Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


Untuk mengetahui proses instalasi pengolahan air limbah (IPAL)

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Pengertian Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Instalasi Pengolahan Air Limbah adalah suatu perangkat peralatan teknik
beserta perlengkapannya yang memproses atau mengolah cairan sisa proses
produksi pabrik atau laboratorium, sehingga cairan tersebut layak dibuang ke
lingkungan. IPAL digunakan untuk mengolah air limbah dengan kadar
kimiawinya dan kekeruhannya yang tinggi, sehingga dapat diperoleh hasil
pengolahan yang bisa memenuhi standar baku mutu buangan sebagaimana yang
dianjurkan oleh pemerintah.

1.2.2 Proses Pengolahan Dengan Kimia Fisika


Proses pengolahan limbah secara fisik umumnya dilakukan pada jenis atau
karakteristik limbah dengan kandungan bahan kimia yang lebih tinggi atau kadar
COD yang tinggi. Proses-proses kimia fisik adalah sebagai berikut:
1. Koagulasi
Proses dimana campuran koloid terdestabilkan dengan adanya penambahan zat
kimia (koagulan) sehingga partikel koloid mengalami aglomerasi dan
membentuk agregat. Koagulan yang umum digunakan dalam pengolahan air
adalah seperti pada tabel dibawah ini:

Aluminiu
m sulfat,
Alum Bongkah,
Al2(SO4)3.XH2O Asam 6,0 7,8 75 250
sulfat, X = 14, 16 ,18 bubuk
Alum,
Salum
Lime Ca(OH)2 Bongkah, Basa 9,0 11 150 500
bubuk
Poly
Aluminiu Cairan,
Aln(OH)mCl3n-m Asam 6,0 7,8 30 150
m Chloride bubuk
(PAC)
Ferro Kristal,
FeSO4.7H2O Asam > 8,5 70 500
Sulfat halus
Ferri Bongkah,
FeCl2.6H2O Asam 49 35 150
Klorida cairan
Cationic
25
electrolyte
Anionic
0,25 1,0
electrolyte

2. Flokulasi
Proses dimana partikel koloid terdestabilkan bergabung membentuk flok-flok
dengan ukuran partikel yang lebih besar. Penambahan bahan kimia pada proses
ini adalah dengan menggunakan bahan kimia polimer dengan berat molekul
yang lebih besar.
3. Sedimentasi
Proses pemisahan padatan dimana partikel flok mengendap karena pengaruh
gravitasi. Kecepatan pengendapan akan sangat berpengaruh terhadap hasil
koagulasi dan flokulasi.
4. Filtrasi
Proses pemisahan partikel padat dan cair dengan menggunakan media filter,
diantaranya carbon filter, sand filter, ultra filtrasi, RO, dan lain lain. Pada unit
ini kita menggunakan unit penyaringan multimedia yaitu gabungan antara
carbon filter dan sand filter dalam satu unit proses yang sering disebut filter
multimedia.

