadukan lambat adalah pengadukan
yang dilakukan dengan gradien kecepatan kecil (20 sampai 100 detik-1) selama 10

hingga 60 menit atau nilai GTd (bilangan Champ) berkisar 48000 hingga 210000.
Untuk menghasilkan flok yang baik, gradien kecepatan diturunkan secara bertahap
agar flok yang telah terbentuk tidak pecah lagi dan berkesempatan bergabung
dengan yang lain membentuk gumpalan yang lebih besar.
Secara spesifik, nilai G dan waktu detensi untuk proses flokulasi adalah
sebagai berikut:
Untuk air sungai:
Waktu detensi = minimum 20 menit
G = 10 - 50 detik-1
Untuk air waduk:
Waktu = 30 menit

G = 10 - 75 detik-1
Untuk air keruh:
Waktu dan G lebih rendah
Bila menggunakan garam besi sebagai koagulan:
G tidak lebih dari 50 detik-1
Untuk flokulator 3 kompartemen:
G kompartemen 1 : nilai terbesar
G kompartemen 2 : 40 % dari G kompartemen 1
G kompartemen 3 : nilai terkecil

3.

Pengadukan Mekanis
Pengadukan mekanis adalah metoda pengadukan menggunakan peralatan
mekanis yang terdiri atas motor, poros pengaduk (shaft), dan alat pengaduk
(impeller). Peralatan tersebut digerakkan dengan motor bertenaga listrik.
Berdasarkan bentuknya, ada tiga macam impeller, yaitu paddle (pedal), turbine, dan
propeller (baling-baling).
Tabel 1. Kriteria Impeller
Tipe Impeller
Paddle

Kecepatan Putaran
20 150 rpm

Dimensi
Keterangan
Diameter : 50
80% lebar bak
Lebar : 1/6 1/10

Turbine
Propeller

10 150 rpm

diameter paddle
Diameter : 30

400 1750 rpm

50% lebar bak


Diameter
maksimal 45 cm

: Jumlah pitch 1 2
buah

4. Pengadukan Hidrolis
Pengadukan hidrolis adalah pengadukan yang memanfaatkan aliran air sebagai
tenaga pengadukan. Tenaga pengadukan ini dihasilkan dari energi hidrolik yang

dihasilkan dari suatu aliran hidrolik. Energi hidrolik dapat berupa energi gesek,
energi potensial (jatuhan) atau adanya lompatan hidrolik dalam suatu aliran.
Jenis pengadukan hidrolis yang digunakan pada pengadukan cepat haruslah
aliran air yang menghasilkan energi hidrolik yang besar. Dalam hal ini dapat dilihat
dari besarnya kehilangan energi (headloss) atau perbedaan muka air. Dengan tujuan
menghasilkan turbulensi yang besar tersebut, maka jenis aliran yang sering
digunakan sebagai pengadukan cepat adalah terjunan, loncatan hidrolik, dan
parshall flume.
Jenis pengadukan hidrolis yang digunakan pada pengadukan lambat adalah
aliran air yang menghasilkan energi hidrolik yang lebih kecil. Aliran air dibuat relatif
lebih tenag dan dihindari terjadinya turbulensi agar flok yang terbentuk tidak pecah
lagi. Beberapa contoh pengadukan hidrolis untuk pengadukan lambat adalah kanal
bersekat (baffled channel, Gambar 5.10), perforated wall, gravel bed dan
sebagainya.
5. Pengadukan pnemuatis
Pengadukan pneumatis adalah pengadukan yang menggunakan udara (gas)
berbentuk gelembung sebagai tenaga pengadukan. Gelembung tersebut dimasukkan
ke dalam air dan akan menimbulkan gerakan pada air (Gambar 5.11). Injeksi udara
bertekanan ke dalam air akan menimbulkan turbulensi, akibat lepasnya gelembung
udara ke permukaan air. Aliran udara yang digunakan untuk pengadukan cepat harus
mempunyai

tekanan

yang

cukup

besar

sehingga

mampu

menekan

dan

menggerakkan air. Makin besar tekanan udara, kecepatan gelembung udara yang
dihasilkan makin besar dan diperoleh turbulensi yang makin besar pula.
C. Mekanisme Koagulasi Flokulasi
Koagulasi dan flokulasi merupakan proses yang terjadi secara berurutan untuk
mentidakstabilkan partikel tersuspensi, menyebabkan tumbukan partikel dan tumbuh
menjadi flok.
Pertama, koagulasi dengan melibatkan netralisasi dari muatan partikel dengan
penambahan elektrolit (koagulan). Agregat yang terbentuk akan saling menempel dan
menyebabkan terbentuknya partikel yang lebih besar yang dinamakan mikroflok.
Pengadukan cepat di gunakan untuk mendispersikan koagulan dalam larutan dan
mendorong terjadinya tumbukan partikel untuk memperoleh proses koagulasi yang
bagus. Biasanya proses koagulasi membutuhkan waktu sekitar 1-3 menit. Tahap
selanjutnya, Flokulasi, disebabkan oleh adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia
yang disebut sebagai flokulan.

Mikroflok yang terbentuk pada saat proses koagulasi sebagai akibat penetralan
muatan, akan saling bertumbukan dengan adanya pengadukan lambat dan menghasilkan
flok yang lebih besar.
Pertumbuhan ukuran flok akan terus berlanjut dengan penambahan flokulan atau
polimer dengan bobot molekul tinggi.
Polimer tersebut menyebabkan terbentuknya jembatan, mengikat flok, memperkuat
ikatannya serta menambah berat flok sehingga meningkatkan rate pengendapan flok.
Waktu yang dibutuhkan untuk proses flokulasi berkisar antara 15-20 menit hingga 1
jam. Proses koagulasi-flokulasi terjadi pada unit pengaduk cepat dan pengaduk lambat.
Contoh proses dapat dilihat dari gambar :

D. Kelebihan Koagulasi Flokulasi


Lebih cepat, efektif dan efisien menghilangkan bahan-bahan limbah dalam bentuk
koloid, dengan menambahkan koagulan. Dengan koagulasi, partikel-partikel koloid

akan saling menarik dan menggumpal membentuk flok.


Memudahkan partikel-partikel tersuspensi yang sangat lembut dan bahan-bahan
koloidal di dalam air menjadi agregat/jonjot (proses sebelum penggumpalan) dan
membentuk flok, sehingga dapat dipisahkan dengan proses pengendapan.

BAB III
APLIKASI DALAM INDUSTRI

PT CAPSUGEL INDONESIA
Pengolahan air limbah di PT. Capsugel Indonesia meliputi pengolahan secara fisika,
kimia dan biologis. Tahapan pengolahannya tidak selalu sama tergantung dari karakteristik air
limbah dan dengan treatability test dapat diketahui pengolahan apa yang tepat. Pengolahan air
limbah secara fisika meliputi : penurunan suhu, penyaringan, ekualisasi, pengendapan, dan
mixing. Pengolahan secara kimia meliputi : koagulasi dan flokulasi, presipitasi, pengaturan
pH, oksidasi, dan desinfeksi. Pengolahan biologi meliputi nitrifikasi dan denitrifikasi. Berikut
ini adalah gambaran secara umum proses pada IPAL :
1. Ekualisasi
Sebelum diolah air limbah ditampung dalam bak ekaluasasi. Untuk meratakan
konsentrasi dan debit, agar air limbah dapat diolah dengan debit yang sama dan
konsentrasi rata-rata yang mendekati sama. Bak ekualisasi dilengkapi dengan pompa
transfer berikut Water Level Control (WLC) yang mengatur mati hidupnya pompa.
Jika air mencapai level minimum, pompa mati dan pompa akan jalan lagi air
mencapai level maksimum.
2. Cooling Tower
Cooling Tower berfungsi untuk menurunkan temperatur air limbah yang berasal dari
bak ekualisasi hingga sesuai yang disarankan untuk pengolahan secara biologis
(maksimum 35 C).
3. Pengaturan pH
Dari ekualisasi air limbah dipompa ke bak pengaturan pH untuk diatur pada range pH
7-8.5 dengan menggunakan bahan kimia Na2CO3. Waktu tinggal yang dipakai adalah
6 menit.
4. Anosik
Air limbah dari bak pengaturan pH mengalir ke bak anosik bercampur dengan air
limbah yang di recycle dari bak aerasi. Dalam bak anosik air limbah mengalami
proses denitrifikasi yaitu penguraian NO3 menjadi NO2 dan OH-. Pada proses
denitrifikasi tidak ada penambahn O 2. Untuk menjaga bakteri tetap
tersuspensi maka dipakai pengaduk mekanik.
5. Aerasi
Dalam bak aerasi air limbah mengalami proses nitrifikasi dimana
ammonium diubah oleh bakteri Nitrosomonas dengan bantuan oksigen
menjadi NO2 dan sel baru. Kemudian oleh bakteri nitrobakter NO2 diubah
menjadi NO3 dan sel baru. Dissolved oxygen (DO) dijaga minimal 2 mg/L
dengan penambahan oksigen dari blower. Sebagian air limbah mengalir