1.2.3 Uraian Proses Instalasi Pengolahan Air Limbah


Pada proses IPAL proses yang diterapkan adalah sebagai berikut:
1. Unit Equalizing Tank, pH adjusment
Equalizing tank berfingsi untuk proses mixing, proses oksidasi, dan pH
adjusment. Untuk proses tersebut digunakan udara yang di supply oleh air
blower. Proses koagulasi dan flokulasi kebanyakan berlangsung secara
optimum pada pH 8,5, sehingga jika kondisi air limbah mempunyai pH yang
rendah maka diperlukan penetralan (menaikkan pH) agar proses pembentukan
flok dapat berlangsung optimum, sehingga proses pngendapan menjadi lebih
baik. Untuk menetralkan pH 8,5 maka ditambahkan larutan asam atau basa.
Untuk kondisi basa maka dalam hal ini umumnya digunakan larutan Ca(OH) 2
atau basa kuat NaOH.
2. Proses koagulasi
Pada proses ini dimana PAC ditambahkan dengan cara menginjeksikan larutan
PAC ke dalam tangki proses koagulan dilengkapi dengan motor pengaduk yang
bisa diatur kecepatannya (rpm). Pada proses penambahan PAC di injeksikan
dengan menggunakan Dosing Pump. Penambahan PAC atau koagulan
bertujuan untuk mengikat partikel-partikel yang tersuspensi dalam air limbah,
sehingga membentuk flok-flok.
3. Proses tank atau unit flokulasi
Pada proses ini ditambahkan polymer dengan menggunakan dosing pump
langsung kedalam tangki proses yang dilengkapi dengan motor pengaduk yang
bisa diatur kecepatannya (rpm). Penambahan polymer atau flokulan bertujuan
untuk mengikat flok-flok yang terbentuk dari proses koagulasi, sehingga akan
menambah besar ukuran padatan tersusupensi dalam air limbah dan
mempercepat proses pengendapan. Flok yang berukuran besar akan lebih
mudah diendapkan clarifier, sedangkan flok yang ringan akan berkurang
jumlahnya setelah proses ini.
4. Unit Clarifier
Pada proses ini dimana akan terjadi proses pemisahan padatan dengan air
dengan proses pengendapan. Bentuk prismatis pada bagian bawah clarifier tank
berfungsi untuk memperlambat aliran, dan separator atau lamela yang terbuat
dari stainless plat pada bagian atas clarifier berfungsi untuk menghambat flok-
flok yang akan naikkebagian atas, sehingga akan menimbulkan efek
sedimentasi yang optimal dengan waktu yang relatif singkat. Dan untuk
mencegah penumpukan sludge pada clarifier maka dilakukan pembuangan
dengan membuka ball valve yang terdapat pada saluran pembuangan.
Kemudian dialirkan menuju bag filter tank. Pembuangan sludge dapat
dilakukan selama clarifier bekerja tanpa mengganggu proses sedimentasi yang
terjadi.
5. Bag Filter
Pada unit ini endapan yang terjadi pada bagian bawah clarifier claritloculator
akan dialirkan ke unit tangki bag filter dengan membuka ball valve kemudian
dialirkan menuju tangki bag filter, kemudian pompa vakum akan dihidupkan
secara manual. Ini dilakukan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang
bercampur dengan endapan yang terjadi selama proses di unit clarifier tank.
Hasil pemisahan tersebut pada bag filter tank dimana sludge memiliki kadar air
yang rendah dan berbetuk solid atau cake. Sludge tersebut akan berada pada
permukaan sludge separator tank sehingga semakin lama semakin tebal. Oleh
karena itu perlu di remove secara periodik dengan cara membuka mur pada
penutup tangki bag filter kemudian diangkat sludge yang menumpuk pada
filter cloth dipisahkan kemudian pasang filter cloth kembali setelah
dibersihkan.
6. Unit Treated Tank
Unit ini berfungsi untuk menampung hasil treatment setelah setelah melalui
clarifier tank sebelum dialirkan atau dipompa ke unit sand filter, carbon filter,
cation filter, dan anion filter.
7. Unit Media Filter
Pada unit ini dilengkapi sand filter, carbon filter, cation filter, dan anion filter.
Unit ini dipasang secara seri yang diawali dengan aliran dari sand filter,
carbon filter, cation filter, dan anion filter. Sand filter berfungsi mengurangi
TSS yang halus yang masih terlewatkan dari clariflocculator, karbon aktif
untuk menghilangkan warna dan bau, kation dan anion untuk softhener.

1.2.4 Parameter Dasar Dalam Menentukan Kualitas Air Limbah


a. TDS (Total Dissolved Solid)
TDS adalah singkatan dari Total Dissolved Solids atau padatan yang
terlarut yaitu semua mineral, garam, logam, serta kation-anion yang terlarut di
air. Sumber utama untuk TDS dalam perairan adalah limpahan dari
pertanian,limbah rumah tangga, dan industri. Unsur kimia yang paling umum
adalah kalsium, maupun partikel non padatan seperti mikro organisme dan lain-
lain .Termasuk semua yang terlarut diluar molekul air murni (H2O). Secara
umum, konsentrasi benda-benda padat terlarut merupakan jumlah antara kation
dan anion didalam air. TDS terukur dalam satuan Parts per Million (ppm) atau
perbandingan rasio berat ion terhadap air. Setiap air minum selalu mengandung
partikel yang terlarut yang tidak tampak oleh mata, bisa berupa partikel
padatan (seperti kandungan logam misal : Besi, Aluminium, Tembaga, Mangan
dan lain-lain).
b. Konduktivitas
Konduktivitas limbah cair dlaam mengalirkan arus listrik bergantung
pada mobilitas ion dan kadar yang terlarut di dalam limbah tersebut.
Konduktivitas adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk
meneruskan aliran listrik. Oleh karena itu semakin banyak garam-garam
terlarut yang dapat terionisasi semakin tinggi pula nilai konduktivitasnya..
Daya Hantar Listrik/Konduktivitas menyatakan banyaknya ion-ion yang
terkandung dalam suatu air buangan atau air limbah Konduktivitas listrik air
secara langsung berkaitan dengan konsentrasi padatan terlarut terionisasi dalam
air Ion dari padatan terlarut dalam air menciptakan kemampuan untuk air yang
untuk melakukan arus listrik.
c. pH
Salah satu kriteria kualitas air adalah derajat keasaman(pH). Pada
dasarnya air yang baik adalah air yang tidak tercemar. Dalam kondisi yang
demikian berarti air bersifat netral, sedangkan apabila di dalam perairan
terdapat zat pencemar akan dapat berakibat sifat air berubah menjadi asam atau
basa.
BAB II
METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat yang digunakan
1. Satu set alat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
2. Gelas kimia 1000 mL
3. Kaca arloji
4. Spatula
5. Batang pengaduk
6. Neraca digital
2.1.2 Bahan yang digunakan
1. Air danau
2. Air PDAM
3. CaCO3
4. PAC (Aln(OH)mCl3n-m)
5. Na2SO4