ke bak sedimentasi dan sebagian lagi dipompa kembali ke bak


pengaturan pH dan terus masuk ke bak anosik (internal recycle). Pada
aliran internal recycle dipasang flow meter untuk mengetahui debit air
limbah yang dikembalikan ke bak anosik.
6. Bak Sedimentasi / Clarifier
Dari bak aerasi air limbah mengalir ke bak sedimentasi. Di sini flok-flok
bakteri (biomass) yang ikut dalam effluent aerasi diendapkan dan dipompa
kembali ke bak anosik melalui bak pengatur pH, supaya Mixed Liquor
Suspended Solid (MLSS) diatur cukup tinggi sesuai dengan kriteria disain
(3000 mg/L). Pada aliran ini juga dilengkapi flow meter dan kelebihan
lumpur dapat dibuang ke bak pengumpul lumpur. Overflow rate yang
digunakan maksimum 0.7 m/jam. Air limbah yang berupa cairan jernih
kemudian mengalir ke bak klorinasi.
7. Klorinasi
Sebelum dibuang ke lingkungan air limbah melewati bak klorinator
untuk proses desinfektan dan juga membantu mengurangi konsentrasi
ammonium dan warna yang masih tersisa dalam effluent. Waktu tinggal
yang dipakai adalah 30 menit.
8. Sand Filter
Air limbah dari bak klorinasi masuk ke sand filter untuk proses
penjernihan dan penghilangan bau air limbah yang akan dibuang ke
bak kontrol. Bahan penyaring yang digunakan adalah pasir aktif (zeolit)
dan
karbon aktif.

Proses koagulasi dan flokulasi pada PT Capsugel Indonesia terjadi di bak sedimentasi.
Koagulan yang digunakan adalah alum, PAC, dan FeCl3. Setelah terbentuk flok flok besar
yang berupa lumpur aktif yang mengandung bakteri karena pada tahap sebelumnya pada
proses aerasi ditambahkan bakteri Nitromonas. Kemudian lumpur aktif dari kolam aerobik
mengalir ke bak sedimentasi. Flok - flok bakteri (biomass) yang ikut dalam efluen aerobik
diendapkan di dalam clarifier dan dipompa kembali ke kolam anoksik atau dikenal dengan
return activated sludge (RAS). Efluen yang berupa cairan tanpa flok kemudian mengalir ke
bak klorinasi.
Efluen yang berupa cairan dari bak sedimentasi ini memiliki dua penampakan secara
visual yang berbeda yaitu warna bening kemerahan (Efluen I) dan bening kebiruan (Efluen
II) seperti pada gambar.

Efluen II

Produksi cangkang kapsul dengan pewarna Erythrosin B akan menghasilkan efluen


berwarna bening kemerahan (Efluen I), sedangkan produksi cangkang kapsul dengan
pewarna Brilliant Blue FCF akan menghasilkan efluen berwarna bening kebiruan (Efluen
II).
Nilai pH Efluen I dan Efluen II berkisar antara 6.38-7.02, dimana sebelumnya efluen
telah mengalami pengaturan pH pada rentang pH 7-8.5 dengan penambahan bahan kimia
Na2CO3, sehingga pada saat memasuki bak sedimentasi (clarifier) pH efluen berada dalam
kisaran pH netral.
Lumpur aktif dari kolam aerobik mengalir ke bak sedimentasi. Flokflok bakteri
(biomass) yang ikut dalam efluen aerobik diendapkan di dalam clarifier dan dipompa
kembali ke kolam anoksik. Hal ini menyebabkan efluen yang berupa cairan yang terpisah dari
flok-flok bakteri tersebut mempunyai nilai kekeruhan dan warna yang cukup rendah.
Kadar klorin Efluen I dan Efluen II tidak dalam nilai yang berlebih yaitu berkisar antara
0.12-0.15 mg/l. Namun, menurut www.o-fish.com (2002), untuk menghindari efek berbahaya
dari klorin maka kadarnya dalam air harus dijaga agar tidak lebih dari 0.003 mg/l.

BAB IV
KESIMPULAN

1. Koagulasi-flokulasi merupakan proses berkelanjutan, dimana koagulasi adalah proses


awal dengan pengadukan cepat untuk menyatukan koloid-koloid menjadi flok-flok
kecil. Kemudian dilanjutkan dengan proses flokulasi yaitu pengadukan lambat untuk
membentuk flok menjadi lebih besar sehingga lebih mudah untuk dipisahkan dengan
air.
2. Proses koagulasi memiliki beberapa kelebihan yaitu lebih cepat, efektif dan efisien
menghilangkan bahan-bahan limbah dalam bentuk koloid, dengan menambahkan
koagulan.
3. Proses kolagulasi flokulasi pada pengolahan limbah tersier di PT Capsugel
Indonesia dengan menggunakan alum, PAC, dan FeCl3

Anda mungkin juga menyukai