2.2 Prosedur Percobaan


2.2.1 Prosedur Pembuatan Larutan CaCO3 27,08%
1. Menimbang 15,6 kg CaCO3 dengan menggunakan timbangan
2. Memasukkan CaCO3 ke dalam ember kemudian menambahkan 42 L air
PDAM
3. Mengaduk larutan CaCO3 hingga menjadi homogen

2.2.2 Prosedur Pembuatan Larutan PAC 0,5%


1. Menimbang 35,2 gram PAC dengan menggunakan neraca digital
2. Memasukkan PAC ke dalam ember kemudian menambahkan 7 L air
PDAM
3. Mengaduk larutan PAC hingga menjadi homogen
2.2.3 Prosedur Pembuatan Larutan Na2SO4 0,5%
1. Menimbang 35,2 gram Na2SO4 dengan menggunakan neraca digital
2. Memasukkan Na2SO4 ke dalam ember kemudian menambahkan 7 L air
PDAM
3. Mengaduk larutan Na2SO4 hingga menjadi homogen

2.2.4 Prosedur Pengolahan Air Danau dengan Menggunakan IPAL


1. Mengisi pH adjusment tank dengan larutan CaCO3 27,08%
2. Mengisi coagulant tank dengan larutan PAC 0,5%
3. Mengisi flocculant tank dengan larutan Na2SO4 0,5%
4. Memasukkan air danau ke dalam waste water tank hingga kira kira
80%
5. Menghidupkan blower dengan cara memutar selection switch pada
posisi manual
6. Menghidupkan mixer pada pH adjusment tank dengan cara memutar
selection switch pada posisi manual
7. Menambahkan larutan CaCO3 ke dalam waste water tank untuk
mengatur pH dengan menghidupkan solution pump dengan cara
memutar selection switch pada posisi manual dan mengatur flow rate
dengan cara memutar stroke pada bukaan 50 percent sampai pH yang
diinginkan yaitu 8,5
8. Mengatur feed pump dengan cara memutar stroke pada bukaan 3
9. Menghidupkan mixer coagulant proses dan mixer flocculant proses
dengan cara menekan tombol ON pada masing masing mixer dan
mengatur kecepatan putaran mixer 254 rpm untuk mixer coagulant
proses dan 55 rpm untuk mixer flocculant proses
10. Menghidupkan dosing pump dengan cara memutar selection switch
pada posisi manual dan mengatur flow rate dengan cara memutar
stroke pada bukaan 100 percent untuk coagulant pump dan flocculant
pump
11. Membiarkan proses ini terus berlangsung hingga air dalam waste
water tank habis atau sesuai dengan level pump
12. Menghidupkan filter pump dengan cara memutar selection switch pada
posisi manual sehingga air yang tertampung dalam treated tank akan
dipompakan melewati filter (sand filter, carbon filter, cation filter, dan
anion filter)
13. Memisahkan endapan pada clarifier tank menggunakan bag filter
dengan cara membuka ball valve pada bagian bawah clarifloculactor
sehingga air yang bercampur sludge akan mengalir ke dalam bag filter
14. Menghidupkan vacuum pump dengan cara memutar selection switch
pada posisi ON agar terjadi pemisahan yang lebih baik antara
sludge dengan air
15. Membuang sludge yang terdapat dalam bag filter dengan cara
membuka mur pada penutup tangki bag filter kemudian mengambil
sludge yang telah menumpuk di dalam tangki bag filter
16. Mematikan alat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
17. Mengukur pH, konduktivitas, dan TDS pada air danau sebelum dan
sesudah diproses

18.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan


Tabel 3.1 Data air danau Polnes sebelum proses pengolahan
Konduktivitas Temperatur TDS
pH
(s/cm) (oC) (mg/L)
137,9 25,5 5,04 78,4

Tabel 3.2 Data air danau Polnes setelah diproses menggunakan IPAL
Konduktivitas Temperatur TDS
pH
(s/cm) (oC) (mg/L)
643 27 6 367

3.2 Pembahasan
Pada percobaan ini yaitu IPAL (Instalasi Pengolahan Limbah) air yang
digunakan adalah air danau POLNES. Pada proses awalnya, air danau di tampung
terlebih dahulu di dalam waste water tank lalu diberikan larutan kapur untuk
menaikkan pH (8.5). Proses koagulasi dan flokulasi kebanyakan berlangsung
secara optimum pada pH 8,5, sehingga jika kondisi air limbah mempunyai pH
yang rendah maka diperlukan penetralan (menaikkan pH) agar proses
pembentukan flok dapat berlangsung optimum. Kemudian air di waste water tank
dialirkan menuju tangki koagulasi dan flokulasi. Air yang berada pada tangki
koagulasi diberikan larutan PAC dan di aduk oleh pengaduk agar tumbukan yang
terjadi antar partikel semakin besar. Penambahan PAC bertujuan untuk mengikat
partikel-partikel yang teresuspensi dalam air limbah sehingga partikel koloid
mengalami aglomerasi dan membentuk agregat. Setelah proses koagulasi selesai,
air mengalir ke tangki flokulasi dan ditambahkan dengan superflok agar partikel
koloid terdestabilikan bergabung membentuk flok-flok dengan ukuran partikel
yang lebih besar. Setelah proses flokulasi air mengalir ke dalam clarifier disini
terjadi proses sedimentasi pemisahan padatan dimana partikel flok mengendap
karena pengaruh gravitasi. Air yang mengalami over flow dari clarifier mengalir
ke treated tank. Air yang tertampung di treated tank dipompakan melewati unit
selanjutnya mengalirkan air menuju unit media filter (sand filter, carbon filter,
anion dan kation filter).
Dari praktikum dilakukan pengambilan data pH, konduktivitas, dan nilai
TDS. Data pH, konduktivitas, dan nilai TDS air sebelum pengolahan yaitu 5,04,
137,9s/cm, 78,4 mg/L. Data pH, konduktivitas, dan nilai TDS air sesudah
pengolahan yaitu 6, 643 s/cm, 367 mg/L. pH air sesudah pengolahan mengalami
kenaikan disebabkan karena larutan kapur yang selalu ditambahkan. Nilai
konduktivitas yang harusnya turun setelah proses pengolahan naik disebabkan
karena penambahan koagulan dan flokulan yang berlebih, dimana pengaturan
keluaran pompa diatur 100%. Hal ini menyebabkan mobilitas ion dan kadar yeng
terlarut di dalam air semakin tinggi. Konduktivitas listrik air secara langsung
berkaitan dengan konsentrasi padatan terlarut yang terionisasi didalam air dan
menciptakan kemampuan air untuk melakukan arus listrik. Sedangkan nilai TDS
yang merupakan padatan terlarut dalam air mengalami peningkatan setelah proses
pengolahan dapat disebabkan karena banyaknya partikel terlarut yang tidak
tampak oleh mata yang dalam hal ini merupakan larutan kapur yang ditambahkan
secara berlebih dan kurang optimumnya proses filtrasi pada pengolahan limbah.
Data air dari hasil pengolahan limbah yang diperoleh praktikum ini
menunjukan kriteria kualitas air yang masuk dalam golongan D berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 Tentang : Pengendalian Pencemaran
Air. Dimana kualitas air golongan D dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit
listrik tenaga air.
.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Nilai pH, konduktivitas, dan TDS setelah proses pengolahan mengalami
kenaikan.
2. Nilai parameter pH, konduktivitas dan TDS pada praktikum ini termasuk
dalam kriteria kualitas air golongan D berdasarkan Peraturan Pemerintah
No.20 Tahun 1990 tentang: Pengendalian Pencemaran Air.
DAFTAR PUSTAKA

Konsultan Air Anda. (2014). TDS Dalam Air. 23 Maret 2016.


http://nanosmartfilter.com/tag/standar-nilai-tds-pada-air-minum/
Wibowo, W. A. Apakah Itu TDS (Total Dissolved Solids)?. 23 Maret 2016.
https://multimeter-digital.com/apakah-itu-tds-total-dissolved-solids.html
Tim Laboratorium Operasi Teknik Kimia. (2015). Penuntun Praktikum Limbah
dan Utilitas Semester V. Samarinda: Politeknik Negeri Samarinda.
PERHITUNGAN

1. Perhitungan untuk pembuatan larutan PAC dan Na2SO4 0,5%


Kapasitas 7 Liter =0,007 m3

3 kg
0,007 m 1000
m3

7 kg

m
0,005=
m+7 kg

0,005 m+ 0,035=m

0,035=0,995 m

m=0,0352 kg

2. Perhitungan untuk pembuatan larutan CaCO3 27,08%


3
Kapasitas 42 Liter=0,042 m

kg
0,042 m3 1000
m3

42 kg

m
CaC O3= 100
m+42 kg

15,6 kg
CaC O3= 100
15,6 kg+42 kg

27,08
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai